Monday, December 10, 2007

Ratu Pilihan-Chapter 15

Duchess of Binkley memandang langit-langit kamarnya.

Semua ini berawal dari kejadian di Ruang Makan pagi ini.

Simona sudah tidak dapat menahan dirinya lagi. Setiap pagi semenjak kepulangan mereka ke Viering, Mathias mulai melakukan ini. Bahkan kian hari ia kian parah. Semua koran yang ada di Viering dibelinya dan setiap pagi ia selalu menjelajahi satu koran ke koran yang lain.


“Hentikan, Mathias!”

Mathias terus membolak-balik koran dengan gelisah.

“Untuk apa kau terus mengkhawatirkan hal itu?” tanya Simona, “Quinn sudah tidak mengusikmu lagi. Bukankah itu bagus? Seharusnya kau lega Quinn tidak pernah memanggilmu lagi.”

Mathias menggeleng. “Tidak. Kau tidak memahami Quinn.”

Ini bukan cara Quinn. Quinn tidak pernah melepaskannya semudah ini. Quinn selalu mencari dan mencarinya hingga ia bersumpah ia tidak akan melakukan kesalahannya lagi.

Namun Simona benar, sejak awal Quinn sudah tidak mengambil sikap seperti biasanya. Quinn tidak mengirim pasukan ketika mereka meninggalkan Viering. Quinn tidak memaksanya untuk membatalkan pernikahannya. Quinn tidak melakukan apa pun untuk menceraikan mereka. Quinn juga tidak pernah memanggilnya lagi semenjak malam itu.

Justru karena tindakan Quinn yang tidak biasa inilah, Mathias menjadi semakin gelisah. Ia tidak tahu apa yang tengah direncanakan Quinn. Ia sama sekali tidak bisa memprediksinya.

Simona sudah lelah melihat kegelisahan suaminya yang tidak berarti ini.

“Kulihat ia sudah cukup dibuat lelah oleh istrinya yang liar itu,” komentar Simona.

“Tidak. Itu tidak mungkin,” Mathias gusar, “Aku melihat sendiri mereka.”

“Apa yang kaulihat?” tanya Simona. “Mereka berdua berkasih-kasihan?”

“Ya,” jawab Mathias, “Aku melihatnya sendiri dengan mata kepalaku.”

“Mathias, Mathiasku yang malang,” desah Simona, “Mengapa engkau begitu mudah dipengaruhi Quinn? Tak heran kau begitu takut pada Quinn.”

“Kau tidak mengenal Quinn,” sergah Mathias, “Kau sama sekali tidak memahami Quinn!”

“Ya, aku tidak mengenal Quinn,” Simona sependapat, “Namun aku tahu ia menikahi Eleanor hanya untuk mengganjalmu.” Kemudian ia menegaskan, “Tidak pernah ada cinta di antara mereka dan tidak mungkin ada.”

“Aku melihat mereka sendiri,” sergah Mathias.

“Kalau Quinn memang mencintai Eleanor, mengapa sampai sekarang ia belum mengajak Eleanor pergi berbulan madu? Mengapa ia malah mengurung Eleanor?”

“Quinn sibuk,” kata Mathias membela, “Ia pasti akan mencari waktu yang tepat untuk berbulan madu.”

“Apakah kau akan mengurung istri yang kaucintai?” potong Simona, “Semua membicarakannya, Mathias, untuk apa kau masih berkeras kepala? Seisi Viering mengetahuinya. Quinn tidak pernah mengijinkan Eleanor meninggalkan Fyzool. Bagaimana mungkin Quinn mengurung Eleanor di Istana kalau ia memang mencintai Eleanor? Bahkan hampir setiap saat mereka bertengkar. Semua pernah mendengar pertengkaran mereka. Apa mungkin mereka saling mencintai kalau mereka sering bertengkar sehebat itu? Mereka sama sekali bukan pasangan yang serasi juga bukan pasangan yang saling memahami. Mereka justru terlihat seperti sepasang musuh bebuyutan.”

“Aku juga mendengar Earl of Hielfinberg melarang putrinya pulang ke Schewicvic. Ia juga tidak pernah mengunjungi Eleanor. Menurutmu apakah yang ada di balik semua ini? Kalau memang ia merestui pernikahan mereka, ia pasti tidak akan memperlakukan Eleanor seperti putri durhaka. Eleanor pasti telah memanfaatkan persahabatan ayahnya dengan Grand Duke untuk mendapatkan posisinya saat ini. Eleanor tidak selugu yang kaulihat. Percayalah aku mengenal banyak gadis seperti itu.”

“Tetap saja itu tidak berarti Quinn tidak sedang merencanakan sesuatu!”

“Ia sudah bukan lagi merencanakan sesuatu!” Simona kesal, “Ia sudah menjalankannya. Apa kau tidak bisa melihatnya!?”

Mathias mengacuhkan istrinya dan meraih koran yang lain.

Simona mendesah panjang melihat suaminya membolak-balik koran dengan panik seperti menanti kabar kematiannya sendiri itu.

“Mathias,” ia berdiri di belakang Mathias dan merangkulkan tangannya di dada pria itu. “Temani aku.” Dengan suara manjanya, Simona merayu, “Aku ingin pergi ke Loudline. Temani aku berbelanja.”

“Kau ingin membeli apa?” Mathias menarik Simona ke pangkuannya. “Katakan sayangku, apa yang bisa kubelikan untukmu untuk mempercantikmu?”

“Aku hanya akan mempercantik diriku untukmu seorang,” Simona mencium Mathias.

“Aku ingin kau terlihat cantik setiap saat. Kau adalah wanita tercantik dan terhebat yang pernah ada di dunia ini,” Mathias memeluk istrinya. “Segeralah bersiap-siap.”

Begitulah akhirnya mereka berada di pusat perbelanjaan Loudline beberapa saat setelahnya.

Berada di pusat Loudline dapat membuat Mathias melupakan kegelisahannya. Simona pun juga menikmati waktunya. Dengan kekayaan Duke of Binkley, tidak ada yang tidak bisa dibelinya. Ditambah kekuasaan Mathias yang masih bergelar Putra Mahkota Viering, tidak ada yang tidak bisa didapatkannya.

Simona menyukai kehidupan barunya ini.

Matanya memang tidak salah. Ketika ia bertemu Mathias untuk pertama kalinya di Dristol, ia tahu masa depannya akan berubah bila ia berhasil menggaet pria ini. Ia berhasil! Sekarang ia adalah wanita nomor dua di Viering, Duchess of Binkley! Dengan kekuasaannya sebagai satu-satunya calon ratu setelah Eleanor, siapa yang berani mengusiknya?

Ketika berada di Loudline itulah, Simona mendengar kabar ini. Eleanor menghilang dari Fyzool! Pihak Istana tidak tahu bagaimana ia bisa menghilang dari penjagaan mereka yang ketat. Tidak seorang pun punya ide bagaimana Eleanor pergi tanpa diketahui seorang pun.

Simona tahu. Ia tahu gadis itu pergi ke mana. Bukankah wanita bangsawan selalu seperti ini? Melompat ke pelukan pria lain walaupun ia sudah bersuami.

Yang paling menarik adalah sikap Quinn. Pria itu sama sekali tidak peduli oleh kepergian Eleanor. Ia malah pergi ke rumah Grand Duke untuk merayakannya.

Tampak jelas bagi Simona, Quinn tidak menikahi Eleanor karena cinta. Cerita di balik pernikahan mereka adalah murni omong kosong!

Simona menoleh pada Mathias yang tidur nyenyak di sisinya.

Ia akan membuktikan pada Mathias. Ia akan membuat Mathias sadar Quinn sedang berusaha mematahkan jalannya menuju tahta.

Simona membunyikan bel.

Berdiri telanjang di depan cermin, Simona mengagumi kulit halusnya. Ia mencintai tubuh moleknya yang telah menaklukan banyak pria. Ia mengagungkan wajah cantiknya yang telah merebut hati banyak pria.

“Aku adalah orang yang pantas menjadi Ratu Viering,” ia berkata pada dirinya sendiri.

Simona baru saja mengenakan baju tidurnya ketika pelayan datang.

“Adalah yang bisa saya lakukan?”

“Siapkan kereta dan panggil orang untuk membantuku.”

Pelayan itu mendengus tidak senang dan pergi tanpa mengatakan apa-apa.

Simona mengacuhkan pelayan tidak tahu diri itu. Semua orang sama saja! Mereka tidak menghormatinya.

Simona sering mendengar orang-orang membicarakan dirinya.

Ketika Mathias tidak berada di sisinya, mereka menghina, mengacuhkan bahkan tidak memandangnya sama sekali.

Simona tidak mau ambil pusing. Dengan kedudukannya sebagai Duchess of Binkley, siapa yang berani melawannya? Selama ia masih seorang Duchess of Binkley, setiap orang harus tunduk padanya!



-----0-----


Quinn memandang ke luar jendela.

Eleanor sudah membuat keributan lagi di halaman belakang Fyzool.

Hari ini adalah waktu rutin merawat halaman Fyzool.

Sejak pagi Eleanor sudah melepas gaun mahalnya beserta perhiasan-perhiasannya yang indah. Tanpa mempedulikan pelayan-pelayan yang berusaha menghentikannya, Eleanor bergabung dengan para pekerja yang sudah mulai terbiasa oleh gangguan Eleanor.

Eleanor tampak akrab dengan mereka bahkan tanpa ragu-ragu menyuruh prajurit pengawalnya turun tangan.

Quinn tersenyum. Dengan caranya sendiri, gadis itu merebut hati setiap penghuni Fyzool.

Hari ini Quinn bisa lega. Eleanor akan sibuk sepanjang hari hingga tidak punya waktu untuk kabur.

“Paduka.”

Quinn membalikkan badan.

“Duchess of Binkley minta bertemu Anda,” pelayan pria itu memberitahu dengan hati-hati.

Quinn membelalak. Apa wanita itu hanya datang untuk merusak harinya!?

Pelayan itu memperhatikan perubahan wajah Quinn. Seisi Viering tahu Simona adalah hal yang sensitive bagi Quinn.

“Apakah saya harus mengatakan Anda sibuk?”

Quinn tidak menanggapi.

Mengusir Simona tampaknya adalah hal terbaik yang bisa dilakukannya. Simona harus tahu walau ia sudah menjadi Duchess of Binkley, di matanya ia tidak lebih dari seorang pelacur!

Quinn memandang kebun.

Eleanor tampak menikmati kesibukannya merapikan semak-semak.

‘Apa yang akan dilakukan Eleanor?’ ia bertanya-tanya.

Gadis itu mungkin akan langsung menerjang Simona dan memakinya. Tidak, itu pasti! Gadis itu pasti akan melakukannya.

Quinn tersenyum geli membayangkannya.

Pelayan itu kebingungan.

“Suruh dia menemuiku di Ruang Duduk.”

“Baik, Paduka,” pelayan itu langsung pergi.

Quinn pun meninggalkan koridor menuju Ruang Duduk.


-----0-----


Nicci membawa keranjang besar di tangannya.

“Cepat! Cepat, Nicci. Cepat!” Eleanor memanggil tidak sabar.

Semua orang tersenyum.

“Tampaknya Anda sudah tidak sabar, Paduka Ratu,” ujar seseorang.

“Tentu saja!” sahut Eleanor, “Aku harus segera mengumpulkan bunga-bunga ini sebelum ia rontok.”

Nicci menyerahkan keranjang itu pada Eleanor.

“Aku sungguh tidak menyangka aku bisa menemukan bunga kesukaan Mama di sini,” tangan Eleanor sibuk memasukkan bunga-bunga yang telah dipetiknya ke dalam keranjang, “Aku harus segera merangkai dan mengirimnya ke Schewicvic. Mama pasti akan gembira.”

“Paduka Ratu memang gadis yang baik,” puji yang lain.

“Paduka Ratu,” kata Nicci, “Saya mempunyai berita yang pasti tidak akan Anda percayai.”

“Apa itu, Nicci?” seorang wanita berkata tidak sabar.

“Cepat katakan!” kata pelayan yang lain.

“Duchess of Binkley datang!”

“Ia datang!?” mereka terpekik tidak percaya.

“Sekarang Paduka Raja pergi menemuinya,” Nicci memberitahu.

“Akhirnya ia datang juga,” gumam Eleanor puas. “Di mana dia?”

Eleanor tidak sabar ingin bertemu wanita yang menyebabkan nasib sialnya ini. Ia sudah tidak sabar ingin mencaci maki wanita yang tidak tahu diri itu. Kekesalannya sudah hampir meluap dan perlu segera disalurkan.

“Mereka berada di Ruang Duduk.”

Eleanor langsung bergegas.

“Tunggu dulu!” Nicci menahan Eleanor, “Anda tidak bisa ke sana seperti ini.”

“Aku tidak punya banyak waktu,” Eleanor menegaskan.

“Anda tidak ingin terlihat kacau seperti ini, bukan?” tanya Nicci, “Anda harus tampil selayaknya seorang Ratu Viering.”

“Benar, Paduka Ratu,” yang lain mendesak, “Anda tidak boleh tampil seperti ini di hadapan Duchess.”

“Ia harus tahu Anda lebih pantas menjadi Ratu Viering,” timpal yang lain.

“Ia benar-benar buruk. Tidak seorang pun di Arsten yang menyukainya.”

Eleanor melihat pelayan itu.

“Benar, Paduka Ratu,” seorang pekerja kebun membenarkan, “Saudara saya bekerja di Arsten. Ia mengatakan Duchess benar-benar tidak tahu diri. Sikapnya itu benar-benar membuat muak. Ia seenaknya saja memerintah orang lain. Ia belum menjadi Ratu namun sikapnya sudah seperti seorang Ratu. Ia sudah lupa dulunya ia juga wanita biasa. Ia tidak berdarah biru dan tidak akan pernah berdarah biru!”

Eleanor melihat pria itu.

“Anda tidak boleh kalah dari wanita rendah itu,” yang lain menegaskan.

Mereka benar. Ia tidak bisa tampil seperti ini terutama di hadapan Simona. Ia tidak akan dan tidak boleh membiarkan wanita itu menertawakannya.

“Cepatlah,” Eleanor menarik tangan Nicci, “Segera siapkan air mandi dan gaun gantiku. Aku tidak punya banyak waktu.”

“Baik, Yang Mulia,” para pelayan wanita yang berada di tempat itu langsung bergerak.

“Kami akan mengumpulkan bunga-bunga itu untuk Anda, Paduka Ratu,” kata para pekerja kebun.

“Terima kasih,” Eleanor tersenyum gembira dan menarik Nicci ke dalam.

Kedua pengawal Eleanor juga bergegas mengekor.

Para pekerja kebun itu saling tersenyum.

“Paduka Ratu memang masih anak-anak,” kata seorang di antara mereka.

“Namun ia jauh lebih baik dari Simona. Aku lebih suka Paduka Ratu daripada wanita rendahan itu,” tegas yang lain.


-----0-----


Quinn melihat Simona duduk di sofa di tengah ruangan. Ia merasa jijik melihat wanita itu dengan dandanannya yang mencolok. Bibirnya dipoles merah terang. Pipinya pun tidak kalah merahnya. Tampaknya ia ingin semakin menonjolkan rambut merahnya. Gaun yang yang dikenakannya pun tidak kalah menonjolnya. Potongannya yang rendah memamerkan dadanya yang penuh.

‘Benar-benar wanita rendahan,’ Quinn berkata pada dirinya sendiri.

Simona langsung berdiri begitu melihat Quinn tiba.

“Ada apa kau mencariku?” tanya Quinn langsung pada tujuan.

“Saya mempunyai satu pertanyaan. Apakah itu benar?” tanya Simona tanpa basa-basi, “Pernikahan Anda dengan Paduka Ratu tidak akur. Kalian sering bertengkar bahkan kemarin saya mendengar Paduka Ratu kabur.”

“Ia tidak kabur,” Quinn meralat, “Ia hanya pergi ke Mangstone. Ia sudah kembali.”

Simona hanya menatap Quinn dengan penuh kecurigaan.

Quinn dapat memaklumi bila Simona masih belum mendengar Eleanor sudah kembali ke Istana. Hari sudah larut ketika mereka tiba di Fyzool. Quinn tidak ingin membuat perhitungan dengan Eleanor dan ia membiarkan gadis itu langsung kembali ke kamarnya. Ia sendiri juga langsung menuju kamarnya untuk beristirahat.

“Eleanor masih berdandan di kamar. Tak lama lagi ia pasti akan muncul,” Quinn berkata sambil berharap.

“Benarkah itu?”

“Apakah kaukira aku sedang berbohong?” Quinn tidak suka cara wanita itu menatapnya. Wanita itu benar-benar merendahkannya dan itu membuatnya semakin muak. “Kami mendengar kabar kedatanganmu bersamaan.”

“Saya mendengar kalian pisah kamar,” Simona terus mengutarakan keyakinannya.

“Kau terlalu mempercayai gosip,” Quinn berkelit.

Quinn berharap Eleanor akan segera muncul. Belum lima menit ia menghadapi wanita ini tapi ia sudah lelah. Ia membutuhkan bantuan. Ia tidak dapat menyuruh seseorang untuk memanggil Eleanor. Satu-satunya yang menjadi harapannya adalah Eleanor mendengar dari seseorang bahwa Simona datang.

Quinn yakin Eleanor akan muncul begitu ia mendengar Simona datang. Ia percaya!

Baru saja Quinn berkata seperti itu ketika pintu terbuka.

“Saya tidak menduga akhirnya saya bisa berjumpa dengan Anda,” kata Eleanor begitu ia muncul, “Saya sudah menantikan perjumpaan ini sejak lama.”

Kedatangan Eleanor benar-benar membuat Quinn lega. Tekanan yang ditanggungnya ketika menghadapi Simona tiba-tiba saja hilang tanpa bekas. Ia merasa Eleanor telah membawa pergi tekanan yang ditanggungnya selama ia menahan diri untuk bersikap sopan pada wanita yang jelas-jelas tidak disukainya ini.

“Aku banyak mendengar sepak terjangmu. Kau benar-benar terkenal sejak kabar pernikahanmu yang menghebohkan itu. Seluruh dunia membicarakannya. Pernikahanmu benar-benar membuka lembaran baru sepanjang sejarah Viering,” Eleanor melanjutkan tanpa memberi kesempatan pada Simona untuk membuka mulut. “Sayang sekali kalian sudah berada di luar negeri ketika kami mengetahuinya. Andai saja kalian masih ada di sini, kami pasti akan mengadakan pesta besar-besaran untuk merayakan pernikahan kalian. Aku yakin kau pasti menginginkan pesta yang meriah dan mewah seperti pesta pernikahanku, Simona.”

Eleanor berhenti sejenak seolah-olah menyadari sesuatu, “Kau tidak keberatan aku memanggilmu Simona, bukan?”

Simona geram. Gadis itu sengaja mengungkit-ungkit pernikahannya! Ia sengaja menyindir pernikahannya yang diadakan secara rahasia itu! Ia berkata seolah-olah pernikahannya adalah skandal yang memalukan Viering. Bagaimana mungkin gadis ingusan ini berkata sekurang ajar itu padanya? Gadis itu hanya putri seorang Earl sebelum ia menikah dengan Raja Quinn. Tidak lebih dari itu!

“Tidak, tentu tidak, Paduka Ratu.”

Eleanor tersenyum manis – membuat Simona kian geram.

Quinn menahan tawa gelinya melihat wajah merah Simona yang menahan kesal. Memang sudah seharusnya Eleanor yang dimajukan untuk menghadapi Simona. Gadis itu jauh lebih tahu bagaimana menghadapi wanita seperti Simona.

Simona merasa ia sudah tidak perlu berbasa-basi. “Saya dengar pernikahan kalian ini direncanakan mendadak. Saya rasa kalian menikah untuk mencegah Mathias naik tahta,” kata Simona langsung pada tujuan.

“Aku?” Quinn bertanya heran, “Apakah kau kira kami menikah gara-gara kalian?” Quinn merangkul pundak Eleanor.

Eleanor terkejut.

“Apakah kau kira aku adalah orang seperti itu?” Quinn bertanya tidak senang.

Eleanor langsung menyadari suasana.

“Siapakah yang mau menikah tanpa cinta? Memangnya kau siapa sehingga kami harus menikah karena kalian?” Eleanor bertanya sambil merapatkan dirinya pada Quinn. “Aku mencintai Quinn. Ia adalah segalanya bagiku.”

Eleanor menatap Quinn penuh kasih dan ia melingkarkan lengannya di leher Quinn.

Quinn membalas pelukan Eleanor dengan menurunkan tangannya di pinggang Eleanor.

Simona melihat sepasang pengantin baru itu memulai adegan mesra mereka dan ia merasa muak. Tanpa berkata apa-apa lagi ia meninggalkan tempat itu.

Eleanor mendengar pintu terbuka dan sesaat kemudian tertutup. Ia segera menjauhkan diri dari Quinn dengan kesal.

“Aku tidak percaya!” dengusnya, “Aku tidak percaya aku mengatakan kalimat menjijikkan itu!”

Quinn tersenyum sinis melihat gadis itu mengomel sendiri. “Kau cukup meyakinkan sebagai seorang pemula.”

Eleanor langsung menatap tajam pria itu. “Aku sungguh tidak percaya semua ini!” serunya, “Ini benar-benar gila! Kau membuat aku bertingkah seperti… seperti…” Eleanor tidak dapat mengutarakannya.

“Seperti pelacur?” sambung Quinn mengejek.

“Dan kau bersuka cita atasnya!” Eleanor murka melihat kesenangan dalam mata pria itu.

Quinn tertawa geli.
“Gila! Ini benar-benar tidak masuk akal,” komentar Eleanor, “Pernikahan ini benar-benar konyol!”

Tawa Quinn langsung menghilang. Ia mencengkeram tangan Eleanor dan menatapnya dengan tajam. “Kuperingatkan kau,” katanya berbahaya, “Jangan bertindak macam-macam.”

“Dan mempermalukan diriku sendiri lebih dalam?” sambung Eleanor tidak senang, “Membiarkan diriku dalam bulan-bulanan koran? Menyeret diriku sendiri dalam gosip terbesar abad ini?”

Quinn terdiam mendengar nada tidak senang dan terluka Eleanor.

“Tidak. Terima kasih,” sambung Eleanor, “Aku tidak akan membiarkan diriku menjadi korban lebih dalam lagi.”

Quinn melepaskan Eleanor.

“Terima kasih,” Eleanor balas mengejek Quinn, “Suamiku yang tercinta.”

Quinn tidak memberi tanggapan apa-apa.

Eleanor pergi meninggalkan ruangan itu dengan marah.



*****Lanjut ke chapter 16

No comments:

Post a Comment