Thursday, December 6, 2007

Ratu Pilihan-Chapter 12

Eleanor mendesah panjang. Ia benar-benar bosan. Sepanjang hari tidak ada yang dapat dilakukannya selain duduk melamun. Walaupun ia sekarang adalah wanita nomor satu di Viering tidak berarti ia sesibuk sang pria nomor satu. Sebaliknya, ia adalah pengangguran nomor satu di Viering!

Sepanjang matanya melihat, setiap orang di Istana mempunyai sesuatu untuk dilakukan. Para pelayan sibuk dengan pekerjaan rutin mereka. Para prajurit sibuk dengan tugas mereka. Setiap orang yang keluar masuk Fyzool mempunyai urusan yang bisa mereka lakukan. Hanya dia yang tidak mempunyai pekerjaan!

Eleanor benar-benar kesal. Selama dua minggu lebih ia memasuki Istana, tidak sesuatu pun yang dapat dilakukannya. Quinn tidak pernah sekali pun memberinya sesuatu untuk dikerjakan. Kalaupun pemuda itu harus mengunjungi suatu tempat, ia lebih suka mengunjunginya sendirian seperti hari ini.

Pagi ini Quinn, tanpa mengatakan apa-apa, langsung pergi setelah makan pagi.

Quinn memang tidak pernah mengatakan apa-apa padanya tentang pekerjaannya. Ia juga tidak pernah memberitahunya apa yang harus dikerjakannya.

Eleanor mendesah lagi. Sejak awal ia sudah tahu pekerjaannya adalah melahirkan keturunan Quinn. Tidak lebih dan tidak kurang dari itu! Apa yang ia harapkan dari pekerjaan mulianya ini?

“Hei, kau!”

Eleanor terkejut.

Seorang wanita berdiri tak jauh dari sisinya. Dari penampilannya yang glamour, Eleanor yakin wanita ini adalah satu dari sekian ribu gadis yang pernah didampakkan Quinn. Benar-benar wanita selera Quinn. Cantik, anggun, berpendidikan, dan angkuh.

Eleanor tidak berniat menanggapi wanita itu. Ia menjauhi serambi.

“Kau tidak tahu malu! Demi tahta kau mau menikahi Raja.”

Langkah Eleanor terhenti oleh perasaan kesalnya. ‘Siapa yang mau?’ pikirnya, ‘Ini semua kemauan Papa.’

“Aku tidak percaya dengan cerita karangan kalian! Quinn tidak mungkin jatuh cinta pada gadis ingusan sepertimu.”

Eleanor menghitung-hitung berapa kalikah ia mendengar kalimat senada semenjak kakinya menginjak halaman Fyzool. Puluhan bahkan mungkin ribuan. Rasanya tidak seorang wanitapun yang tidak melepaskannya. Sebanyak apa bekas kekasih Quinn, sebanyak itu pula yang mengadu padanya.

Eleanor lelah oleh semua ini. Ia tidak meminta untuk dinikahkan dengan Quinn. Bahkan ia meminta untuk dilepaskan dari cengkeraman Quinn.

“Bagaimanapun akulah yang dia pilih. Bukan kau!” katanya dingin.

Wanita itu terpukul. Bibirnya bergetar tapi ia tidak mengucapkan apa-apa.

Eleanor pergi meninggalkan wanita itu dengan kesal.

Belum jauh ia melangkah, seorang wanita lain telah menantinya. Sepertinya ia melihat peristiwa barusan karena ia tengah tertawa.

“Kau memang bermulut tajam seperti yang kudengar.”

Eleanor melihat wanita cantik berambut pirang itu dengan tidak tertarik. Wanita itu pasti adalah satu dari antara sekian mantan Quinn, sang suami tercinta.

Sampai kapankah Quinn akan berhenti memberinya pekerjaan tambahan yang melelahkan ini? Di awal sudah dijelaskan tugasnya hanyalah melahirkan keturunan Arcalianne. Namun, mengapa sekarang ia mendapat pekerjaan tambahan: menghadapi para mantan Quinn!?

Eleanor ingin sekali membuat perhitungan dengan Quinn. Namun sampai matipun ia tidak akan melakukannya. Ia tidak akan membiarkan pemuda itu bersenang-senang dengan apa yang sudah dibuatnya. Eleanor akan menunjukkan pada pemuda itu bahwa ia tidak mudah dikalahkan begitu saja. Quinn harus tahu siapa yang dinikahinya ini!

Eleanor menatap wanita itu lekat-lekat. “Anda adalah Lady Nicole, bukan?” tanyanya. “Apakah hari ini Anda datang lagi untuk mengeluh? Saya sudah siap mendengarkan keluhan Anda. Namun di awal saya harus menegaskan saya tidak tertarik mendengar masa lalu suami saya. Saya sudah memaafkannya ketika kami memutuskan untuk menikah. Quinn pun telah berjanji untuk selalu setia pada saya.”

Mengapa pula ia harus terus berpegang teguh pada cerita karangan Irina? Walaupun begitu, Eleanor menikmati reaksi wanita itu.

Hampir tiap hari wanita ini menemuinya dan mengadu. Setiap ada kesempatan wanita ini pasti mengadu padanya. Eleanor sudah mendengar cerita tentangnya sebelum ia menikah. Ia adalah wanita terakhir dan terlama yang menjadi kekasih Quinn. Andai kata tidak ada halangan yang menyebalkan itu, mungkin ia akan menjadi kekasih abadi Quinn.

“Anda tidak mengharapkan sebuah affair baru di Viering, bukan?” tanya Eleanor.

Lagi-lagi Eleanor membuat wanita yang iri padanya jatuh.

Gadis itu berjalan menjauh dengan angkuh. Ia sudah benar-benar bosan. Ia tidak suka tugas tambahannya ini. Ia tidak suka dikurung. Bagaimana pun juga ia adalah Eleanor. Dan Eleanor adalah burung bebas! Ia bebas pergi ke mana pun ia mau!!

Eleanor tahu! Ia tahu ke mana ia bisa pergi. Quinn tidak pernah melarangnya pergi meninggalkan Fyzool.

Dengan riang Eleanor kembali ke kamarnya. Begitu ia memasuki kamarnya, langkah pertama yang diambilnya adalah membuka lemari bajunya.

Senyum riangnya langsung menghilang melihat gaun-gaunnya yang indah itu.

Irina benar-benar tidak mau ia tampak seperti gadis biasa. ‘Kau adalah seorang Ratu!’ Irina menegaskan ketika ia memaksa Eleanor mengambil semua gaun-gaun yang telah dipesankannya khusus untuk sang Ratu Kerajaan Viering.

Namun hal itu tidak dapat menghentikan Eleanor.

Eleanor langsung menuju ruang tempat para pelayan Istana berkumpul di saat mereka tidak mempunyai tugas.

“Nicci! Nicci!” panggil Eleanor.

Semua pelayan di ruangan itu kaget.

“Paduka Ratu!”

“Paduka Ratu!”

Satu per satu dari mereka membungkuk untuk menyambut kedatangannya yang tidak terduga itu.

Nicci muncul dari salah satu pojok ruangan dengan tergopoh-gopoh. “Saya datang. Saya datang, Paduka Ratu.”

“Nicci,” Eleanor meraih tangan wanita itu, “Aku butuh bantuanmu.”

Semua pelayan melongo melihat Eleanor menarik pelayan pribadinya dengan riang. Kemudian mereka saling berbisik.

“P-Paduka Ratu, Anda tidak boleh melakukan ini?” Nicci memberitahu.

“Melakukan apa?” tanya Eleanor.

“Ini,” Nicci menunjuk tangan Eleanor yang menggandeng tangannya.

“Apa salahnya?” Eleanor bertanya heran.

“Seorang Ratu tidak boleh sembarangan menggandeng tangan pelayan.”

“Apa ada peraturan tentang itu?”

Nicci mati kutu. “Tidak ada tetapi…”

“Tidak ada peraturan bukan berarti tidak boleh. Aku tidak peduli dengan tata krama yang tidak masuk akal itu!” Eleanor terus menarik Nicci.

Nicci mendesah. Inilah Eleanor, sang junjungannya. Eleanor, sang gadis kaya yang tidak pernah memandang tinggi rendah setiap orang. Di mata Eleanor setiap orang adalah pribadi yang berbeda-beda. Tidak ada tingkat kedudukan! Itulah yang membuatnya dicintai setiap orang di Schewicvic.

Namun bagi setiap pelayan di Fyzool, Eleanor adalah makhluk aneh. Di manakah kau pernah melihat seorang Ratu menarik tangan pelayannya seperti menarik tangan seorang sahabat dekatnya? Di manakah kau pernah melihat seorang Ratu bersikap ramah kepada pelayan seperti berbicara dengan kawan dekatnya? Apakah ada seorang Ratu yang lebih suka mencari sendiri pelayannya daripada memanggilnya?

Mereka tidak mengenal Eleanor.

Saat ini mereka suka membicarakan kejanggalan-kejanggalan Eleanor dibandingkan para bangsawan pada umumnya. Namun Nicci yakin suatu saat nanti mereka semua akan mencintai Eleanor seperti setiap penghuni Schewicvic.

“Apakah yang bisa saya lakukan untuk Anda?” Nicci bertanya.

“Pinjamkan bajumu.”

Nicci terperanjat. “Apa yang akan Anda lakukan? A-An…Anda tidak berniat melakukannya, bukan?”

“Kau hanya punya dua pilihan. Membiarkanku mati bosan atau menurutiku.”

Nicci sudah pasti tidak akan memilih pilihan pertama.

Senyum Eleanor melebar. “Aku tahu kau adalah satu-satunya orang yang bisa memahamiku.”

Sejujurnya Nicci sendiri sering tidak dapat memahami sikap junjungannya ini. Ia hanya selalu tidak dapat melawan gadis manis ini.

“Kalau Anda ingin pergi, saya bisa meminta seseorang menyiapkan kereta untuk Anda. Terlalu berbahaya bagi Anda untuk keluar sendirian.”

“Tidak akan,” Eleanor meyakinkan, “Aku sudah berminggu-minggu terkurung di sini. Kau tidak ingin aku semakin menjamur, bukan?”

Nicci menelan ludah. Tampaknya kali ini ia akan kalah lagi. Semenjak memasuki Fyzool, Eleanor tidak pernah keluar. Ia juga tidak pernah melakukan sesuatu yang membuatnya cemas. Setiap saat ia melihat gadis itu tengah melawan bosan. Selama ia berada di Schewicvic, selalu ada saja yang dilakukan Eleanor untuk mengisi waktunya. Gadis itu pasti sudah tidak dapat menahan lagi kebosanannya. Ia membutuhkan udara segar.

“Bila Anda memaksa, setidaknya ijinkan saya menemani Anda.” Nicci mengusulkan.

“Jangan khawatir,” Eleanor meyakinkan wanita itu, “Tidak akan ada yang mengenaliku.”

Sebagai penghuni baru di Fyzool, rupa Eleanor masih asing. Nicci tidak heran bila dengan dandanan seorang pelayan, Eleanor berhasil mengelabui setiap orang. Namun Nicci masih tidak dapat membiarkan Eleanor pergi seorang diri. Bagaimana pertanggungjawabannya bila terjadi sesuatu pada sang Ratu Viering?

“Saya bisa mengelabuhi prajurit penjaga gerbang. Mereka akan percaya bila saya mengatakan kita ingin berbelanja di kota.”

Eleanor tersenyum gembira. “Kau memang benar-benar seorang sahabat yang baik,” Eleanor merangkul pundak Nicci.

Nicci mendesah. Tidak akan ada yang dapat merubah sikap Eleanor yang satu ini. Namun karenanyalah ia mudah dekat dengan rakyat biasa. Kalau Grand Duke melihatnya sebagai seorang gadis yang pantas untuk Quinn. Nicci melihat Tuan Puterinya adalah gadis yang pantas menjadi Ratu Viering. Dengan sikap bersahabatnya ini ia akan menjadi Ratu besar yang merakyat. Nicci yakin semua orang akan mencintai dan menyanjung Tuan Puteri Schewicvic.


-----0-----


“Eleanor PERGI!!?”

“Saya telah berusaha menahannya,” Grand Duke cepat-cepat memberitahu sebelum Quinn meledak.

Beberapa saat lalu ketika ia tengah bersiap menanti kedatangan Raja, ia melihat Eleanor meninggalkan bangunan utama Fyzool bersama Nicci. Melihat Eleanor yang mengenakan pakaian pelayan, Bernard langsung merasa curiga. Ia pun mendekati mereka.

“Mengapa Anda berpakaian seperti ini?” tanyanya heran.

Eleanor terperanjat. Sebelum seorang pun menyadarinya, ia membungkuk,

“Ada keperluan apa Anda mencari saya, Yang Mulia Grand Duke?”

Nicci pun turut membungkuk.

Sang Grand Duke dibuat bingung olehnya.

Melalui matanya Eleanor memberitahu Bernard untuk diam.

Grand Duke tidak memahami permainan apa yang sedang dilakukan Eleanor namun ia tetap mengikuti permainan mereka. “Ke mana kalian akan pergi?” tanyanya.

“Kami akan ke Loudline membeli beberapa barang,” jawab Eleanor.

“Kalian bisa menyuruh seseorang mengantar kalian.”

“Tidak mengapa,” Eleanor tidak mau Bernard memanggil pengawal untuk menemaninya. “Loudline tidak jauh. Kami bisa berjalan ke sana sambil menikmati udara segar.”

Bernard tidak setuju Eleanor pergi tanpa pengawal. Sekarang Eleanor bukan hanya seorang Eleanor namun ia adalah Ratu Kerajaan Viering. Bagaimana pertanggungjawabannya bila terjadi sesuatu pada Eleanor?

“Saya sudah melakukan segala cara untuk menghentikan Paduka Ratu,” Grand Duke menerangkan.

“Namun akhirnya kau kalah,” ujar Quinn.

Grand Duke terperanjat.

“Benar,” ia mengakui. Ia pun sudah siap menerima akibatnya. “Akhirnya ia berhasil membuat saya untuk membantunya melewati pagar Istana.”

Raja terbahak-bahak.

Grand Duke heran.

Setelah kejadian semalam apa ia masih mengharapkan Eleanor akan duduk diam di kamarnya?

“Sudah kuduga.”

“Anda…,” Grand Duke Bernard berusaha mencari kata-kata yang tepat, “Tidak tersinggung?”

“Aku sudah tahu ini akan terjadi. Kau tidak akan bisa mengikat Eleanor sekalipun dengan rantai. Ia pasti mencari cara untuk lepas.”

Grand Duke terdiam. Sepertinya Raja sudah mulai mengetahui watak Eleanor yang sebenarnya. Namun, ia tidak pernah mengungkapkannya secara terus terang padanya. Hal ini membuat Grand Duke bertanya-tanya. Apakah sang Raja sudah mengetahui watak istrinya yang sesungguhnya?

“Katakan padanya aku menunggunya,” kata sang Raja Muda sambil berlalu.

Sepanjang hari itu Quinn terus menanti Eleanor namun gadis itu tidak muncul. Ia sudah siap menyambut gadis itu dengan ceramahnya. Quinn ingin mengingatkan gadis itu posisinya saat ini. Ia perlu menegaskan pada gadis itu untuk tidak pergi seorang diri tanpa seorang pengawal pun. Niatnya itu berubah ketika ia mendengar Eleanor tidak muncul pada waktu makan malam. Dan ketika akhirnya ia mendengar Eleanor sudah kembali, niat itu telah menjelma menjadi emosi.

“Ke mana saja kau seharian ini!!?” seru Quinn.

Eleanor tidak ingin mendengarkan ceramah apa pun. Ia merasa sangat lelah. Seharian ini ia telah berkeliling Loudline bersama Nicci. Tidak ada yang dilakukannya selain mengunjungi tempat-tempat yang biasa ia kunjungi bersama Fauston. Setiap orang yang mengenalinya menanyakan ke mana saja ia selama beberapa minggu terakhir ini. Mereka juga bertemu dengan Seb. Seperti biasa pria itu senang melihatnya dan tanpa komando menceritakan gosip-gosip terbaru yang diketahuinya.

Nicci tidak suka dengan cara pemuda itu memperlakukan Eleanor tetapi ia tidak dapat berbuat apa-apa. Saat ini jauh lebih berbahaya membuka kedok Eleanor daripada membiarkan pemuda itu memperlakukan Eleanor seperti seorang sahabat dekatnya.

Eleanor sungguh senang akhirnya ia bisa meninggalkan Istana. Ia sadar hari semakin larut tetapi ia tidak peduli. Ia senang dapat bertemu kembali dengan kawan-kawan lamanya. Ia menyukai keramaian Loudline di siang hari hingga menjelang malam yang tidak pernah dilihatnya.

Hanya rasa lelahlah yang membuat Eleanor pulang ke Fyzool.

Eleanor sudah membersihkan diri. Ia juga sudah berganti baju. Ia sudah bersiap-siap tidur ketika Quinn tiba-tiba masuk dengan wajah murkanya.

“Ke Loudline,” jawab Eleanor.

“Aku bertanya ke mana saja kau seharian ini!?”

Eleanor kesal. Apa pria ini tidak mengerti kalimatnya? Ia sedang tidak ingin bersilat lidah dengan siapa pun.

“Jawab aku!” bentak Quinn.

Eleanor benar-benar dibuat kesal olehnya. “Aku sudah memberitahumu aku ke Loudline!” gerutunya.

“Apa kau sadar kedudukanmu saat ini!?” Quinn mencengkeram pundak Eleanor. “Apa kau sadar apa yang sudah kaulakukan!? Kau bisa membahayakan banyak orang!! Apa kau sadar itu!? JAWAB AKU!!!”

“AKU BUKAN ANAK KECIL!!” Eleanor membalas sama nyaringnya. Sepertinya pria ini benar-benar sedang mencari masalah dengannya. Apa ia tidak dapat melihat ia lelah dan ingin beristirahat!?

Quinn membelalak kaget.

“Lagipula mengapa setiap malam kau harus muncul di kamarku!?” balas Eleanor sengit, “Apa kau ingin memastikan aku mengandung keturunanmu!? Jangan khawatir, kalau waktunya sudah tiba, aku juga akan mengandung keturunanmu!”

Quinn terdiam.

“Kau tidak perlu datang setiap malam!” Eleanor menegaskan, “Aku paling tidak suka seseorang menunggui aku tidur. Kau juga punya kamar sendiri. Untuk apa tiap malam kau muncul di kamarku!? Aku tidak butuh pengasuh!”

Tawa Quinn langsung meledak.

Eleanor tidak suka mendengarnya. “Tidak ada yang lucu!”

Tawa Quinn langsung menghilang. “Oh ya?” katanya mengejek. “Sebaliknya kau seperti seorang bayi.”

“Aku bukan anak kecil!” Eleanor menegaskan dengan wajah cemberutnya.

“Malam ini cukup sampai di sini. Anak kecil harus tidur awal.” Quinn merangkum wajah Eleanor dan mencium keningnya, “Selamat malam.”

Eleanor terperanjat. Quinn tidak pernah menciumnya! Tidak dalam upacara pernikahan mereka. Tidak juga dalam hari-hari yang lalu!

Quinn meninggalkan Eleanor yang masih terpaku dan tertawa.

Tiba-tiba Eleanor sadar Quinn sedang mempermainkannya. Ia benar-benar dibuat kesal oleh pria itu.

“Aku bukan anak kecil!!” tangannya melempar bantal ke arah Quinn.

Pintu kamar tertutup kembali tepat sebelum bantal itu mengenai Quinn.

Eleanor geram mendengar tawa nyaring di luar kamar itu. Ia membenci Quinn! Sampai mati pun ia membenci pria itu!



*****Lanjut ke chapter 13

No comments:

Post a Comment