Thursday, December 6, 2007

Ratu Pilihan-Chapter 11

“Akhirnya kita kembali ke Viering,” Simona memandang pelabuhan dari atas dek kapal. “Rasanya sudah lama kita meninggalkan tempat ini.”

“Memang sudah lama,” Mathias menggerutu. “Apa yang akan dikatakan Quinn nanti?”


“Kau masih menyalahkan aku!?” protes Simona. “Ternyata Quinn jauh lebih penting bagimu daripada aku.” Ia membuang muka dan memanjang wajah cemberutnya.

“Bukan, bukan seperti itu,” Mathias cepat-cepat menghibur istrinya, “Bagiku kau adalah segalanya. Aku rela kehilangan segalanya asal kau bisa berada di sisiku. Kau adalah matahariku,” Mathias memegang dagu istrinya, “Tiada ciptaan yang lebih indah darimu.”

Simona melingkarkan tangannya di leher Mathias dan bergelayut manja.

“Kau benar-benar mempesona,” Mathias menunduk mencium istrinya, “Katakan bagaimana mungkin aku bisa menemukan wanita sesempurna dirimu. Ini adalah keajaiban yang luar biasa.”

“Kau memang pandai menggoda,” balas Simona manja.

Kapal pribadi keluarga Soyoz merapat di Tognozzi. Para awak kapal langsung sibuk dengan ritual pendaratan mereka.

“Kita sudah merapat,” Mathias memberitahu istrinya.

“Aku sudah merindukan tempat tidurku di Arsten.”

“Kau memang seorang babi,” Mathias menjentik hidung Simona, “Babi yang cantik.”

Simona tersenyum manja.

Beberapa awak kapal sibuk merapikan kembali layar kapal dan beberapa sibuk menjatuhkan jangkar ke dalam laut. Beberapa sibuk memperhatikan jarak antara dermaga dan lambung kapal. Beberapa sibuk mempersiapkan jalan antara kapal dan dermaga.

Mathias menuntun istrinya ke kereta keluarga Soyoz yang telah menanti mereka.

“Selamat datang kembali, Yang Mulia,” sang kurir Binkley menyambut.

“Apakah Quinn mencariku selama aku tidak ada?”

“Tidak, Yang Mulia,” jawab pria itu, “Paduka tidak pernah mengirim utusan untuk mencari Anda.”

Mathias terpekur. Ini bukan cara Quinn. Biasanya Quinn pasti akan langsung menyerbu Arsten setiap kali ia merasa sesuatu yang salah telah dilakukannya. Quinn tidak akan melepaskannya begitu saja sampai ia berhasil menemukannya dan memarahinya sampai puas.

Namun, semenjak ia meninggalkan Viering hari itu, ia sama sekali tidak pernah melihat pasukan utusan Quinn. Ia juga tidak pernah melihat sebuah pengejaran tengah dilakukan. Sebaliknya, ia melihat perkembangan keadaan di Viering yang akhirnya berbuah pada pernikahan Quinn.

Walau ia berada di luar negeri, ia tidak pernah ketinggalan berita dalam Viering. Cerita tentang Quinn adalah sebuah subyek yang tidak akan pernah dilepaskan oleh mata para kuli tinta itu. Ia cukup terkenal di dunia sebagai seorang Raja Muda yang tangkas dan tampan.

Effect peristiwa Red Invitation cukup besar di Viering. Bagi negara lain di luar Viering, ini adalah peristiwa yang mempengaruhi pemerintahan Viering dari seorang Raja yang bijaksana ke seorang Raja remaja yang patut diragukan. Sebuah perubahaan yang sedikit banyak akan mempengaruhi hubungan kedua negara.

Sebelum Quinn naik tahta, ia telah bersinar di Viering. Almarhum Paduka Raja Alvaro dan Ratu Esther begitu menyayangi dan memanjakan putra tunggalnya. Seisi Viering juga memanjakannya. Bukan hanya karena ia adalah satu-satunya putra raja yang mereka sanjung tetapi juga karena tingkah lakunya yang manis dan rupanya yang menawan. Quinn adalah seorang anak yang manja sebelum Red Invitation. Ia sama sekali tidak pernah terlibat dalam urusan pemerintahan Viering sebelum ayahnya mangkat.

Orang yang patut dihargai atas perubahan seorang pemuda yang manja ke seorang pria yang mandiri adalah Bernard. Dunia mengakui pengaruhnya atas segala kebijaksanaan Quinn saat ini.

Setelah ia secara resmi naik tahta, Quinn semakin bersinar. Kali ini bukan hanya karena posisinya tetapi juga karena ketampanannya yang semakin menonjol.

Para gadis mulai tertarik oleh daya pikat Quinn yang tidak perlu diragukan. Namun sayangnya, Quinn tidak pernah tertarik untuk benar-benar mengikat hubungan dengan seorang pun dari mereka. Ini merupakan salah satu daya pikat Quinn yang lain.

Mathias tahu keteguhan Quinn tidak akan dengan mudah dijatuhkan sekalipun oleh gadis tercantik di semesta.

Quinn pernah menegaskannya dihadapannya dan Bernard. Saat itu Quinn sedang marah besar hanya karena ia kedapatan mabuk-mabukan di bar.

Apa salahnya ia menikmati masa mudanya? Ia memang orang yang berada dalam urutan pertama tahta Viering tetapi bukan artinya ia tidak bisa menikmati masa mudanya. Quinn memang suka mengomentari kehidupannya sampai ke hal yang paling sepele. Hanya karena ia adalah penerusnya, Quinn tidak bisa memaksanya bersikap seperti keinginannya! Lagipula saat ini ia bukanlah apa-apa selain bayang-bayang Quinn. Apa yang bisa dilakukannya ketika semuanya berada dalam kuasa Quinn? Ia hanyalah seorang Putra Mahkota yang akan meneruskan tahta Viering bila Quinn memutuskan untuk turun tahta atau sesuatu terjadi padanya. Quinn sama sekali tidak pernah mempercayainya. Ia lebih suka menyuruh Bernard mewakilinya bila ia mempunyai halangan daripada ia yang tidak lain adalah Putra Mahkota Viering!

Mungkin Simona benar. Mengapa ia harus takut pada Quinn? Quinn tidak bisa melakukan apa-apa terhadapnya selain memarahinya. Quinn sendiri tahu Viering akan tamat bila ia tidak ada dan ia sendiri tidak pernah ingin melepaskan masa lajangnya. Itulah yang ia tegaskan ketika Bernard mengusulkan Quinn untuk segera menyudahi petualangan cintanya.

“Aku tahu apa yang kulakukan! Kau tidak perlu mengomentari keputusanku. Ini adalah kebebasanku untuk memutuskan apakah aku akan menikah atau tidak!”

Pernyataan yang dilontarkan dengan kemarahan terselubung itu cukup untuk menutup mulut Bernard.

Karena itulah Mathias tidak begitu mempercayai berita yang beredar beberapa hari setelah pesta pertunangan Quinn.

Quinn tidak pernah bertemu Eleanor. Ia juga hampir tidak pernah mendengar nama gadis itu bila bukan karena hubungannya dengan Irina.

Beberapa saat yang lalu ia pernah tertarik pada Irina. Ia begitu mencintai wanita itu tetapi Derrick selalu menghalanginya. Irina sendiri juga selalu bersikap angkuh dengan selalu menolaknya. Dan yang paling tidak disukainya dari mereka adalah keberadaan Eleanor! Irina sering menggunakan Eleanor sebagai alasan untuk menghindarinya.

“Aku harus menemani Eleanor ke dokter hari ini,” katanya suatu saat ketika ia mengajak Irina keluar.

“Eleanor perlu membeli baju baru,” katanya di lain waktu.

“Hari ini aku harus memperhatikan pelajaran Eleanor. Kemarin ia kabur dari kelasnya.”

Eleanor, Eleanor dan selalu Eleanor. Memangnya Irina adalah ibu gadis itu?

Irina hanya memanfaatkan gadis itu untuk menghindarinya.

Memangnya siapa gadis kecil itu? Earl Hielfinberg sudah melindungi gadis itu lebih dari cukup hingga membutuhkan campur tangan Irina yang tak lain adalah putri sahabat dekatnya. Semua orang tahu Earl lebih banyak mengurung diri di Schewicvic semenjak kepergian istrinya. Semua tahu ia begitu takut putri tunggalnya, satu-satunya warisan istri tercintanya, akan pergi meninggalkannya selama-lamanya hingga ia mengurung gadis itu dan memperhatikan setiap langkahnya. Apa lagi yang dibutuhkan dari Irina!?

Gadis yang tidak pernah keluar rumah itu tidak mungkin pernah bertemu Quinn apalagi menjalani hubungan terselubung dengan Quinn. Gadis tercantik di semesta tidak sanggup mematahkan keteguhan Quinn apalagi seorang gadis ingusan sepertinya.

Mathias percaya pernikahan Quinn hanyalah sebuah jalan yang diambilnya untuk menghalangi jalannya ke tahta. Tetapi ia tidak peduli akan hal itu. Ia telah mendapatkan hal yang paling berarti untuknya di dunia ini, Simona. Selain itu, sekarang ia bisa menikmati masa-masa mudanya, kehidupannya tanpa perlu cemas akan kemurkaan Quinn.

Malam itu Mathias baru saja menghabiskan makan malamnya dan ia tengah menikmati anggur merah kesayangannya di Ruang Duduk ketika seorang pelayan masuk,

“Utusan Paduka Raja datang untuk menjemput Anda, Yang Mulia.”

Akhirnya Quinn memanggilnya.

Mathias tidak berharap Quinn akan melepaskannya tetapi ia juga ingin bertemu Quinn. Apa keperluan Quinn menemuinya? Mereka sudah memilih jalan mereka sendiri-sendiri. Ia sudah menemukan pasangan hidupnya dan Quinn juga tidak perlu mengurusnya lagi. Ia sudah mempunyai seseorang yang akan memberinya keturunan.

“Apakah saya harus mengatakan Anda sedang beristirahat pada utusan itu?” tanya pelayan itu melihat keragu-raguan di wajah Mathias.

Mathias termenung.

“Katakan padanya aku akan segera berangkat ke Fyzool.”

Ya, ini adalah keputusan yang tepat. Cepat atau lambat mereka harus bertemu membahas masalah ini. Dan akan jauh lebih baik baginya bila ia segera bertemu Quinn. Ia tidak ingin hidup dalam bayang-bayang kekhawatiran akan kemurkaan Quinn.

Quinn tidak akan melakukan apa pun terhadapnya. Bagaimana pun juga mereka adalah saudara sepupu.

Sewaktu mereka masih kecil, Quinn begitu menyanjungnya sebagai seorang kakak. Mereka sering bermain bersama dan menghabiskan waktu bersama. Semua orang sependapat mereka terlihat akrab seperti kakak adik kandung. Quinn selalu membelanya ketika ia diganggu dan demikian pula ia selalu melindungi Mathias. Mereka adalah saudara yang tidak bisa dipisahkan. Mereka saling mengerti satu sama lain. Bahkan kedua orang tua mereka sering mengomentari kedekatan hubungan mereka.

Itulah yang Mathias pikir sesaat sebelum berhadapan muka dengan Quinn.

“Bagaimana bulan madu kalian?” Quinn bertanya dengan ramah.

Keramahan yang seperti merestui pernikahannya ini membuat kepercayaan diri Mathias bergetar. Mengapa ia perlu takut pada adik yang menyanjungnya?

“Menarik.”

“Aku mendengar kalian sudah meninggalkan Viering ketika aku membaca kabar tentang pernikahan kalian.”

Mathias menghindari tatapan mata Quinn.

Inilah kenyataannya. Mereka sama-sama kehilangan orang tua mereka dalam Red Invitation. Mereka sama-sama dididik oleh Bernard untuk menjadi raja Viering di masa mendatang. Mereka berbagi suka dan duka sejak mereka masih kanak-kanak. Namun Quinn berkembang lebih cepat dari Mathias. Ketika Mathias menyadarinya, ia sudah ketinggalan jauh. Ia tidak dapat melampaui pemuda itu.

“Mengapa kau tidak memberitahuku?” akhirnya Quinn masuk ke dalam topik utama.

Mathias tidak berani menjawab.

Quinn sendiri pasti tahu. Mathias tidak berani mengumumkan pernikahannya karena Quinn pasti akan melakukan segala cara untuk menghentikan pernikahannya ini.

Mathias mencintai Simona. Ia tidak bisa hidup tanpa Simona. Ia adalah segalanya baginya namun si pria dingin ini pasti tidak akan mendengar penjelasannya. Namun setidaknya Quinn harus tahu!

“Aku mencintai Simona.”

“AKU TIDAK BERTANYA ITU!!!” Quinn benar-benar murka.

“Kau tidak bisa mengatur dengan siapa aku harus menikah,” Mathias membela diri.

“Aku memang tidak bisa tetapi aku BERHAK!”

Mathias meringkuk di kursinya. Ia tidak berani membantah maupun menatap Quinn.

“Apa kau tahu apa yang sedang kaulakukan!? Apa kau sadar apa yang sudah kaulakukan!??”

“Aku…,” Mathias tidak tahu harus mengungkapkannya atau tidak.

‘Untuk apa kau takut padanya!?’ suara Simona menggema, ‘Toh dia tidak akan membunuhmu!’

Dengan suaranya yang lirih Mathias berkata, “M-mengapa kau menyalahkanku atas pernikahanmu? Aku sudah memilih jalanku dan kau juga telah memilih jalanmu.”

Quinn geram. “Bagus. Sekarang kau berani membantahku.”

“A… aku t-tidak pernah memaksamu menikah. K-kkau sendiri yang memutuskannya,” Mathias berbicara dengan terpatah-patah. “Apa kau ingin mengatakan kau menikah hanya karena aku?”

“KAU!?” Quinn tidak bisa berkata. Ia tidak bisa membiarkan orang lain mengetahui motif asli di balik pernikahannya. Ini adalah salah satu perjanjiannya dengan Earl Hielfinberg. Namun ia juga bukan seorang pengarang cerita yang baik.

“Quinn.”

Keduanya langsung menoleh ke pintu.

“Sudahlah,” Eleanor berdiri di depan Quinn. Tangannya melekat di dada Quinn seolah ingin menahan pria itu menghajar Mathias. “Jangan kau marahi Mathias lagi. Kalian sudah lama tidak bertemu. Apa kau tidak bisa menyambutnya dengan cara lain selain memarahinya?”

Mata Quinn bersinar tidak senang dengan gangguan yang tidak terduga ini.

Eleanor menoleh pada Mathias yang masih kebingungan. “Senang berjumpa dengan Anda, Duke of Binkley,” Eleanor memberikan senyumnya yang mempesona, “Saya adalah Eleanor.”

Mathias terhenyak. Ia sama sekali tidak menduga Eleanor adalah gadis muda yang menarik. Memang tidak salah gadis pilihan Quinn. Gadis manis itu bersinr mulai dari kepala sampai ujung kakinya. Benar-benar gadis yang sempurna!

“Saya sungguh terharu Anda bersedia datang selarut ini walau Anda baru tiba siang ini hanya untuk mengucapkan selamat atas pernikahan kami. Di mana Simona? Mengapa ia tidak datang bersama Anda? Apakah ia merasa rendah diri untuk masuk istana?”

Mathias membelalak.

Quinn tersenyum sinis sambil melirik Eleanor.

“Saya sungguh menyayangkan ketidakhadiran Anda di pesta pernikahan kami. Saya sudah mempersiapkan banyak bahan pembicaraan untuk dapat mengenal istri Anda yang hebat itu. Namun, rupanya kalian masih ingin berbulan madu daripada menghadiri pesta pernikahan saya yang membosankan.”

“B-bukan begitu, Yang Mulia Paduka Ratu,” Mathias gugup.

“Tetapi tidak mengapa,” Eleanor tersenyum manis, “Kalau kalian datang, kalian pasti lebih dapat menarik perhatian para tamu daripada kami. Benarkan, Quinn?” Eleanor mendongak.

“Ya, sayang,” Quinn melingkarkan tangan di pundak Eleanor. Quinn perlu mencari topik lain untuk menyingkirkan tawa geli yang memenuhi dadanya. “Katakan, mengapa kau ada di sini?”

“Aku menantimu di kamar tetapi kau tidak segera muncul. Kemudian aku mendengar Mathias datang. Aku ingin menyambutnya. Apakah tidak boleh?”

“Tentu saja boleh. Aku senang kau juga menyambut Mathias.”

Mathias menelan ludah melihat aksi sepasang suami istri baru itu.

“Mathias, kau bisa pulang. Aku masih mempunyai urusan di sini,” Quinn berkata.
Tanpa membantah Mathias pun meninggalkan tempat itu.

Dan tawa Quinn pun langsung lepas.

“Apa kau sudah puas!?” Eleanor tidak suka mendengar tawa yang dengan jelas tengah menyindirnya itu. Ia tidak peduli apa reaksi Quinn ketika ia memutuskan untuk muncul. Begitu ia mendengar Mathias datang, hanya satu yang ada di dalam kepalanya: menemui pria yang menjadi akar nasib sialnya! Quinn tidak melarangnya datang dan sekalipun pria itu melarangya, ia tetap akan muncul! Ia tidak peduli pada Quinn. Ia tidak takut pada Quinn seperti Mathias yang harus mengumpulkan segala keberaniannya hanya untuk mengucapkan sepatah kata lirih.

“Katakan mengapa kau di sini?” Quinn bertanya dengan suaranya yang mengancam.

“Aku sudah menjawab pertanyaan itu,” Eleanor menjawab seadanya sambil membalik badannya menuju pintu.

“Benarkah itu?” Quinn menangkap tangan Eleanor dan menariknya mendekat. Matanya bersinar berbahaya. “Katakan apa kau begitu merindukanku?”

“Lepaskan aku!” Eleanor menyentakkan tangannya.

“Kau takut?” ejek Quinn, “Apa sekarang kau baru mengenal takut?”

Eleanor membalas ejekan itu dengan tatapan matanya yang menantang. Apa yang perlu ditakutinya dari pria ini? Ia tidak lebih dari seorang playboy!

“Sepertinya kau memang memerlukan sebuah hukuman,” Quinn mempererat genggamannya, “Katakan, sayang, hukuman apa yang pantas untukmu,” Quinn melingkarkan tangan di pinggang Eleanor.

Eleanor terkejut. “Apa yang kau lakukan!?” Ia semakin panik ketika wajah Quinn mendekat. Sebelum ia menyadarinya, tangannya telah melayang.

Quinn membelalak. “Apakah begitu caramu menunjukkan kerinduanmu!?” desis Quinn sambil menyentuh pipinya yang masih panas oleh tamparan Eleanor.

“Siapa yang menyuruhmu memperlakukan aku seperti itu!?” Eleanor kesal terus diperlakukan seperti seorang penjahat.

“Seperti apa!?” bentak Quinn. “Kuberitahu kau. Aku paling tidak suka orang menginterupsiku!”

“Siapa yang ingin kau bermain sendirian dengan Mathias!?” Eleanor memberitahu dengan kesal.

Quinn tidak menanggapi.

“Aku juga ingin tahu siapa pria yang menjadi dalang semua ini!”

“Hari ini cukup sekian. Kembali ke kamarmu sekarang juga!”

“Tidak kau perintah pun, aku akan pergi,” gerutu Eleanor, “Siapa yang mau terus-terusan berada di dekatmu.”

Quinn memperhatikan gadis itu pergi. Mungkin gadis ini tidak sepenuhnya memenuhi kriterianya namun setidaknya ia mempunyai mulut yang tajam. Ia menyukai cara gadis ini menyindir Mathias.



*****Lanjut ke chapter 12

No comments:

Post a Comment