Monday, February 9, 2015

Aileen-Chapter 13

Aileen duduk termenung memandang air mancur di tengah taman. Sudah lama ia tidak duduk di taman kota ini, taman kota yang penuh kenangan manis. Enam bulan tepatnya ia meninggalkan kota ini. Itu artinya enam bulan sudah ia tidak bertemu Evans.

Banyak sudah yang terjadi dalam enam bulan ini dan tak terhitung lagi hal yang telah berubah dalam waktu setengah tahun ini. Tetapi ketika Aileen memandang kembali kejadian lampau, peristiwa itu serasa baru kemarin terjadi.

Enam bulan, setelah mendengar pembicaraan Evans dan orang tuanya, Aileen menyiapkan koper. Ia berencana meninggalkan rumah. Ia tidak sanggup lagi hidup bersama keluarganya. Ia tidak sanggup lagi menanggung perasaan kecewa dan sedih di hatinya. Ia lebih tidak sanggup melihat pernikahan Denise dan Evans.

Ketika Geert ‘mengkhinanati’nya, Aileen menolak menghadiri pernikahan mereka karena ia enggan melihat kebanggaan orang tuanya akan pernikahan putri kesayangan mereka. Kali ini ia menolak hadir karena hatinya terlalu sakit untuk merestui pernikahan Evans dengan wanita lain terutama Denise. Kali ini Aileen tidak akan menghadiri pernikahan Denise tak peduli siapapun yang membujuknya, tak peduli betapa menyebalkannya omelan orang lain.

Sebelum niat Aileen kesampaian, orang tuanya dan Denise mendahuluinya. Mereka memanggil dan memarahinya atas gosip antara dia dan Evans yang sudah terjadi sebulan sebelumnya.

Aileen tidak terlalu kaget oleh panggilan mereka. Ketika orang tuanya menelepon rumah keluarga Wilder, Aileen sudah tahu hal ini akan terus menerus menjadi catatan hitamnya. Ketika ia pulang, ia juga sudah menduga cepat atau lambat orang tuanya akan memarahinya lagi atas peristiwa itu. Ia juga tidak terlalu kaget ketika kemarahan mereka berpuncak pada pengusirannya.

Hanya saja, Aileen tidak menduga ternyata di mata Evans, ia adalah seorang gadis murahan yang mudah dibujuk dan dibawa pulang.

Sering, ketika ia teringat peristiwa lalu, Aileen menyalahkan dirinya sendiri. Mengapa ia tidak pernah bersikap lebih tegas pada Evans? Ia selalu bisa bersikap tegas pada pemuda-pemuda lain. Ia selalu bisa menguasai keadaan ketika bersama pemuda lain namun mengapa tidak ketika ia bersama Evans!? Mengapa ia selalu membiarkan Evans membuat keputusan untuknya? Mengapa ia tidak pernah menolak ketika Evans memaksanya?

Memaksa? Evans tidak pernah memaksanya. Evans hanya menyuruhnya. Evans hanya membuat keputusan untuknya. Evans hanya mengarahkannya. Ialah yang selalu menuruti Evans. Dia seorang yang melakukan permintaan Evans tanpa protes!

Aileen memainkan cincin berlian di jari manis kanannya. Evans adalah orang yang memasangnya. Evans juga menegaskan hanya dia seorang yang berhak melepaskannya. Namun ia tidak harus mendengarnya bukan? Evans tidak akan tahu bila saat ini ia melepaskannya. Evans juga tidak akan peduli. Hanya dia yang masih berpegang pada perkataan Evans. Hanya dia seorang!

Apakah gunanya sekarang ia mengeluhkan kelemahan pendiriannya di hadapan Evans? Semuanya telah terjadi. Evans juga tidak akan kembali.

Entah bagaimana kabar Evans. Entah bagaimana pula perkembangan rencana pernikahan Evans dan Denise.

Beberapa saat setelah ia meninggalkan rumah, gosip perceraian Denise tersebar luas di seluruh pelosok dunia. Tiap orang sibuk membicarakan kaitan Evans dengan perceraian mereka. Begitu ramainya pemberitaannya sehingga tak seorang pun yang tidak mengetahuinya. Namun, beberapa saat setelahnya berita itu menghilang dengan tiba-tiba. Setelahnya, ia tidak pernah lagi melihat Evans masuk koran maupun gosip. Ia juga tidak mendengar gugatan cerai Denise.

Mungkinkah Evans menutup mulut semua orang demi nama baik Renz? Mungkinkah Evans menyuruh Denise menunda pengajuan cerainya demi mencegah gosip lebih lanjut? Bila dipikir-pikir, semua itu mungkin saja.

Denise dan Geert baru saja menikah. Usia pernikahan mereka tidak lebih panjang dari usia jagung muda. Apa yang akan digosipkan orang-orang bila mereka bercerai secepat itu? Bukankah orang-orang sering berkata bulan-bulan pertama pernikahan adalah masa yang paling indah?

Mungkinkah pernikahan mereka dilangsungkan beberapa bulan setelah perceraian Denise? Mungkinkah mereka akan memintanya datang ke pernikahan mereka seperti ketika Denise memintanya hadir sebagai pengiringnya di pernikahannya dengan Geert?

Mengingat harga diri Kathy Renz dan sifatnya yang gila hormat, wanita itu pasti tidak mau nama keluarga Renz ternoda. Ia dengan segala macam cara, pasti bisa membuat Evans menunda pernikahannya.

Evans sama sekali tidak mau merepotkan dirinya ketika gosip tentang mereka beredar. Tetapi ia langsung mengambil tindakan ketika gosip hubungannya dengan Denise dibicarakan orang-orang. Evans mau melakukan segala sesuatu untuk mencegah pandangan buruk orang lain pada Denise tetapi ia tidak mau memusingkan diri dengannya.

Sakit… Hati Aileen selalu sakit setiap kali ia teringat akan mereka berdua. Sering Aileen bertanya-tanya, dari sekian banyak perubahan, mengapa hanya rasa sakit di hati ini yang tidak pernah berubah? Mengapa tidak sedikit pun ia bisa melupakan Evans?

Ketika ia masih kecil, ia dapat dengan mudah melupakan Evans dan juga segala khayalan-khayalannya akan pemuda itu. Kini, ketika ia menyadari dalamnya perasaannya kepada pemuda yang memenuhi hidup hingga mimpi-mimpinya itu, melupakan Evans adalah sebuah hal yang hampir mustahil. Tetapi Aileen tetap ingin berusaha dan harus!

Ia masih ingin merajut kisah cinta yang indah. Ia masih ingin menikah dan mempunyai anak-anak yang manis dan lucu. Karenanya, ia tidak bisa terus terlena dalam khayalannya. Ia harus menemukan pria lain. Tetapi... akankah itu terwujud?

Dulu, ketika hatinya menjadikan Evans sebagai model pria idamannya, ia tidak pernah menemukan pria yang dapat benar-benar ia cintai. Sekarang, ketika ia pernah hanya beda selangkah mendapatkan tipe kekasih idealnya, akankah hatinya mau menambatkan diri pada pria lain?

Dalam jalan pintas terburuknya, Aileen berencana untuk menerima begitu saja cinta pria yang menyatakan cinta padanya.

Melakukan tidak pernah semudah mengucapkan.

Di kantor tempatnya bekerja, ada beberapa pria yang dengan terus terang menunjukkan ketertarikan mereka padanya. Beberapa juga sering mengajaknya pergi. Namun setelah pergi sekali bersama mereka, Aileen kehilangan semua niatnya untuk menerima ajakan mereka. Bahkan, Aileen mengakui, sekarang ia jauh lebih parah dari sebelum ia bertemu Evans. Niatnya sering tiba-tiba hilang tak lama setelah ia menerima ajakan mereka. Rekor tercepatnya adalah satu menit dan yang terlama adalah satu hari!

Hanya satu yang membuatnya tetap pergi bersama mereka: keinginan untuk melupakan Evans Renz! Tetapi itu tidak cukup untuk membuatnya memberi kesempatan kedua. Keinginan itu tidak sekuat dan sedalam perasaan yang memenuhi hati yang hancur ini!

Jalan paling akhir yang akan ia ambil, Aileen memutuskan, adalah menjadi perawan seumur hidup!

Hidup seorang diri tidak buruk. Ia bisa hidup bebas tanpa ada yang akan mengatur. Ia bebas menghambur-hamburkan uangnya. Tidak ada yang mengomel jika ia membeli banyak buku. Ia bisa membeli rumah sendiri dan merenovasinya sesuka hati. Ia juga bisa mengumpulkan banyak uang untuk mendirikan panti asuhan. Ia juga bisa mengadopsi bayi bila ia benar-benar menginginkan seorang anak. Ia pasti tidak akan kesepian!

Aileen memutuskan!

Ia pasti akan mengecewakan Sigrid yang berusaha memperkenalkannya pada teman-teman Mario, kekasihnya. Ia pasti akan mengecewakan Helena yang membantunya mencari pria baik di antara para pelanggan restoran mereka. Namun, Aileen tidak akan mengecewakan dirinya sendiri.

Aileen merasa ia lebih baik hidup sendiri daripada menikahi seorang pria yang tidak ia cintai. Pria tersebut mungkin akan senang hidup bersamanya namun apakah ia bisa tetap bahagia jika ia mengetahui sang istri tidak pernah mencintainya? Daripada memaksa hatinya melakukan sesuatu yang sulit, lebih baik ia mengisi hidupnya dengan hal-hal yang menyenangkan untuk melupakan sakit di hatinya. Anak-anak asuhnya pasti bisa mengisi kehausan hatinya akan cinta. Keceriaan mereka pasti bisa mengisi kehampaan hatinya.

Ia tidak akan memaksa lagi hatinya melupakan Evans. Akar cinta di dalam hatinya sudah terlalu kuat untuk dicabut. Daripada memikirkan cara membuang perasaan itu. Bukankah lebih baik ia memikirkan cara untuk mengalihkan perhatiannya?

Aileen memandang langit sore musim dingin yang gelap gulita. Matanya terpaku pada bintang malam yang dengan malu-malu menampakan wajah dari balik awan. Ia teringat saat Evans membawanya ke planetarium. Walau menganggap melihat bintang adalah pekerjaan yang membosankan dan tiada artinya, Evans dengan telaten menemani Aileen. Ia juga tidak berusaha mengingatkan Aileen akan waktu yang telah mereka habiskan di sana. Ia hanya diam menemani Aileen memuaskan diri. Waktu itu Aileen begitu tersentuh oleh ketelatenan Evans. Saat ini pun hatinya terharu teringat sikap Evans yang tidak mungkin ia temui pada pria manapun.

Alangkah sangat menyenangkan bila ia sanggup melupakan kenangan pahit. Alangkah sangat menyenangkan bila ia terus hidup bersama kenangan-kenangan bahagia bersama Evans.

Mungkin, saat ini hal tercepat yang bisa ia lakukan untuk memulihkan diri adalah melupakan kenangan pahit bersama Evans dan terus mengenang kenangan manis yang Evans berikan.

Aileen tidak melepaskan mata dari bintang-bintang yang menghiasi langit malam. Keluarga Wilder tidak akan mencarinya. Mereka tahu ia pergi ke taman kota. Ia juga berjanji akan pulang untuk makan malam.

Ini sungguh konyol! Wilder bukanlah keluarga kandungnya namun mereka lebih mencintainya melebihi keluarganya sendiri. Ketika ia diusir orang tuanya, Wilderlah yang menerimanya dengan tangan terbuka. Ketika ia tidak punya tempat bersandar, Wilderlah yang menopangnya.

Keluarga inilah yang membuatnya terus bertahan hingga detik ini. Keluarga inilah yang terus mendukungnya sehingga sekarang ia mempunyai karir yang cukup menjanjikan. Keluarga ini pula yang terus memperhatikannya sehingga Aileen tidak pernah merasa terlantar.

Aileen tidak tahu kapan lagi ia bisa kembali ke taman ini. Untuk itu, ia memutuskan untuk duduk selama mungkin di taman yang penuh kenangan manis bersama Evans ini.

“Untukmu,” seseorang mengulurkan crepe coklat.

Aileen membelalak kaget. Matanya memandang pemuda di hadapannya dengan penuh luka dan kerinduan.

Evans mengambil tangan Aileen dan menyerahkan crepe coklat di tangannya kepada Aileen. “Kau memang suka melamun di sini sambil memperhatikan langit. Kalau kau sedemikian sukanya langit, mengapa kau tidak memberitahuku? Aku bisa membangun planetarium khusus untukmu.”

Aileen memperhatikan Evans duduk di sisinya dengan panik.

Mengapa Evans di sini? Mengapa ia bisa berada di sini!??

“Daripada duduk seorang diri di tempat berbahaya seperti ini, terutama dalam cuaca dingin, bukankah lebih baik kau duduk di tempat yang hangat dan aman,” Evans tersenyum pada Aileen. Lalu ia memperhatikan Aileen, “Lihatlah dirimu. Kau tahu ini adalah musim dingin tetapi kau masih mengenakan baju tipis. Aku akan sangat bersyukur pada Tuhan kalau kau tidak jatuh sakit karenanya.” Evans melepas jaket panjangnya. “Kenakan,” ia menyerahkannya pada Aileen.

Aileen tersentuh. Hanya Evans satu-satunya pria yang ia ketahui akan berbuat seperti ini. Tangan Aileen bergerak menerima mackingtosh itu namun tiba-tiba ia sadar ia tidak dapat dan tidak boleh!

Evans tidak menanti Aileen. Ia menyampirkan jaketnya di pundak Aileen. “Seharusnya begini,” ia puas atas perlindungan Aileen terhadap udara dingin.

Tidak! Aileen menyadari. Evans tidak seharusnya berada di sini. Ia tidak mungkin menemuinya. Ia tidak akan menemuinya tanpa suatu alasan. Wajah Aileen serta merta memucat. Dadanya kembali terasa sesak.

Aileen tidak sanggup melihat Evans. Aileen tidak sanggup mendengar Evans mengatakan sendiri rencana pernikahannya dengan Denise! Aileen meletakkan crepe coklat pemberian Evans di antara mereka dan berdiri.

“Mengapa kau pergi, Aileen?” Evans menggenggam tangan Aileen erat-erat. “Mengapa kau menghilang? Katakan apa salahku sehingga kau menghindariku seperti seorang penjahat?” Evans memohon.

Aileen tidak berani mempercayai suara yang terluka itu.

“Katakan, Aileen, kesalahan apa yang telah kuperbuat sehingga kau memperlakukanku seperti ini,” desak Evans.

Apakah Evans perlu membuktikan sendiri dalamnya luka di hatinya?

“Aku mencarimu ke mana-mana.”

Bohong! Evans bahkan tidak pernah mencoba mencarinya. Setelah meninggalkan rumah, Aileen masih sempat tinggal bersama keluarga Wilder untuk beberapa hari sebelum ia pindah ke kota lain. Ia juga tidak mengurung diri di dalam kamar. Dalam hari-hari itu ia sering meninggalkan rumah untuk wawancara kerja. Ia juga sering berkeliaran mencari apartement. Dalam jangka waktu itu, Evans tidak pernah muncul. Ia tidak pernah bertemu Evans ataupun melihat mobilnya. Sigrid juga tidak pernah mewartakan kedatangannya. Evans juga tidak pernah meneleponnya. Ia tidak pernah mengiriminya e-mail maupun memanggilnya di MSN.

“Aku bukan manusia super, Aileen. Aku tidak akan pernah tahu apa yang sedang kaurasakan kalau kau tidak pernah memberitahuku. Aku tidak akan pernah tahu tindakan apa yang membuatmu pergi kalau kau tidak memberitahuku. Tidak akan ada yang pernah mengerti dirimu kalau kau tidak memberi kesempatan pada orang lain untuk memahamimu.”

Aileen berdiam diri. Evans adalah seorang yang pandai. Ia tidak perlu orang lain memberitahunya apa yang telah dilakukannya. Ia adalah seorang businessman yang handal. Ia tahu bagaimana menguasai keadaan, ia memahami cara membaca perasaan lawan bicaranya.

“Aileen, beritahu aku,” bujuknya lembut, “Beritahu aku kesalahan apa yang telah kuperbuat sehingga kau pergi.” Evans mengulurkan tangan – memalingkan wajah Aileen ke arahnya.

Aileen menghindari sentuhan itu. “Kau tidak seharusnya berada di sini,” Aileen akhirnya mengeluarkan suara.

“Kalau bukan di sini, di manakah seharusnya aku berada?” Evans bertanya lembut.

Apakah Evans ingin ia menyebutkan rahasia umum ini? Apa Evans ingin ia mengakui hubungannya dengan Denise!? Hati Aileen menjerit. Mengapa Evans bisa setega ini?

“Kau…,” lidah Aileen membeku. Ia tahu ia tidak akan pernah bisa merestui hubungan mereka.

“Ya?” Evans menanti dengan sabar.

Mengapa Evans terus memaksanya mengatakan sesuatu yang tidak ingin ia katakan?

“Katakan,” untuk sekian kalinya Evans membujuk. Kini tangan Evans yang lain menangkap tangan Aileen yang masih terbebas dari gengamannya.

Aileen memberontak.

“Ada apa, Aileen?” Evans keheranan namun tangannya kian mempererat genggamannya.

“Tidak. Tidak ada apa-apa,” Aileen menolak menengadah pada Evans juga menolak berbicara lebih banyak.

“Katakanlah, Aileen,” desak Evans.

Aileen kian berusaha melepaskan diri dari jari-jari yang mencengkeram lengannya.

“Ada apa denganmu, Aileen?” tanya Evans lembut – melihat ekspresi panik dan terluka di wajah Aileen.

Bagaimana Evans mengharapkan ia menjelaskan betapa dalamnya luka di hatinya?

“Aileen, kau tahu aku bukan orang yang penyabar,” Evans mengingatkan, “Namun kurasa kali ini aku sudah sangat sabar.”

“Lepaskan aku.”

“Tatap aku, Aileen!” Evans memerintahkan, “Katakan apa yang sudah terjadi.”

Mengapa Evans tidak mau melepaskannya? Mengapa Evans senang memojokkannya? Aileen menahan tangis pedihnya. “Lepaskan aku, Evans,” pinta Aileen, “Kumohon…”

Evans tertegun melihat gadis ini. Semakin Aileen ingin menghindarinya, semakin ingin ia tahu. Namun apakah baik bila ia terus memaksanya? Untuk alasan yang tidak diketahuinya, Aileen menderita. Dan untuk alasan yang tidak diketahuinya pula Aileen menghindarinya.

“LEPASKAN TANGAN KOTORMU!”





*****Lanjut ke chapter 14

No comments:

Post a Comment