Monday, February 9, 2015

Aileen-Chapter 14

Mereka terkejut.

Aileen memanfaatkan kesempatan itu untuk menjauh.

Denise mendekat dengan kemarahan yang meletup-letup. Ia mendorong Aileen. “Gadis jahanam!” tamparan Denise melayang di wajah Aileen.


Aileen hanya dapat menatap kakaknya.

“Berani sekali kau merayu Evans! Tak tahu diri! Lihat siapa kau!” tangan Denise kembali melayang.

“Hentikan!” Evans menahan wanita itu.

“Dia hanya mau mengambil hartamu! Sekarang dia sudah tidak punya apa-apa lagi. Mama mengusirnya dari rumah dan tidak akan memberinya warisan! Dia hanya mau uangmu!”

Evans terkejut. “Benarkah itu, Aileen?” ia tidak dapat menyembunyikan kekagetannya.

Aileen hanya menatap Evans. Tak sepatah kata pun terlepas dari bibir mungilnya.

“Katakan padaku kalau itu salah.”

Air mata Aileen turun sebagai jawabannya.

“Percuma kau menangis. Air mata buayamu tidak berlaku di sini.”

Aileen tidak mau mendengar sepatah kata pun dari Evans. Ia membalikkan badan dan berlari.

“Aileen!” Evans mengejar.

“Tunggu!” Denise menahan. “Tidak usah kau kejar dia. Dia itu hanya mau uangmu.”

“DIAM!” bentak Evans.

“Dia sekarang miskin. Pasti dia mendekatimu untuk mendapatkan uangmu.”

“Aku tidak mau mendengar omong kosongmu!” Evans memperingatkan dengan bahaya.

Denise kesal. “Kau ini diberitahu tapi tidak mau dengar. Dia itu sekarang tidak punya apa-apa. Kelak ia juga tidak punya apa-apa. Gadis itu pelacur!”

Evans tidak bisa menahan diri untuk tidak menampar Denise.

Denise terperanjat. Seumur hidup baru kali ini ia ditampar. Mata hijaunya membelalak lebar.

“Kalau kau bukan wanita, aku pasti sudah menghajarmu,” geram Evans. Matanya yang berbahaya mengisyaratkan Denise untuk tidak membuka mulut. Tanpa menanti sepatah kata pun, Evans mengejar Aileen.

Ia telah menghabiskan waktu setengah tahun untuk menemukan Aileen. Ia tidak ingin kehilangan Aileen lagi dan tidak akan melepaskan gadis itu. Bila Evans mengulang balik, semua kejadian ini pasti berhubungan dengan hari itu, hari di mana orang tua Aileen menawarkan Denise. Saat itu ia berpikir keluarga LaSalle sedang mengetest kesungguhannya. Namun, siapa yang menyangka mereka benar-benar serius.

Evans benar-benar marah oleh cara mereka mencegahnya menikahi Aileen dan menyodorkan Denise padanya.

‘Denise adalah wanita yang cocok untukmu,’ kata mereka tiap saat.

Siapa yang peduli? Biarlah Denise menjadi seorang ratu kecantikan sejagat. Biarlah Denise menjadi seorang wanita pemikat nomor satu. Hatinya tetap tertuju pada Aileen dan hanya gadis itu seorang.

Hari itu ia meninggalkan rumah keluarga LaSalle dengan murka. Hari itu ia tidak menemui Aileen. Kepalanya terlalu dipenuhi emosi untuk bisa berpikir jernih. Hari itu ia menuduh Aileen ikut serta dalam acara pemaksaan orang tuanya.

Setelah hari itu ia menyibukkan diri dengan pekerjaannya yang terbengkalai selama ia berada di luar negeri.

Hari terus berlalu hingga akhirnya otaknya dapat berpikir jernih. Ia juga pada akhirnya bisa memberikan jawaban atas keingintahuan orang tuanya pada lamarannya ke keluarga LaSalle - tepatnya Aileen LaSalle. Ia menceritakan semua yang terjadi di rumah LaSalle di hari ia menemui keluarga LaSalle untuk membicarakan rencana pernikahannya dengan Aileen. Ia juga menyebutkan dugaannya atas keterlibatan Aileen.

Hingga detik terakhir Aileen tidak pernah menyebutkan perasaannya. Evans sendiri juga tidak pernah menyatakan cintanya. Namun, bagi Evans, semua itu tidak penting. Ia tahu hati mereka telah terikat. Ia tahu mereka tidak bisa hidup tanpa yang lain. Itu sudah cukup! Yang tak dimengerti Evans adalah mengapa Aileen membiarkan orang tuanya menentang pernikahannya dan menawarkan kakaknya yang telah menikah sebagai gantinya!?

“Aku sudah menduganya,” reaksi Kathy Renz itulah yang membuatnya berubah pikiran.

“Mama juga berpendapat Aileen turut ambil bagian?”

“Tidak. Aku rasa Aileen tidak tahu apa yang diperbuat orang tuanya,” Kathy membuat Evans bertanya-tanya, “Sudah menjadi rahasia umum kalau Josef dan Fanny lebih mencintai Denise daripada Aileen. Juga sudah menjadi pengetahuan luas bila mereka membanggakan Denise melebihi segalanya. Dan kau, Evans, bukan pria pertama yang mereka bujuk.”

“Keberhasilan terbesar mereka hingga saat ini adalah Geert Balkanende,” sang kepala keluarga Renz memberikan pendapat penutup.

“Geert? Apa hubungannya dengan pria sial itu!?” Evans tidak pernah senang mendengar nama pria yang telah menyakiti Aileen itu.

“Geert Balkanende datang ke sini untuk mengambil hati orang tua Aileen. Ia mencintai Aileen. Sangat sangat mencintainya hingga kau bisa melihat tidak ada gadis lain di matanya selain Aileen.”

“Omong kosong! Kalau dia memang mencintai Aileen, mengapa ia menikahi Denise!?”

“Inilah keunggulan Josef dan Fanny. Mereka sangat pandai dan terlatih dalam membujuk pria-pria yang mendekati Aileen untuk memilih putri kesayangan mereka. Hingga saat ini mereka selalu berhasil membuat para pria itu berpaling hati.” Dan Kathy menambahkan, “Denise adalah gadis yang manis. Ia adalah tipe gadis yang akan disukai banyak pria. Cantik, manis, dan manja.”

“Benar,” Devin sependapat, “Denise adalah tipe gadis yang membuatmu tidak dapat mengabaikannya. Namun, bagiku, Aileen jauh lebih mempesona. Ia memiliki pesona yang tidak dimiliki gadis mana pun. Ketika Denise dan Aileen berada dalam kerumunan banyak orang, orang yang pertama kali kau lihat adalah Aileen bukan Denise. Aileen tidak perlu dandanan yang mencolok ataupun baju yang berkilauan untuk menjadi pusat perhatian. Ia hanya cukup berdiri di tengah keramaian dan ia akan menjadi pusat perhatian.”

“Ia adalah gadis yang mempunyai aura yang mampu menarik perhatian orang lain untuk terus tertuju padanya. Ia gadis yang memikat. Sekali kau bertemu dengannya, kau tidak akan pernah dapat melupakannya.” Kathy menunjukkan kekagumannya akan gadis itu.

Evans sependapat dalam hal ini. Aileen adalah gadis yang berlawanan dengan Denise dalam segala hal. Ia adalah gadis yang anggun dan berwibawa. Ia juga lebih dewasa dari Denise.

“Namun Josef tahu bagaimana membuat para pria menyadari Denise adalah tipe gadis yang menarik.”

“Apa maksud Mama mereka berhasil membujuk Geert menikahi Denise?”

“Aku pernah melihat Geert bersama Aileen. Aku hanya bisa mengatakan saat itu Geert mencintai Aileen melebihi segalanya. Ketika kau melihatnya bersama Aileen, kau bisa melihat besarnya cintanya pada Aileen. Karenanya banyak yang kaget ketika terdengar kabar pernikahannya dengan Denise.” Sigrid juga kaget. Hingga saat ini keluarga Wilder juga sulit mempercayainya.

“Geert yang terkenal akan cintanya pada Aileen saja bisa luluh oleh bujukan orang tua Aileen apalagi kau yang suka berganti kekasih,” sindir Devin.

“Aku bukan Geert Balkanende!” Evans menegaskan, “Aku mencintai Aileen melebihi pria jahanam itu. Hingga detik ini aku lebih memilih Aileen daripada Denise!”

“Kau tidak akan pernah bisa menikahi Aileen kalau kau menanti restu mereka,” Kathy memberikan pendapatnya.

“Aku akan menikahi Aileen dengan atau tanpa restu mereka!” Evans mengulangi janji yang pernah ia ucapkan pada Aileen.

“Kami akan merestui kalian,” Devin menyatakan.

“Sejujurnya, aku sangat senang oleh pilihanmu ini. Aku selalu ingin mempunyai anak gadis seperti Aileen. Pandai, mempesona dan terampil,” Kathy menambahkan dengan gembira.

Saat itu Evans tidak membuang waktu untuk menemui Aileen. Namun betapa kagetnya ia ketika mendapati Aileen sudah pergi – pergi ke suatu tempat yang tidak diketahui oleh keluarga LaSalle.

Belum sempat ia mencari Aileen, ia sudah disibukkan oleh gosip yang beredar. Evans yakin Deniselah yang menyebarkan gosip hubungan mereka yang berakibat pada perceraian perkawinannya yang baru seumur jagung. Orang tuanya juga yakin Denise sengaja membesar-besarkan berita perceraiannya demi memojokkannya. Namun Evans bukan orang yang mudah dipaksa. Mereka yang mengenalnya tahu ia bukan orang yang bisa dipaksa melakukan sesuatu yang tidak ia sukai!

Evans dengan segera mengambil tindakan untuk menutup mulut tiap orang yang gatal dan mencabut desas-desus itu dari muka bumi. Ia tidak pernah suka menjadi bahan gosip.

Dan ketika pada akhirnya Evans tiba di rumah keluarga Wilder, mereka mengatakan Aileen tidak pernah kembali setelah gadis itu pulang bersamanya. Evans tidak mempercayai mereka. Ketika Aileen pulang bersamanya, gadis itu tidak membawa seluruh barangnya. Gadis itu tidak mengatakannya tetapi Evans tahu gadis itu masih meninggalkan banyak barang di rumah keluarga Wilder. Evans percaya keluarga Wilderlah satu-satunya tujuan Aileen. Ia percaya Wilder mengetahui keberadaan Aileen. Perubahan sikap mereka sudah lebih dari bukti keterlibatan mereka atas menghilangnya Aileen. Tidak sedetik pun Evans berhenti mempercayainya.

Selama bulan-bulan terakhir ini ia mengutus orang untuk mengintai tingkah laku keluarga Wilder siang dan malam. Selama bulan-bulan terakhir ini ia selalu menyempatkan diri untuk mencari Aileen di kota yang gadis itu sukai ini.

Usahanya tidak sia-sia. Penantiannya akhirnya terbalaskan. Setengah tahun lebih setelah mencari Aileen, akhirnya gadis itu muncul dari persembunyiannya.

Kemarin begitu mendapat telepon mengabarkan kemunculan gadis itu muncul di kota ini, ia langsung terbang. Ia baru saja datang sore ini namun ia tidak membuang barang sedetik untuk menemui Aileen di taman kota, seperti kata bawahannya yang mengikuti Aileen semenjak gadis itu menginjakkan kaki kembali di kota ini.

Aileen salah bila ia pikir ia akan melepaskannya!

“Aileen!” Evans membuka pintu restoran lebar-lebar. Dengan langkah kakinya yang lebar, ia menuju ke tangga menuju tempat tinggal mereka.

Aileen terlonjak dari tempat tidur. Ia begitu ketakutan.

“Pergi!” Sigrid segera menghadang. “Pergi! Aileen tidak ada di sini!”

“Tidak! Aku tahu ia ada di atas,” Evans mendorong Sigrid. Keluarga ini telah berubah sikap , “Aileen, kalau kau mendengarku, turunlah!”

Aileen merapatkan diri di balik pintu dan memeluk dirinya kuat-kuat. Air matanya mengalir deras.

“PERGI!” usir Sigrid, “Aileen tidak mau menemuimu.”

Helena tiba-tiba mendapat akal. Ia menyelinap pergi dari pintu belakang.

“Aileen, dengarkan aku.”

“Pergi!” Leopold tiba-tiba muncul, “Kau hanya membuat keributan!”

“Aku tidak akan pergi sebelum bertemu Aileen,” sahut Evans tegas.

“Ia tidak akan menemuimu!” Leopold menegaskan.

“Aku tidak akan membiarkanmu menyakiti Aileen lagi,” Sigrid juga menegaskan, “Sejak pulang bersamamu, Aileen tidak pernah gembira. Ia selalu menangis.” Sigrid tidak akan pernah dapat melupakan wajah sedih Aileen ketika ia muncul di depan pintu suatu malam setelah ia pulang bersama Evans.

Ia tahu Evans sudah menemukan Aileen ketika beberapa saat lalu gadis itu pulang dengan mata basah.

“Karena itulah aku datang. Biarkan aku menemui Aileen.”

“Tidak! Aku tidak akan membiarkanmu.” Sigrid merentangkan tangan menghadang Evans.

Evans memaksa masuk.

“Pergi!” Leopold mendorong Evans, “Ini adalah rumahku. Kau tidak berhak berbuat semaumu sendiri.”

Evans mengabaikan ancaman itu. Meninggikan suaranya, ia berteriak tanpa mempedulikan kehadiran pengunjung restoran, “Aileen, dengarkan aku! Aku tidak tahu apa yang terjadi tapi aku minta maaf. Aku tidak tahu kalau karena aku, kau diusir orang tuamu! Aku benar-benar menyesal Aileen! Tapi percayalah aku tidak akan mempercayai Denise!”

Leopold menarik Evans mundur dengan paksa.

Evans tetap memaksa masuk.

“Pergi atau kupanggil polisi!” usir Sigrid. “Pergi!”

“Panggil saja! Aku tidak takut,” tantang Evans.

“PERGI!!” Leopold kehilangan kesabarannya.

“Aileen, turunlah! Aku ingin bertemu denganmu!” teriak Evans kuat-kuat.

Setiap pengunjung restoran kian penasaran.

“Ada apa ini?” Mario muncul bersama Helena.

“Ia memaksa bertemu Aileen.”

Mario menatap Evans dengan sinis. “Mau apa kau mencari Aileen?”

“Engkau tidak berhak tahu. Ini adalah masalah pribadi antara aku dan Aileen.”

“Masalah Aileen adalah masalahku juga.”

“Kau siapa? Apa hakmu berkata seperti itu!?”

Helena menyela. “Ia adalah pacar Aileen.”

Sigrid membelalak kaget namun dengan segera ia menyadari situasi.

“Benar, aku adalah kekasih Aileen.”

“Aku tidak percaya!” seru Evans.

“Kau harus!” Helena memaksa.

“Aileen, kalau pria besar ini adalah pacarmu, turunlah. Aku ingin mendengarnya sendiri darimu!”

Aileen merangkul dirinya semakin erat. Hatinya pedih. Ia ingin menemui Evans tetapi ia tidak bisa. Air mata Aileen menyita semua suaranya.

“Turunlah, Aileen!”

“Ia tidak akan turun untuk menemuimu!” bentak Sigrid.

“Pergilah sebelum aku menghajarmu!”

“Kalau untuk dapat menemui Aileen, aku harus menjatuhkanmu,” Evans memutuskan, “Aku akan melakukannya!” Tubuh Mario boleh gemuk besar, tapi Evans yakin ia pasti menang. Sejak kecil ia melatih dirinya dengan olah raga. Ia telah berlatih kendo sejak kecil. Ia bahkan sempat ke Cina untuk memperdalam kemampuan bela dirinya.

“Kau bisa menjatuhkanku pun percuma Aileen takkan mau menemuimu.”

“Aku tidak percaya kecuali aku mendengarnya sendiri dari mulut Aileen,” lalu Evans menengadah dan kembali berteriak, “Aileen, dengar. Aku mencintaimu. Aku tak peduli apa yang terjadi. Aku akan terus menantimu di sini. Tak peduli sehari atau seabad. Aku akan terus menantimu.”

“Diamlah kau! Apa kau tidak punya malu!” hardik Mario.

“Aku tak peduli!” teriak Evans makin keras. “Kalau perlu akan kuberitahu dunia bahwa aku mencintaimu. Aku takkan merubah perasaanku apdamu. Aku tak peduli pada Denise maupun orang tuamu. Aku akan tetap mencintaimu.”

Aileen menutup telinganya. Dulu ia senang mendengar pernyataan itu. Sekarang ia takut.

“Aku akan terus menunggumu di sini!”

“Ia romantis, ya,” bisik Helena pada Sigrid.

“Romatis apanya!?” gerutu Leopold, “Dia berjanji tidak akan menyakiti Aileen namun ia membuat Aileen menangis.”

“Aileen, aku terus mencarimu selama setengah tahun ini. Aku tidak akan melepaskanmu lagi. Tidak akan!”

“Sepertinya ia benar-benar mencintai Aileen,” bisik Sigrid pula.

“Tuan, apakah Anda benar-benar mencintai Aileen?” tanya Mario perlahan.

“Ya,” jawab Evans mantap. “Ia bukan hanya belahan jiwaku tapi ia adalah jiwaku.”

Mereka terdiam.


-----0-----


Aileen mulai keheranan oleh suasana sepi di bawah. Ia mengintip keadaan di bawah dari jendela.

Tampak beberapa orang menjauh. Mereka seperti baru bubar setelah melihat pertunjukkan keliling. Aileen tidak mendengar suara-suara di bawah juga teriakan-teriakan Evans.

Aileen menelungkupkan kepala di ranjang dan menangis tersedu-sedu.

Ternyata Evans bukan untuknya. Sekarang ia pasti kembali ke pelukan Denise setelah membesarkan hatinya. Semua untuk Denise! Semua! Tidak ada untuknya selain sisa-sisa Denise! Dari dulu sampai sekarang tetap saja sama. Tidak ada yang mencintainya, memperhatikannya. Ia adalah anak tiri dalam keluarganya. Anak tiri tidak perlu diperhatikan. Bukankah itu hukumnya? Selalu, selalu, dan selalu Denise. Untuk dia apa?

Evans masuk dengan perlahan tanpa sebuah suara pun. Hatinya trenyuh melihat Aileen. Isakannya menyayat hatinya. Tak sampai sejam mereka berpisah tapi sekarang Aileen terlihat begitu kurus dan merana. Evans menutup pintu dengan perlahan pula dan mendekati gadis yang terkelungkup di pinggir ranjang itu.

“Aileen…,” tangannya terulur memeluk Aileen.

Aileen terlonjak kaget. Badannya secara spontan menjauhi Evans.

Evans menanggapinya dengan mempererat pelukannya. “Aku tidak akan melepaskanmu lagi. Aku hanya sekali meninggalkanmu dan kau membuatku menderita selama setengah tahun. Aku tidak akan melepaskan mata darimu lagi, Aileen. Tidak akan!”

Aileen terkunci dalam pelukan Evans.

“Kau mendengar saat ibumu membujukku menikahi Denise, bukan?” tebak Evans.

Tubuh Aileen yang menegang memastikan kebenaran tebakan Evans.

“Aku yakin kau tidak mendengarnya sampai habis,” kata Evans lembut, “Kalau kau ingin menguping, kau harus mendengarnya sampai akhir.”

Evans merasakan gelengan Aileen. “Kau harus tahu,” Evans menegaskan, “Kau perlu tahu agar kau tidak penasaran terus.”

Aileen tidak ingin mendengarnya. Ia sudah dapat menebak kelanjutannya.

Tanpa mempedulikan penolakan Aileen, Evans memberitahu kelanjutan pembicaraan yang hanya didengar Aileen separuhnya. “Setelah Bibi membujukku, aku menegaskan padanya tanpa atau dengan persetujuannya, aku tetap akan menikahimu karena aku mencintaimu. Mamamu marah sekali tapi akau tidak takut. Aku langsung pergi setelah menyatakan penolakanku itu. Saat itu aku terlalu marah sehingga tidak berpikir untuk menemuimu,” Evans merapatkan kepala Aileen di dadanya. “Tak kusangka tindakanku itu membuatmu celaka. Aku menyesal, Aileen.”

Aileen sulit mempercayainya. “Aku mendengarmu mengatakan Denise adalah gadis yang menarik.”

“Benar,” Evans tidak menyangkal, “Tetapi ia bukan gadis yang aku inginkan untuk berada di sisiku seumur hidup.”

“Dia lebih cantik, lebih manis, dan memikat.”

“Kau lebih mempesona,” Evans berargumen.

“Dia adalah tipe gadis yang disukai semua orang. Aku adalah tipe gadis yang dibenci orang.”

“Dengar, Aileen,” Evans menghentikan omong kosong ini, “Aku tak peduli siapa kau. Kau boleh menyebalkan, kau bisa membosankan, kau boleh menjadi apapun yang kau inginkan. Namun bagiku kau adalah gadis yang kucintai. Selamanya! Karenanya sekarang juga aku ingin menikah denganmu.”

“Sekarang?” Aileen menjauhkan kepala dari dada Evans. Bunga-bunga kebahagiaan bersemi di dadanya.

Evans tersenyum nakal. “Tidak jadi. Aku tidak mau pengantin yang matanya bengkak seperti ikan koki,” candanya.

Kesedihan di wajah Aileen berganti dengan kecemberutan.

Evans tersenyum menawan. “Kau lebih cantik marah daripada menangis,” tangan Evans menghapus sisa-sisa air mata di wajah Aileen.

“KAU!” Aileen memukul dada Evans. Secercah senyum menghiasi wajahnya.

“Tapi lebih cantik lagi kalau tersenyum,” Evans tersenyum geli melihat wajah merah padam Aileen. “Kau seperti udang rebus.”

Aileen kesal. Ia menyilangkan tangan di dada dan memasang wajah masam.

“Hei, jangan begitu. Pengantinku tidak boleh begini.”

“Siapa yang mau jadi pengantinmu?”

“Aku tahu kau pasti mau.”

“Aku belum menjawab.”

“Tapi aku tahu kau juga mencintaiku.”

“Dari mana?” ejek Aileen. Dadanya terasa sesak oleh kebahagiaan yang meluap-luap ini. Evans memang luar biasa. Ia tahu bagaimana menghiburnya. Ia tahu bagaimana membuatnya tersenyum. Namun ia terlalu tahu bagaimana menggodanya.

“Dari sini,” Evans mencium mata Aileen yang masih basah.

Aileen kembali tersipu.

Evans tersenyum. Dadanya dipenuhi oleh kehangatan cinta. Sekalipun Evans tidak pernah berpikir cinta juga bisa membawa penderitaan berkepanjangan namun juga kebahagiaan yang menyesakkan dada. Kembali ia mendaratkan ciuman di mata Aileen yang masih basah. Namun Evans tidak berhenti di situ. Bibirnya menjelajahi wajah Aileen sebelum akhirnya mendarat di bibirnya.

Aileen terperanjat. Ia dapat merasakan nafsu yang menggelora dalam ciuman ganas itu. Tubuhnya mengeras seperti batu dingin. Bibirnya mengatup rapat.

Ciuman Evans yang melembut mencairkan ketegangan Aileen.

Aileen memejamkan mata. Tangannya merangkul leher Evans. Ia mulai dapat menikmati ciuman Evans. Bibirnya membuka menerima serangan Evans. Namun saat itu pula Evans meninggalkan bibirnya. Bibir Evans kembali menjelajahi wajahnya.

Tangannya bergerak merangkum wajahnya – mengimbangi ciumannya, kemudian turun ke leher jenjangnya. Tubuh Aileen bergetar hebat merasakan sensasi yang tak pernah ia rasakan. Ia memeluk Evans erat-erat – takut akan sensasi yang membakar tubuhnya. “Evans…,” desahan itu lepas begitu saja ketika Evans mendaratkan ciuman di dadanya.

Evans terperanjat. Ia menatap Aileen lekat-lekat. Ia tidak tahu kapan ia membawa gadis ini ke atas ranjang. Ia hanya tahu sekarang gadis ini sudah berbaring di bawahnya dengan baju berantakan.

“Lihatlah. Aku begitu menginginkanmu hingga tidak dapat mengontrol diri,” Evans merapikan baju Aileen, “Aku sudah berjanji tidak akan mengambil ciuman pertamamu sebelum pernikahan kita tetapi aku telah melanggarnya. Bahkan aku hampir merebut kegadisanmu!” Evans marah pada dirinya sendiri. “Kalau… itu adalah kau, aku tidak keberatan,” Aileen mengakui malu-malu.

“Tidak, Aileen,” Evans menarik Aileen duduk, “Kau berbeda. Kau bukan wanita-wanita itu. Aku ingin mencintaimu seutuhnya, membelaimu dengan cinta bukan nafsu.”

Aileen mencari tempat di dada Evans.

Evans merangkulkan tangan di pinggang Aileen.

Aileen menautkan jari jemarinya di antara jari Evans.

Evans membalasnya dengan menggenggam tangan gadis itu erat-erat. “Rasanya aku tidak sabar menanti pernikahan kita. Aku ingin saat ini juga kita menikah. Aku tidak sabar mengikat jarimu yang ini,” ia mencium jari manis kiri Aileen. “Kau masih mengenakan cincin itu?” tanyanya kemudian.

“Tentu,” Aileen mengangkat tangan kanannya, “Kau tidak mengijinkanku melepaskannya. Katamu hanya kau yang berhak melepaskan dan memasangnya.”

“Bagus,” Evans puas, “Aku juga adalah satu-satunya orang yang berkuasa atas jari ini.”

Aileen mengangguk.

“Segera kemasi barangmu,” Evans menjauhkan tubuh Aileen.

Aileen menatap Evans dengan heran.

“Setelah semua ini apa kaupikir aku akan melepaskan mata darimu?”

“Aku…”

“Aku tidak ingin berpisah darimu. Aku begitu mencintaimu hingga tidak sedetik pun aku sanggup berpisah darimu.”

Hati Aileen dipenuhi oleh kebahagiaan.

“Mulai saat ini kau akan tinggal bersamaku, di mana pun aku berada,” Evans mengumumkan.

“Pekerjaanku…?” Aileen teringat akan pekerjaannya di luar kota.

“Keluar!” Evans menyuruh kemudian ia mengingatkan, “Kau tidak akan punya banyak waktu untuk pekerjaan lain. Kau tidak perlu takut bosan. Aku bisa memastikan kau tidak akan mempunyai waktu luang selama kau bersamaku.”

“Benarkah?” goda Aileen, “Aku tidak yakin kau bisa memberiku setumpuk pekerjaan ketika kau bepergian.”

“Kau tidak perlu mengkhawatirkan itu, Aileen. Aku yakin tanpa aku mencarikan pekerjaan untukmu, kau pasti bisa menemukan kesibukan.” Masih tergambar jelas di kepala Evans bagaimana Aileen menyibukkan diri untuk tidak merasa bosan ketika mereka menyepi di peristirahatan keluarganya di atas pulau.

“Besok kita akan menemui orang tuaku untuk membicarakan pernikahan kita. Mama pasti dengan senang hati mau membantumu mempersiapkan perlengkapan pengantinmu.”

Aileen menatap Evans. Keceriaan di wajahnya tergantikan oleh ketegangan.

“Kau tidak perlu khawatir. Ia sudah tahu semuanya. Sesungguhnya, sejak dulu ia kagum padamu. Ia pasti mencintaimu. Kita akan tetap menikah walau tanpa orang tuamu. Nanti, ketika keadaan sudah tenang, kita akan mengunjungi orang tuamu.”

Seketika tubuh Aileen menegang. Ia sudah tidak pernah berhubungan dengan orang tuanya semenjak ia meninggalkan rumah itu. Ia tidak tahu bagaimana ia harus menemui mereka ketika ia sudah menjadi istri Evans Renz.

Menyadari perubahan Aileen, Evans kembali memeluk gadis itu, “Tidak ada yang perlu kau khawatirkan. Aku akan melakukan yang terbaik untukmu.”

Aileen mengangguk sambil mencari posisi nyaman dalam pelukan Evans. Ia percaya Evans selalu bertindak demi kebaikannya.

Evans merapatkan Aileen ke dadanya dan membelai lembut kepala gadis itu. “Kita harus segera meninggalkan kamar ini, Aileen,” ia mengingatkan, “Sebelum aku lepas kendali lagi.”

Aileen ingin melihat Evans lepas kendali lagi tetapi ia tahu pemuda ini tidak akan menyukainya.

Evans sudah mengatakan berulang kali ia tidak akan menyentuhnya sebelum mereka benar-benar bersatu.



*****Lanjut ke chapter 15

7 comments:

  1. kak aileen sampek chapter berapa? hehehe udah ga sabar baca chapter 16 dst :D bagus ceritanya, oh ya di tunggu novel triloginya ya kak :D
    Dian

    ReplyDelete
  2. eh maksudnya chapter 15 dst :D hehe
    Dian

    ReplyDelete
  3. Dian,

    Untuk seri ini, chapter 14 adalah chapter terakhir. Saya tidak suka cerita yang bertele-tele. Bila tokoh utama sudah menemukan happy ending, maka ceritanya sudah selesai. Bila cerita terlalu bertele-tele, para pembaca akan bosan dan akhirnya kehilangan minat untuk mengikuti cerita tersebut.

    Tahu sinetron "Tersanjung" di Indosiar (?) yang tiada akhirnya? Saya tidak mengikuti sinetron ini. Saudara saya sangat tergila-gila pada sinetron ini. Ketika "Tersanjung" bertele-tele sampai seri 5-6-7, dia akhirnya bosan. Dia bahkan memberi nickname "Tersandung".

    Untuk Aileen, saya berniat menutup seri ini dengan epilog. Saya ingin tahu bagaimana reaksi keluarga Aileen terutama sang kakak. Dian juga ingin tahu bagaimana kelanjutannya setelah Evans meminang Aileen?

    Cheers,
    Sherls

    ReplyDelete
  4. iya juga sih kak hehe, ditunggu post epilognya kak jangan lama2 ya :D, oh ya novel triloginya kapan di post kak?
    Dian

    ReplyDelete
  5. Hi Dian,

    Saya hampir menyelesaikan epilog Aileen. Semoga akhir pekan ini saya bisa mempublishnya. Saya lagi dikejar-kejar kenalan untuk segera menyelesaikan salah satu task proyeknya.

    Saya berniat memulai trilogi saya setelah Aileen tamat. Saya sudah menyelesaikan garis besar ceritanya.

    Cheers,
    Sherls

    ReplyDelete
  6. Novel kakak yang pertama q baca adlah pelarian, yg saya download dri 4 shared. Saat tu q bru kls 1 SMA. Stlah itu q sebarkan ke tman2 q yg hobi baca. Reaksinya wow..mereka sangat suka dg alur ceritanya yg menghanyutkan perasaan. Mrk tanya siapa pengarangnya? Ada crita sejenis ga?
    Sebenarnya banyak pembaca novel2 kakak, harapan q dan semuanya semoga kakak nggak bosen tuk terus berkarya...semangat,slalu di beri ksehatan. Amiin.

    ReplyDelete
  7. Hi,

    Pelarian bisa didownload di 4shared!?? Wow!! Saya sama sekali tidak tahu. Internet selalu penuh kejutan.
    Saya tidak pernah menaruh novel tersebut di 4shared. Pernah saya membagi novel saya dalam format Microsoft Word di 4snips. Akan tetapi account tersebut sudah tidak aktif dan data-data saya sudah hilang.
    Saya berterima kasih pada siapa pun yang membagi novel saya di 4shared. Karena dialah Anda bisa menikmati karya-karya saya. Terima kasih sudah membagi karya saya dengan teman-teman Anda. Saya gembira mengetahui Anda dan teman-teman menyukai karya saya. ^_^

    Cheers,
    Sherls

    ReplyDelete