Saturday, June 9, 2007

Runtuhnya Gunung Es-Chapter 12

Pesta itu berlangsung meriah.

Angella berdiri di dekat kolam air mancur bersama kakak-kakaknya dan Vladimer serta Charlie. Orang tuanya tampak gembira mendapat ucapan selamat dari teman-temannya.


Orang tua Vladimer juga diundang ke pesta ulang tahun perkawinan itu. Mereka berdiri tak jauh dari orang tua Angella. Mereka tampak sedang berbincang-bincang dengan tamu-tamu yang lain.

Angella tampak anggun dengan gaun yang dikenakannya. Gaun berlengan panjang itu diberikan kepadanya oleh Frederick sehari sebelum pesta dilangsungkan. Frederick memaksanya mengenakan gaun itu selama pesta sebab pesta itu dilangsungkan di halaman rumah.

“Mengapa aku harus mengenakan gaun itu?” tanya Angella saat Frederick memberikan gaun itu kepadanya.

Frederick meletakkan gaun itu di kursi yang selalu diletakkan di depan perapian oleh Angella. Kemudian ia memandang Angella yang sedang bersandar pada tepi tempat tidurnya.

Angella tidak melihat pada gaun merah muda yang dibawanya. Mata gadis itu mengawasi langit yang mulai gelap di luar melalui pintu beranda kamarnya yang terbuka.

“Karena pesta itu akan diadakan di halaman dan engkau tidak boleh terkena angin malam yang dingin,” jawab Frederick.

“Tetapi, Freddy, aku sudah mempunyai banyak gaun yang juga berlengan panjang seperti gaun itu,” kata Angella.

“Engkau harus mengenakan gaun itu. Gaun itu khusus dipesan untukmu oleh Mama. Mama ingin engkau mengenakannya dalam pesta itu,” kata Frederick memaksa Angella.

“Tolong katakan pada Mama, aku berterima kasih atas gaunnya tetapi aku tidak dapat menerimanya. Gaunku sudah terlalu banyak.”

“Mama akan sedih sekali bila tahu engkau menolak mengenakan gaun yang sengaja dipesannya untukmu. Kenakanlah gaun ini di pesta esok malam.”

“Jangan membujukku terus, Freddy!”

“Jangan kembali lagi menjadi Snow Angel lagi. Lebih baik engkau menjadi Angella yang manis dan penurut,” goda Frederick.

“Bila engkau tidak menyukainya, silakan pergi,” kata Angella tajam.

“Rupanya aku harus memanggil bantuan untuk membujukmu,” kata Frederick.

“Siapapun yang membantumu tidak akan membuatku terbujuk.”

Frederick menggelengkan kepalanya dan berkata, “Jangan terlalu yakin, Angella. Aku bisa menyakinkanmu bahwa ia akan berhasil membujukmu.”

“Silakan coba,” kata Angella tetap tajam.

“Sungguh? Apakah engkau nanti tidak menyesal?” kata Frederick menantang adiknya.

“Untuk apa mundur bila aku telah yakin.”

“Baiklah. Aku akan meminta bantuan Vladimer, mungkin ia dengan sikapnya yang dingin itu mampu membuatmu mau mengenakan gaun itu.”

Angella mengeluh mendengar nama Vladimer disebut Frederick, “Oh, jangan dia lagi. Aku tidak ingin bertemu dengannya.”

“Sungguh? Mungkin saat ini engkau mengatakan tidak tetapi siapa tahu esok engkau mengatakan yang sebaliknya,” goda Frederick.

“Tidak. Sekarang dan selamanya,” kata Angella tajam.

“Bila demikian, engkau harus mau mengenakan gaun itu? Atau aku akan meminta Vladimer untuk membujukmu,” kata Frederick.

Dalam beberapa hari ini, semua orang yang tinggal di Troglodyte Oinos telah mengetahui Angella dan Vladimer tengah bermusuhan. Tidak seorangpun dari mereka yang saling menyapa.Tidak ada yang tahu penyebab permusuhan mereka ini kecuali mereka sendiri.

Countess sangat sedih ketika mengetahui antara Angella dan Vladimer tumbuh semacam permusuhan yang tidak kentara. Berlainan dengan kedua kakak Angella, mereka tidak merasa sedih adik mereka bermusuhan dengan sahabat mereka.

Mereka semakin rajin menggoda Angella. Kali ini Angella tidak selalu diam saja bila digoda. Kedua kakak Angella telah mendapatkan apa yang mereka harapkan, Angella sering bersemu merah bila mereka menggoda gadis itu. Tetapi mereka tidak berhenti menggoda Angella seperti yang mereka katakan bahwa mereka akan berhenti menggoda Angella bila gadis itu telah bersemu merah bila mereka menggodanya. Setiap hari mereka tidak hanya rajin menggoda Angella tetapi juga Vladimer.

Mereka menduga permusuhan mereka ini bagaikan jalan bagi Vladimer dan Angella untuk dapat menyadari bahwa mereka saling mencintai.

Sejak kecil Angella selalu terlihat lebih menyayangi Vladimer dari pada kedua kakaknya yang selalu menggodanya. Setiap kali ia diganggu Frederick atau Oscar, ia selalu berlari kepada Vladimer.

Vladimer pun tidak pernah mengabaikan Angella. Ia selalu membela Angella dan menjaganya seperti menjaga adiknya sendiri.

Sikap Angella yang seperti itu sering membuat Frederick dan Oscar merasa cemburu pada Vladimer. Mereka marah pada Vladimer yang lebih sering mendapatkan perhatian dari Angella kecil yang manis.

“Baiklah, aku akan mengenakan gaun itu di pesta kebun besok malam,” kata Angella mengalah.

Pilihan mengadakan pesta di halaman Troglodyte Oinos itu memang tepat karena bersamaan dengan akan diadakannya pesta itu, bunga-bunga di taman bunga bermekaran semua seperti ikut menyambut dan memeriahkan pesta itu.

Angella merasa senang dapat keluar kamarnya setelah pada hari-hari sebelumnya ia tidak diijinkan meninggalkan kamarnya oleh kakak-kakaknya. Ia merasa seperti seekor burung yang baru dilepaskan dari sangkarnya.

Charlie berdiri dengan tenang di sisi Angella. Tangannya menggandeng tangan Angella. Ia tidak henti-hentinya mengagumi pesta itu. Tingkahnya yang lucu itu membuat mereka tertawa.

Seseorang datang mendekati mereka. “Selamat malam, Snow Angel. Engkau tampak cantik sekali malam ini,” kata laki-laki itu.

Suasana ceria di antara mereka menjadi beku ketika pria itu datang. Ia mengulurkan tangan hendak mencium tangan Angella, namun gadis itu menepisnya.

“Ada keperluan apa engkau kemari, Danny?” tanya Frederick.

“Oh, engkau Frederick. Maaf aku tidak melihatmu sebelumnya. Aku kemari hendak mengajak adikmu berdansa denganku nanti,” kata Danny.

“Maaf, Danny. Engkau terlambat, Angella sudah berjanji akan berdansa dengan Vladimer,” kata Oscar.

Angella diam memandang tajam pada Oscar kemudian kepada Danny. “Bila keperluanmu telah selesai, silakan pergi,” katanya tajam setajam tatapan matanya.

“Jangan begitu! Biarkanlah aku ikut bercanda bersama kalian. Aku melihat kalian sedang asyik bercanda tadi,” kata Danny.

“Mari kita pergi, Charlie,” kata Angella sembari menggandeng Charlie menjauh.

Pria itu menyadari keberadaan Charlie ketika Angella mengajaknya menjauh. Ia memandang Charlie dan merasa pernah melihatnya.

Vladimer segera mengikuti Angella yang pergi menjauh itu. Kedua kakak Angella tetap berdiri di dekat kolam itu untuk menghadapi Danny.

“Engkau telah melihat sendiri bahwa Angella tidak menyukaimu. Mengapa engkau tidak berhenti mengganggunya?” kata Frederick.

“Aku tidak merasa ia tidak menyukaiku. Sebaliknya aku merasa ia sebenarnya menyukaiku hanya saja kalian yang melarangnya bergaul denganku. Bila ia tidak menyukaiku, mengapa ia menjauh dariku?” kata Danny dengan penuh percaya diri.

“Dengar, Danny! Kami tidak ingin engkau merusak pesta ini, jadi pergilah menjauh dari Angella. Tidakkah engkau melihat Angella dan Vladimer?” kata Oscar menahan marah sambil menunjuk Vladimer dan Angella yang berdiri di bawah pepohonan menanti mereka.

Danny melihat ke arah yang ditunjuk Oscar. Ia melihat Vladimer dan Angella memandang sama dinginnya kepadanya. Ia merasa gentar ketika teringat perjumpaannya yang pertama dengan Vladimer.

“Baiklah, aku akan pergi. Tetapi aku berjanji aku akan tetap berusaha menaklukkan Snow Angel,” kata Danny.

“Aku peringatkan kepadamu, Danny. Rintanganmu akan menjadi semakin sulit dari yang sebelumnya. Karena kini Angella sedang dekat dengan Vladimer,” kata Frederick memanasi Danny.

“Aku tidak akan putus asa mendengar kata-kata kalian,” kata pria itu.

“Kami tahu engkau akan terus berusaha hingga berhasil. Kami hanya ingin memperingatimu,” kata Oscar kepada Danny ketika ia pergi menjauh.

Setelah pria itu menjauh, mereka berjalan ke tempat Vladimer dan Angella menanti mereka. Mereka berdua sedang berbincang-bincang dengan orang tua Vladimer.

“Kalian juga tampak lebih dewasa dari saat terakhir kali kita bertemu,” kata Duke.

“Sudah lama kita tidak bertemu. Bagaimana keadaan Anda berdua?” kata Frederick.

“Kami baik-baik saja. Bagaimana keadaan kalian? Kami dengar kalian sekarang sibuk menjadi pengawal Angella,” kata Duchess.

“Ya, kami sekarang memang sibuk menjaga Angella. Baru-baru ini ia sakit, sehingga kami harus menjaganya lebih ketat dari sebelumnya,” kata Oscar.

“Oh… Apakah engkau sudah merasa lebih baik sekarang, Angella?” Duchess merasa prihatin.

“Ia sudah lebih baik sekarang. Tetapi kami merasa masih harus tetap mengawasinya ke manapun ia pergi,” kata Frederick sebelum Angella menjawab.

“Kalian sangat menyayangi adik kalian hingga merasa wajib menjaganya dalam keadaan apapun,” kata Duchess, “Di mana, Nanny? Aku tidak melihatnya sejak tadi. Biasanya ia berada di sampingmu, Angella.”

“Nanny sekarang berada di Ruang Kanak-Kanak. Mungkin sekarang ia sedang menyiapkan tempat tidur bagi Charlie,” kata Frederick.

“Nama anak ini Charlie? Sejak tadi aku ingin tahu nama anak itu, anak itu tampaknya mirip sekali dengan seseorang,” kata Duke.

“Kami juga merasa ia mirip seseorang, tetapi kami tidak ingat siapa yang memiliki wajah seperti anak itu,” kata Frederick.

“Di mana orang tuamu, Charlie?” tanya Duchess.

“Orang tuanya telah meninggal, Mama,” kata Vladimer.

“Aku turut bersedih. Apakah orang tuanya telah lama meninggal? Mengapa ia berada di sini?” tanya Duchess ingin tahu.

“Orang tuanya baru saja meninggal beberapa minggu yang lalu dalam kebakaran yang menimpa Boudini’s Theatre,” kata Frederick.

“Ia putra Mr. dan Mrs. Boudini. Kami yang membawanya kemari sebab kami merasa kasihan kepada anak malang ini,” tambah Oscar.

“Tentunya anak itu masih sangat terkejut setelah peristiwa itu,” kata Duchess.

“Engkau jangan membuat anak itu semakin teringat peristiwa yang membuatnya kehilangan kedua orang tuanya itu,” tegur Duke kepada istrinya.

“Bagaimana liburanmu di sini, Vladimer?” tanya Duchess.

“Menyenangkan, Mama,” jawab Vladimer.

“Dan sangat seru. Kunjungan Vladimer kali ini berbeda dari kunjungan-kunjungannya yang sebelumnya,” tambah Oscar.

“Mengapa demikian?” tanya Duches tak mengerti.

“Dalam kunjungannya kali ini ia harus berhadapan dengan Snow Angel yang sikapnya sama dinginnya dengan dirinya,” jawab Frederick.

“Dan ia harus menghadapi permusuhannya dengan Snow Angel,” kata Oscar.

“Oh, benarkah kalian bermusuhan?” tanya Duchess pada Angella dan Vladimer, “Mengapa kalian bermusuhan?”

“Tidak apa-apa, Mama. Hanya sedikit kesalahpahaman di antara kami. Dan pasti kesalahpahaman itu akan segera terselesaikan,” kata Vladimer.

“Lebih baik kalian segera menyelesaikan kesalahpahaman itu,” saran Duchess.

“Mari kita pergi sekarang. Kita masih harus memberi selamat kepada Earl dan Countess of Trintonville,” kata Duke pada Duchess.

“Silakan kalian melanjutkan perbincangan kalian. Kami akan pergi sekarang,” kata Duchess.

“Aku yakin saat ini Danny akan merasa sangat marah sekali,” kata Oscar ketika orang tua Vladimer meninggalkan mereka berlima.

Frederick menceritakan percakapan mereka dengan Danny kepada mereka. Angella diam saja mendengarnya. Vladimer tampak sangat jengkel mendengar cerita mereka.

“Suatu hari nanti harga dirinya yang tinggi itu akan jatuh dan hancur berkeping-keping,” kata Angella tajam.

“Kejam sekali kata-katamu itu,” kata Oscar.

“Ada yang datang mendekat,” kata Frederick ketika melihat seorang pemuda datang mendekat.

“Ada apa, Neil?” tanya Frederick ketika pemuda itu sudah dekat.

“Kakakku mengatakan ia tidak akan berhenti sebelum ia berhasil mendapatkan apa yang diinginkannya,” kata pemuda itu sambil menatap Angella.

Angella menatap tajam kepada anak itu dan berkata, “Katakan kepadanya walaupun gunung es telah berubah menjadi taman bunga, taman bunga itu takkan mengijinkannya datang.”

“Apa maksud perkataan Anda?” tanya Neil.

“Bila ia sepandai yang dikatakannya, ia akan mengerti,” kata Angella tanpa mengurangi ketajaman kata-katanya.

“Rupanya kedinginanmu muncul kembali setelah selama engkau sakit kedinginan hatimu itu hilang,” kata Oscar mendengar kata-kata tajam adiknya.

“Apa arti kata-kata itu?” tanya Charlie.

“Kelak engkau akan mengerti,” jawabnya.

“Sejujurnya, aku sendiri tidak mengerti arti kata-katamu itu tadi,” kata Oscar.

“Adalah suatu khayalan yang terlalu tinggi bila Danny mengharapkan aku mau berbicara dengannya,” terang Snow Angel.

“Tidak hanya terlalu tinggi tetapi juga sangat tinggi,” Oscar membenarkan kata-kata adiknya.

“Lihat, Oscar! Siapa yang datang mendekat itu?” kata Frederick.

“Mengapa wanita itu tidak juga berhenti mengejarku?” keluh Oscar.

“Keponakan dan bibi sama saja, bila sudah mengejar tak akan berhenti hingga berhasil,” kata Vladimer.

“Engkau benar, Vladimer. Mereka semua sama saja. Aku lebih baik pergi sekarang,” kata Oscar.

“Percuma, Oscar. Ia akan terus mengejarmu. Lebih baik bila engkau menolaknya dengan tegas,” kata Vladimer.

“Selamat malam, Oscar. Mengapa akhir-akhir ini aku tak melihatmu?” tanya Lady Elize.

“Kami menjaga Angella selama ia sakit,” kata Oscar.

“Ya, aku telah mendengar dari Danny bahwa adik kalian sakit.” Lady Elize melihat pada Angella dan berkata, “Sepertinya ia sudah tampak sembuh sekarang.”

“Belum, ia belum sembuh benar,” kata Frederick ketika ia melihat Angella hendak membenarkan kata-kata Lady Elize.

“Ia masih memerlukan pengawalan kami,” kata Oscar, “Karena itu aku tidak mempunyai waktu untuk berbicara apalagi berdua dengan Anda, seperti yang Anda inginkan.”

“Siapa dia?” tanya Lady Elize melihat Vladimer.

“Ia teman kami, Vladimer,” jawab Frederick.

“Vladimer, putra tunggal Duke dan Duches of Cardington rupanya. Lalu siapa anak itu?” tanya Lady Elize melihat anak yang memegang tangan Angella.

Sesaat ia tampak terkejut melihat wajah anak itu, ia mengenal baik wajah itu.

“Apabila urusan Anda telah selesai silakan pergi,” kata Angella yang menyadari tatapan Lady Elize kepada Charlie. Ia merasa cemas karena tatapan Lady Elize itu. Ia tidak ingin mendekatkan Charlie lebih lama lagi dengan wanita itu.

“Mari kita pergi, Charlie. Aku akan menceritakan tentang patung-patung yang ada di kolam itu kepadamu.”

Mereka berdua berjalan menuju kolam air yang terletak di depan Troglodyte Oinos. Angella mendudukkan Charlie di pinggiran kolam itu kemudian ia memulai ceritanya. Charlie tampak senang sekali mendengar ceritanya. Angella terus bercerita tanpa mempedulikan tatapan beberapa orang yang terkejut melihatnya bersama seorang anak kecil.

Ketiga pria yang selalu menjaganya itu menyadari keinginan Angella yang ingin menyendiri dengan Charlie. Mereka mengawasinya dari kejauhan di bawah kerimbunan pepohonan hutan sekeliling Troglodyte Oinos.

“Aku ingin mendengar cerita Hercules lebih banyak lagi,” kata Charlie.

“Apakah engkau menyukai Hercules?” tanya Angella.

“Iya. Aku sangat menyukainya,” jawab Charlie.

“Baiklah. Aku akan menceritakan lebih banyak lagi kepadamu. Aku akan bercerita mengenai kedua belas tugas Hercules.”

“Apakah tugas-tugas itu berat?” tanya Charlie ingin tahu.

“Ya, sangat berat. Hanya ia yang dapat melakukannya.”

“Ia pasti sangat hebat sekali.”

“Ya, ia sangat hebat. Tunggulah di sini. Aku akan mengambilkan buku yang berisi mengenai Hercules dan kedua belas tugasnya itu di Ruang Perpustakaan,” kata Angella.

Angella berjalan meninggalkan Charlie menuju Ruang Perpustakaan. Ia mencari buku itu di rak-rak yang terletak di sekeliling tembok Ruang Perpustakaan. Ia dapat menemukan buku itu dengan mudah sebab ia sering membaca buku-buku tentang Yunani Kuno itu.

Dengan buku di tangannya, ia berjalan kembali ke tempat Charlie. Ia terkejut ketika melihat anak itu dikelilingi banyak orang. Ia berdiri mengawasi Charlie di pintu depan. Ia melihat tidak ada salahnya membiarkan Charlie bergaul dengan banyak orang.

“Rupanya hanya engkau yang dapat menaklukan kedinginan Snow Angel,” kata seorang pria.

“Kami yang telah dewasa ini kalah oleh anak kecil sepertimu,” kata pria yang lain.

“Wajahnya mirip seseorang, tetapi siapakah orang itu?” kata seseorang.

“Aku ingat. Wajahnya mirip dengan Earl of Wicklow.”

“Ya, benar. Aku ingat sekarang. Wajahnya mirip sekali dengan Earl of Wicklow.”

“Sebenarnya siapakah engkau, Nak?”

Angella terkejut mendengar kata-kata orang-orang itu. Ia bergegas mendekati Charlie dan menatap mereka dengan tajam. Mereka memberi jalan kepada gadis itu.

Charlie menangis melihat kedatangan gadis itu. Rupanya ia ketakutan dikelilingi banyak orang. Ia mengulurkan tangannya melihat gadis itu mendekat.

Angella memberikan buku yang dibawanya kepada Charlie kemudian menggendong Charlie menjauh dari kerumunan orang-orang itu. “Charlie, hari sudah malam. Aku akan bercerita kepadamu di Ruang Kanak-Kanak,” bisiknya kepada Charlie yang tampak lelah.

Ketika ia semakin mendekati pintu depan Troglodyte Oinos, ia dihadang seseorang. Orang itu menghalangi jalan di pintu depan.

“Siapa anak itu? Mengapa ia mirip sekali dengan kakakku?” tanya Lady Elize.

“Apakah Anda tidak mengenali keponakan Anda sendiri, Lady Elize?” kata Angella tajam.

Lady Elize tampak terkejut mendengar kata-kata tajam Angella. “Apa maksud perkataan Anda?” tanyanya

Angella tidak menghiraukan pertanyaan wanita itu. Ia terus berjalan menuju Ruang Kanak-Kanak, meninggalkan pertanyaan di benak wanita itu.

Charlie sudah tertidur di gendongannya ketika ia sampai di ruang itu.

Nanny yang telah menanti Charlie di ruang itu segera menyiapkan tempat tidur ketika melihat Angella datang dengan menggendong anak yang telah tertidur itu.

“Ia tampak lelah sekali,” kata Nanny setelah Angella meletakkan Charlie di atas tempat tidur.

“Saat ini memang telah melewati jam tidurnya.”

“Tuan Puteri, Anda kembalilah ke pesta itu. Saya akan menjaga Charlie,” kata Nanny.

“Terima kasih, Nanny. Engkau telah menjaganya selama aku sakit.”

“Tidak apa-apa, Tuan Puteri. Saya senang dapat menjaga anak sebaik dia.”

“Ia tentu telah banyak merepotkan Anda.”

“Tidak. Ia tidak merepotkan saya,” bantah Nanny, “Memang pada hari pertama kedatangannya ia sulit diatur. Tetapi pada hari-hari berikutnya ia menjadi penurut.”

“Terima kasih, Nanny. Engkau telah bersabar menghadapinya,” kata Angella.

Angella tidak kembali ke pesta itu seperti yang disarankan Nanny. Ia meninggalkan Troglodyte Oinos melalui pintu belakang dan terus berjalan ke hutan.

-----0-----



“Mengapa Snow Angel belum kembali juga?” tanya Oscar cemas.

“Tenanglah. Mungkin ia sekarang sedang bersama Nanny menjaga anak itu,” kata Frederick.

“Aku akan melihatnya di Ruang Kanak-Kanak.”

Vladimer merasa cemas. Ia melihat Angella tadi tampak pucat ketika ia berjalan mendekati Charlie. Entah apa yang telah membuatnya pucat.

Mereka melihat Angella menggendong Charlie memasuki rumah. Dan sudah lama ia sejak ia mengantarkan Charlie kembali ke Ruang Kanak-Kanak, namun ia belum tampak juga.

Dari tempat mereka berdiri, mereka dapat melihat Lady Elize menghadang Angella. Lady Elize tampak mengatakan sesuatu kepada Angella. Kemudian Angella menjawabnya dengan tajam sehingga membuat wajah Lady Elize tampak pucat.

Nanny duduk di kursi kesayangannya mengawasi Charlie.

Ia melihat Vladimer datang dan bertanya, “Ada apa, Tuan Muda?”

“Tidak ada apa-apa, Nanny. Aku hanya ingin melihat Charlie,” katanya berbohong.

Vladimer melihat Charlie yang tertidur dengan nyenyak itu. Matanya mencari Angella, namun ia tidak dapat menemukan gadis itu.

Di depan kamar gadis itu, ia berhenti dan mengetuk perlahan daun pintu itu. Ketika tidak ada jawaban ia membuka pintu kamar itu dan melihat kamar itu kosong.

Sambil mememikirkan keberadaan gadis itu, ia kembali ke bawah kerimbunan pepohonan, tempat kakak-kakak Angella menunggunya.

“Di mana dia?” tanya mereka serempak.

“Aku tidak menemukannya baik di Ruang Kanak-Kanak maupun di kamarnya,” jawab Vladimer. “Tetapi jangan cemas aku dapat menduga ia berada di mana sekarang.”

“Di mana?” tanya Oscar ingin tahu.

“Aku menduga ia berada di danau kecil yang terletak di belakang rumah,” jawab Vladimer.

“Apa yang dilakukan anak itu di sana?” kata Frederick cemas.

“Jangan marah dulu. Aku hanya mengatakan aku menduga, belum tentu ia berada di sana,” kata Vladimer.

“Engkau kembali membela Snow Angel lagi setelah selama beberapa hari ini tidak membelanya lagi,” tuduh Oscar.

“Aku menduga ia sedang merenungkan sesuatu di sana,” kata Vladimer. “Biasanya, ia senang berada di danau kecil itu sambil melamun.”

“Tetapi mengapa harus tengah malam seperti ini?” kata Frederick.

“Aku tidak tahu. Menurut pendapatku, ia sekarang sedang memikirkan anak itu. Tadi sewaktu aku berjalan menuju rumah, aku mendengar beberapa orang yang membicarakan kemiripan anak itu dengan Earl of Wicklow,” kata Vladimer.

“Earl of Wicklow!” seru Oscar terkejut.

“Jadi inilah sebabnya mengapa aku merasa pernah melihat anak itu sebelumnya,” kata Frederick.

“Tetapi apa hubungan anak itu dengan sang Earl?” tanya Oscar.

“Aku tidak tahu, hanya Angella yang tahu,” kata Vladimer.

“Mungkin sekarang adalah saat yang tepat untuk membujuk Angella mengatakan segalanya,” kata Frederick.

“Siapa di antara kita yang akan membujuknya?” tanya Vladimer.

Sebagai jawaban, kedua kakak beradik itu menatap Vladimer.

“Mengapa aku?” tanya Vladimer.

“Pertama, karena engkau selalu membela Snow Angel. Kedua, karena Snow Angel lebih mempercayaimu daripada kami berdua. Ketiga, karena engkau juga menyayangi Snow Angel. Keempat…,” kata Frederick.

“Baik. Aku mengerti,” sahut Vladimer.

Vladimer berjalan memutari Troglodyte Oinos dan terus berjalan menembus kegelapan hutan di sekeliling Troglodyte Oinos yang mencekam di bawah sinar bulan yang sesekali menampakkan dirinya dari balik awan-awan yang memayungi langit malam.

Angella duduk di sebuah batu di tepi danau itu. Matanya mengawasi bayangan bulan yang sesekali tampak di permukaan danau. Angin yang bertiup semilir sesekali mempermainkan rambutnya yang terurai. Kedua tangannya yang terletak di pangkuannya itu menopang wajahnya. Dari sikap duduknya, ia tampak sedang memikirkan sesuatu.

Vladimer berjalan perlahan-lahan mendekati gadis itu agar tidak mengejutkannya. Ia berdiri di sisi gadis itu.

Angella menyadari keberadaan Vladimer, ia melihat sebentar kepada Vladimer kemudian memandang permukaan danau lagi.

“Malam ini sangat dingin. Mengapa engkau termenung di sini seorang diri?” tanya Vladimer.

Angella tidak menghiraukan pertanyaan Vladimer. Ia terus memandang bayangan bulan di atas permukaan danau.

Vladimer membungkuk mengambil sebuah batu kecil kemudian melemparkannya ke permukaan danau untuk mengalihkan perhatian Angella.

“Mengapa engkau merusak bayangan bulan itu?” tuntut Angella.

“Apa yang kaurenungkan di sini?” tanya Vladimer setelah berhasil mendapatkan perhatian Angella.

Angella kembali diam memandang permukaan danau. Bayangan bulan di permukaan danau itu mulai muncul kembali setelah dirusak Vladimer.

“Apakah engkau memikirkan Charlie?”

Diam tak ada jawaban.

“Apakah Charlie putra Earl of Wicklow?”

Angella terkejut mendengarnya. Ia sama sekali tidak menduga Vladimer mengetahui apa yang dibicarakan oleh orang-orang yang tadi mengelilingi Charlie. Namun ia menahan dirinya untuk tidak bertanya lebih banyak kepada Vladimer.

“Apakah itu benar?” desak Vladimer.

Angella tetap tak bergeming. Ia seolah-olah terpaku pada pemandangan danau yang berkilau tertimpa cahaya rembulan padahal keseluruhan dirinya menanti dengan cemas kelanjutan perkataan Vladimer.

“Katakanlah kepadaku yang sebenarnya. Apakah anak itu putra Earl of Wicklow? Engkau tidak dapat terus menerus menyembunyikan hal ini dari anak itu,” desak Vladimer.

Angella menutup wajahnya. Kedua tangannya tampak gemetar di pangkuannya. Ia tampak berusaha keras menahan perasaannya.

Vladimer melihat Angella tampak menahan kesedihannya yang siap meluap itu. ia mengeraskan hati untuk tidak menghibur gadis itu.

“Apakah engkau berniat terus menyembunyikan kenyataan yang sebenarnya dari semua orang? Katakanlah kepadaku apakah itu benar?”

“Pergilah, jangan menggangguku!” Angella akhirnya berbicara kepada Vladimer.

“Aku tidak akan pergi sebelum segalanya menjadi jelas bagiku,” kata Vladimer mendesak Angella.

“Pergilah! Kumohon pergilah. Biarkan aku sendiri,” kata Angella memohon.

“Aku tahu engkau sedih memikirkan Charlie. Tidak dapatkah engkau membagi kesedihanmu itu denganku? Biarkanlah aku ikut memikirkan masalah yang merisaukanmu itu,” bujuk Vladimer.

“Pergilah, Vladimer! Kumohon,” kata Angella memohon.

“Engkau tidak dapat menyembunyikan hal itu terus menerus. Charlie mempunyai hak untuk mengetahui asal usulnya,” kata Vladimer lembut.

Angella tidak pernah berniat menyembunyikan hal itu terus menerus dari Charlie. Ia berusaha keras menahan air matanya yang siap mengalir di pelupuk matanya. Ia merasa kata-kata Vladimer yang lembut itu mengembalikan masa lalu yang suram.

“Apakah engkau sudah tidak mempercayaiku lagi?” tanya Vladimer.

“Engkau kejam bila engkau tidak mau menceritakan segala sesuatunya kepada Charlie,” kata Vladimer ketika melihat Angella tetap diam. “Engkau kejam telah membuat anak itu tidak pernah bertemu dengan ibu kandungnya.”

Akhirnya pertahanan Angella runtuh. Ia merasa sudah tidak dapat lagi menahan gejolak perasaannya.

“Mereka jauh lebih kejam dari padaku. Aku tidak pernah berniat memisahkan mereka. Setiap hari aku berpikir bagaimana cara mempertemukan Charlie dengan… dengan… Jenny…, ibunya,” kata Angella.

Vladimer terkejut mendengar nama ibu kandung Charlie.

Sebelumnya Frederick telah menceritakan kepadanya bahwa Angella mengirim surat untuk Mrs. Dellas, nenek Jenny pada hari yang sama dengan kedatangan pertama Charlie.

Kata Frederick, dulu Jenny adalah pelayan Angella dan beberapa tahun yang lalu ia secara tiba-tiba berhenti tanpa sebab yang jelas. Jenny lebih tua beberapa tahun dari Angella dan mereka berteman baik. Angella lebih sering memperlakukan Jenny sebagai seorang sahabat daripada seorang pelayan.

Mereka menduga Angella mengirimkan surat kepada nenek Jenny karena ia ingin mengetahui kabar Jenny yang mungkin telah bekerja di tempat lain.

Mereka bertiga, Frederick, Oscar serta Vladimer tidak pernah menduga bahwa Jenny adalah ibu kandung Charlie.

“Aku akan membantumu memecahkan masalah ini. Tetapi sebelumnya engkau harus menceritakan apa yang membuatmu memisahkan mereka berdua,” kata Vladimer.

Angella marah sekali mendengar kata-kata Vladimer yang seperti menuduhnya telah berbuat kejam dengan memisahkan seorang anak dari ibunya. Ia memalingkan wajahnya dan menatap tajam Vladimer.

Vladimer terkejut ketika melihat wajah Angella yang basah karena air mata itu.

“Bukan aku yang membuat mereka harus berpisah! Bukan aku, tetapi keluarga itu,” kata Angella tajam.

Angella menangis tersedu-sedu setelah mengucapkan kata-kata itu. Vladimer langsung memeluk gadis itu dan menghiburnya.

Setelah tangis Angella mereda, ia bertanya dengan hati-hati, “Apa yang mereka lakukan kepada Jenny?”

“Mereka telah menyakiti hatinya. Sangat menyakiti,” katanya terisak-isak.

Vladimer diam memeluk gadis itu, ia tidak mengatakan ataupun bertanya apa-apa. Ia tahu gadis itu akan bercerita kepadanya.



*****Lanjut ke chapter 13

No comments:

Post a Comment