Saturday, June 9, 2007

Runtuhnya Gunung Es-Chapter 11

Pria berdiri dengan segala keangkuhan yang tampak jelas dari cara berdirinya. Wajahnya menunjukkan sikapnya yang penuh percaya diri. Matanya memandang rendah segala yang ada di hadapannya.

Vladimer merasa tidak senang melihat pria yang sombong itu walau ini pertama kalinya ia bertemu dengan pria itu. Namun diakuinya pria itu cukup tampan sehingga ia berani mencoba menundukkan kedinginan Angella.

Pria itu menoleh ketika mendengar ia datang mendekat. Dengan rasa heran yang tampak jelas ia bertanya, “Anda siapa?”

“Saya kakak Angella, Vladimer,” kata Vladimer dingin – tak mau bersikap ramah kepada pria itu.

“Setahu saya, kakak Snow Angel hanya dua orang,” kata pria itu.

“Bolehkah saya tahu apa keperluan Anda datang kemari?” tanya Vladimer tajam.

Pria itu tampak jengkel karena kata-katanya diabaikan Vladimer. “Saya datang kemari untuk menemui Snow Angel,” jawabnya.

“Angella tidak dapat menemui Anda,” kata Vladimer.

“Katakan padanya bahwa Danny datang untuk menemuinya. Saya yakin ia akan menemui saya,” kata pria itu percaya diri.

“Angella saat ini sedang istirahat. Ia terlalu lemah untuk menemui Anda. Sebaiknya Anda pulang sekarang, daripada Anda nanti menjadi semakin kecewa,” kata Vladimer tetap tidak mau bersikap ramah kepada tamu Angella.

“Apakah ia sakit?” tanya pria itu cemas.

“Apakah kata-kata saya kurang jelas?” tanya Vladimer tajam.

Pria itu tampak marah sekali telah diabaikan oleh Vladimer. Namun ia tidak menunjukkan kemarahanannya secara langsung kepada Vladimer.

“Tolong katakan padanya saya mendoakannya agar lekas sembuh,” kata pria itu setelah berhasil menahan amarahnya.

“Saya tidak dapat berjanji,” kata Vladimer.

Pria itu tampak marah sekali mendengar jawaban Vladimer. Ia segera meninggalkan Troglodyte Oinos. Dari langkah kakinya, Vladimer tahu pria itu merasa terhina.

Vladimer merasa puas telah berhasil membuat kesombongan pria itu jatuh. Ia tidak mengerti mengapa dirinya ingin sekali membuat kesombongan pria itu jatuh.

Ia telah bertemu orang yang sombong sebelumnya, tetapi ia masih dapat menahan kata-katanya demi sopan santun. Tetapi terhadap pria tadi?

Ia heran mengapa ia sangat ingin membuat pria itu merasakan bagaimana bila kesombongannya hancur, merasakan bagaimana bila harga dirinya itu hancur. Ia tidak mengerti sama sekali.

Ia tidak tahu mengapa ia merasa tidak senang terhadap pria itu padahal ia baru bertemu dengannya hari ini. Sewaktu ia bertemu dengan orang sombong lainnya, ia tidak menganggap mereka ada. Ia mengacuhkan mereka. Tetapi terhadap pria tadi?

Ia benar-benar tidak mengerti mengapa ia bisa seperti itu. Mengapa ia tidak mengacuhkannya saja seperti ia mengacuhkan teman-temannya yang memiliki sifat sama seperti pria itu?

“Bagaimana pertemuanmu dengan Danny?” tanya Oscar.

“Buruk. Aku merasa tidak senang kepadanya. Aku melarangnya menemui Angella,” kata Vladimer.

“Memang itu yang harus kaulakukan kepadanya. Kami akan marah padamu bila engkau mengijinkannya menemui Angella,” kata Oscar.

“Kalian juga tidak senang kepada pria itu?” tanya Vladimer.

“Ya, kami semua termasuk Angella sendiri,” jawab Frederick. “Ia selalu datang kemari seminggu sekali untuk menemuinya walaupun Angella selalu menolak bertemu dengannya.”

“Danny itu suka mempermainkan wanita. Dan kami menduga ia berusaha menaklukan kedinginan Angella hanya karena ia merasa terhina sebab Angella selalu menolaknya,” tambah Oscar.

“Aku telah menduganya. Pria yang seperti itu memang suka mempermainkan wanita,” kata Vladimer.

“Kau menyinggung perasaanku, Vladimer,” kata Oscar.

“Aku tidak merasa menyinggung perasaanmu,” elak Vladimer.

“Ia tidak suka bila engkau mengatakan pria yang berambut pirang sepertinya suka mempermainkan wanita. Lebih baik bila engkau mengatakan sikap pria itu menunjukkan dengan jelas sifatnya yang suka mempermainkan wanita,” Frederick memberi penjelasan kepada Vladimer.

“Maafkan aku. Aku tidak bermaksud menyamakanmu dengan pria itu. Walaupun begitu engkau harus mengakui engkau dan dia mempunyai kesamaan. Sama-sama berambut pirang, sama tampannya, sama….”

“Vladimer!” Oscar mulai marah.

“Maaf aku hanya bercanda,” kata Vladimer.

“Apa yang kaukatakan kepadanya?” tanya Angella yang sedari tadi diam melihat tingkah mereka.

Vladimer menjelaskan secara singkat pembicaraannya dengan Danny kepada mereka. Oscar tertawa terbahak-bahak usai mendengar cerita Vladimer.

“Tepat! Tepat sekali! Memang itu yang harus kita lakukan kepadanya sejak dulu,” kata Oscar.

“Sudah kuduga engkau akan melakukannya lebih baik daripada kami,” tambah Frederick.

“Aku merasa yakin ia merasa terhina sekali dengan sikapmu,” kata Oscar.

“Sebenarnya, siapakah pria itu?” tanya Vladimer.

“Engkau tidak tahu?” tanya Oscar.

“Aku hanya pernah sekali mendengar namanya dan reputasinya,” kata Vladimer.

“Kami akan menceritakan secara lengkap kepadamu. Ia adalah keponakan Earl of Wicklow dan ia menjadi pewaris tunggal pamannya itu. Sebelumnya ia memang sudah sombong dan ia menjadi semakin sombong ketika mengetahui bahwa ialah satu-satunya pewaris harta pamannya,” kata Frederick.

“Apakah ia anak dari kakak atau adik Earl?” tanya Vladimer.

“Tidak. Ia putra dari sepupu Earl of Wicklow,” jawab Frederick. “Earl of Wicklow tidak mempunyai kakak. Sedangkan adiknya, Lady Elize belum menikah.”

“Earl pernah menikah, tetapi sayang istrinya meninggal dalam kecelakaan sebelum memberikan keturunan padanya,” tambah Oscar. “Sebenarnya ia bisa menikah lagi sebab ia tidak terlalu tua. Usianya belum ada setengah abad. Tetapi kudengar ia sangat mencintai istrinya sehingga ia enggan menikah lagi.”

Angella menutup matanya mendengar cerita mereka. Baginya mendengar cerita mereka bagaikan mengulang cerita masa lalu yang suram.

Charlie tampak cemas melihat Angella diam sambil menutup matanya. “Tuan Puteri, Anda baik-baik saja?”

“Engkau baik-baik saja?” tanya Oscar.

“Aku baik-baik saja. Aku hanya merasa lelah,” katanya dengan perlahan.

“Kami akan pergi agar engkau dapat beristirahat. Oscar, engkau menjaga Angella sementara aku dan Vladimer berbicara. Dan, engkau Charlie, pergilah ke Ruang Kanak-Kanak dan bermainlah di sana. Biarkan Angella beristirahat,” kata Frederick.

“Tapi…,” Charlie tampak ragu-ragu.

“Nanny telah menunggumu di sana. Jangan kecewakan Nanny, engkau telah berjanji akan menuruti Nanny,” kata Oscar.

“Tetapi Nanny tidak meminta saya bermain di Ruang Kanak-Kanak,” bantah Charlie.

“Nanny pasti akan menyuruhmu menjauh bila Angella akan beristirahat,” kata Frederick.

Angella melihat mereka tampak kewalahan menghadapi Charlie. “Turutilah kata mereka, Charlie. Percayalah kepada mereka,” bisiknya kepada anak itu.

“Baik,” kata Charlie dan ia pun berlari menuju Ruang Kanak-Kanak. Disusul kepergian Vladimer dan Frederick.

“Apa yang kaukatakan kepada anak itu sehingga ia menuruti kata-kata kami?” tanya Oscar ingin tahu.

“Aku hanya mengatakan kepadanya agar menuruti kata-kata kalian.”

“Tampaknya anak itu lebih menuruti kata-katamu daripada kami semua. Sekarang tidurlah yang nyenyak, aku akan menjagamu,” kata Oscar.

Oscar membaringkan tubuh Angella yang semula bersandar pada tepi tempat tidunya.

Vladimer dan Frederick segera pergi ketika Angella telah menutup matanya dan membawa dirinya ke alam impian.

Oscar duduk di tepi tempat tidur Angella sambil mengawasi wajah adiknya yang sedang tertidur.

Pintu kamar diketuk perlahan oleh seseorang. Oscar berdiri dari sisi adiknya dan membuka pintu dengan perlahan agar adiknya tidak terbangun. Seorang pelayan berdiri dengan membawa seikat besar bunga di tangannya.

“Untuk Tuan Puteri,” kata pelayan itu.

Oscar mengambil bunga yang diserahkan pelayan itu, pada bunga itu dilihatnya secarik kertas. Ia membaca kertas itu ‘Semoga lekas sembuh. Dari Danny’. Oscar membawa bunga itu ke dalam kamar adiknya.

Ia tidak tahu apa yang harus dilakukannya dengan bunga itu. Tetapi ia merasa yakin adiknya akan menolak bila bunga itu diletakkan di kamarnya.

“Letakkan saja bunga itu di ruangan yang lain. Jangan di kamarku!” kata Angella melihat Oscar datang membawa seikat besar bunga.

“Engkau belum tidur?” tanya Oscar.

“Aku tidak dapat tidur,” kata Angella. “Letakkan bunga itu di ruangan yang lain.”
“Engkau yakin? Bunga ini indah sekali,” goda Oscar.

“Lakukan saja apa yang kukatakan.”

“Bunga ini pasti indah sekali bila kuletakkan di vas bunga itu. Bunga yang kemarin terjatuh itu belum diganti,” Oscar terus menggoda adiknya.

“Aku lebih memilih bunga yang kalian petikkan untukku walaupun jelek daripada bunga indah dari Danny itu,” kata Angella tajam.

“Baiklah. Akan kusuruh pelayan meletakkan bunga ini di Ruang Makan atau di Ruang Perpustakaan,” kata Oscar berhenti menggoda adiknya.

Oscar membunyikan bel yang terletak di dekat tempat tidur adiknya. Tak lama kemudian seorang pelayan datang.

“Letakkan bunga ini di Ruang Perpustakaan atau di mana saja sesukamu. Dan ambilkan segelas air untuk Tuan Puteri,” perintah Oscar kepada pelayan itu.

“Engkau harus minum obatmu lagi agar dapat tidur,” kata Oscar ketika melihat adiknya tampak jengkel. “Dokter memberikan obat penenang kepadamu bila engkau tidak dapat tidur.”

Oscar berusaha keras membujuk adiknya untuk minum obat. Adiknya akhirnya mengalah, ia meminum obat yang diberikan Oscar kepadanya. Tak lama kemudian Angella tertidur nyenyak.

Oscar berdiri di beranda sambil menjaga adiknya yang tertidur itu. ia merenungkan kembali pembicaraannya dengan Nanny dan pembicaraannya dengan Frederick serta Vladimer semalam. Ia mencoba menghubung-hubungkan hal-hal yang diketahuinya menjadi sesuatu yang jelas.

“Apa yang kaupikirkan?” tanya Frederick.

Oscar terkejut mendengar pertanyaan kakaknya, “Engkau mengejutkanku! Aku sedang berpikir apa hubungan anak itu dengan Mrs. Dellas dan Jenny.”

“Aku dan Vladimer juga telah memikirkannya. Bahkan kami menduga Thompson mengetahui sesuatu,” kata Frederick.

“Di mana dia?” tanya Oscar ketika melihat Vladimer tidak bersama kakaknya.

“Ia sedang berusaha mendekati anak itu. Kita telah terbukti tidak berhasil dengan baik mendekati anak itu. Satu-satunya yang belum berusaha mendekati anak itu adalah Vladimer. Siapa tahu ia berhasil mendekati anak itu,” kata Frederick.

“Apakah kita akan menanyai Thompson juga?” tanya Oscar.

“Kami belum memutuskannya,” jawab Frederick.

“Aku memutuskan menanyai Thompson. Aku yang akan bertanya kepadanya sekarang,” kata Oscar.

“Kurasa percuma saja engkau mencari Thompson sekarang,” kata Frederick sambil menyadarkan badannya ke pagar batu yang mengelilingi beranda kamar adiknya yang berbentuk setengah lingkaran itu.

“Apa maksudmu?” tanya Oscar.

“Lihatlah ke bawah.”

“Ada apa di bawah, Fred? Jangan membuatku bingung,” kata Oscar mengikuti perbuatan kakaknya.

“Apakah engkau tidak melihat Thompson dan Vladimer sekarang sedang mengajari anak itu berkuda?” kata Frederick.

“Vladimer mendekati anak itu dengan cara itu? Pintar sekali dia,” kata Oscar setelah menemukan mereka bertiga di bawah.

“Ya. Kami tadi memutuskan bahwa kita akan berusaha mendekati anak dengan mengajaknya bermain atau berjalan-jalan. Seperti yang kita lakukan pada Angella sewaktu ia masih kecil,” kata Frederick.

“Apakah kau yakin cara ini akan berhasil? Ada perbedaan yang cukup menyolok dalam hal ini. Kita dulu sering mengajak Angella bermain karena kita menyayanginya. Tetapi anak itu, karena kita ingin mendekatinya,” kata Oscar.

“Itulah tujuan sebenarnya dalam hal ini. Kita akan mencoba membuat anak itu menyayangi kita seperti ia menyayangi Angella.”

“Lalu apa yang akan kita lakukan bila rencana kalian itu berhasil?” tanya Oscar.

“Bila kita berhasil membuat anak itu menyayangi kita, kita tentunya akan lebih mudah mendapatkan keterangan yang kita inginkan darinya,” kata Frederick.

“Lalu bagaimana perasaan kita terhadap anak itu? Tidak adil bila kita mencoba membuat anak itu menyayangi kita tetapi kita sendiri tidak mencoba menyayangi anak itu,” tuntut Oscar.

“Kita juga akan mencoba menyayangi anak itu. Bila Angella dapat melakukannya mengapa kita tidak?” kata Frederick.

Suasana hening di antara mereka. Mereka sibuk memperhatikan Vladimer dan Thompson yang sedang mengajari Charlie berkuda.

“Apakah engkau yang menyuruh pelayan meletakkan bunga itu di Ruang Perpustakaan?” tanya Frederick.

“Bagaimana engkau tahu?”

“Aku sedang menceritakan hasil yang kita dapat dari Nanny kepada Vladimer ketika pelayan itu datang. Kata pelayan itu engkau yang menyuruh meletakkannya di sana,” kata Frederick.

“Ya, aku yang menyuruh pelayan itu tetapi atas permintaan Angella sendiri,” kata Oscar.

“Sepertinya Angella akan mendapatkan kiriman bunga secara rutin setiap hari,” kata Frederick.

“Dan bila bunga itu selalu diletakkan di Ruang Perpustakaan, aku berani menjamin tak lama lagi ruangan itu penuh dengan bunga,” kata Oscar.

“Tadi aku melihat muka Vladimer agak aneh ketika aku memberitahunya bahwa bunga itu untuk Angella dari Danny,” kata Frederick.

“Mungkinkah perkiraan kita benar?” tanya Oscar.

“Aku hanya dapat mengatakan hampir benar,” kata Frederick.

“Aku akan sangat senang sekali bila perkiraan kita itu benar. Sudah sejak kecil aku mengharapkannya,” kata Oscar senang.

“Aku juga,” kata Frederick.

Malam itu mereka kembali berkumpul di kamar Angella. Charlie duduk di sisi Angella mendengarkan gadis itu menceritakan dongeng-dongeng Yunani Kuno seperti yang pernah dijanjikannya kepada anak itu.

Ketiga pria yang menjaga Angella duduk dengan tenang, ikut mendengarkan Angella bercerita.

Ketika melihat anak itu mulai mengantuk, Vladimer menyarankan anak itu untuk pergi tidur.

Tetapi anak itu menolaknya, ia ingin mendengarkan cerita Angella lagi. Akhirnya anak itu menurut ketika Angella yang menyuruhnya tidur, ia juga berjanji kepada Charlie akan bercerita lagi esok malam.

“Benar-benar sulit memisahkan mereka berdua,” kata Oscar tak lama setelah Angella tertidur.

“Charlie tampaknya ingin selalu berada di sisi Angella,” Vladimer memberi pendapat.

“Mama tadi tampak senang ketika melihat Angella sudah lebih baik daripada kemarin,” kata Frederick.

“Ya, aku juga melihatnya. Aku merasa tidak hanya sulit memisahkan Charlie dari Angella. Tetapi juga membujuk Mama agar beristirahat dan meyakinkannya bahwa kita akan menjaganya dengan baik,” kata Oscar.

“Bagaimana hasil penyelidikanmu?” tanya Frederick kepada Oscar.

“Buruk. Thompson sama sekali tidak membantu apa-apa. Ia mengatakan bahwa ia tidak tahu sama sekali mengenai anak itu. Ia juga tidak tahu apa isi surat yang ia antarkan kepada Mrs. Dellas,” jawab Oscar.

“Aku rasa kita tidak memiliki pilihan yang lain selain mencoba membuat Angella menceritakan segalanya kepada kita,” kata Frederick.

“Aku mendapat sesuatu yang menarik dari anak itu,” kata Vladimer.

“Apa yang kaudapat?” tanya Oscar.

“Ia mengatakan kepadaku dan Thompson bahwa ia masih mempunyai ibu,” kata Vladimer.

“Saat itu aku mencoba berkata kepadanya bahwa aku merasa ikut sedih atas kematian orang tuanya.

Anak itu menjawab, “Aku masih mempunyai Ibu.”

“Siapa yang mengatakannya?” tanyaku.

“Tuan Puteri yang mengatakan kepadaku,” jawab anak itu.

“Boleh aku tahu apa yang dikatakan Angella kepadamu?” tanyaku lagi.

“Tuan Puteri mengatakan ibuku masih hidup di suatu tempat dan ia berjanji akan mengajakku menemuinya suatu hari nanti,” jawab Charlie.

“Apakah ia mengatakan yang lainnya kepadamu?” tanyaku lagi.

“Tidak. Tuan Puteri hanya mengatakan itu,” jawab Charlie.

Aku melihat tidak hanya aku yang terkejut mendengar jawaban anak itu, Thompson juga sama terkejutnya denganku. Aku merasa apa yang dikatakan Thompson kepada Oscar itu benar,” cerita Vladimer.

“Kesimpulan yang kita dapat dari penyelidikan kita selama hari ini adalah ibu Charlie masih hidup di suatu tempat dan hanya Angella yang mengetahui siapa ibu kandung anak itu dan di mana sekarang ia berada,” kata Frederick.

“Masih ada yang membuatku bertanya-tanya,” kata Vladimer.

“Apakah itu?” tanya Oscar.

“Mengapa Charlie tidak dirawat oleh ibu kandungnya sendiri? Mengapa ibu kandung Charlie menyerahkannya kepada keluarga Boudini kemudian merahasiakannya? Dan bagaimana Angella bisa mengetahuinya? Apakah ibu kandung Charlie dekat dengan Angella?”

“Menurut pendapatku, pertanyaanmu itu akan dapat terjawab semuanya bila kita dapat membuat Angella menceritakan segala kebenaran yang berhubungan dengan anak itu kepada kita,” kata Frederick.

“Dan kita harus berusaha keras untuk itu,” tambah Oscar.

Malam itu, Vladimer sukar memejamkan matanya. Ia masih teringat sosok Angella yang sedang memetik bunga pada hari kedatangannya. Gadis itu tampak seperti peri kecil di antara bunga-bunga yang sedang bermekaran.

Vladimer tidak dapat menjawab semua pertanyaan yang berada di benaknya. Ia tidak mengerti hubungan Angella dengan Charlie. Terlalu banyak hal yang berubah pada diri Angella sejak kedatangan anak itu.

Gadis yang semula tidak pernah tertawa itu kini sering tertawa riang. Gadis yang semula pendiam itu kini mulai banyak berkata-kata. Mata gadis itu yang semula tampak dingin kini tidak pernah lagi tampak dingin.

Vladimer berpikir ke manakah perginya Snow Angel? Di manakah Angella menyembunyikan Snow Angel? Mengapa Charlie dapat mengembalikan Angella? Apa yang menyebabkan anak itu dapat menghapus kedinginan hati Angella?

Hari-hari berikutnya dilalui Angella di atas tempat tidurnya. Kedua kakaknya tidak mengijinkannya turun dari tempat tidurnya. Namun mereka tetap berusaha membuat Angella merasa betah berada di kamarnya sepanjang hari.

Di pagi hari ia bersama kakak-kakaknya dan Vladimer mendengarkan Charlie menceritakan segala kegiatannya pada hari sebelumnya. Charlie selalu bercerita dengan penuh semangat membuat Angella dapat merasakan kesenangan anak itu.

Di siang hari ibunya dan Nanny menemaninya, kadang kakaknya juga menemaninya. Tetapi biasanya kedua kakaknya dan Vladimer sibuk bermain dengan Charlie. Mereka menemaninya hingga tengah hari. Sebab biasanya pada saat itu ibunya beristirahat di kamarnya.

Ketika ibunya beristirahat di kamarnya, kakak-kakaknya dan Vladimer menemaninya. Charlie bersama Nanny di Ruang Kanak-Kanak. Kadang Charlie juga menemaninya.

Di malam hari mereka bertiga ikut mendengarkan Angella bercerita mengenai para dewa-dewi Yunani Kuno kepada Charlie. Bila Charlie sudah kembali ke Ruang Kanak-Kanak, Angella mau disuruh tidur oleh mereka.

Mereka bertiga selalu menemaninya sampai pagi walaupun Angella sudah menyarankan agar mereka tidur di kamarnya masing-masing atau mereka bergiliran menjaganya.

Pernah di suatu sore Angella terbangun dan melihat Vladimer datang dengan membawa seikat bunga di dalam jambangan bunga yang biasa diletakkannya di meja kecil di sisi tempat tidurnya. Ia melihat Vladimer meletakkan jambangan bunga itu sisi tempat tidurnya. Ia berpura-pura tidur ketika Vladimer menoleh kepadanya.

Angella menduga bunga itu bukan dari Danny. Ia dapat melihat bunga itu masih segar karena baru dipetik dari taman bunga. Ia menduga Vladimer dan kakak-kakaknya yang telah memetik bunga-bunga itu untuknya.

Seminggu setelah peristiwa kebakaran yang membuat Angella pingsan, Earl datang dari Skotlandia.

“Selamat datang, Papa,” sambut Oscar ketika melihat ayahnya turun dari kereta, “Bagaimana perjalanan Papa?”

“Oscar!” tegur Frederick melihat tingkah Oscar yang seperti anak kecil yang dengan penuh semangat menyambut kedatangan orang tuanya, “Jangan seperti anak kecil. Papa baru datang, ia tentu lelah.”

“Biarkan, Frederick. Kita semua tahu, ia memang selalu penuh canda sehingga membuat dirinya selalu tampak seperti anak kecil,” kata Earl.

“Selamat siang, Paman Hendrick,” kata Vladimer ketika Earl melihat padanya.

“Bagaimana kabarmu, Vladimer? Sudah lama kita tidak berjumpa,” kata Earl, “Kapan engkau tiba?”

“Sehari setelah Paman berangkat ke Skotlandia,” kata Vladimer.

“Sayang sekali. Seharusnya aku tidak pergi ke sana sehingga aku bisa bertemu denganmu,” kata Earl.

“Jangan menyesal, Papa. Bukankah Vladimer masih berada di sini saat ini?” kata Frederick.

“Ya, benar. Sekarang ceritakan padaku, Vladimer apa yang kaulakukan selama bertahun-tahun engkau mengurung dirimu di Eton dan membuat dirimu terkenal sebagai manusia es.”

Earl terdiam. Ia melihat sekeliling Ruang Besar seperti mencari sesuatu.

“Di mana gadis esku?” tanya Earl pada Frederick dan Oscar.

Frederick dan Oscar tersenyum melihat kebingungan ayahnya sedangkan Vladimer tidak mengerti siapa yang disebut Earl dengan gadis es.

“Angellakah gadis es yang Paman maksud?” tanya Vladimer.

“Ya, aku lebih sering memanggilnya demikian,” kata Earl.

“Ia sakit,” jawab Frederick.

“Sakit?” kata Earl tak percaya, “Selama ini gadis esku jarang sakit. Mengapa ia sampai bisa sakit?”

“Jangan melihat kami seperti itu, Papa,” kata Oscar.

“Kami merasa bersalah karena tidak menjaganya dengan baik sehingga ia jatuh sakit,” kata Frederick.

“Sebenarnya apa yang telah terjadi?” tanya Earl ketika mendengar suara tawa anak kecil di lantai atas.

“Mari kita ke Ruang Perpustakaan, Papa. Kami akan menceritakannya di sana,” kata Frederick.

Earl mendahului mereka menuju Ruang Perpustakaan. Ia duduk di depan ketiga pria itu seperti seorang hakim yang tengah menanti pengakuan terdakwanya.

“Suara tawa yang tadi Papa dengar itu adalah tawa Charlemagne,” kata Frederick memulai ceritanya.

“Charlemagne?” ulang Earl, “Sepertinya aku pernah mendengar nama itu.”

“Itu nama raja yang mendirikan Kerajaan Romawi Kuno,” sahut Vladimer.

“Ya, aku ingat ia memang raja yang besar. Mengapa anak itu mempunyai nama seperti itu?”
“Kami tidak tahu, Papa. Orang tua anak itu tewas dalam kebakaran yang menimpa Boudini’s Theatre dan kami membawanya kemari karena Angella berusaha menyelamatkan anak itu dalam peristiwa itu,” kata Frederick.

“Bagaimana kejadiannya?” tanya Earl.

Bergantian mereka bertiga mengulangi kejadian itu kepada Earl dan mejawab semua pertanyaan yang ditujukan Earl pada mereka.

Mereka sibuk bercakap-cakap sehingga tidak mendengar suara pintu dibuka.

“Papa!” kata Angella.

“Kukira aku tidak akan mendapat sambutan darimu kali ini,” goda Earl sambil memeluk putrinya yang berjalan mendekat.

“Snow Angel, mengapa engkau meninggalkan kamarmu?” tanya Frederick.

“Apakah engkau juga hendak melarang aku menemui Papa?” tanya Angella tajam.

“Aku tidak melarangmu, tetapi engkau masih belum boleh keluar kamar. Engkau tahu itu,” kata Frederick.

“Mengapa engkau melanggar peraturan yang dibuat kakak-kakakmu, gadis esku?” tanya Earl.

“Karena mereka mengurungku di sana dan tidak mengijinkanku meninggalkan tempat tidurku.”

“Turutilah kakak-kakakmu. Mereka tahu apa yang terbaik untukmu. Kembalilah ke kamarmu dan beristirahatlah, Nanny pasti cemas bila tahu engkau meninggalkan kamarmu sedangkan tubuhmu masih lemah.”

“Nanny sedang menemani Charlie. Ia mengira aku sedang tidur,” kata Angella.

“Kembalilah ke kamarmu, Snow Angel,” kata Frederick.

“Vladimer, antarkan Snow Angel. Aku yakin ia mau bila engkau yang mengantarkannya,” goda Oscar.

Angella menatap tajam kepada Oscar sebelum ia beralih pada Vladimer yang enggan melihat padanya.

“Aku bisa kembali ke kamarku sendirian,” kata Angella tajam kemudian ia segera pergi meninggalkan mereka.

“Vladimer, antarkan gadis esku. Aku takut ia jatuh,” kata Earl.

“Baik, Paman,” kata Vladimer dengan enggan.

Dengan enggan pula Vladimer mendekati Angella yang sedang membuka pintu dan sebelum gadis itu bisa berbuat apa-apa, ia mengangkat tubuhnya dan membawanya meninggalkan ruangan yang sekarang dipenuhi tawa Frederick dan Oscar.

“Apa yang terjadi pada mereka berdua? Mengapa mereka seperti orang yang sedang bermusuhan?” tanya Earl tak mengerti.

“Beginilah, Papa, pertemuan dua manusia es yang terkenal itu. Kami tidak tahu mengapa mereka bersikap seperti dua musuh yang harus berhadapan,” kata Oscar.

Earl menggelengkan kepalanya. “Terlalu banyak yang terjadi selama aku pergi.”

“Tentu saja, Papa. Banyak yang terjadi selama dua manusia es itu dipertemukan dan kita tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya,” kata Frederick.

“Aku yakin selama perjalanan menuju kamar Angella, mereka berdua pasti berdiam diri sambil membuang muka,” sahut Oscar, “Aku ingin melihat mereka tetapi aku takut menganggu.”

Beberapa hari setelah kedatangan Earl, mereka sekeluarga menjadi bingung karena tidak lama lagi akan tiba hari pernikahan Earl dan Countess. Biasanya mereka selalu merayakannya. Setiap tahunnya mereka mengadakan pesta dan mengundang kawan-kawan dekat Earl dan Countess.

Tetapi tahun ini mereka tidak tahu apakah akan tetap mengadakan pesta atau tidak sebab Angella masih belum sembuh benar.

Angella mengetahui itu dan ia bersikeras agar mereka tetap mengadakan pesta tahunan mereka. Ia mengatakan ia sudah sembuh dan cukup kuat untuk hadir di pesta tersebut.

Kedua kakak Angella yang tidak menginginkan orang tuanya membatalkan pesta tahunan mereka juga ikut bersikeras agar mereka tetap mengadakan pesta tersebut. Mereka berjanji akan mengawasi Angella selama pesta itu.

Setelah dipaksa putra-putrinya, akhirnya Earl dan Countess tetap melaksanakan pesta tahunan itu.

Beberapa hari sebelum pesta tersebut dilaksanakan, semua orang di Troglodyte Oinos tampak sibuk kecuali Angella sebab ia masih tidak diperbolehkan meninggalkan tempat tidurnya oleh kakak-kakaknya.



*****Lanjut ke chapter 12

No comments:

Post a Comment