Wednesday, November 12, 2008

Kisah Cinta-Chapter 12

Musik terhenti ketika Pangeran memasuki Hall kediaman Viscount Padilla.

Sarita merasa pandangan tiap orang tertuju padanya ketika mereka melangkah masuk. Ia ingin menarik tangannya dari siku Halbert tapi Halbert tidak melepaskannya sejak ia membantunya turun dari kereta. Malah semakin ia berusaha melepaskan diri, semakin erat apitan Halbert.

Perasaan Sarita tidak salah. Mata setiap orang di tempat itu tertuju bukan pada sang Putra Mahkota yang terkenal namun pada gadis di sisinya yang akhir-akhir ini menjadi pembicaraan.

Gosip telah tersebar ketika Pangeran Halbert pulang dari Helsnivia membawa seorang gadis muda. Mereka sempat berspekulasi mengenai gadis muda ini. Namun tiadanya kepastian dari Istana dan kebiasaan Pangeran yang tidak berubah, gosip itu menghilang bersamaan dengan munculnya gosip lain seputar sang Putra Mahkota yang playboy.

Akhir-akhir ini sang Pangeran tidak pernah terlihat bersama wanita cantik. Ia tidak lagi terlihat berkeliaran di sekitar Travlienne menggandeng wanita cantik. Perubahan tingkah laku sang pemuda incaran para gadis Helsnivia membangkitkan gosip lama.

Mereka telah mendengar gadis muda yang dibawa pulang Pangeran adalah putri haram almarhum Duke of Cookelt. Namun tidak seorang pun pernah melihatnya. Mereka hanya mendengar setiap hari gadis itu mengurung diri di Ruang Perpustakaan. Mereka yakin gadis itu pastilah seorang gadis yang cantik jelita. Bila tidak, mana mungkin Paduka Raja dan Ratu membiarkannya tinggal di Istana Ririvia hingga sebulan?

Sekarang, setelah sekian lama tidak terlihat bersama wanita, sang Putra Mahkota menggandeng gadis muda.

Kulit gadis itu begitu pucat – lebih pucat dari kulit siapapun yang pernah mereka lihat. Demikian pula dengan rambut pirangnya yang tergelung rapi di kepalanya yang cantik. Bulu mata yang lentik melingkari sepasang mata biru mudanya yang dalam. Perpaduan itu membuatnya terkesan berasal dari dunia yang tidak pernah mereka lihat. Dengan gaun biru yang lembut dan perhiasaannya yang berkilauan, gadis itu membuat mereka percaya ia adalah ratu peri. Gadis ini begitu unik, begitu anggun, begitu cantik hingga pria wanita tidak dapat mengalihkan pandangan mereka darinya.

Bila ada yang mengatakan gadis inilah putri sang Duke Norbert, mereka akan percaya tanpa perlu diberi bukti.

Sarita melihat seorang pria tua berambut putih berjalan tergopoh-gopoh ke arah mereka. Sarita yakin pria ini adalah Viscount Padilla.

“Selamat datang, Pangeran,” sambutnya, “Saya sungguh senang Anda bersedia datang.” Matanya tidak lepas dari Sarita.

Akhirnya Halbert melepaskan tangan Sarita untuk menyambut uluran tangan Viscount Padilla.

“Perkenalkan ini adalah Sarita Riddick, putri almarhum Duke Norbert,” Halbert memperkenalkan.

“Senang berjumpa dengan Anda, Viscount Padilla,” Sarita membungkuk – memberi hormat. Ia sudah tidak ingin membenarkan cara Halbert memperkenalkan dirinya. Ia tidak ingin membenarkan ingatan Halbert akan namanya. Seisi dunia lebih percaya ia adalah Sarita Riddick daripada Sarita Yvonne Lloyd.

“Senang berkenalan dengan Anda, Lady Sarita,” Viscount Padilla mencium punggung tangan Sarita. “Saya telah mendengar tentang ayah Anda. Saya turut berduka cita,” ia menggenggam jari-jemari Sarita.

“Terima kasih,” Sarita berpikir kapankah Viscount akan berhenti mengelus tangannya dan melepaskannya.

Rupanya bukan hanya Sarita yang mulai risih oleh sikap Viscount Padilla. Halbert melingkarkan tangan di pinggang Sarita dan berkata, “Bila Anda mengijinkan, saya akan membawa Sarita berdansa.”

“Tentu! Tentu!” Viscount langsung melepas Sarita. “Selamat bersenang-senang.”

Sarita ingin melepaskan diri tapi ia tahu saat ini tempat yang paling nyaman untuknya adalah di sisi Halbert.

Musik kembali mengalun dan orang-orang kembali berdansa ketika mereka menuju lantai dansa. Namun Sarita tetap merasa mata mereka tidak lepas darinya. Mereka pasti bertanya-tanya siapakah gadis asing yang bersama Putra Mahkota mereka. Dalam waktu singkat Viscount Padilla pasti telah menyebar kabar siapakah sang gadis asing itu dan besok semua orang akan ramai membicarakannya.

“Sekarang bukan waktunya melamun, Sarita.”

Sarita terperanjat. Mereka sudah berdiri berhadapan dengan tangan kanan Halbert di pinggangnya dan tangan kirinya menggenggam tangannya.

“Musik sudah mengalun,” Halbert memberitahu.

“Saya tidak bisa berdansa,” Sarita menarik mundur dirinya.

“Kalau kau ingin belajar berbohong,” tangan Halbert menariknya merapat, “Kau sudah gagal.” Halbert ingat Sarita berdansa bersamanya dengan anggun dalam pesta Earlf of Striktar.

“Saya hanya pernah sekali berdansa.”

“Itu adalah bersamaku,” Halbert menegaskan, “Dan aku tidak ingat kau menginjak kakiku.”

Sarita tertawa geli. “Apakah sekarang saya harus menginjak kaki Anda?”

“Aku ingin kau meletakkan tangan di pundakku.”

Nada tegas dalam suara Halbert membuat Sarita tidak bisa membantah. Sarita tidak berbohong. Ia baru belajar berdansa ketika Duke Norbert memaksanya pergi ke pesta Earl Striktar. Duke Norbert adalah pasangan berlatihnya dan Halbert adalah pria pertama yang berdansa dengannya.

“Saya baru belajar berdansa dua bulan lalu.”

“Sebagai seorang pemula kau cukup mahir,” komentar Halbert sinis.

Sarita tidak ingin berkata-kata lagi. Terserah pada Halbert apakah ia mau percaya atau tidak.

Pesta ini berbeda dengan pesta Earl of Striktar. Earl Striktar mengadakan pesta untuk memperkenalkan putrinya pada Halbert. Viscount Padilla mengadakan pesta untuk dirinya sendiri. Banyak wanita yang mengantri untuk berdansa dengan Halbert di pesta Earl Striktar. Di sini Saritalah satu-satunya pasangan Halbert.

Sarita ingin tahu mengapa wanita-wanita Halbert bisa tahan dengan puluhan mata yang seakan-akan ingin berkata, ‘Kau bukan wanita yang beruntung. Besok Pangeran pasti pergi denganku.’

Halbert juga merasa mata setiap orang tertuju pada Sarita. Biasanya ia akan bangga ketika orang-orang memperhatikan gadis yang bersamanya. Hari ini ia tidak menyukai mata-mata itu.

Sudah lama pasangan Halbert tidak diperhatikan terus-terusan seperti ini. Kerajaan Helsnivia sudah tahu akan kebiasaan Halbert. Mereka sudah lelah mengikuti perkembangan wanita-wanita dalam hidup Halbert. Paling-paling mereka akan melihat siapa wanita terbaru Halbert dan setelahnya membiarkan mereka.

“Pangeran.”

Halbert melihat Sarita.

“Bisakah Anda melonggarkan tangan Anda?” pinta Sarita, “Anda membuat saya tidak bisa bergerak.”

Saat itulah Halbert sadar tubuh mereka sudah menempel rapat. Halbert masih tidak berniat melepaskan Sarita. “Apakah kau sudah lelah, Sarita?” ia meletakkan tangan di pinggang Sarita dan menggiringnya ke tepi lantai dansa.

Sarita membiarkan Halbert membawanya menjauhi puluhan mata yang membuatnya merasa tidak nyaman.

“Aku akan mengambil minuman untukmu,” Halbert meninggalkan Sarita di sisi jendela.

Saritapun mengalihkan perhatiannya ke luar jendela. Biarlah Halbert melakukan apa yang disukainya. Biarlah ia berdansa dengan wanita cantik lain. Biarlah ia melirik wanita lain. Saat ini ia hanyalah pasangan dansanya!

Namun Sarita sadar orang-orang di ruangan ini tidak tahu ia bukan satu dari wanita-wanita Halbert. Sarita juga tidak akan membiarkan dirinya menjadi satu di antara mereka – disayangi dan kemudian ditinggalkan ke pelukan wanita lain.

Halbert pasti telah mengetahui asal-usulnya dan ia adalah sang wanita pertama yang dapat dijadikannya petualangan barunya. ‘Hanya malam ini,’ Sarita memutuskan. ‘Mungkin setelah jiwa petualangannya terpuaskan, Halbert akan membiarkanku pergi.’

Sarita ingin selekas mungkin meninggalkan Travlienne. Ia tidak dapat membiarkan dirinya sendiri dalam ancaman jatuh cinta pada pria yang salah. Ia sudah lelah berpura-pura bersikap dingin sementara hatinya, tanpa dapat disangkalnya, terus menjerit mengharapkan kelembutan Halbert murni hanya untuknya.

“Selamat malam.”

Sarita terperanjat.

Seorang pria berdiri di depan Sarita. Mata hijaunya menatap Sarita lekat-lekat.

“Selamat malam,” Sarita membalas.

“Perkenalkan saya adalah Gunter Elwood. Boleh saya tahu siapakah Anda, M’lady?”

“Saya adalah Sarita,” dan Sarita menambahkan, “Sarita Yvonne Lloyd.”

“Senang berkenalan dengan Anda, Lady Sarita,” Gunter meraih tangan Sarita dan mencium punggung tangannya.

“Senang berkenalan dengan Anda,” Sarita membalas.

“Apakah Anda adalah wanita Pangeran Halbert?” Gunter bertanya terus terang – membuat Sarita kaget.

“Bukan,” Sarita tersenyum, “Kami…,” Sarita terdiam. Apa sebenarnya hubungan mereka? Mereka bukan kekasih. Itu jelas. Sekarang apakah mereka sudah menjadi teman?

“Ia adalah wanitaku malam ini,” suara tegas Halbert memberi jawaban.

Sarita membelalak lebar.

Gunter tersenyum penuh arti. “Bila Lady Sarita adalah wanita Anda, Yang Mulia, saya sarankan Anda untuk tidak meninggalkannya seorang diri. Apakah Anda tidak sadar banyak pria yang sedang menunggu kesempatan untuk merebutnya dari Anda?”

“Itu bukan urusanmu!” Halbert memandang tajam Gunter.

Tanpa berkata-kata lagi, Gunter mengundurkan diri.

Tentu saja Halbert tahu! Beberapa saat lalu orang-orang mengerumuninya hanya untuk bertanya siapa gadis yang bersamanya dan dari mana ia berasal. Bahkan Viscount Padilla mengulangi kekagumannya pada Sarita.

“Lady Sarita adalah gadis yang cantik. Di manakah Anda menemukannya, Pangeran?” Dan ketika Halbert melihat Sarita, Gunter sudah ada di sana – mencium tangan Sarita dan menatap Sarita penuh kekaguman.

Halbert tidak percaya orang-orang itu bukan hanya tertarik pada Sarita tapi juga merebut Sarita darinya!

Halbert sadar Sarita adalah gadis yang paling mempesona yang pernah ia temui. Sarita adalah gadis yang paling tepat untuk menjadi pendampingnya andai saja ia bukan anak haram Duke Norbert. Ia cantik, mempesona juga cerdas. Keterampilannya dalam mengurus sebuah wilayah tidak perlu diragukan lagi. Cookelt tidak pernah mengalami masalah apapun selama sebulan berada di bawah tangan dinginnya. Sarita benar-benar gadis yang cocok untuk mendampingnya andai…

‘Andai tetaplah andai! Kenyataannya ia adalah putri haram almarhum Duke of Cookelt,’ pikir Halbert dengan pahit.

Mengapa ia harus memikirkan ini? Sarita bukanlah satu-satunya wanita di dunia ini. Masih banyak gadis lain yang lebih pantas menjadi Ratunya. Halbert memang menegur dirinya sendiri seperti itu tapi ketika melihat sepasang mata yang menatapnya itu, keyakinan Halbert goyah.

“Yang Mulia Pangeran, sampai kapankah kita akan berada di sini?” dan Sarita cepat-cepat menambahkan, “Saya tidak keberatan untuk tinggal lebih lama. Saya hanya berharap saya bisa segera kembali. Saya masih punya pekerjaan yang harus segera diselesaikan. Anda pun mempunyai pekerjaan esok pagi.”

“Mengapa kau tidak langsung mengatakan kau ingin pulang!?” Halbert bertanya kesal. Ia tidak sedang dalam suasana hati mendengar cara wanita berbicara yang berbelit-belit.

“Apakah kita bisa pulang sekarang?” Sarita bertanya lagi dengan suara manisnya dan senyum tidak bersalahnya.

Gadis ini benar-benar tidak memahami suasana hatinya!

“Segera!” Halbert meraih tangan Sarita dan mengajaknya berpamitan pada Viscout Padilla.

Viscount Padilla sangat sedih mendengar keinginan mereka.

“Tinggallah lebih lama lagi, Lady Sarita,” Viscount Padilla meraih tangan Sarita. “Pesta baru saja dimulai dan kita masih belum saling mengenal.”

‘Saling mengenal apanya!?’ Halbert ingin berteriak.

“Saya juga ingin tinggal lebih lama, Viscount Padilla,” Sarita tersenyum, “Namun sayangnya saya harus pergi. Saya masih punya urusan besok pagi.”

Halbert membelalak. Gadis ini memang sengaja atau apa!? Sudah jelas Viscount yang sudah beranak cucu ini tertarik padanya, ia malah mengundang.

Sarita memang punya daya tarik yang kuat. Sialnya gadis ini tidak pernah sadar sikapnya telah memberi lampu hijau pada mereka.

“Hari sudah gelap,” Halbert menarik pinggang Sarita merapat padanya, “Aku tidak ingin kami pulang terlalu malam.”

“Ah, benar,” Viscount masih tidak ingin melepas tangan Sarita, “Berhati-hatilah di jalan,” mata Viscount Padilla tidak melepaskan wajah Sarita ketika ia mencium tangannya.

“Selamat malam,” Halbert langsung membawa Sarita pergi.

“Jadi,” Sarita berkata ketika kereta mulai bergerak. “Apakah Anda selalu marah karena kencan Anda disapa orang lain?”

Halbert membelalak. Gadis ini tahu! Dan ia masih bersikap lugu!

Tentu saja Sarita tahu. Sikap Halbert yang tiba-tiba berubah menjadi sinis sudah menyatakan dengan jelas apa yang sedang dirasakan pemuda itu.

“Aku marah karena kau mengundang pria-pria itu mendekatimu,” Halbert menjawab dingin, “Sekarang aku tahu mengapa Owen, Jason, Chris kemudian Gunter mengejar-ngejarmu.”

“Apa?” Sarita balik bertanya dengan penuh rasa ingin tahu – membuat Halbert semakin tidak mengerti watak Sarita.

“Menurutmu apa?” Halbert yakin Sarita sedang bermain teka-teki dengannya. Halbert tidak akan terpancing dalam permainan gadis ini.

“Pasti karena status saya,” dan Sarita mendesah, “Semua orang percaya saya adalah anak haram yang akan mengikuti jejak ibu saya.”

“Apa kau tidak sadar, Sarita?” pancing Halbert dengan tidak sabar, “Menurutmu mengapa orang-orang di pesta Viscount Padilla terus memperhatikanmu!?”

“Karena saya adalah wanita baru Anda,” jawab Sarita polos, “Semua orang pasti ingin tahu siapakah wanita terbaru Putra Mahkota mereka.”

“ASTAGA!!!” pekik Halbert, “Mengapa ada gadis seperti kau di dunia ini!?”

Halbert semakin membuat Sarita tidak mengerti. “Apa salah saya?”

“Kau adalah gadis yang cantik, Sarita,” Halbert mencengkeram kedua pundak Sarita, “Apa kau tidak sadar setiap pria tergila-gila padamu karena kecantikanmu. Bukan karena statusmu!”

“Cantik? Saya?” Sarita tidak percaya, “Saya pikir saya terlihat terlalu pucat dan rapuh.”

Halbert menyerah. Setidaknya sekarang ia mengerti mengapa Sarita selalu dengan tidak sadar mengundang pria-pria itu untuk mengejarnya.

Sarita semakin kebingungan ketika Halbert tiba-tiba melepaskannya dan membuang wajah ke luar jendela. Ia yakin Halbert marah teman kencannya didekati pria lain. Pasti harga diri yang membuat Halbert tidak mau mengakui.

Sarita tidak membantah ia merasakan secercah kegembiraan ketika menyadari Halbert cemburu.

‘Tapi besok ketika ia pergi dengan wanita lain, amarah itu akan pergi,’ Sarita berpikir sedih. Sarita juga menyadari ia tidak punya waktu panjang berduaan dengan Halbert seperti ini di masa mendatang.

“Pangeran,” Sarita tidak mau melepas kesempatan langka ini. “Saya ingin meninggalkan Istana.”

Halbert langsung merasakan bahaya mengancam. Ketika melihat Sarita, wajahnya sudah tegang, “Kau tidak akan ke mana-mana!” ia menegaskan dengan dingin.

“Mengapa?” Sarita mengutarakan pertanyaan yang selalu menghantuinya.

‘Benar! Mengapa?’ Halbert balik bertanya pada dirinya sendiri. Kalau dipikir-pikir, Sarita telah banyak merepotkannya. Mulai dari memastikan tidak seorang Riddickpun menemuinya hingga menyediakan orang khusus untuk menjadi penghubung antara Sarita dan Graham. Tidak! Sarita tidak merepotkannya! Tidak pernah!

Halbert sadar yang mencari-cari kerepotan itu adalah dirinya sendiri. Sejak pertama menjadi pahlawan – tanpa ia sadari – di hadapan almarhum Duke Norbert, ia tidak pernah melepaskan kesempatan untuk menjadi pahlawan. Ia bebas bila Sarita pergi. Tapi entah mengapa ia benar-benar takut akan ide Sarita pergi menghilang. Mengapa pula ia yang suka akan petualangannya mau melibatkan diri dengan gadis ini, sang putri haram dan direpotkan olehnya?

“Aku tidak tahu.”

Sarita melihat wajah tampan itu dengan sedih. Ia pikir setelah pesta ini jiwa petualang Halbert akan terpuaskan tapi rupanya ia salah.

“Mungkin Anda hanya ingin tidur dengan saya.”

Halbert terkejut. Tidak seorang gadis terhormatpun yang akan mengatakannya.

“Jiwa petualang Anda pasti tertarik untuk mencoba petualangan baru,” Sarita memutuskan bila memang hanya ini yang dapat membuat Halbert melepaskannya, ia akan melakukannya. Kenangan semalam yang manis dengan Halbert bukanlah ide yang benar-benar buruk.

Ia tidak menyukainya tapi ia tidak akan menyesalinya.

Halbert adalah seorang pria yang tampan. Ketika ia menyentuhnya, menciumnya, memeluknya, ia tidak merasa takut maupun jijik. Sebaliknya, Halbert memberinya kehangatan yang telah lama dirindukannya.

‘Yang menyedihkan adalah Halbert bukan tipe seorang pria yang akan mencintai satu wanita seumur hidupnya,’ Sarita menyadari dengan pedih.

Halbert menatap Sarita lekat-lekat. Gadis ini benar! Pasti jiwa petualangannya yang menjadi dalang tindakannya yang tidak masuk akal ini. Pasti ia yang bertanggung jawab atas semua kegalauannya akhir-akhir ini.

Ia tidak pernah membuat affair dengan seorang anak haram. Pasti jiwa petualangannya ingin mencobanya. Ia pasti tertarik oleh kecantikan gadis ini seperti ia tertarik pada berbagai macam wanita sebelumnya. Tapi gadis ini…

“Apa kau yakin?” Halbert mencondongkan tubuh ke arah Sarita.

Sarita merapat di pojok kereta dengan panik.

Penolakan gadis ini pasti telah memancing harga dirinya untuk semakin mendekatinya.

“Apabila itu memuaskan jiwa petualangan Anda, saya akan melakukannya,” Sarita sadar otaknya sudah siap menerima sentuhan Halbert tapi hatinya masih belum siap. Tidak ketika ia sadar ia akan menjadi satu dari wanita-wanita Halbert yang terlupakan setelahnya!

Sarita tidak ingin Halbert melupakannya. Sarita ingin Halbert terus mengenangnya.

“Perkataanmu dan tindakanmu sungguh berbeda.” Halbert menjauhi Sarita.

“I-itu karena Anda mengagetkan saya.”

Halbert tidak percaya. “Apakah sekarang kau sudah siap?”

Sarita mengangguk. Namun badannya secara spontan menjauhi Halbert ketika pemuda itu mendekat.

Halbert melingkarkan tangan di pinggang Sarita. Tangan Sarita menekan dada Halbert untuk menjaga jarak di antara mereka.

“Apakah kau masih kaget?” Halbert mengejek.

“T-tidak,” Sarita tahu ia berbohong.

Mata Halbert menangkap bayangan seseorang di dalam kereta yang berpapasan dengan mereka. Halbert segera melepas Sarita untuk memastikan matanya.

Kereta Duke of Vinchard menjahui Istana Ririvia.

‘Apa yang dilakukan Duke Vinchard di sini?’ Halbert bertanya-tanya.

Duke of Vinchard adalah orang yang banyak berjasa pada Helsnivia. Ia adalah orang yang cerdas namun keras. Ia banyak membantu kakek Halbert memajukan Helsnivia. Semua orang di Helsnivia sangat menghormatinya. Bahkan ayahnya, Raja Kerajaan Helsnivia, selalu mendengar segala perkataannya. Namun dalam beberapa tahun belakangan ini Duke banyak mengurung diri di kediamannya yang jauh dari ibukota.

“Ada apa, Yang Mulia?”

Halbert melihat Sarita.

Gadis ini! Pasti Saritalah yang menjadi alasannya. Bukankah Gunter, sang penerus Duke of Vinchard, mendekati Sarita dalam pesta? Entah dari mana Gunter mendengar Sarita. Tapi pastilah Duke Vinchard datang untuk mengambil Sarita dari sisinya.

Halbert memeluk Sarita erat-erat. Ia tidak akan membiarkan seorang pun merebut Sarita!

“P-pangeran,” Sarita melepaskan diri, “Kita sudah tiba.”

Seseorang membuka pintu kereta.

Halbert keluar dan membantu Sarita. “Malam ini aku akan menemuimu,” bisiknya sebelum melepas tangan Sarita. Tidak akan seorang pun mendapatkan Sarita sebelum ia!

Sarita lari ke dalam kamarnya dan langsung menutup pintu.

Sarita menyandarkan punggung di pintu. Halbert benar-benar membuatnya kaget dan takut ketika ia memeluknya erat-erat dengan wajah tegang.

“Malam ini aku akan menemuimu.”

Wajah Sarita pucat pasi.

Ia benar-benar seorang pembohong besar! Mulutnya dan otaknya sudah siap menyerahkan diri pada Halbert tapi hati dan tubuhnya masih belum siap!

Ia harus mempersiapkan diri seutuhnya sebelum Halbert datang.


-----0-----



Halbert melangkah masuk pintu serambi kamar Sarita yang terbuka.

“Saya sudah tahu Anda akan datang dari sana,” Sarita berjalan mendekat.

Halbert tertegun.

Sarita tampak begitu cantik, begitu menggoda dalam gaun tidur tipisnya. Rambut pucatnya yang panjang tergerai menutupi buah dadanya yang ranum hingga ke tubuhnya yang melekuk molek. Matanya yang lebar menatapnya dengan lembut.

Halbert merengkuh Sarita dalam pelukannya. “Mengapa ada wanita secantik kau?” gumamnya dan ia menjatuhkan ciumannya di bibir Sarita.

Untuk sesaat Halbert dapat merasakan penolakan Sarita. Tangannya merapatkan tubuh Sarita ke tubuhnya sendiri. Bibirnya terus menggoda bibir yang bergetar itu. Ketika Sarita sudah mulai tenang, ketika bibir Sarita terbuka menerima ciumannya, Halbert menjelajahi setiap inci wajah Sarita dengan ciumannya sementara itu tangannya menelusuri setiap lekuk tubuh moleknya.

Sarita bergetar. Ia tidak takut. Ia tidak jijik seperti ketika Jason ataupun Chris memegangnya. Tubuhnya tergetar oleh sensasi yang tidak dikenalnya.

Halbert merasakan getaran tubuh Sarita dan ketika ia menghentikan ciumannya, ia melihat sepasang mata biru cerah itu bersinar penuh kepasrahan.

Halbert bertanya-tanya. Inikah yang ia inginkan dari Sarita? Hanya tubuhnyakah? Hanya satu malam yang panaskah?

Halbert menatap sepasang mata biru muda yang haus akan sensasi yang baru dikenalkannya. Pandangannya turun ke bibir yang merekah dengan mengundang.

Saat itulah Halbert sadar. Ia menginginkan lebih dari Sarita. Ia tidak butuh semalam panas dengan Sarita. Ia tidak ingin tubuh gadis ini. Lebih dari semua itu, ia menginginkan gadis ini seutuhnya! Ia menginginkan cinta Sarita!

Kenyataan itu mengagetkan dirinya hingga untuk sesaat ia tidak tahu apa yang harus dilakukannya.

Inikah yang namanya cinta? Halbert benar-benar tidak menyukai hal yang merepotkan ini. Karena itulah ia tidak suka terlibat dengannya. Namun ia lebih membenci kenyataan Sarita ingin meninggalkannya. Ia tidak suka bayangan Sarita akan pergi ke pelukan pria lain.

Ia tampan, berkuasa, kaya serta menarik tapi itu tidak cukup untuk mendapatkan hati Sarita. Halbert tahu ia membutuhkan sesuatu yang lebih dari segala yang telah dimilikinya. Ia membutuhkan sesuatu yang lebih dahsyat untuk mendapatkan Sarita, gadis yang telah memikatnya dengan keacuhan, keberanian, dan kebebasannya ini. Andai saja ia tahu apa itu, semuanya akan lebih mudah tapi sayangnya ia tidak tahu. Apakah ini artinya ia hanya dapat kehilangan gadis ini untuk selamanya?

Pikiran itu menakutkan Halbert. Ia bersumpah bila ia tidak bisa mendapatkan Sarita maka tidak seorang pun akan mendapatkan Sarita. Ya, ia lebih suka menjadi seorang bajingan daripada membiarkan Sarita jatuh ke pelukan pria lain.
Halbert benar-benar takut. Ia tidak percaya seorang gadis bisa membuatnya seperti ini.

Halbert memeluk Sarita dengan lembut seolah-olah ia adalah patung pasir cantik yang akan hancur bila ia memberi tenaga lebih. Hatinya menjerit akan cinta Sarita. Tangannya tidak ingin melepaskan gadis ini dari pelukannya. Namun di saat yang bersamaan ia merasa putus asa. Ada jarak yang begitu lebar di antara mereka. Namun di atas semua kenyataan pahit ini, fakta yang terpahit adalah Sarita tidak mungkin jatuh cinta padanya!

Sarita menjauhinya. Sarita tidak tertarik padanya. Sarita menghindarinya sedemikian rupa sehingga bila ada yang bertanya padanya seperti apakah sikap seorang wanita yang membencinya, Halbert akan menjawab, “Lihatlah Sarita. Ia punya segala yang dimiliki bermacam-macam wanita yang tidak menyukaiku.”

Hati Halbert menjerit pahit. Mengapa ia harus jatuh cinta pada gadis ini? Mengapa ia tidak menyadari perasaan ini sebelumnya? Mengapa ia terus menyalahkan jiwa petualangannya atas sikapnya akhir-akhir ini?

Seharusnya ia tahu sejak pertama mereka bertemu. Sarita adalah satu-satunya wanita yang paling cocok menjadi ratunya. Sarita adalah wanita yang paling berpotensial membuatnya jatuh cinta.

Ah, cinta…

Mengapa kata yang pendek ini begitu rumit?

“Sarita, sayang,” kata Halbert lembut. “Aku begitu bahagia kau mau melakukan ini. Aku sungguh menghargainya.” Halbert menjauhkan Sarita dari pelukannya. Matanya menatap dalam-dalam sepasang mata yang masih terbius oleh sensasi. Betapa ia ingin memiliki gadis ini seutuhnya...

“Hari ini sudah malam. Beristirahatlah. Kau masih mempunyai banyak pekerjaan yang harus diselesaikan,” Halbert mencium kening Sarita, “Selamat malam,” katanya dan dengan berat hati ia melangkah ke pintu.

2 comments:

  1. Mana lanjutannya kisah Cinta, sudah lama nih

    ReplyDelete
  2. Gagal, itu mesti bikin malu sarita, sarita yg ngajak, aduh

    ReplyDelete