Tuesday, November 27, 2007

Ratu Pilihan-Chapter 2

“Utusan Istana datang untuk menjemput Anda, Yang Mulia Grand Duke.”

Duke of Krievickie menatap pelayan pria itu dengan bingung.

“Apakah gerangan yang membuat Paduka Raja menjemput Anda sepagi ini?” kata Irina bertanya-tanya.


Grand Duke juga tidak dapat menjawab pertanyaan itu.

“Pasti karena Mathias lagi,” komentar Derrick. “Dia memang pembuat masalah.”

“Aku tidak menyukai dia,” komentar Irina.

“Quinn tidak akan suka mendengarnya,” timpal Derrick.

“Ya,” Irina sependapat, “Ia tidak pernah suka mendengar orang lain mengatakan yang buruk tentang Mathias. Tetapi ia juga tidak pernah melakukan sesuatu untuk mengubah sikap sepupunya itu.”

“Kurasa ia terlalu membiarkan Mathias,” komentar Derrick, “Ia selalu membela Mathias di depan semua orang tetapi di baliknya, ia selalu mengomel karena sikap Mathias. Dan setiap kali Papalah yang menjadi korbannya.”

“Mathias terlalu dimanjakan semenjak ia dilahirkan di dunia ini.”

“Aku ingin kalian menghentikan pembicaraan ini,” Grand Duke meletakkan peralatan makannya, “Akupun tidak senang mendengar kalian membicarakan keburukan Istana.”

“Kami tidak membicarakan kebenaran, Papa,” Irina membela diri.

“Apapun itu,” kata Duke of Krievickie, “Aku berharap aku tidak pernah mendengar hal itu lagi. Membicarakan keburukan mereka berarti membicarakan kegagalanku membesarkan mereka sepeninggal keluarga kerajaan.”

Irina langsung terdiam.

Derrick melirik kakaknya. Matanya menertawakan kakaknya yang mati kutu itu.

Irina membalas lirikan itu dengan tidak senang.

“Aku akan pergi ke Istana sekarang juga,” Grand Duke berdiri lalu pada pelayan itu ia berkata, “Tolong sampaikan pada utusan itu aku akan segera berangkat.”

“Baik, Yang Mulia Grand Duke,” pelayan itu membungkuk lalu meninggalkan Ruang Makan.

“Lanjutkanlah makan pagi kalian,” Grand Duke berpesan pada putra-putrinya. “Tanpa membicarakan keburukan istana,” tekannya.

“Baik, Papa,” kata Derrick.

“Istana sudah memberi banyak beban pada Papa,” Irina melirik Derrick, “Kurasa sudah saatnya seseorang memberitahu Quinn dan memintanya memberi istirahat pada Papa. Ia sudah terlalu lelah untuk semua ini.”

“Apa boleh buat,” kata Derrick mengangkat bahu, “Papa adalah Grand Duke yang paling berkuasa di samping Raja dan Ratu kerajaan ini.”

“Tetapi ini sudah terlalu banyak untuk Papa!” Irina menentang, “Ia sudah menjadi ayah angkat bagi kedua pewaris tahta kerajaan ini semenjak Red Invitation. Ia telah memegang ujung kekuasaan kerajaan ini hingga Quinn naik tahta. Dan sekarang, setelah Quinn menjadi Raja Viering, ia masih harus menjadi penasehat kerajaan. Apakah ini tidak terlalu banyak untuk Papa? Ia sudah tua dan sudah saatnya ia menikmati masa tuanya.”

“Aku rasa,” Derrick memberi pendapat, “Papa menikmati pekerjaannya ini. Walaupun semua ini sangat melelahkan, Papa menikmatinya karena ia mencintai Viering.”

“Aku melihat,” Irina menatap adiknya, “Sudah saatnya kau maju menggantikan tugas-tugas Papa.”

“Dan mengacaukan semuanya?” Derrick bertanya dengan nada tinggi. “Tidak, terima kasih,” katanya lagi, “Papa tidak pernah menyukai ide ini.”

“Kau adalah penerus keluarga Krievickie. Kau adalah satu-satunya calon Grand Duke setelah Papa.”

“Papa tidak pernah menyukai ide aku campur tangan dalam pekerjaannya. Ia terus menganggap aku adalah anak kecil yang tidak tahu apa-apa. Ia lebih mempercayaimu. Ingat, ia lebih suka mengajakmu menemaninya ke pertemuan-pertemuan penting daripada mengajakku, si pembuat onar.”

“Itu adalah karena aku lebih tua darimu.”

“Dua tahun! Hanya dua tahun!” Derrick menekankan, “Apakah artinya dua tahun!??”

Irina terdiam.

“Mengapa kita bertengkar?” tanyanya heran, “Bukankah kita sedang membicarakan masalah Mathias dan kegemparan yang ditimbulkannya?”

“Kau yang memulainya,” gerutu Derrick.

“Menurutmu, apakah yang dapat menghentikan kegemparan ini?” Irina mengalihkan topik pembicaraan.

“Aku tidak ada ide,” jawab Derrick, “Kalaupun seseorang ada, aku yakin Quinn tidak akan menyukainya.”

“Aku rasa semua orang sepakat. Satu-satunya orang yang bisa menghentikan semua ini adalah Quinn sendiri.”

“Quinn telah bersumpah untuk tidak menikah seumur hidupnya. Ia lebih suka berganti-ganti pasangan daripada menjalin ikatan serius dengan seorang gadis.”

“Ya,” Irina sependapat, “Ia lebih suka menjadi seorang playboy. Untungnya, ia mempunyai modal. Ia muda, tampan, gagah perkasa, sopan dan yang terutama ia adalah seseorang yang berpengaruh di Viering. Hampir setiap hari aku mendengar ia berganti pasangan. Aku yakin hampir setiap gadis muda pernah menjadi pasangannya walau hanya sesaat.”

“Tidak semuanya,” Derrick meralat, “Ia tidak pernah mendekatimu. Ia sama sekali tidak pernah mencoba untuk mendapatkanmu.”

“Itu karena ia menghormatiku sebagai putri seseorang yang telah menjadi penasehat pribadinya semenjak kematian orang tuanya.”

“Ya, tetapi Mathias tidak seperti itu. Ia telah berulang kali berusaha mendapatkanmu.”

Irina tertawa geli. “Ia selalu mengejarku sampai kau menghantamnya.”

“Aku benar-benar tidak menyukai pria itu. Ia tidak menghormatimu. Menurutku, ia lebih tertarik untuk menambah koleksinya daripada mendapat cintamu,” Derrick teringat kembali kekesalannya pada Mathias, “Ia benar-benar parah. Seharusnya kau berterima kasih padaku karena aku telah membuatnya menjauhimu. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi kalau sekarang kau menikah dengannya.”

“Yang pasti Quinn tidak akan semurka saat ini.”

“Tentu saja,” sergah Derrick, “Kau jauh lebih terhormat daripada Simona!”

“Aku tidak pernah tertarik menjadi kekasihnya apalagi istrinya. Ia benar-benar berbeda jauh dari Quinn. Ia tampan, gagah tetapi ia tidak sesopan Quinn. Ia hanya tahu memuaskan diri dengan wanita-wanita cantik tanpa peduli status mereka. Quinn juga suka wanita-wanita cantik yang seksi tetapi ia tidak pernah mau melibatkan diri dengan mereka yang telah terikat. Aku tidak akan heran bila Mathias masih suka membuat affair setelah pernikahannya yang menghebohkan ini.”

“Mendengar kata-katamu itu, aku rasa kau lebih tertarik menjadi istri Quinn daripada Mathias.”

“Tentu saja,” Irina menegaskan, “Setidaknya Quinn tahu bagaimana menghormati seorang wanita.”

“Sayangnya, ia tidak ingin menikah.”

“Itulah yang membuat keadaan ini kian sulit,” keluh Irina, “Andaikan saja ia mau menikahi seorang gadis baik-baik, semua tidak akan serumit ini.”

“Tidak akan ada yang sanggup mengubah pendirian Quinn. Ia adalah pria yang keras kepala,” kata Derrick.

“Dan menakutkan ketika ia murka,” timpal Irina, “Konon, burung di udara dan para semut di dalam tanah tidak berani mengeluarkan sebuah suara pun ketika Quinn marah.”

Derrick tertawa geli. “Kau percaya gosip itu”?

“Mengapa tidak?” tanya Irina, “Mereka yang pernah melihatnya marah tidak berani membantahnya. Papa yang dihormatinya pun tidak berani mengeluarkan sepatah kata pun ketika ia marah.”

“Kurasa aku tahu siapa yang berani.”

“Siapa?” Irina tertarik.

“Si kecil Eleanor kita,” Derrick tertawa geli, “Aku tidak akan heran mendengar ia membalas Quinn. Eleanor selalu balas menggigit bila ia digigit. Ia akan balas menggonggong ketika seseorang menggonggong padanya.”

Irina ikut tertawa geli. “Aku percaya.”

“Sayangnya,” Derrick melanjutkan, “Kita tidak akan pernah melihatnya. Eleanor tidak akan pernah bertemu dengan Quinn. Tidak akan!”

“Kau benar,” tawa Irina menghilang, “Earl Ruben terlalu menjaganya. Semenjak kematian Countess, Earl benar-benar mencemaskan Eleanor.”

“Kurasa bukan itu penyebabnya. Kita semua tahu mengapa Earl begitu takut seseorang mengetahui keberadaan Eleanor.”

“Karena mereka mencari-cari Eleanor,” kata Irina.

“Sedikitpun tidak salah.”

“Menurutmu,” gumam Irina, “Apakah Quinn akan tertarik pada Eleanor?”

“Quinn akan pingsan melihat Eleanor,” Derrick tertawa geli.

“Eleanor adalah gadis yang manis. Ia sangat cantik dan anggun.”

Derrick menatap lekat-lekat kakak perempuannya itu. “Kau tidak perlu cemburu padanya. Quinn tidak akan pernah tertarik pada Eleanor. Kalaupun ia tertarik, ia tidak akan pernah berniat menikahi Eleanor.”

“Aku tidak khawatir akan hal itu!” Irina kesal, “Aku hanya ingin tahu apakah Quinn akan tertarik pada Eleanor.”

“Mungkin,” jawab Derrick lalu ia menekankan, “Pada keliaran Eleanor.” Dan ia tertawa geli.

“Itu juga karena kalian,” gerutu Irina, “Kalian, tiga pria yang kurang kerjaan, telah membentuk Eleanor menjadi Eleanor yang sekarang.”

Tawa Derrick terhenti. “Maaf,” katanya, “Aku tidak mendengarmu.”

“Tidak ada,” kata Irina membuang muka.

Semua orang tahu siapa yang paling bertanggung jawab atas kelakukan Eleanor saat ini. Sebelum Countess Virgie meninggal, Eleanor adalah seorang gadis manis yang cantik dan anggun. Sepeninggal Countess Virgie, Eleanor menangis sepanjang hari. Tidak ada yang dapat menghentikan tangisannya yang memilukan hati itu. Earl Hielfinberg, sang ayah tidak berhasil. Irina, sang kakak angkat juga tidak berhasil apalagi Derrick maupun Duke Krievickie.

Semua itu berlangsung selama berhari-hari hingga Derrick menemukan ide untuk membuat gadis itu melupakan kesedihannya. Ide yang dianggap Irina merupakan ide paling gila yang pernah diketahuinya. Derrick mengajak Eleanor bermain selayaknya seorang pria!! Dan semenjak itulah Derrick sering memperlakukan Eleanor sebagai seorang pria daripada seorang gadis. Kemudian diikuti Earl of Hielfinberg. Yang terparah, menurut Irina, ayahnya, Duke of Krievickie juga ikut-ikutan! Mereka benar-benar membuat Irina merasa mempunyai dua orang adik lelaki!!

Kalaupun ada yang membuat Eleanor masih ingat bahwa ia adalah seorang wanita, orang itu adalah Irina. Irina tiada hentinya mengingatkan Eleanor untuk bersikap anggun selayaknya seorang gadis. Ia tidak pernah berhenti mengingatkan Eleanor hingga detik ini!

“Aku akan mencari Eleanor,” Derrick tiba-tiba berdiri.

“Aku ikut,” Irina juga berdiri, “Aku ingin tahu apa reaksi Eleanor mendengar berita ini.”

Derrick tertawa, “Kurasa ia sudah mengetahui semuanya sebelum kau memberitahunya. Ia jauh lebih penggosip daripada kau.”

“Ia mempunyai banyak sumber gosip.”

“Aku tidak akan kaget mendengar kau mengatakan burung-burung yang ketakutan akan kemarahan Quinn melaporkan semuanya pada Eleanor.”

“Derrick!” Irina tidak menyukai cara Derrick menyindirnya.

Derrick terus tertawa – menertawakan kakaknya yang suka mengada-ada.

-----0-----


Bernard tidak tahu apa yang membuat Quinn memanggilnya sepagi ini. Sekalipun tidak pernah Quinn mengirim utusan untuk menjemputnya di saat matahari baru saja menapaki langit. Tidak ada suatu urusan penting dan mendesak sekali pun yang membuat raja muda itu tergesa-gesa seperti ini. Dan itu membuat Bernard semakin was-was.

Pikirannya kian kacau ketika ia berdiri di depan Quinn yang menatapnya dengan wajah seriusnya tanpa suara. Wajah tegangnya membuat Bernard kian was-was.

Mata Bernard melihat tumpukan koran kemarin yang kusut di meja kerja Bernard dan tumpukan koran yang hari ini yang tercecer di depan pemuda itu.

Sesuatu mengatakan pada Bernard bahwa panggilan ini berkaitan dengan berita heboh kemarin. Berita yang membuatnya meninggalkan rumahnya begitu ia membaca berita utama itu. Berita yang membuat Quinn berang dan Mathias kabur sebelum koran itu diterbitkan.

“Aku punya tugas penting untukmu,” Quinn akhirnya membuka mulut. “Aku ingin kau mencari pengantinku.”

Grand Duke Bernard terperanjat. Ia merasa seutas tali jiwanya yang kecil ini telah ditarik dari tubuhnya. Seluruh isi dunia ini berputar-putar di sekitarnya. Telinganya seperti mendengar kabar kematiannya sendiri. Bernard tidak dapat mempercayai pendengarannya. Mata Bernard tidak lepas dari sepasang mata kelabu yang serius itu. Ia baru saja akan mengulangi titah itu ketika Quinn berkata,

“Aku ingin kau menemukannya sebelum satu minggu. Tidak,” Quinn cepat-cepat mengkoreksi, “Aku ingin kau menemukannya hari ini.”

Lagi-lagi Grand Duke terperanjat.

Quinn memutuskan untuk menikah!

Ini adalah keajaiban yang tidak pernah diharapkannya sekalipun berita menghebohkan itu mengguncang Viering.

Ini adalah mimpi terburuk yang tidak pernah dimimpikannya.

Ini adalah kejadian yang tidak pernah dipikirkan setiap makhluk di semesta ini!

Dan sekarang pria yang teguh pada pendiriannya itu hanya memberinya waktu satu hari!! Satu hari untuk menemukan calon mempelainya!!!

Bernard merasa tengah bermimpi buruk. Ia ingin seseorang membangunkannya dan mengatakan padanya bahwa semua ini adalah mimpi. Mimpi buruk yang tidak diharapkannya sekalipun ia tahu hanya ini yang dapat menghentikan jalan Mathias menuju tahta Viering.

“Apakah kau sanggup?” Quinn menatap wajah tercengang Grand Duke.

“Ha…hamba akan berusaha,” Grand Duke Bernard mengumpulkan kembali kata-katanya.

Quinn menangkap keragu-raguan dalam suara Grand Duke. “Kurasa satu hari terlalu cepat untukmu. Aku memberimu waktu selambat-lambatnya tiga hari.”

“Terima kasih, Paduka,” kata Grand Duke.

“Apa lagi yang kau tunggu?” tanya Quinn tidak sabar, “Segera lakukan tugasmu. Aku membebaskanmu dari tugas-tugas yang lain.”

“B-baik, Paduka,” Grand Duke segera beranjak.

“Tunggu!” Quinn memanggil.

“Hamba, Paduka?” kata Grand Duke yang masih belum pulih total dari kekagetannya.

“Aku ingin kau mencari seorang gadis terhormat yang penurut dan tidak banyak tingkah. Ia tidak boleh banyak menuntut, tidak boleh banyak bertanya. Ia harus bersahaja, santun, setia dan yang paling penting adalah penurut,” Quinn menekankan.

Grand Duke termangu.

“Apalagi yang kautunggu, Bernard?” ujar Quinn tidak sabar, “Kau tidak mempunyai banyak waktu. Ingat, kau hanya punya waktu tiga hari.”

“H-hamba mengerti, Paduka,” Grand Duke pulih dari lamunannya. “Hamba akan segera melaksanakan titah Anda.”

“Aku percaya padamu, Bernard,” Quinn tersenyum puas.

Tanpa menanti perintah Quinn lagi, Grand Duke segera mengundurkan diri dari Ruang Kerja.

“Apa yang terjadi padamu, Bernard?” tanya Jenderal Houghton.

Bernard yang masih setengah melamun itu terkejut.

“Kelihatannya engkau baru menerima tugas berat.”

“Ya,” Grand Duke mendesah, “Paduka memintaku mencari mempelai untuknya.”

“APA!?” sang Jenderal Angkatan Laut Viering itu terperanjat.

“Aku tidak tahu di mana aku harus menemukan gadis itu,” keluh Grand Duke Bernard, “Aku tidak tahu apakah aku bisa mendapatkan seorang gadis yang tepat.”

Houghton melihat kegelisahan di wajah sang Grand Duke dan ia tersenyum. “Jangan khawatir,” hiburnya, “Aku percaya kau akan menemukan gadis itu.”

“Mengapa kau di sini?” tiba-tiba saja Grand Duke menyadarinya.

“Paduka Raja memanggilku.”

Grand Duke keheranan.

“Aku merasa ini berkaitan dengan Duke Mathias.”

“Ia telah membuat kacau semuanya. Ia telah menggemparkan Viering dengan pernikahannya yang tidak terduga itu.”

“Aku dapat merasa untuk beberapa waktu ini kita akan benar-benar dibuat kerepotan oleh tingkahnya yang tidak bertanggung jawab itu.”

Grand Duke sependapat.

“Aku tidak tahu apa yang akan diperintahkannya padaku tetapi aku dapat meyakinkan diriku ia tidak akan memintaku mencarikan mempelai untuknya,” tambah Jenderal Houghton.

Bernard merasa ia diingatkan akan tugas beratnya.

“Aku akan segera menghadap Paduka,” kata Houghton berpamitan, “Beliau tidak akan senang dibuat menunggu.”

“Ya, lekaslah menemui beliau,” kata Grand Duke tetapi pikirannya kembali pada tugas berat yang baru diterimanya itu.

Ia telah menerima tugasnya. Ia juga telah memahami tugasnya tetapi ia tidak tahu ke mana ia harus memulainya. Ia juga tidak tahu bagaimana ia harus memulai pencariannya ini.

Grand Duke bukannya tidak mempunyai banyak kenalan. Ia juga bukannya tidak mengenal gadis-gadis muda mana yang cantik dan bersahaja. Tetapi…

Ia tidak pernah menyibukkan diri dengan gosip-gosip.

Ia tidak pernah menghabiskan waktunya untuk terlibat dengan para gadis muda itu.

Ia sudah terlalu tua untuk itu. Ia sudah terlalu sibuk untuk mengurusi hal yang lain selain Viering.

Ia sama sekali tidak mengetahui kharakter para gadis manis di Viering dengan baik.

Ia sama sekali tidak mengetahui kelakuan para gadis muda terhormat itu dengan baik.

Ia tidak mengenal mereka dengan baik!

Ke manakah ia bisa mendapatkan seorang gadis terhormat yang penurut dan pendiam seperti permintaan junjungannya?

Ke manakah ia bisa mendapatkan gadis yang cocok menjadi pendamping Quinn?

Tiba-tiba saja Grand Duke merasa masa depan Viering berada di pundaknya. Tugasnya kali ini lebih berat daripada saat ia harus membimbing Quinn menuju tahta Viering. Jauh lebih berat dari saat-saat ia memegang tampuk pemerintahan Viering untuk sementara waktu hingga Quinn cukup usia untuk naik tahta.

Bukan hanya masa depan Viering yang berada di pundaknya tetapi juga masa depan Quinn.

Bagaimana ia yang hanya tahu bagaimana menjalankan pemerintahan dengan baik, diharapkan menemukan seorang gadis yang sesuai dengan permintaan Quinn dan cocok untuk menjadi Ratu Kerajaan Viering?

Bagaimana ia yang hanya seorang pria tua diharapkan memuaskan keinginan Quinn dan masa depan Viering?

Ini semua terlalu berat.

Ini terlalu sulit.

Tiba-tiba saja Grand Duke berharap istrinya masih hidup. Dengan kebijaksanaannya dan pengetahuannya yang luas, istrinya pasti dapat dengan cepat menemukan gadis yang terpilih itu.

Sang Grand Duke tua itu benar-benar tidak mempunyai gambaran gadis manakah yang memenuhi semua kriteria itu. Kakinya melangkah dengan lunglai tanpa arah. Pikirannya yang kalut terus bergumul untuk menemukan jalan keluar. Matanya sama sekali tidak memperhatikan orang-orang yang dilaluinya. Telinganya sudah tuli untuk mendengar sapaan orang-orang itu.

Ketika Grand Duke menemukan kembali dirinya, ia telah berdiri di sisi kereta kudanya.

Seorang prajurit membukakan pintu kereta untuknya.

“Ke manakah tujuan kita selanjutnya, Yang Mulia Grand Duke?” tanya sang kusir kuda dengan sopan.

Grand Duke termangu.

“Ke Schewicvic,” jawaban itu terlompat begitu saja dari mulutnya sebelum ia menyadarinya.

Prajurit di sisi pintu itu mempersilakannya masuk ke dalam kereta dengan hormat dan ketika Grand Duke telah memasuki keretanya, ia menutup pintu dengan hati-hati tanpa menimbulkan suara.

Dalam waktu singkat kereta telah meninggalkan Fyzool dan menuju Schewicvic.



*****Lanjut ke chapter 3

No comments:

Post a Comment