Wednesday, January 14, 2015

Aileen-Chapter 12

“Kudengar hari ini Evans akan datang membicarakan rencana perkawinan dengan seorang LaSalle.”

Aileen melihat Denise dengan enggan. Hanya itukah yang bisa ia ucapkan dalam pertemuan pertama dengan adik yang tidak dilihatnya untuk beberapa waktu?


“Menurutmu siapa yang akan ia nikahi?” Denise duduk di tempat tidur Aileen.

Aileen tidak ingin menjawab. Ia melihat Denise mulai memeriksa barang-barangnya dengan penuh ingin tahu.

Aileen tidak mengerti mengapa bisa ada seorang yang sedemikian uniknya. Denise selalu murka bila ia memasuki kamarnya tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Denise selalu mengomel ketika ia menyentuh barangnya tanpa seijinnya. Namun, Denise selalu memasuki kamarnya tanpa mengetuk pintu dan selalu memeriksa barang-barangnya tanpa seijinnya. Denise juga tanpa persetujuannya, mengambil barangnya yang ia minati.

“Aku tidak tahu,” Aileen menjawab jujur.

“Apa menurutmu ia ingin menikahiku?” Denise bertanya penuh antusias.

“Kau sudah menikah,” Aileen mengingatkan dengan nada dingin.

“Geert, maksudmu!?” suara Denise meninggi menunjukkan ketidakpercayaannya, “Dia adalah pria yang paling membosankan yang pernah kutahu. Kau bisa memilikinya kalau kau mau.”

Untuknya? Dalam hati Aileen tersenyum sinis. Tidak biasanya Denise merelakan barang yang sudah tidak diminatinya lagi. Bahkan baju yang sudah kekecilan pun tidak pernah Denise relakan untuknya.

“Geert benar-benar membosankan. Tiap hari kerjanya hanya mengomel,” Denise untuk pertama kalinya mengeluhkan Geert kepada Aileen, “Dia adalah pria yang terpelit di dunia! Keluarganya kaya raya seperti itu tetapi ia tidak pernah rela mengeluarkan uang walau hanya satu sen!”

Aileen sudah mengetahuinya jauh sebelum Denise mengenal Geert. Sifat hemat Geert yang keterlaluan inilah yang membuat Aileen tidak pernah benar-benar terkesan padanya. Ketika menemaninya berbelanja, Geert selalu mengomentari barang-barang yang ia pilih walau Aileen selalu membayar sendiri barang belanjaannya. Dibandingkan kualitas, Geert lebih menyukai harga.

Aileen tidak pernah meminta Geert memberinya sesuatu. Geert juga tidak pernah memberinya hadiah. Namun Geert selalu berkata seakan-akan ia sering meminta barang mahal. Aileen mengakui dalam beberapa kesempatan ia mengutarakan keinginannya akan sesuatu tetapi Aileen tidak pernah berniat menyuruh Geert membelikan barang itu untuknya. Aileen hanya mengutarakannya seperti yang selalu ia lakukan kepada Sigrid ketika ia tertarik akan sesuatu. Aileen hanya berbagi dengan teman!

Karena sifat-sifat Geert inilah, Aileen tidak pernah merasa Denise dan Geert adalah pasangan yang serasi. Karena perbedaan sifat mereka pula Aileen tidak terkejut mendengar keluhan Denise. Entah mengapa Aileen juga tidak terkejut mendengar ketertarikan Denise pada Evans.

Aileen sudah mengetahui tujuan Denise pulang sejak ia mendengar kedatangannya. Ia tidak perlu menebak alasan Denise ingin menjadi seorang Renz. “Apa yang akan kaulakukan kalau Evans melamarmu?” Aileen tidak dapat menahan keingintahuannya.

“Mudah. Aku akan menceraikan Geert,” Denise menjawab ringan.

Ah, tentu saja. Itulah yang selalu dilakukan Denise ketika ia menemukan pria yang lebh baik – dalam ukurannya, bukan?

“Jangan terus-terusan bermain komputer!” Denise melabrak, “Apa kau tidak tahu berapa pengeluaran listrik kita tiap bulannya!? Pengeluaran kita selalu membengkak selama kau ada! Apa sih yang kau cari di internet!?”

“Mencari pekerjaan,” Aileen menjawab singkat.

Itulah seorang Aileen LaSalle di mata keluarganya. Ia adalah benalu di rumah ini. Tidak ada yang bisa dilakukannya selain menghabiskan uang!

Bila ia adalah seorang parasit, Aileen berpikir, apakah Denise? Sejak kelulusannya hingga pernikahannya, pekerjaan Denise hanya bersantai-santai di rumah dan berbelanja di pertokoan elit.

“Sebaiknya kau segera menemukan pekerjaan,” Denise memulai ceramahnya, “Jangan terlalu pemilih. Yang terpenting adalah kau menemukan pekerjaan. Kasihan Papa dan Mama. Mereka sudah tua. Nanti kalau kau sudah mempunyai pendapatan tetap, beri Papa Mama uang bulanan.”

Aileen hanya mengangguk dengan memendam kekesalannya.

Mengapa Denise tidak perlu mencari pekerjaan? Mengapa Denise tidak pernah berpikir untuk mengurangi beban orang tuanya? Lagipula, sebesar apapun pendapatannya, ia tidak akan dapat menyaingi pendapatan usaha orang tuanya. Seluruh pendapatan bulanannya tidak ada artinya bagi mereka.

Aileen, seperti biasa, hanya memendam kekesalannya. Demi menghindari omelan yang lebih panjang, Aileen mematikan laptopnya.

“Sini aku lihat, pekerjaan apa yang kaupilih,” Denise mendekat tepat ketika laptopnya padam.

“Pelit!” Denise mengeluh dengan nada manja khasnya.

Aileen meringkas laptopnya tanpa banyak bicara.

Denise mengalihkan perhatiannya pada buku-buku Aileen yang belum ia simpan di atas meja.

“Buku lagi… buku lagi…,” komentar Denise, “Untuk apa kau membeli buku sebanyak ini? Kau juga tidak mungkin membaca semuanya. Kau hanya menghamburkan uang!”

Mana yang lebih berguna? Baju, perhiasan atau buku?

‘Aku membelinya dengan uangku sendiri!’ Aileen ingin sekali berseru. Namun, lagi-lagi, ia hanya memendamnya.

Aileen tidak mengerti apakah ini adalah sifatnya atau kebiasaannya. Aileen hanya mengerti tidak ada gunanya ia mengutarakan semua emosi yang terpendam ini. Baik Denise maupun orang tuanya tidak akan mendengarnya. Bagi mereka, Aileen LaSalle selalu berbuat salah. Aileen LaSalle tidak pernah membuat keputusan benar!

“Mama pasti marah kalau melihat ini,” Denise membuka buku-bukunya satu per satu.

Dan ia tidak pernah mengeluhkan belanjaan Denise yang selalu menumpuk walau pada akhirnya Denise tidak pernah mengenakannya.

Aileen mengambil buku-buku di meja dan menyimpannya dalam laci meja yang sudah penuh oleh buku.

“Sebentar lagi Evans akan datang,” Denise memperhatikan jam dinding dan ia memperingati Aileen dengan tajam, “Jangan membuat malu lagi! Mama marah besar waktu gosip itu beredar.”

Aileen tahu. Mereka yang tidak pernah menanyakan kabarnya itu bahkan sampai merepotkan diri dengan menelepon rumah keluarga Wilder hanya untuk memarahinya.

“Untung saja sampai sekarang tidak ada yang tahu siapa wanita dalam foto itu,” lanjut Denise, “Kalau tidak, Papa pasti sudah mengusirmu.”

Aileen hanya berdiam diri. Ia bisa memastikan orang tuanya tidak akan berkomentar bila gadis dalam gosip itu adalah Denise.

Bukankah ini yang selalu terjadi? Tidak peduli besarnya kesalahan yang diperbuat Denise, mereka selalu berpihak kepadanya. Tidak peduli betapa hebatnya keberhasilan yang ia capai, mereka selalu menganggapnya biasa.

Begitu besarnya beda perlakuan mereka sehingga Aileen sering bertanya-tanya apakah ia adalah anak kandung LaSalle.

Terdengar suara mobil mendekat.

“Evans datang!” Denise langsung berlari ke pintu.

Aileen pun mengikuti langkah kaki Denise.

“Evans, lama tidak bertemu,” Denise menyambut kedatangan Evans Renz dengan manja. “Kau tambah lama tambah menarik saja.”

Evans tertawa. “Apa aku juga menarik untukmu?”

“Tentu saja! Engkau adalah pemuda yang tampan dan menarik,” Denise memamerkan kekagumannya, “Apa mungkin ada wanita yang tidak jatuh cinta padamu?”

Lagi-lagi pujian manja Denise membuat Evans tertawa, “Engkau memang pandai berbicara.”

Aileen hanya berdiri di sisi lain ruangan dan memperhatikan mereka.

“Ayo kita menemui Mama,” Denise merangkul lengan Evans, “Mereka sudah menanti kedatanganmu,” ia dengan tergesa-gesa menarik Evans ke ruangan tempat kedua orang tuanya menanti kedatangan Evans.

Aileen memperhatikan Evans mengikuti Denise dengan senyum lebar – senyum yang tidak pernah ia lihat.

Inilah Evans yang sesungguhnya, Aileen berpikir. Dan inilah tipe wanita yang ia sukai, Aileen telah melihatnya dengan jelas.

Evans tidak pernah tertawa segembira itu bersamanya. Evans tidak pernah terlihat sebahagia itu. Dan… Evans tidak pernah memujinya.

Apakah ia masih harus ke sana dan mendengar pembicaraan mereka? Aileen bertanya-tanya. Apakah ia harus mendengar lagi pandangan orang tuanya akan dirinya? Apakah ia harus menghadapi lagi kekalahan?

Tanpa ia sadari, kakinya sudah melangkah ke pintu ruangan tempat Denise dan Evans menghilang.

Aileen menatap pintu yang tertutup rapat itu dengan perasaan campur aduk. Ia takut. Ia enggan. Ia sedih. Tapi ia juga ingin tahu.

Suara tawa riang dari dalam ruangan membuat Aileen merasa kian tersisihkan.

“Kau memang luar biasa. Tak heran Kathy begitu membanggakanmu.”

Pujian senada! Aileen tersenyum sinis.

Josef LaSalle pasti sedang berusaha mendapatkan hati Evans Renz.

“Bibi terlalu memuji,” Evans merendahkan diri.

“Kurasa tidak,” Fanny berkomentar, “Kau pasti tidak terpilih menjadi presiden direktur karena orang tuamu.”

“Tentu saja!” Denise langsung menyahut, “Evans ditunjuk menjadi presiden direktur karena kemampuannya!”

“Kalian membuatku khawatir mengecewakan kalian.”

“Aku tahu kau tidak akan pernah mengecewakan orang lain.” Fanny berkata mantap.

Aileen juga mempercayainya. Evans adalah seorang pemuda yang tahu bagaimana mendapatkan kepercayaan lawan bicaranya. Ia tahu dengan baik bagaimana menguasai keadaan. Bagaimanapun juga ia juga adalah seorang businessman yang pandai.

“Jadi, apa yang membuatmu datang?” akhirnya Josef Renz bertanya.

“Aku ingin membicarakan rencana pernikahanku dengan Aileen,” Evans langsung berbicara pada topik utama tanpa mengetahui keadaan yang sebenarnya.

“Aileen?” Denise terkejut, “Apa hubunganmu dengan Aileen?”

“Kurasa kalian pasti sudah tahu kami adalah kekasih.”

“Kekasih!?” suara kekagetan Denise kian meninggi.

“Evans,” Josef berkata bijaksana, “Aku mengerti kau merasa bertanggung jawab atas gosip lalu. Aku ingin kau mengerti kami tidak menyalahkanmu atas semua itu. Kejadian yang memalukan itu murni kesalahan Aileen. Aileen pasti telah membuatmu kerepotan dengan menyebarkan gosip rendahan itu.”

“Kami tidak meminta pertanggungjawabanmu atas masalah itu,” Fanny turut turun suara, “Kami juga sudah memarahi Aileen. Aileen pasti tidak akan melakukan kebodohan yang sama.”

‘Itulah yang mereka lihat,’ hati Aileen memberitahu Evans dengan kecut.

Aileen ingin melihat reaksi Evans namun apa yang dapat diketahuinya dari balik pintu yang tertutup rapat kecuali isi pembicaraan mereka?

“Itu bukan kesalahan Aileen. Berita itu adalah kenyataan.”

“Evans,” lagi-lagi Josef menasehati dengan bijaksana, “Kau memang seorang yang baik hati. Kau rela mengorbankan dirimu sendiri demi Aileen. Aku benar-benar terharu. Tetapi, Evans, Aileen bukanlah gadis yang pantas untukmu. Ia adalah seorang anak yang keras kepala dan egois.”

“Benar,” Evans mengakui, “Ia memang keras kepala.”

Itukah seorang Aileen LaSalle di mata Evans Renz?

“Kau tidak perlu menyelamatkan muka Aileen,” Fanny juga menasehati Evans, “Biarlah Aileen menanggung sendiri akibatnya. Ia berani berbicara besar maka ia juga harus berani menanggung resikonya.”

“Berita itu benar, Paman. Aku ingin meninggalkan status lajangku. Aku ingin menjadi hubungan keluarga dengan LaSalle.”

“Kami pun juga ingin hubungan keluarga kita menjadi lebih erat.”

“Kalau kau ingin menikahi seorang LaSalle, mengapa harus Aileen?” tanya Fanny.

“Apa maksud Bibi?”

“Di antara Denise dan Aileen, siapakah yang ingin kaulindungi?”

“Mengapa Bibi menanyakannya?” Evans keheranan.

“Jawablah,” desak Josef, “Siapakah di antara mereka yang membuatmu ingin menjaganya? Siapa yang menurutmu lebih manis?”

“Tentu saja Denise.”

Jawaban spontan itu mengirimkan sengatan tajam di dada Aileen sehingga seluruh tubuhnya membeku.

“Denise adalah seorang wanita cantik yang mempesona. Ia memberikan kesan mungil dan menggemaskan. Aku percaya tidak ada pria yang tidak ingin melindungi seorang wanita semanis Denise.”

Ini adalah jawaban serupa yang diberikan Geert Balkanende setahun lalu.

“Bukankah lebih baik kau menikahi Denise?” tanya Josef.

“Maksud Paman?”

“Denise lebih cantik, dewasa juga lebih pandai dari Aileen. Ia pasti lebih bisa membahagiakanmu daripada Aileen. Aileen hanyalah seorang gadis liar yang menyusahkan. Ia bukan seorang yang bisa kau atasi. Kami sering dibuat marah dan pusing tujuh keliling olehnya.”

“Aku tidak ingin putriku menjadi penyebab rusaknya nama baik keluarga Renz,” tambah Josef. “Aileen terlalu liar untukmu. Sebaliknya, Denise adalah seorang gadis manis yang penurut,” dan ia mengingatkan, “Bahkan kau sudah mengakuinya.”

“Denise sudah menikah, Bibi,” Evans mengingatkan.

“Tidak apa-apa. Ia bisa menceraikan Geert dan menikah denganmu.”

“Denise pasti lebih cocok untukmu daripada Aileen,” Josef mengulangi pendapatnya. “Aku percaya Denise bisa menjadi seorang istri yang kau banggakan.”

Evans terperanjat. “Apakah kau akan melakukan itu, Denise?” ia memperhatikan Denise lekat-lekat.

Mata Aileen meredup. Hatinya hancur tetapi air mata kepedihannya terus menyiksa bola matanya yang panas.

“Tentu saja,” Denise menjawab manja, “Aku akan melakukan apa pun demi engkau.”

‘Mengapa ini harus selalu terjadi padaku!?’ hati Aileen menjerit pedih, ‘MENGAPA!!!??’

Aileen meninggalkan tempatnya berdiri. Ia tidak perlu mendengar jawaban Evans karena ia sudah mendengarnya berpuluh-puluh kali. Ia tidak ingin mendengar lagi jawaban yang menyakitkan itu terutama dari mulut satu-satunya pria yang benar-benar ia cintai.

Evans tidak mempunyai alasan untuk menolak tawaran itu. Ia adalah seorang pria normal, pria yang lebih menyukai wanita manja dan lemah.

Selalu dan selalu begini. Setiap teman prianya yang berkenalan dengan Denise pasti lebih memilih Denise daripada dirinya. Selalu dan selalu orang tuanya mengajukan Denise pada pemuda yang di mata mereka berpotensial. Selalu dan selalu mereka berhasil membujuk pemuda-pemuda yang menjadi teman dekat Aileen. Bahkan Geert Balkanende yang tergila-gila padanya sanggup mereka taklukan apalagi seorang Evans.

Bukankah pemuda itu tidak melihatnya ketika ia bersama Denise? Ia bahkan tertawa riang tanpa menyadari keabsenannya!

Aileen percaya satu-satunya pria yang membuat orang tuanya tidak berusaha merebutnya dari sisinya adalah pria dari kalangan biasa atau ke bawah. Hanya pria-pria yang di mata mereka miskin itulah yang tidak pantas untuk putri kesayangan mereka.

Satu-satunya pria yang akan mereka restui untuknya adalah pria menengah ke bawah.

Sebelum mengetahui nama besar keluarga Balkanende, mereka mengacuhkan Geert. Sebelum mengetahui usaha keluarga Balkanende, mereka memandang rendah Geert. Hanya setelah mereka mengetahui siapa sebenarnya seorang Geert Balkanende, nilai pemuda itu naik di mata mereka. Hanya setelah mereka mengetahui Geert Balkanende adalah putra tunggal keluarga Balkanende yang mempunyai nama harum di usaha pelayaran, mereka mulai merebut Geert untuk Denise.

Jika di awal Geert Balkanende hanya seorang pemuda dari luar negeri, maka setelah mereka mengetahui Balkanende manakah Geert termasuk, Geert Balkanende adalah seorang pemuda berpotensial yang pantas untuk Denise.

Sejak saat itu tidak ada saat tanpa orang tuanya mengumandangkan keunggulan Denise dibandingkan dirinya. Sejak saat itu pula tiada kesempatan yang disia-siakan orang tuanya untuk mengajukan Denise. Sejak saat itu pula Denise tiada henti-hentinya mendekati Geert.

Aileen tidak pernah mempedulikan perlakuan mereka saat itu. Ia juga telah terbiasa oleh tingkah laku mereka untuk merasa sakit hati. Apa yang mereka lakukan pada saat itu adalah cerita lama. Demikian pula yang baru saja terjadi. Suami istri LaSalle mengunggulkan putri pertama mereka ketika seorang pemuda menunjukkan ketertarikannya pada sang putri pembangkang.

Karena itulah, “Kau juga bukan untukku, Evans,” bisik Aileen dari balik jendela kamarnya ketika ia melihat pemuda itu meninggalkan rumah dengan tergesa-gesa.

Akhirnya sebulir air mata lepas dari ujung mata Aileen.



*****Lanjut ke chapter 13

4 comments:

  1. wow , akhirnya setelah menunggu bertahu - tahun mbak telah kembali , ditunggu novel selanjutnya :)

    ReplyDelete
  2. akhirnya novel mbak muncul kembali kepermukaan, ditunggu kelanjutannya mbak, tetap semangat dalam melanjutkan karya2 ^^

    ReplyDelete
  3. ditunggu postingan aileen sampek akhir kak jangan lama2 ya hehe udah penasaran :D

    ReplyDelete
  4. Terima kasih dan maaf telah sangat lama mempublish kelanjutan Aileen. Kesibukan yang menggila membuat saya tidak mempunyai waktu untuk meneruskan Aileen. Saya telah mempublish kelanjutan Aileen hari ini.

    Cheers,
    Sherls

    ReplyDelete