Thursday, December 13, 2007

Ratu Pilihan-Chapter 18

Akhirnya hari ini tiba juga.

Suasana di Tognozzi sudah ramai mulai pagi ini. Sebuah kapar pesiar mewah bersandar di dermaga. Sejak jauh hari para awak kapal sudah membersihkan dan menyiapkan kapal itu untuk menyambut para tamu mereka hari ini. Sebuah podium pun telah disiapkan sebagai tempat misa mengenang korban Red Invitation dan pelepasan kapal pesiar kerajaan.


Para pekerja sibuk memasukkan barang-barang ke dalam kapal. Para wanita mengumpulkan bunga yang akan dilepas bersamaan dengan kepergian kapal pesiar kerajaan. Orang-orang berlalu lalang. Anak-anak kecil berkumpul di dermaga untuk mengagumi kapal besar itu. Kereta-kereta kuda mulai berdatangan dari penjuru Viering. Para pedagang juga mulai berkumpul. Mereka datang untuk mengumpulkan rejeki dari keramaian yang hanya terjadi sekali dalam setahun ini. Semua sibuk mempersiapkan kegiatan ritual yang sudah mereka lakukan selama beberapa tahun ini untuk memperingati Red Invitation.

Eleanor pun sudah berdiri di sana – di depan kapal mewah yang menanti mereka.

Irina memperhatikan Eleanor yang berdiri di sisi kereta kuda kerajaan.

“Apakah Eleanor baik-baik saja?” tanyanya cemas.

“Jangan khawatir,” Derrick menenangkan, “Quinn ada di sisinya.”

“Dia tidak tahu!” Irina tidak sependapat, “Ia tidak tahu Eleanor… Eleanor… dia… dia…”

“Kurasa ia tahu,” ujar Derrick tanpa melepas matanya dari pasangan nomor satu di Viering itu, “Lihatlah itu.”

Irina melihat sekarang Quinn sudah berdiri di sisi Eleanor. Ia membiarkan Eleanor memeluk lengan kirinya dan mereka melangkah perlahan ke kapal yang telah menanti kedatangan mereka sejak pagi ini. Matanya menatap Eleanor dengan cemas.

“Bukankah kau adalah seorang Xena yang tidak kenal takut?” ejek Quinn.

Cengkraman tangan Eleanor di lengan Quinn tidak melonggar. Dengan semakin mendekatnya mereka ke kapal, semakin erat cengkeraman Eleanor.

Quinn termenung melihat gadis itu tidak terpancing ejekannya. Ia melepaskan tangan dari cengkeraman Eleanor dan memeluk pundak gadis itu.

Eleanor cepat-cepat mencengkeram kemeja Quinn dan merapatkan dirinya pada Quinn.

Quinn dapat merasakan getaran hebat tubuh Eleanor di balik mantel panjangnya.

Quinn melihat kepala Eleanor yang terus menunduk dalam-dalam lalu ke kapal yang tengah mempersiapkan diri untuk pelayarannya.

Tanpa berpikir dua kali, Quinn mengangkat tubuh Eleanor.

Eleanor tekejut.

“Berpeganganlah padaku,” bisik Quinn. “Aku akan membawamu ke sana.”

Tanpa disuruh untuk yang kedua kalinya, Eleanor langsung memeluk leher Quinn dan membenamkan kepalanya di pundak Quinn.

“Aku benar, bukan?” Derrick puas, “Quinn tidak akan membiarkan Eleanor.”

Irina tidak melepaskan matanya dari kedua orang itu.

Quinn membopong Eleanor ke kapal. Sementara itu Eleanor terus menyembunyikan pandangan matanya di pundak Quinn.

Irina melihat ayahnya muncul yang muncul dari dalam kapal mendekati mereka dengan panik. Entah apa yang dikatakan Quinn pada ayahnya. Dari tempatnya berdiri Irina hanya dapat melihat wajah serius sang Grand Duke yang terus menganggukkan kepala.

Kemudian tanpa mempedulikan orang-orang yang kebingungan, Quinn melangkah mantap ke dalam kapal pesiar megah itu dan langsung ke kamar yang disediakan untuk mereka berdua.

“Kurasa ini sudah saatnya,” Derrick berkata ketika melihat Uskup Agung Viering naik ke mimbar misa.

Irina melihat sekeliling. “Mengapa Earl belum datang?”

“Earl of Hielfinberg tidak akan pernah datang,” Derrick meletakkan tangan di punggung Irina. “Kau tahu itu.”

“Tetapi Eleanor….”

“Justru karena Eleanor datang, ia semakin tidak mungkin datang. Earl masih tidak bisa melupakan peristiwa itu.”

Irina mengangguk mengerti.

Earl tentunya tidak ingin peristiwa yang sama terulang lagi, bukan? Ia tentu tidak ingin mengantarkan kepergian orang yang dicintainya untuk selama-lamanya. Namun ia juga tidak dapat mencegah kepergian Eleanor.

Misa berlangsung dengan lancar. Uskup Agung melakukan ritual tahunannya di Tognozzi tanpa halangan berarti. Namun, Quinn tidak muncul dalam pidato tahunannya. Sebagai gantinya, Duke of Krievickie berdiri di mimbar menghadap semua orang yang berkumpul untuk ikut mengenang peristiwa Red Invitation.

“Saya berada di sini untuk mewakili Yang Mulia Paduka Raja Quinn,” kata sang Grand Duke membuka pidato.

“Lihatlah, dia sama sekali tidak memandangmu sebagai Putra Mahkota,” bisik Simona ketika Bernard memulai pidatonya.

“Bernard lebih mampu memberi pidato mendadak daripada aku.”

Simona sama sekali tidak senang mendengar jawaban itu. Mengapa Mathias bisa sedemikian bodohnya?

Segera, setelah pidato Grand Duke usai, para undangan bergerak memasuki kapal. Para awak kapal pun langsung mempersiapkan pelayaran. Bersamaan dengan itu, menebarkan bunga yang telah dipersiapkan sejak pagi ditebarkan ke laut – untuk para korban Red Invitation dan untuk mengucapkan selamat jalan pada mereka. Anak-anak kecil yang masih di dermaga itu berteriak melompat-lompat gembira. Orang-orang melambaikan tangan – mengucapkan selamat jalan diiringi doa demi keselamatan perjalanan kenangan untuk memperingati Mangstone ini.

Irina bergegas menghampiri ayahnya.

“Mengapa Paduka Raja tidak muncul?” seseorang bertanya pada Bernard. “Beberapa saat lalu aku melihatnya bersama Paduka Ratu.”

“Beliau sedang menemani Paduka Ratu,” jawab Grand Duke.

“Apa yang terjadi pada Paduka Ratu? Apakah beliau baik-baik saja?” ia terus mengejar Bernard.

“Jangan khawatir. Paduka Ratu hanya tidak enak badan. Sekarang Paduka Raja menemaninya,” jawab Grand Duke Bernard diplomatis.

“Syukurlah kalau beliau baik-baik saja,” kata yang lain.

“Mungkin beliau kelelahan,” Grand Duke mencoba memberikan alasan yang masuk akal. “Mungkin ia tidak terbiasa dengan jadwal kegiatan istana yang padat.”

“Mungkin juga.”

Irina termenung.

Bernard melihat wajah cemas gadis itu. “Jangan khawatir,” katanya, “Paduka Raja ada bersamanya.”

Irina pun mempercayai itu.

“Aku akan melihat keadaan mereka,” kata Grand Duke meninggalkan kedua putra-putrinya.

Mata Irina tidak lepas dari ayahnya yang menaiki tangga menuju kabin istimewa keluarga Raja.

“Eleanor akan baik-baik saja,” Derrick meyakinkan kakaknya.

Irina melihat Derrick dan mengangguk. Ia percaya Eleanor akan baik-baik saja.

“Mereka pasti sedang bersandiwara agar semua orang percaya pada omong kosong mereka.”

Irina langsung menoleh.

Simona berjalan dengan angkuh di sisi Mathias. Ia terus mengomel ketika Mathias membawanya menuju ke dalam kabin mereka. Matanya memandang sinis orang-orang yang dilaluinya.

“Mengapa ia ada di sini?” gumam Irina.

“Apa boleh buat. Sekarang ia adalah seorang Duchess,” Derrick memberi jawaban yang sudah diketahui semua orang.

Irina termenung. Para undangan di kapal ini adalah keluarga para korban Red Invitation dan itu termasuk Mathias. Selain itu sekarang Simona adalah Duchess of Binkley.

“Kuharap Eleanor tidak mencari masalah.”

Derrick tertawa. “Aku yakin Eleanor pasti mencari perhitungan dengan mereka.”

Irina memelototi Derrick. Ia tidak suka mendengar komentar itu tetapi ia juga percaya Eleanor akan melakukannya. Eleanor sudah membenci Simona sejak detik pertama ia diharuskan menikah dengan Quinn. Eleanor sudah ingin membuat perhitungan dengan pasangan itu semenjak ia menjadi calon mempelai Quinn.

“Hari ini mereka juga menyiapkan banyak makanan lezat. Apa kau tidak mau bergabung?”

Derrick mengajak Irina bergabung dengan para undangan yang sudah menikmati acara yang disiapkan untuk mereka. Meja-meja telah tertata rapi di Ruang Pesta perut kapal pesiar megah itu. Hidangan lezat terus disajikan tanpa henti. Para pemain musik melantunkan lagu-lagu lembut mengiring para pasangan yang berdansa di tengah ruangan. Semua ini disiapkan untuk menghibur para undangan selama empat jam mendatang sebelum mereka mencapai Corogeanu.



-----0-----


Quinn duduk di sisi tempat tidur, memperhatikan Eleanor yang sudah tidur tenang di bawah pengaruh obat tidur.

Seseorang mengetuk pintu dengan perlahan.

Quinn berdiri membuka pintu.

Bernard melihat ke dalam dengan hati-hati.

“Ia sudah tenang,” kata Quinn perlahan. “Sekarang ia tidur.”

Grand Duke tampak lega. Dengan hati-hati ia melangkah masuk. Ia tidak mau langkah kakinya membangunkan Eleanor.

“Bagaimana keadaan di luar?”

“Semua telah saya tangani sesuai keinginan Anda.”

“Bagus,” Quinn tersenyum puas.

Bernard menatap Eleanor yang tengah tidur nyenyak. “Paduka,” ia berkata ragu-ragu, “Saya rasa ini terlalu banyak untuk Paduka Ratu. Anda tahu… ia…”

“Aku tahu,” Quinn melanjutkan, “Ia adalah satu-satunya orang yang selamat dalam kecelakaan itu. Ia adalah orang yang dicari-cari untuk mengorek kejadian kelam itu. Dia adalah orang yang kaulindungi walau taruhannya adalah kepercayaan rakyat Viering padamu.”

Grand Duke terperangah.

“Kurasa aku tidak pernah melupakan gadis kecil yang menatap kosong laut dan menjerit pilu pada hari itu. Tangisannya yang keras membuat semua orang pilu,” Quinn menatap Eleanor. “Gadis kecil itu adalah Eleanor. Aku tahu di hari pertama kami bertemu.”

Grand Duke kehabisan kata-katanya.

“Ia harus mengatasi ketakutannya, Bernard. Ia tidak dapat terus melarikan diri dari kenyataan pahit itu. Aku telah mengatasi rasa pedih itu. Ia pun harus bisa bangkit dari peristiwa itu.”

Quinn menepuk pundak Bernard. “Jangan khawatir. Aku tidak akan membuatnya kian terpuruk. Aku tidak akan memaksanya.”

Grand Duke melihat kesungguhan di wajah Quinn. Tanpa Quinn meyakinkannyapun, Grand Duke percaya pada Quinn. Ia percaya Quinn tidak pernah ingin mencelakakan Eleanor.

Grand Duke mengangguk.

“Kuserahkan semua kejadian di luar sana padamu,” kata Quinn, “Untuk sementara ini, aku rasa aku tidak dapat meninggalkan Eleanor seorang diri.”

Sekali lagi Grand Duke mengangguk. “Saya mengerti,” ia tersenyum, “Serahkan semuanya pada saya.”

“Aku tahu aku bisa mengandalkanmu,” Quinn tersenyum puas.

Sepeninggal Grand Duke, Quinn menuju sisi Eleanor. Ia memperhatikan lekat-lekat wajah yang tidur tenang itu.

‘Mungkin aku terlalu memaksamu,’ pikirnya.

Bagi kebanyakan orang Red Invitation hanyalah sebuah peristiwa bencana alam biasa. Namun bagi sebagian orang Red Invitation adalah bencana alam luar biasa. Bencana itu membawa perubahan besar bagi hidup Quinn dan kebanyakan bangsawan Viering. Bencana itu telah membawa perubahan besar pada kelangsungan kehidupan bangsawan Viering.

Dalam satu hari Viering kehilangan banyak bangsawannya termasuk Raja dan Ratu. Tidak satu orang pun selamat dalam bencana itu. Setidaknya itulah yang semula dianggap semua orang dan dipercayai sebagian orang hingga detik ini.

Setelah seminggu pencarian yang tidak membuahkan hasil, Duke of Krievickie yang kala itu sudah menjadi Grand Duke kepercayaan Raja Alvaro, mengambil tindakan. Ia menghentikan pencarian, mengumumkan berita meninggalnya Raja dan Ratu Kerajaan Viering beserta para bangsawan yang menjadi tamu dalam kapal pesiar itu, serta mengumumkan pengambilalihan posisi Raja Viering oleh dirinya hingga Quinn cukup umur untuk naik tahta.

Sempat terjadi banyak spekulasi dalam masa-masa berkabung itu. Orang-orang mulai mempertanyakan mengapa sang Grand Duke tidak ikut dalam pesta yang akan diadakan di Corogeanu itu? Mengapa sang Grand Duke yang tidak pernah meninggalkan sisi Raja Alvaro absen dalam peristiwa yang mengguncang Viering itu? Mengapa tidak seorang pun menghentikan Raja pada hari itu?

Awan mendung mengiringi kepergian Red Invitation, nama sang kapal pesiar maut itu. Angin sudah berhembus kencang di detik-detik terakhir sebelum Red Invitation meninggalkan Tognozzi. Ombak juga sudah menunjukkan keganasannya. Para pelaut juga merasakan adanya badai yang mendekat. Namun mengapa tidak ada yang menghentikan Raja?

Quinn juga sempat menjadi seorang dari mereka yang mencurigai Duke of Schewicvic. Ia yakin Bernard telah memanipulasi ayahnya untuk tetap melanjutkan pelayarannya ke Corogeanu walau cuaca mulai memburuk. Bernard pasti memanfaatkan cuaca buruk itu untuk mendapatkan tahta Viering.

Selama ini tidak ada badai yang melalui selat antara daratan utama Viering dan Corogeanu yang berada beberapa mil di sisi barat Viering. Namun itu tidak berarti tidak akan pernah ada badai yang memotong selat itu!

Hari itu para pelaut memang masih melakukan aktivitas mereka walau mereka tahu badai terakhir musim panas berada di sekitar mereka. Kapal besar kecil masih berhilir mudik di Tognozzi ketika Red Invitation berlayar. Namun tidak ada yang menyeberang ke Corogeanu!

Quinn tidak dapat menerima kenyataan orang tuanya meninggal dalam bencana itu. Ia menyalahkan Bernard. Ia tidak percaya Bernard tidak mengetahui keberadaan bahaya yang menghadang itu. Dan yang membuatnya semakin kesal adalah Bernard tetap bergeming walau semakin hari semakin banyak orang yang mencurigainya.

Kemudian muncullah kabar itu. Ada seorang korban selamat!

Quinn mendengar berita adanya seorang pelaut yang menemukan seorang gadis kecil terapung-apung di atas sebuah kayu di tengah laut.

Banyak pihak berlomba-lomba memastikan siapa gadis kecil itu. Banyak yang berharap gadis kecil itu adalah keluarga mereka yang hari itu ikut orang tuanya ke Corogeanu. Bagi Quinn, gadis itu adalah kunci untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi hari itu. Mengapa Grand Duke yang pergi ke Tognozzi, akhirnya pulang tanpa ikut berlayar di Red Invitation?

Bernard tetap terlihat tenang walau berita itu semakin lantang. Ia sama sekali tidak memerintahkan pencarian gadis kecil itu. Ia juga tidak berusaha mencari tahu siapa gadis kecil itu. Malahan ia memberi nasehat,

“Itu hanya omong kosong. Jangan mempercayai kabar burung yang tidak mempunyai bukti.”

Quinn tidak mempercayai penjelasan Bernard itu. Dan ketika tidak seorang pun berhasil menemukan jejak gadis itu, ia semakin mempercayai keterlibatan Bernard.

Tidak seorang pun berhasil menemukan pelaut yang menemukan gadis itu. Juga tidak seorang pun memastikan kebenaran berita itu. Orang-orang pun mulai meragukan berita itu.

Namun Quinn percaya, korban selamat itu benar-benar ada dan Bernard telah melakukan sesuatu sebelum seorang pun mendengar kabar itu. Bernard pasti telah menghabisi gadis itu beserta pelaut yang menemukannya sebelum seorangpun menemukan mereka. Quinn percaya!

Quinn terus mempercayai hal itu hingga misa berkabung yang diadakan di Tognozzi untuk mengiringi kepergian para korban Red Invitation.

Dalam misa itu, perhatian semua orang tertuju pada seorang gadis kecil yang meraung-raung di pelukan Earl of Hielfinberg. Gadis kecil itu memberontak dengan liarnya, membuat semua hadirin merasa pilu. Countess of Hielfinberg adalah satu di antara korban Red Invitation. Quinn melihat Bernard menghampiri Earl beserta putra putrinya kemudian Earl menyerahkan gadis kecil itu pada Irina. Irina dan Derrick membawa gadis kecil itu pergi sehingga misa bisa berlanjut dengan tenang.

Dalam misa itu, Quinn sempat mendengar beberapa orang membicarakan Earl of Hielfinberg dan putri kecilnya.

“Mengapa gadis itu ada di sini?” ia mendengar seorang wanita berbicara pada wanita yang lain, “Bukankah ia ikut Countess Virgie? Aku melihat Countess Virgie membawanya masuk ke dalam Red Invitation.”

“Mungkin Countess Virgie meminta Grand Duke membawanya pulang,” kata wanita satunya, “Bukankah Grand Duke akhirnya pulang sebelum Red Invitation berlayar?”

Quinn bertanya-tanya. Mungkinkah itu yang terjadi di hari itu sehingga gadis itu selamat? Ataukah gadis itu benar-benar sang korban selamat yang sempat menjadi bahan pemberitaan itu?

Kemudian sorenya Bernard menemuinya.

“Maafkan saya,” mata Bernard berkaca-kaca saat itu, “Seharusnya saya ikut menjadi korban di hari naas itu. Saya sering menyesali diri saya sendiri. Mengapa hari itu saya menuruti keinginan Paduka Raja Alvaro untuk kembali ke Fyzool?”

Quinn kaget mendengar penjelasan yang tidak pernah didengarnya dari mulut Bernard semenjak berita naas itu.

“Saya menduga Paduka Raja sudah mempunyai firasat ia akan pergi sehingga ia memaksa saya kembali ke Fyzool. Saya telah berjanji pada Paduka Raja untuk membesarkan dan mendidik Anda menjadi seorang Raja Viering yang bijaksana. Hari ini saya bersumpah kepada Anda juga kepada para korban Red Invitation, saya akan mengabdikan diri pada Anda hingga Anda naik tahta.”

Hari itu Quinn langsung mempercayai apa yang didengarnya. Ia percaya peristiwa itu adalah murni kecelakaan yang tidak bisa dicegah siapa pun.

Hari ini Quinn memahami mengapa Bernard tidak pernah melakukan pengejaran pada sang korban selamat yang digosipkan itu. Mengapa ia terus mengingkari berita yang jelas-jelas nyata itu. Akan terlalu kejam bila mereka memaksakan pengejaran pada seorang gadis kecil yang tidak tahu apa-apa itu, pada gadis kecil yang mengalami trauma yang tidak dapat dilupakannya seumur hidupnya.

Quinn tersenyum melihat wajah manis yang tenang itu.

Kalau saat itu ia bertindak gegabah, saat ini Bernard tidak akan ada di sisinya. Dan entah apa jadinya dirinya saat ini. Mungkinkah ia menjadi seperti Mathias yang lemah ataukah ia menjadi seorang Raja yang penuh dendam? Ia juga mungkin telah menghancurkan hidup Earl of Hielfinberg dan gadis ini.

Semua mungkin saja…



*****Lanjut ke chapter 19

No comments:

Post a Comment