Tuesday, June 12, 2007

Runtuhnya Gunung Es-Chapter 15

“Mengapa engkau pergi sendiri? Bukankah aku telah mengatakan aku akan mengantarmu,” kata Vladimer ketika melihat Angella telah berada di gereja bersama Charlie.

“Jangan marah. Aku tidak sendiri, Charlie bersamaku,” kata Angella tenang.

“Bagaimana bila terjadi sesuatu kepadamu selama perjalananmu menuju tempat ini?” tanya Vladimer semakin marah.

“Aku telah berada di sini dengan selamat, karena itu jangan marah,” kata Angella mencoba meredakan kemarahan Vladimer.

“Sudah, kalian jangan bertengkar. Kita berkumpul di sini bukan untuk mendengar kalian bertengkar tetapi untuk mendengar penjelasan yang sangat penting dari Angella,” kata Oscar tak sabar.

Angella mengangkat Charlie ke pangkuannya. “Dengar, Charlie. Apa yang akan kukatakan ini sangat penting. Karena itu engkau harus mempercayaiku.”

“Saya selalu mempercayai Anda.”

“Aku senang mendengarnya. Sekarang dengarkan dengan baik-baik,” Angella berhenti sebentar kemudian melanjutkan, “Mr. dan Mrs. Boudini bukan orang tua kandungmu, mereka orang tua baptismu. Dulu ibumu adalah pelayanku. Namanya Jenny. Dan engkau juga mempunyai seorang nenek dan paman. Atau dengan kata lain, engkau tidak sebatang kara di dunia ini.”

Charlie terkejut mendengarnya tetapi ia tidak berkata apa-apa. Ia hanya memeluk erat Angella.

“Aku ingin mengajakmu menemui mereka suatu saat nanti. Tetapi aku tidak bisa mempertemukanmu dengan ibumu,” kemudian dengan mengeraskan hati ia melanjutkan, “Karena… karena… ibumu sangat terguncang dan ia… ia… menjadi… menjadi….”

Angella tak sanggup meneruskan perkataannya, air matanya kembali membasahi pipinya. Vladimer dengan segera berusaha menghibur Angella. Setelah tangis Angella mereda, Vladimer melanjutkan cerita Angella.

“Jenny sangat terguncang ketika mengetahui ayah Charlie menikah dengan gadis lain. Pikirannya menjadi …”

“Apa yang terjadi pada Jenny, Vladimer? Katakanlah kepada kami,” desak Oscar.

“Sabarlah, Oscar. Mungkin ada sesuatu yang membuatnya berhenti bercerita,” kata Frederick menenangkan Oscar kemudian menatap Angella.

“Kami tidak dapat menceritakannya kepada Charlie. Charlie akan sangat terguncang bila mengetahui keadaan ibunya. Biarkanlah ia tidur, aku melihat ia mulai mengantuk,” kata Angella.

Angella memeluk Charlie erat-erat. Ia merasa kasihan kepada anak itu. Ia membuai anak itu seperti membuai seorang bayi ke alam mimpi, seperti yang dilakukannya pada anak itu ketika mereka meninggalkan rumah Jenny dalam hujan deras yang mengguyur bumi.

“Vladimer, tolong kau ceritakan kepada mereka. Aku tidak sanggup,” kata Angella setelah Charlie tertidur.

Vladimer menceritakan kembali cerita Angella. Kedua kakak Angella tampak terkejut mendengar cerita panjang itu.

“Tak kuduga Earl of Wicklow itu sangat kejam terutama adiknya. Untung aku tidak pernah menyukai wanita itu. Entah apa yang akan dilakukannya padaku bila aku memilihnya. Mungkin aku akan diusirnya juga bila ia sudah tidak menyukaiku lagi seperti ia mengusir Jenny yang sedang mengandung,” kata Oscar penuh kemarahan.

“Apakah engkau yakin Charlie adalah putra Jenny dan Earl of Wicklow?” tanya Frederick.

“Tentu saja aku yakin. Aku sendiri yang menyerahkan anak ini kepada keluarga Boudini sehari setelah kelahirannya,” kata Angella dengan marah di sela-sela tangisnya, “Sifat anak ini sudah cukup membuktikan bahwa aku benar. Ia keras kepala seperti ibunya dan ia juga tidak mudah mempercayai orang seperti keadaan Jenny ketika mengandung.”

“Maaf, aku hanya ingin kebenaran yang jelas,” kata Frederick.

“Apakah peristiwa yang menimpa Jenny itu belum jelas?” tanya Angella tajam.

“Frederick!” tegur Vladimer ketika melihat Frederick akan mengatakan sesuatu.

“Kami mempercayai cerita itu. Jangan menangis lagi, aku tidak ingin melihatmu bersedih,” kata Oscar sambil berlutut di depan Angella.

“Sekarang yang harus kita lakukan adalah mempertemukan Charlie dengan keluarganya,” kata Vladimer.

“Dan memberi tahu Earl mengenai hal ini,” tambah Frederick.

“Apakah Earl akan mempercayai kenyataan ini?” tanya Oscar.

“Ia pasti percaya bila ia melihat anak ini dan Jenny,” kata Vladimer.

“Baiklah. Karena kalian telah sepakat, aku juga setuju,” kata Oscar, “Bagaimana denganmu Angella?”

“Aku tidak tahu apa yang akan dikatakan Mrs. Dellas,” kata Angella ragu-ragu, “Tetapi bila kalian bersikeras, maka aku tidak akan mencegah kalian. Aku tahu kalian tidak dapat dihentikan bila kalian bersungguh-sungguh melakukan sesuatu. Kalian yang membuat rencananya, aku menjalankannya.”

“Sekarang semua telah diputuskan. Bila keadaan Angella sudah membaik, kita akan mengantar Charlie menemui keluarganya. Dan aku akan memberi tahu Earl,” kata Frederick.

“Jangan terburu-buru memberi tahu Earl. Tunggulah sampai kebencian Jenny berkurang. Aku tidak tahu apa yang akan dilakukannya bila Earl muncul dengan tiba-tiba untuk mengambil putranya,” kata Angella.

“Earl tidak akan mengambil putranya saja, tetapi ia juga akan mengambil Jenny. Percayalah, aku akan membuatnya menjadi kenyataan. Bila ia tidak mau membawa Jenny, maka ia tidak akan mendapatkan putranya. Aku yang akan memastikannya,” kata Frederick bersungguh-sungguh.

“Yang harus kita lakukan sekarang adalah membawa Angella dan Charlie kembali ke kamar,” kata Vladimer.

“Oscar antarkan mereka kembali ke kamarnya. Ada yang ingin kubicarakan dengan Vladimer,” kata Frederick.

Oscar mengambil Charlie dari pangkuan Angella dan mengajak Angella meninggalkan gereja. Sepanjang jalan mereka tak berbicara apa-apa.

“Apakah engkau marah kepadaku?” tanya Angella memecahkan keheningan di antara mereka.

“Tidak,” jawab Oscar singkat.

“Engkau bohong! Aku tahu engkau marah kepadaku karena aku menyembunyikan hal ini dari kalian selama empat tahun lebih.”

Oscar tetap berdiam diri.

“Maafkan aku, Oscar. Aku tidak berniat menyembunyikannya dari kalian, tetapi aku telah berjanji kepada Jenny,” kata Angella melihat Oscar yang terdiam.

“Aku mengerti. Jangan khawatir, aku tidak marah kepadamu,” kata Oscar.

“Mengapa engkau diam saja?”

“Aku sedang memikirkan langkah yang harus kita ambil untuk menyelesaikan masalah ini tanpa membuatmu bersedih lagi,” jawab Oscar.

“Aku tidak dapat menghentikan kesedihanku ini sebelum aku melihat mereka bahagia,” kata Angella.

“Percayalah pada kami, kami akan membuat mereka bahagia. Engkau jangan bersedih lagi juga jangan merasa bersalah lagi.”

“Tetapi karena kecerobohanku semua ini terjadi,” protes Angella.

“Saat itu engkau tidak mengetahui apa yang akan terjadi. Engkau tidak bersalah.”

“Engkau dan Vladimer sama saja. Kalian tidak mengerti perasaanku.”

“Vladimer pernah mengatakannya juga?” tanya Oscar tak percaya.

“Ya. Setiap hari ia mengatakan aku tidak perlu merasa bersalah karena saat itu aku tidak tahu apa yang akan terjadi.”

“Karena itu jangan merasa bersalah lagi.”

“Aku tidak dapat menghentikannya, Oscar. Aku tidak dapat menghilangkan perasaan itu. Sejak semua ini terjadi, aku selalu menyalahkan diriku sendiri.”

“Berusahalah. Engkau pasti bisa,” kata Oscar.

Oscar mengantar Angella ke kamarnya kemudian menyerahkan Charlie yang sudah tertidur kepada Nanny. Setelah melaksanakan tugas yang diberikan Frederick, ia pergi ke tempat Frederick dan Vladimer berbicara. Dalam perjalanan ke gereja, ia memikirkan kata-kata adiknya sebelum masuk kamar.

“Mereka sudah tidur?” tanya Frederick.

Oscar menganggukan kepalanya kemudian bertanya, “Apa yang kalian bicarakan?”

“Kami membicarakan pembagian tugas selama kunjungan Angella ke rumah Jenny. Kami memutuskan besok lusa bila keadaan Angella membaik, ia boleh pergi ke sana bersama Charlie,” kata Vladimer.

“Apakah ia akan setuju dengan keputusan kalian?” tanya Oscar.

“Ia pasti setuju. Ia telah menyerahkan segalanya kepada kita,” kata Frederick meyakinkan Oscar.

“Siapa yang akan menjaganya selama kunjungannya ke rumah Jenny?” tanya Oscar.

“Besok lusa, engkau yang menjaganya. Kemudian pada kunjungannya yang selanjutnya, kita akan secara bergiliran menemani mereka,” kata Frederick.

“Menurutmu, apakah mudah menghilangkan kebencian Jenny pada anaknya?”

“Aku tidak tahu, Oscar. Masalahnya adalah Charlie mirip sekali dengan Earl, sedangkan Jenny membenci Earl karena telah melanggar janjinya,” kata Frederick.

“Masalah ini akan sangat sulit terselesaikan,” kata Vladimer.

“Tidak!” seru Oscar mengejutkan Frederick dan Vladimer, “Masalah ini akan cepat terselesaikan. Aku yakin Jenny masih mencintai Earl. Mungkin pada saat ia melihat Charlie untuk pertama kalinya, ia akan menjadi histeris tetapi lama kelamaan ia akan terbiasa dengan kehadiran Charlie.”

“Setelah itu kita mengajak Earl menemui Jenny. Aku yakin kedatangan Earl setelah kebencian Jenny terhadap anaknya berkurang, akan mempengaruhi pikiran Jenny. Dan bila dugaanku benar, mungkin Jenny bisa pulih seperti sedia kala.”

“Mengapa engkau sangat yakin pada kata-katamu?” tanya Frederick.

“Angella memberi tahuku kemungkinan itu. Kata Angella, ia telah banyak membaca buku mengenai ini. Dan inilah kesimpulan Angella.”

“Rupanya Angella benar-benar memikirkan Jenny dan putranya,” kata Vladimer.

“Setiap saat ia selalu memikirkan orang-orang yang disayanginya. Dan Jenny salah satu orang yang disayanginya,” kata Frederick.

“Walaupun ia berhati dingin, tetapi sebenarnya ia penuh perhatian,” tambah Oscar.

“Karena itu, berdoalah agar engkau juga termasuk di antara orang-orang yang disayanginya, Vladimer,” goda Frederick.

“Salah, Frederick. Bukan disayangi tetapi dicintai. Berharaplah Vladimer,” Oscar ikut menggoda.

Vladimer tidak menghiraukan godaan mereka. Ia sibuk dengan pikirannya sendiri. Mengapa Angella terkejut ketika ia membenarkan dugaan Nanny dan Countess? Mengapa ia tampak tidak senang?

Angella memprotes ketika mendengar keputusan mereka. Tetapi ia tetap menyetujui keputusan itu. Sepanjang hari ia mempersiapkan mental Charlie untuk bertemu keluarganya terutama ibunya. Ia tidak ingin Charlie terguncang melihat keadaan ibunya.

Nenek Charlie sangat senang ketika melihat cucunya. Charlie juga tampak senang bertemu keluarganya. Bill, paman Charlie mengajak keponakannya berkeliling ketika Angella dan Oscar berbicara dengan Mrs. Dellas.

“Kami baru mendengar apa yang terjadi pada Jenny. Kami turut merasa menyesal,” kata Oscar.

“Maafkan saya, Mrs. Dellas. Saya tidak dapat menepati janji saya. Orang tua angkat Charlie telah meninggal dan saya tidak tega melihatnya sebatang kara karena itu saya menceritakan segalanya kepada anak itu.”

Mrs. Dellas tampak terkejut mendengar berita itu. Setelah menguasai dirinya ia berkata, “Tidak apa-apa, Tuan Puteri. Mungkin memang sudah kehendak-Nya anak itu mengetahui segalanya.”

“Mrs. Dellas, kami memutuskan untuk memberi tahu ayah Charlie. Ia harus bertanggung jawab terhadap anaknya,” kata Oscar.

“Jangan lakukan itu! Ia tidak boleh memisahkan Jenny dari putranya. Walaupun Jenny membenci anak itu, tetapi ia tetap ibu Charlie. Saya percaya suatu saat nanti Jenny akan dapat menghilangkan kebenciannya itu.”

“Kami tidak bermaksud memisahkan mereka. Kami akan memastikan ayah Charlie tidak hanya mengambil Charlie tetapi juga Jenny,” kata Oscar.

“Percayalah, Mrs. Dellas. Kami tidak ingin memisahkan mereka. Kami hanya ingin melihat mereka bahagia,” kata Angella memohon.

“Baiklah. Anda boleh memberi tahu ayah Charlie karena memang sudah seharusnya ia bertanggung jawab terhadap anak itu. Tetapi saya tidak akan mengijinkan bila ia hendak memisahkan Jenny dan Charlie.”

“Kami akan memastikan itu, Mrs. Dellas,” kata Angella, “Saya tahu Anda ibu yang pengertian. Saya tidak akan mengecewakan Anda lagi.”

“Karena Anda telah setuju. Kami akan mengajak ayah Jenny kemari bila Jenny tidak lagi membenci Charlie seperti dulu lagi. Untuk itu kami membutuhkan bantuan Anda.”

“Kami akan membantu Anda. Jenny harus menghilangkan kebenciannya pada putranya sendiri. Saya percaya hal ini akan terjadi. Jenny pasti bisa,” kata Mrs. Dellas terharu.

Ketika Bill dan Charlie tiba, mereka segera menghentikan percakapan mereka. Charlie dengan penuh semangat menceritakan segala yang dilihatnya kepada mereka. Ia tampak senang sekali dengan pertanian ini. Ia juga bercerita mengenai beberapa ternak yang dilihatnya.

Bill tampak menyukai keponakannya itu. Kata Bill, Charlie memaksa mengajaknya berkuda. Semula ia tidak tahu apa yang harus dilakukannya, tetapi Charlie sudah berada di atas kuda ketika ia baru memutuskan tidak mengijinkan anak itu. Ia mengaku bahwa ia terkejut karena Charlie sudah dapat berkuda.

Charlie bercerita mengenai pelajaran berkuda yang diberikan oleh kedua kakak Angella serta Vladimer. Dengan penuh semangat ia bercerita mengenai kunjungannya selama berada di Troglodyte Oinos.

Mrs. Dellas senang mendengar cerita cucunya, tetapi ia harus melakukan sesuatu yang penting. Ia harus mempertemukan Charlie dengan ibunya. Suasana terasa tegang ketika Bill membuka pintu kamar Jenny.

Jenny yang sedang duduk termenung di tempat tidurnya, menjerit histeris ketika melihat Charlie. Tangannya meraih barang-barang yang ada di dekatnya dan melemparkannya ke Charlie sambil mengusirnya pergi.

Angella hendak berdiri di depan Charlie untuk melindunginya, tetapi Oscar menahannya. Sebagai gantinya, Oscar berdiri melindungi mereka berdua.

Charlie menangis ketakutan melihat ibunya. Angella dan Mrs. Dellas sibuk menenangkan Charlie.

“Jangan menangis, Charlie. Ibumu tidak mengenalmu sehingga ia seperti ini, bila engkau menangis ia semakin tidak mengenalmu,” bujuk Mrs. Dellas.

“Engkau harus bersabar menghadapinya, ia menyayangimu. Ia hanya terkejut melihatmu,” bujuk Angella. “Jangan menangis, engkau anak yang berani.”

Bill mendekati Jenny. Ia mencengkeram kuat-kuat tangan adiknya. “Apa yang kaulakukan? Apakah engkau tidak menyadari engkau bisa melukai putramu?” bentaknya.

Jenny tampak termenung melihat kemarahan kakaknya. Ia melihat Charlie yang ketakutan. Ia terus menatap anak itu.

Charlie tiba-tiba berlari mendekati Jenny. Angella dan Mrs. Dellas tampak cemas melihat anak itu mendekati Jenny. Mereka tidak dapat menduga reaksi Jenny. Mereka hanya berharap Jenny tidak melakukan sesuatu yang lebih buruk terhadap anak itu lagi.

“Lihatlah! Ia putramu sendiri, anak yang kausayangi. Mengapa sekarang engkau tidak mengenalinya lagi?” tanya Bill melihat Charlie mengguncang tubuh Jenny sambil memanggil namanya.

Jenny tetap tidak bergerak ketika Charlie memanggil namanya. Ia memandangi wajah anak itu tanpa berkata apa-apa.

Angella tidak sanggup melihat adegan itu, ia menarik Oscar meninggalkan keluarga itu. Oscar mengibur Angella yang mulai menangis di pelukannya.

“Oscar, kita pulang saja. Aku tidak sanggup melihat mereka,” kata Angella.

“Bagaimana dengan Charlie?” tanya Oscar.

“Biarkan Charlie di sini. Ia pasti senang berkumpul dengan keluarganya.”

“Baiklah. Aku akan memberi tahu mereka. Tunggu di sini,” kata Oscar.

Oscar masuk kembali ke kamar Jenny, Angella mendengar mereka berbicara. Terdengar Oscar dengan keras kepala meyakinkan mereka bahwa Charlie harus berkumpul dengan keluarganya. Setelah berhasil meyakinkan mereka, ia kembali ke sisi Angella.

Dalam perjalanan pulang, Angella tampak sedih. Ia duduk termenung. Oscar membiarkan Angella. Ia tahu adiknya sedang memikirkan sesuatu. Pada mulanya, Oscar membiarkan adiknya terdiam, tetapi tak lama kemudian ia mulai merasa cemas ketika Angella tidak berbicara apa-apa.

“Apa yang terjadi padamu, Angella? Mengapa engkau diam saja sejak kita meninggalkan rumah Jenny?” tanya Oscar memecahkan lamunan Angella.

Angella tersentak kaget. “Tidak… tidak ada apa-apa,” katanya terbata-bata karena belum pulih dari terkejutnya.

“Mengapa engkau terbata-bata seperti itu bila tidak terjadi apa-apa? Apa yang kaupikirkan?” desak Oscar.

“Aku…,” kata Angella enggan menjawab. Ia menatap lekat-lekat mata Oscar yang menampakkan dengan jelas tuntutannya. Angella menghela napas kemudian melanjutkan:

“Aku hanya berpikir apakah Jenny akan menerima kehadiran Charlie di sana. Aku tidak pernah melihat mata Jenny yang seperti itu.”

“Percayalah, cepat lambat Jenny akan menerima Charlie. Ikatan antara seorang ibu dan anak itu sangat erat,” kata Oscar menyakinkan Angella.

“Aku sependapat denganmu. Aku dapat melihat mata Jenny memancarkan kasih sayangnya ketika melihat Charlie. Aku tidak tahu kapankah waktu yang tepat untuk mempertemukan Earl dengan mereka.”

“Saat itu pasti segera tiba.”

Mereka sibuk dengan pikirannya masing-masing. Angella memandang keluar jendela melihat gerakan awan putih di langit yang biru. Merasakan angin yang menerpa wajahnya.

“Mereka pasti sedih,” kata Angella tiba-tiba.

“Mereka siapa?” tanya Oscar tak mengerti.

“Mama, Nanny, dan semua orang di rumah yang menyayangi Charlie. Aku tidak tahu apa yang harus kukatakan kepada mereka. Aku tidak ingin memberi tahu mereka bahwa Charlie berada di tengah-tengah keluarganya. Saat ini aku tidak ingin seorang pun selain kita yang mengetahui bahwa Charlie masih mempunyai keluarga,” kata Angella.

“Mengapa?”

“Karena masalah ini belum selesai. Aku ingin semua orang mengetahuinya setelah kita menyelesaikannya dengan baik,” jawab Angella.

“Sepertinya engkau merencanakan sesuatu,” kata Oscar mendengar tekanan Angella pada kata-kata terakhirnya.

Angella tidak menjawab Oscar. Ia tersenyum lembut kepadanya. Tetapi mata Angella berkilat-kilat tajam penuh misteri. Membuat Oscar bertanya-tanya.

Tepat seperti yang dikatakan Angella pada Oscar, semua orang di Troglodyte Oinos yang menyayangi Charlie merasa sedih ketika mengetahui anak itu telah pergi.

Angella melarang keras kakak-kakaknya, Vladimer juga Thompson memberi tahu siapa pun bahwa sekarang Charlie berada di tengah-tengah keluarganya.

Melalui sikapnya itu, ia telah membuat sebuah tanda tanya besar di dalam benak semua orang. Baik mereka yang mengetahui kejadian sebenarnya juga mereka yang tidak tahu apa-apa.

Apakah Angella tengah merencanakan sesuatu? Tidak ada seorang pun yang tahu kecuali dirinya sendiri. Mereka hanya dapat menebak.

Pada kunjungan kedua Angella ke rumah Jenny, Frederick menemaninya. Angella tampak sangat senang sekaligus tak percaya ketika melihat Jenny sudah dapat menerima kehadiran Charlie. Ia tampak tenang walaupun Charlie memegang tangannya. Kata-katanya mulai dapat dimengerti, walaupun kadang-kadang sulit. Tetapi telah banyak perubahan Jenny selama minggu-minggu terakhir ini. Doa Mrs. Dellas telah dikabulkan.

Tangan Angella yang menutupi mulutnya tampak bergetar ketika ia melihat Charlie dengan sabar meladeni ibunya. Air mata kebahagiannya tidak terbendung lagi. Mrs. Dellas ikut terharu ketika melihat air mata Angella.

“Hati Anda sangat lembut, Tuan Puteri,” kata Mrs. Dellas.

“Tidak, Anda tidak benar,” bantah Angella.

Frederick tersenyum melihat wajah Angella yang memerah. “Apakah Anda tidak tahu, gadis ini terkenal sangat dingin? Tetapi sekarang kelembutan hatinya telah muncul kembali.”

“Apakah itu benar? Saya tidak pernah mendengarnya, tetapi saya pernah mendengar seorang gadis yang sangat dingin. Namanya Snow Angel,” kata Mrs. Dellas tak percaya.

“Snow Angel dan Angella adalah orang yang sama. Kami yang memberinya nama itu,” kata Frederick tanpa menghiraukan protes Angella.

Wanita tua itu tampak terkejut. “Apakah Anda menyembunyikan kelembutan hati Anda karena Jenny? Saya tidak menduga begitu besar rasa bersalah Anda pada Jenny,” katanya terharu.

Angella tertunduk diam. Ia tidak dapat menjawab pertanyaan wanita itu. Ia telah mendirikan dinding es yang tebal, namun dinding es itu mulai menipis.

Apakah dinding es itu akan tetap ada ataukah dinding es itu akan melebur, Angella tidak tahu. Ia hanya mengetahui seorang pria telah menemukan lubang di dinding es itu kemudian memasuki tempat yang dilindungi dinding itu.

Ia merasa sangat sedih karena pria itu kini menjauhinya. Pria itu selalu menghindar darinya, ia tidak lagi mengajak Angella berbicara. Ia segera pergi menjauh bila melihatnya walaupun pria itu melihatnya dari kejauhan seakan-akan Angella adalah makhluk berbahaya yang harus dijauhi selagi ada kesempatan.

Pernah Angella mengajaknya bicara, namun ia tampak enggan berbicara kepadanya. Hal itu membuat Angella semakin sedih. Akhirnya Angella meninggalkan pria itu, ia tidak lagi berusaha mengajak bicara pria itu.

Nanny dan Countess yang melihat mereka menjadi dingin satu sama lain lagi, merasa sedih. Mereka menduga Angella dan Vladimer bertengkar lagi untuk kedua kalinya.

Oscar dan Frederick juga merasa sedih. Mereka tidak tahu mengapa Angella dan Vladimer tidak seakrab dulu lagi. Mereka merasa harapan mereka sejak kecil tidak dapat terwujud ketika melihat hubungan kedua insan itu menjadi lebih dingin dari permusuhan mereka yang pertama.

Angella juga tidak tahu mengapa Vladimer menjauhinya. Ia merasa sedih karenanya, namun ia tidak pernah menampakkan kesedihannya di depan siapa pun, karena itu tidak ada yang mengetahui perasaannya yang sebenarnya.

“Kapan kami dapat membawa ayah Charlie ke mari?” tanya Frederick.

“Sebaiknya bila Jenny benar-benar telah terbiasa dengan Charlie,” kata Mrs. Dellas.

“Aku ingin segera melihat wajah pria yang telah menyakiti hati adikku,” geram Bill.

“Bill!” tegur ibunya, “Walaupun pria itu telah menyakiti hati Jenny, tetapi ia tetap ayah Charlie. Engkau jangan berbuat apa-apa terhadapnya bila ia datang.”

“Beberapa minggu lagi kami akan membawanya ke mari. Bagaimana menurut Anda?”

“Saya setuju, Tuan Muda. Charlie dalam waktu satu minggu lebih telah mampu menghilangkan kebencian ibunya, tentu dalam waktu sekian minggu hubungan mereka akan semakin dekat,” kata Mrs. Dellas.



*****Lanjut ke chapter 16

No comments:

Post a Comment