Saturday, December 8, 2007

Ratu Pilihan-Chapter 14

Seorang prajurit berlari tergopoh-gopoh. Wajahnya pucat pasi. Dengan langkah-langkahnya yang lebar, ia bergegas menemui Quinn.

“Maafkan saya, Paduka,” prajurit itu melapor dengan gugup, “Saya tidak dapat melaksanakan tugas saya dengan baik.”


“Ada apa?”

“Paduka Ratu menghilang.”

“Eleanor menghilang!?” Grand Duke Bernard terperanjat.

Sebaliknya, Quinn tampak begitu tenang. “Katakan apa yang terjadi.”

“Siang ini Paduka Ratu mengatakan ia ingin beristirahat siang. Seperti yang ada perintahkan, kami menjaga kamar Paduka Ratu selama ia beristirahat. Nicci juga langsung meninggalkan kamar Ratu setelah beliau berbaring di tempat tidur. Kemudian beberapa saat lalu ketika Nicci akan membangunkan Ratu, Ratu sudah menghilang. Kami sudah mencarinya ke mana-mana namun kami tidak dapat menemukannya di mana pun. Kami tidak tahu bagimana Ratu meninggalkan kamarnya. Selangkah pun kami tidak meninggalkan pos kami.”

Quinn tidak menanggapi.

Prajurit itu menanti titah.

“Aku mengerti,” Quinn akhirnya berkata, “Kembalilah pada rutinitasmu.”

Prajurit itu terkejut namun ia tetap berkata, “Saya mengerti, Paduka,” dan mengundurkan diri dari Ruang Kerja Quinn.

Sementara itu Grand Duke Bernard melihat rajanya dengan cemas. Ia tahu cepat lambat ini akan terjadi. Ia dapat menduga Eleanor kabur dengan memanjat pohon di dekat serambi kamarnya. Hal ini sering terjadi di masa kecil gadis itu. Namun Grand Duke ingin tahu ingin tahu mengapa Quinn tetap bisa setenang ini walau ia tahu istrinya menghilang.

“Bernard.”

Grand Duke Bernard terperanjat mendengar suara serius Quinn.

“Aku memintamu memilih seorang gadis yang penurut tetapi kau memberiku seorang pembangkang. Aku meminta seorang gadis yang pendiam dan kau memberiku seorang gadis liar. Ia benar-benar seorang gadis yang tidak bisa diatur. Tidak satupun tindakannya yang menunjukkan ia adalah seorang lady yang baik. Sepanjang hari ia hanya bisa membuatku kerepotan dan kelelahan. Kau telah memilih seorang gadis yang benar-benar berlawanan dengan syaratku.”

Grand Duke menelan ludahnya. Ia sudah tahu saat ini akan tiba ketika Quinn memuji pilihannya di pesta pertunangan mereka. Entah mengapa, Grand Duke lega. Mungkin memang sebaiknya Raja mengetahui sifat Eleanor yang sebenarnya.

Sejak Eleanor memasuki Istana, ia telah menanti kalimat ini. Karena Quinn tidak pernah mengutarakannya, Grand Duke hanya bisa cemas. Dan hari ke hari kecemasannya kian bertambah apalagi ditambah gosip yang mulai beredar seputar Eleanor.

Perlahan-lahan isi Fyzool mulai mengetahui watak Eleanor yang sebenarnya. Namun akan membutuhkan waktu panjang bagi mereka untuk menerima tingkah laku Eleanor yang berbeda dari para bangsawan pada umumnya.

Eleanor tidak pernah memperlakukan pelayan istana sebagai seorang pesuruh. Sebaliknya, ia memperlakukan mereka sebagai sahabatnya. Ia tidak pernah ragu-ragu membantu para pelayan itu. Ketika ia melihat para perawat kebun sibuk, dengan riang hati Eleanor bergabung bersama mereka. Tanpa mendengar larangan orang-orang di sekitarnya, Eleanor tidak pernah ragu-ragu membuat kotor gaunnya yang mewah.

Quinn sudah membuat jadwal tamu gadis itu. Ia juga memanggil guru piano untuk gadis itu tetapi itu tidak cukup untuk membuatnya diam. Ketika Eleanor merasa lelah dengan tamunya, tanpa ragu-ragu ia akan mengusir tamunya dengan cara halus. Ketika ia bosan bermain piano, ia akan mencari pekerjaan lain tanpa bisa diganggu gugat!

Namun yang paling sering menjadi bahan pembicaraan adalah pertengkaran Quinn dan Eleanor. Semula setiap orang kaget mendengar Eleanor yang berani membantah Quinn. Bahkan Eleanor kini sudah menjadi tameng setiap orang yang takut akan kemarahan Quinn.

Tentu saja yang paling tidak suka dengan fakta itu adalah Quinn. Ia tidak pernah menyukai interupsi Eleanor ketika ia sedang memarahi seseorang. Ia tidak suka Eleanor yang suka membela orang yang sedang dimarahinya. Ia sama sekali tidak menyukai permainan pahlawan Eleanor.

Orang-orang pun mulai berspekulasi dengan perkembangan yang terjadi di Fyzool. Banyak yang tidak mempercayai cerita cinta di antara mereka. Eleanor kian lama kian menunjukkan sifatnya yang jauh berbeda dengan gadis-gadis tipe Quinn. Eleanor bukanlah tipe Quinn. Ia benar-benar bertolak belakang dengan gadis-gadis yang pernah berkencan dengan Quinn.

Grand Duke dibuat semakin cemas setiap harinya. Setiap kali bertemu Quinn, hal yang pertama kali dipikirkannya adalah Quinn akan melabraknya. Dan setiap detik ia selalu memperingati dirinya untuk bersiap sedia mendengar amarah Quinn.

Quinn memang masih belum menunjukkan amarahnya namun sekarang ia merasa sangat lega. Beban berat di pundaknya telah diangkat.

“Bernard, kau tidak memilih Eleanor karena kedekatan hubunganmu dengan Ruben, bukan?” Quinn merapikan meja kerjanya.

Pertanyaan itu membuat Grand Duke tercekat.

“Bernard, apakah kalian masih mempunyai tempat kosong untukku?”

Grand Duke melongo. Ia tidak dapat memahami Quinn.



-----0-----


Sementara itu beberapa mil dari Fyzool, Irina sedang kewalahan. Semenjak siang yang mengejutkan ini ia sudah kewalahan.

“Demi Tuhan, Eleanor!” pekik Irina, “Apa lagi yang kaulakukan!??”

Eleanor mengacuhkan komentar kakak angkatnya itu.

Derrick tertawa geli.

Mereka berdua benar-benar dibuat kaget oleh kedatangan Eleanor yang mendadak ini.

Eleanor berdandan seperti seorang pekerja kasar. Baju coklatnya tampak kotor dan lusuh. Rambut emasnya disembunyikannya dalam topi coklatnya. Kulitnya yang putih juga tidak kalah kotornya.

Entah bagaimana Eleanor mendapatkan baju itu. Entah bagaimana ia mendandani dirinya sendiri seperti seorang pemulung. Yang pasti sekarang ia telah berada di Mangstone, beberapa mil dari Fyzool.

“Kau pasti membuat kehebohan lagi,” Irina menyalahkan.

“Kehebohan sendiri yang tidak mau meninggalkanku,” gerutu Eleanor tidak senang.

“ELEANOR!”

Eleanor memasang wajah cemberutnya. “Aku hanya ingin pergi dari penjara sial itu.”

“Eleanor!!” Irina berseru lebih keras. Matanya melotot besar.

“Derrick,” Eleanor mengabaikan Irina, “Aku merindukanmu!” ia memeluk pria itu erat-erat. Kemudian menatapnya dengan manja, “Mengapa engkau tidak pernah mengunjungi aku?”

Irina geram.

“Maafkan aku,” jawab Derrick, “Aku tidak mempunyai waktu.”

“Apakah sekarang kau mempunyai acara?”

“Hamba akan selalu mempunyai waktu untuk Anda, Paduka. Kapan pun Anda ingin, saya akan selalu siap menemani Anda,” Derrick membungkuk hormat kemudian ia melihat Eleanor dan tersenyum, “Siapakah yang berani mengabaikan keinginan Paduka Ratu?”

“Temani aku,” Eleanor menggandeng tangan Derrick, “Irina,” ia menoleh pada wanita itu, “Kau tidak keberatan meminjamkan gaunmu padaku selama beberapa hari, bukan? Aku tidak membawa apa-apa.”

Irina terperanjat. “Kau kabur dari Istana!?”

“Tidak,” Eleanor membenarkan, “Aku hanya memutuskan untuk meninggalkan Istana.”

Derrick tertawa. “Irina,” katanya, “Kau seperti baru mengenal Eleanor saja.”

“Irina,” panggil Eleanor, “Kau tidak keberatan meminjami baju padaku, bukan? Aku ingin segera mandi dan berganti baju.”

“Aku akan segera menyuruh pelayan mempersiapkan air mandimu,” kata Irina lalu ia berpaling pada Derrick. “Dan, Derrick.”

“Jangan memberitahu Quinn!” Eleanor memotong. “Aku tidak mau pulang ke Fyzool. Walaupun pria kejam itu memaksaku, aku tidak akan pulang!”

Irina terkejut.

“Kau tidak ingin aku mati jamuran, bukan?” Eleanor merengek manja pada Irina lalu ia berpaling pada Derrick, “Derrick, kau paling mengerti aku. Kau pasti tidak rela aku terkurung.”

“Aku tidak mengatakan akan memulangkanmu,” Derrick menepuk kepala gadis itu.

Eleanor berseru senang. “Aku akan meminta seseorang mempersiapkan air mandiku,” dengan langkah-langkah riangnya ia berlari ke dalam.

“Apa kau serius?” Irina bertanya cemas.

“Apa kau bisa membayangkan apa yang akan dikatakan Quinn bila ia tahu Eleanor kabur ke sini?”

“Akan lebih berbahaya kalau ia tahu kita membiarkan Eleanor tinggal di sini tanpa sepengetahuannya.”

“Irina, apa kau tidak kasihan pada Eleanor?” Derrick bertanya serius, “Semenjak memasuki Istana, ia tidak pernah keluar. Eleanor bukan gadis yang bisa duduk diam. Ia pasti menderita selama berada di Istana. Selain itu Earl juga keterlaluan. Ia tidak mau menemui Eleanor dan tidak membiarkan Eleanor pulang ke Schewicvic.”

“Earl juga terpaksa melakukannya,” Irina memberitahu, “Sebenarnya Earl ingin sekali berjumpa dengan Eleanor namun ia tidak berani menemui Eleanor. Ia takut ia tidak rela ditinggalkan Eleanor lagi kalau ia bertemu Eleanor.”

“Ternyata Earl juga pengecut,” gumam Derrick.

“Apa katamu!?” Irina mendengar gumaman itu.

“Tidak ada,” Derrick cepat-cepat mengelak, “Bukankah ini bagus, Irina?” Derrick melihat tempat Eleanor menghilang beberapa saat lalu, “Tidakkah kau menyadari Eleanor menjadi lebih feminim?”

Irina terperanjat.

Derrick benar. Eleanor yang biasa tidak akan mempedulikan pakaiannya. Walau pakaiannya sudah kotor, ia tidak akan terganggu oleh perlunya berganti baju apalagi mandi.

“Bukankah Eleanor patut mendapat hadiah?” Derrick tersenyum.

“Apakah kau yakin?” Irina bertanya serius. “Quinn akan murka kalau ia tahu.”

“Eleanor pasti akan kabur ke tempat lain kalau kita tidak membiarkannya tinggal. Ini akan menjadi masalah yang lebih besar daripada membiarkannya.”

Irina pun percaya gadis itu akan melakukannya. “Kurasa kita tidak punya pilihan lain,” ia menyerah, “Aku akan mencari baju ganti untuk Eleanor.” Dan ia pun meninggalkan Derrick.

Sepeninggal kedua gadis itu, Derrick berpikir, ‘Kita akan punya masalah besar untuk membujuk Eleanor pulang.’

Dan tebakannya itu tidak meleset. Sepanjang siang itu mereka menghabiskan lebih banyak waktu untuk mengulangi masa kanak-kanak mereka daripada membujuk Eleanor. Setiap kali merasa pembicaraan sudah mengarah ke Fyzool, Eleanor segera mengalihkan pembicaraan atau melakukan sesuatu yang membuat perhatian mereka teralih.

Derrick bahkan ragu akan ada kesempatan bagi mereka untuk membujuk Eleanor pulang. Hanya satu yang tidak perlu diragukan. Eleanor akan melakukan sesuatu yang lebih berbahaya bila mereka memaksa gadis itu.

Di saat Eleanor bersikeras akan sesuatu, gadis itu tidak akan dapat dihentikan. Semakin ia dihentikan, semakin keras keputusannya bahkan tidak mungkin ia tidak mengambil tindakan yang berbahaya. Eleanor memang dapat menjadi seorang yang egois. Ia sering bertindak sesuai keinginannya sendiri tanpa mau mendengarkan orang lain. Eleanor juga tidak suka dikekang oleh peraturan. Untungnya, Eleanor adalah gadis yang baik. Ia tidak akan pernah dengan sengaja melakukan sesuatu yang membahayakan orang lain. Ia hanya suka membuat orang lain kerepotan.

Sorenya ketika mendengar suara kereta mendekat, Derrick langsung melihat keluar jendela. Ia ingin tahu apakah itu kereta utusan istana yang dikirim Quinn untuk menjemput Eleanor.

“Papa sudah pulang,” Derrick memberitahu ketika melihat kereta keluarganya berhenti di depan pintu.

“Papa sudah pulang?” tanya Irina tidak percaya. “Mengapa ia pulang secepat ini? Apakah ia tidak pergi ke Schewicvic?”

Irina juga berlari ke jendela. Ia terperanjat melihat ayahnya turun dari kereta diikuti seseorang.

“Tebaklah, Eleanor,” pancing Derrick, “Siapakah yang dibawa Papa besertanya.”

“Siapa?” tanya Eleanor gusar.

“Menurutmu siapa?” Derrick berteka-teki.

‘Quinn Arcalianne!’ Eleanor langsung berdiri. Ia tidak akan membiarkan pemuda itu memaksanya pulang. Ia akan menegaskan pada pria itu bahwa ia bukan bawahannya. Quinn tidak bisa seenaknya mengatur dirinya.

Irina terperanjat melihat Eleanor yang langsung menerjang keluar.

Derrick tersenyum geli. Ia akan menikmati pemandangan hari ini.

“Apakah Paduka Raja datang untuk menjemput Eleanor?” Irina bertanya-tanya.

“Kurasa,” Derrick tidak dapat memberi jawaban pasti.

“Aku yakin,” Irina dapat menyakinkan.

Derrick tersenyum geli. “Kurasa kita akan punya tontonan menarik.”

“Derrick!” hardik Irina, “Tampaknya kau benar-benar menikmati pertengkaran keduanya.”

Derrick tertawa. “Aku ingin melihat pertunjukan menarik,” ia bergegas mengikuti Eleanor.

“Derrick!” Irina pun mengekor di belakang.

Eleanor melihat Quinn melintasi Hall bersama Bernard.

Eleanor berdiri di ujung tangga dan berseru lantang – menyambut kemunculan Quinn, “Aku tidak akan pulang denganmu! Aku tidak mau kembali ke sana!”

Quinn melihat Eleanor di ujung tangga menuju lantai dua. Ia tersenyum sinis melihat raut keras kepala gadis itu.

Grand Duke terperanjat. Ia bertanya-tanya mengapa Eleanor bisa berada di rumahnya.

“Aku tidak datang untukmu,” Quinn berkata santai.

“Bohong!” sergah Eleanor, “Aku tahu kau datang untuk memaksaku pulang ke Istana!”

“Aku tidak datang untuk menjemputmu,” Quinn menegaskan, “Aku datang untuk memenuhi undangan makan malam Bernard.”

Eleanor langsung menoleh pada Bernard, “Benarkah itu, Bernard?”

Duke of Krievickie merasakan posisinya benar-benar sulit sekarang. “Benar,” katanya ikut berbohong, “Aku mengundang Paduka untuk makan malam di sini.”

Eleanor melotot tidak senang.

Quinn tertawa dibuatnya.

“Selamat datang, Paduka,” Irina memberikan sambutannya, “Makan malam masih belum siap. Saya harap anda tidak keberatan untuk menanti beberapa saat.”

“Tidak. Tentu saja tidak,” kata Quinn. “Aku sudah sangat berterima kasih kalian mau mengundangku bergabung dengan acara makan malam kalian.”

“Jadi, Bernard,” ia merangkul pundak Grand Duke, “Kita bisa melanjutkan pembicaraan kita yang belum selesai sambil menanti makan malam siap.” Ia membawa Grand Duke menuju Ruang Kerja.

“Paduka,” gumam Bernard, “Saya mempunyai pertanyaan.”

“Mengapa aku tahu ia ada di sini bukan?” Quinn menebak, “Tanpa perlu berpikir pun aku tahu ia akan ada di sini. Eleanor dekat dengan kedua putra-putrimu, bukan? Ke mana lagi ia akan pergi selain Schewicvic dan Mangstone? Eleanor tidak akan pulang ke Schewicvic karena Ruben sudah menegaskan pada Eleanor untuk tidak pulang. Eleanor adalah putri yang penurut. Ia tidak akan melanggar perintah ayahnya. Ke mana lagi tujuan Eleanor bila bukan Mangstone?”

Grand Duke terperangah mendengar penjelasan itu.

“Untuk beberapa hal Eleanor mudah ditebak,” ujar Quinn dan ia tertawa puas.

Tawa itu membuat Eleanor kian kesal. Ia geram. Ia marah!

“Sudahlah, Eleanor,” Derrick merangkulkan tangannya di pundak gadis itu. “Untuk apa kau marah? Bukannya ia datang bukan untuk menjemputmu?”

Eleanor langsung menatap tajam Derrick. “Kau memberitahu Quinn?” ia menuntut jawaban. “Ataukah kau, Irina?”

Keduanya terkejut.

“Tidak,” jawab Irina, “Kami tidak memberitahu Paduka.”

“Apakah mungkin kami memberitahu Quinn ketika kami terus berada di sisimu?” tanya Derrick.

“Bagaimana mungkin ia tahu aku ada di sini kalau tidak seorang pun dari kalian memberitahu pria sial itu!?”

“Sikapmu sudah keterlaluan, Eleanor,” Irina tidak senang oleh cara Eleanor menyebut Raja, “Apakah kau sadar apa yang selama ini kau lakukan? Kau sudah membuat banyak masalah. Kau masih beruntung Raja tidak pernah menghukummu.”

“Kata siapa?” tuntut Eleanor, “Sepanjang hari ia menghukumku. Setiap saat ia memperlakukanku seperti seorang tahanan berbahaya! Ke mana-mana selalu ada prajurit yang mengawalku. Nicci seorang saja sudah membuatku terkekang apalagi pasukan pengawal. Katakan apa aku tidak seperti tahanan berbahaya?”

Derrick tersenyum geli mendengar Eleanor memperupamakan dirinya sendiri.

“Itu juga karena kau sendiri,” Irina menyalahkan Eleanor, “Kau tidak pernah menyadari posisimu saat ini. Kau terus bersikap seperti kau di Schewicvic. Fyzool bukan Schewicvic, Eleanor. Dan sekarang kau adalah Ratu Kerajaan Viering. Ingatlah itu.”

“Memangnya seorang ratu hanya bisa duduk diam di dalam Istana seperti pajangan!?”

Irina tidak bisa membantah Eleanor.

“Aku tidak pernah melakukan sesuatu yang tidak pantas. Aku tahu apa yang dapat kulakukan, apa yang tidak dapat kulakukan!”

“Ya, ya,” Derrick segera menghentikan keduanya sebelum bara api ini semakin membara, “Apakah kau mau terus berada di sini, Eleanor? Kurasa kau lebih tertarik untuk pergi ke Ruang Makan dan melihat apa yang bisa kaulakukan sebelum hidangan disiapkan.”

“Tentu saja,” Eleanor menyambut gembira, “Mungkin aku bisa menyiapkan sesuatu untuk meracuni Quinn.”

Derrick tersenyum geli. “Kau harus bergegas sebelum seorang pun melihatmu.”

Tanpa perlu diperintahkan, Eleanor segera menghilang di lorong.

Irina tidak suka cara Derrick mengalihkan perhatian Eleanor.

“Kau tidak bisa terus menerus meminta Eleanor bersikap seperti selayaknya seorang lady,” Derrick berkata pada kakaknya dengan serius. “Kau tahu Eleanor bukan gadis-gadis itu. Kau juga sering mengatakan Eleanor adalah seorang lady yang unik. Selama ini kau bisa menerima sikap Eleanor. Mengapa akhir-akhir ini kau terus menuntut Eleanor bersikap seperti mereka?”

“Aku tidak ingin mereka terus membicarakan Eleanor.”

“Jangan mengkhawatirkan Eleanor. Waktu akan membuat mereka menerima Eleanor,” Derrick merangkulkan tangan di pundak Irina. “Sekarang tidakkah kau mengkhawatirkan Eleanor? Apa kau tidak khawatir terjadi kriminal di tempat ini.”

Irina terbelalak. “Derrick, kau tidak serius, bukan?”

Derrick tertawa. “Siapa tahu apa yang dipikirkan Eleanor?”

Memang tidak seorang pun dari mereka yang tahu apa yang sedang dipikirkan Eleanor namun mereka semua tahu Eleanor tidak menyukai keberadaan Quinn di Mangstone. Ia tidak berbicara apa-apa sepanjang makan malam mereka. Mata birunya yang cantik terus memandang tajam Quinn. Sebaliknya Quinn terus bersikap santai tanpa mempedulikan Eleanor.

Kedua orang itu benar-benar merusak suasana makan malam itu. Perang dingin di antara mereka membuat Grand Duke sekeluarga berada dalam posisi sulit yang tidak menyenangkan.

Menjelang kepulangannya ke Fyzool, Quinn tidak mengucapkan apa pun tentang kepulangan Eleanor ke Fyzool. Hingga kereta keluarga Krievickie sudah siap mengantar Quinn kembali ke Istana, Quinn tidak menyebut apa-apa tentang keberadaan Eleanor di Mangstone.

Quinn terus berjalan ke kereta tanpa sedikit pun menoleh atau pun berkata apa-apa.

Tindakannya ini membuat Eleanor sakit hati. Ia semakin sakit hati ketika Quinn membuka pintu kereta.

Eleanor sudah membalik badan dan siap memasuki Mangstone ketika Quinn berkata,

“Kau pulang tidak?”

Eleanor tertegun melihat tangan Quinn yang terulur itu. Bunga kebahagiaan bersemi di dalam hatinya.

“Aku pulang bukan karena kau,” Eleanor berkata keras kepala ketika ia menyambut uluran tangan itu.

Quinn hanya tersenyum geli sambil memberikan tangannya untuk tumpuan Eleanor ketika gadis itu memasuki kereta.

“Maaf telah menganggu kalian,” Quinn berpamitan.

“Besok aku akan datang lagi,” Eleanor melongok keluar jendela.

Para anggota keluarga Krievickie itu melambaikan tangan sambil tersenyum.

Derrick mendesah penuh kelegaan ketika kereta kerajaan sudah jauh. “Kukira Eleanor akan tinggal di sini selamanya.”

Irina termenung dengan pikirannya sendiri. “Tidak kusangka Paduka dapat menundukkan Eleanor begitu mudahnya. Aku menghabiskan waktu sepanjang hari untuk mencari cara menyuruh Eleanor pulang dan Paduka dengan satu kalimat sudah bisa membawa pulang Eleanor.”

Derrick meringis. “Eleanor sudah mendapat tandingannya.”

“Paduka adalah orang yang cerdas. Ia tahu bagaimana menangani sifat Eleanor.”

“Paduka jauh lebih pandai dari Derrick,” giliran Irina yang tertawa geli.

Grand Duke memperhatikan langit sore yang sudah menggelap. “Ini sudah hampir akhir musim panas, bukan?”

Irina terperanjat. “Papa, apakah ini artinya…” Irina tidak dapat melanjutkan kecemasannya.

“Apakah Eleanor harus pergi?” Derrick bertanya cemas.

Grand Duke mendesah panjang. “Eleanor tidak punya pilihan lain. Ia harus pergi.”

Irina pucat pasi.

Derrick tidak dapat memberi tanggapan apa pun.



*****Lanjut ke chapter 15

No comments:

Post a Comment