Friday, June 8, 2007

Runtuhnya Gunung Es-Chapter 10

Angella membuka matanya perlahan-lahan. Melalui keremangan cahaya kamarnya ia melihat kedua kakaknya tertidur di samping tempat tidurnya. Di kursi depan perapian, ia melihat Vladimer yang tengah tertidur.

Ia mulai mengingat-ingat kejadian yang baru dialaminya sore itu. Api yang melahap tenda-tenda Boudini’s Theatre dengan rakusnya. Suara hiruk-pikuk orang yang panik. Lidah-lidah api yang terasa panas di depannya. Jeritan Mr. dan Mrs. Boudini serta ucapan terakhir mereka. ‘Tolong selamatkan Charlie, Tuan Puteri!’

“Charlie! Di mana dia?” pikirnya panik.

Angella membuka selimut yang menutupi tubuhnya. Dengan sekuat tenaganya ia mencoba berdiri di tepi tempat tidurnya. Tangannya memegang meja kecil tempat ia biasa meletakkan vas bunga, tangannya yang lain berpegangan pada tepi tempat tidur.

Tiba-tiba ia merasa kakinya lemas dan tanpa dapat ditahannya lagi ia terjatuh di karpet. Meja kecil yang dipenggangnya ikut terjatuh hampir bersamaan dengan jatuhnya. Vas bunga yang berada di atasnya, terjatuh dengan suara yang cukup keras sehingga membangunkan ketiga pria yang tertidur itu.

“Apa yang kaulakukan?” tanya Frederick terkejut melihat adiknya duduk di karpet.

Vladimer yang tiba terlebih dulu di sisinya, segera mengangkatnya ke tempat tidur ketika melihat air vas bunga itu membasahi karpet dan bunga dari vas itu berserakan di dekat Angella.

Angella mau tidak mau teringat kembali saat pria itu meraih pinggangnya dan mengangkatnya ke atas kuda serta membawanya menjauhi api. Jantung Angella berdebar-debar karenanya dan ia merasa pipinya menjadi panas.

“Char… Charlie…! Di… ma…na di…a?” tanyanya terbata-bata dengan suara yang amat lemah.

“Dia baik-baik saja. Sekarang dia sedang tidur di Ruang Kanak-Kanak dan Nanny menjaganya. Engkau tidak perlu khawatir lagi,” kata Oscar. “Engkau tidurlah lagi ini masih tengah malam.”

“Aku… ti… dak… i… ngin ti… dur,” kata Angella terbata-bata. “A… ku… ingin… me… li…hat Charlie.”

“Jangan berbicara banyak, engkau terlihat seperti orang yang baru belajar bicara. Lebih baik sekarang engkau beristirahat, besok kami akan membawa Charlie kemari. Engkau masih terlalu lemah untuk pergi ke Ruang Kanak-Kanak,” kata Frederick.

Melihat adiknya yang seperti memaksakan diri untuk dapat berbicara dengan jelas, membuat Frederick teringat kembali saat Angella baru belajar bicara. Saat itu ia merasa sangat senang. Ia dan Oscar berlomba-lomba membuat Angella dapat menyebut namanya.

“Ayo, Angella. Sebut namaku, Frederick,” kata Frederick mendahului Oscar.

“Fredlick… Fredlick,” kata Angella sambil bertepuk tangan.

Oscar tertawa terbahak-bahak melihat kakaknya cemberut melihat Angella tidak dapat menyebut namanya dengan benar. “Sudah! Sekarang giliranku. Panggil aku, Angella. Oscar.”

“Tidak! Aku belum selesai. Ayo, Angella! Sebut namaku dengan benar F… r… e… d… e… r… i… c… k…, Frederick,” kata Frederick tak mau berputus asa.

Sekali lagi Angella tidak dapat menyebut nama Frederick dengan benar. Frederick terus berusaha agar adiknya menyebut namanya dengan benar, tetapi tetap saja sang adik tidak dapat menyebut namanya dengan benar. Frederick menjadi kesal karena Oscar menertawakan kekalahannya.

“Jangan tertawa dulu, belum tentu Angella dapat menyebut namamu dengan benar,” kata Frederick.

“Pasti Angella dapat menyebutnya dengan benar,” kata Oscar percaya diri, “Ayo, Angella. Panggil aku, Oscar.”

“Oscar… Oscar…,” kata Angella bertepuk tangan.

Frederick menjadi semakin jengkel melihat Angella dapat menyebut nama Oscar dengan benar.

“Bagaimana, Fred? Engkau kalah,” ejek Oscar.

“Tidak, aku belum kalah. Walaupun Angella dapat menyebut namamu dengan benar, tetapi ia lebih sayang padaku. Betulkan, Angella?” kata Frederick bermain dengan Angella.

“Tidak! Ia lebih sayang padaku,” bantah Oscar.

“Fredlick… Fredlick… Oscar… Oscar…,” kata Angella.

“Aku tahu,” kata Frederick tiba-tiba. “Kalau engkau tidak dapat menyebut namaku dengan benar, panggil saja aku Freddy,” katanya kepada Angella.

Angella diam sebentar, ia tampak bingung. Kemudian ia memanggil nama kakaknya, “Freddy… Freddy… Oscar… Oscar…,” katanya senang.

“Kau curang!” tuduh Oscar.

“Biar saja. Asalkan ia dapat memanggilku,” kata Frederick.

Oscar memperhatikan Angella yang kelihatan senang sekali dengan kata-kata barunya. Berulang kali ia menyebut-nyebut nama kedua kakaknya.

“Fred, aku juga akan memanggilmu Freddy. Nama itu kelihatannya lebih menyenangkan dan mudah daripada Frederick.”

“Tidak boleh! Hanya Angella yang boleh memanggilku Freddy,” kata Frederick.

“Kau tidak adil!” kata Oscar jengkel karena keinginannya tidak dikabulkan kakaknya.

Sejak saat itu Angella selalu memanggil kakak tertuanya dengan Freddy. Nama itu sudah menjadi nama kesayangannya.

“Oscar, tolong ambilkan segelas air untuk Angella. Ia sebaiknya minum obat yang diberikan dokter agar dapat tidur nyenyak,” kata Vladimer.

Angella membuka mulut hendak menyatakan penolakannya. Namun tangan kakaknya sudah menutupi mulutnya sebelum ia berbicara.

“Engkau harus minum obat bila engkau ingin lekas sembuh dan bertemu anak itu,” katanya.

Angella memandang bunga yang berserakan di karpet. Frederick yang mengetahui pikiran adiknya berkata, “Jangan khawatir! Esok akan kusuruh pelayan membersihkannya dan mencarikan bunga yang baru untuk kaumasukkan ke dalam jambangan bunga itu.”

Oscar datang dengan membawa segelas air di tangannya. Frederick dengan hati-hati mengangkat kepala Angella dan membantunya meminum obatnya. Setelah itu ia meletakkan kembali badan Angella dan membetulkan letak selimutnya.

“Sekarang tidurlah yang nyenyak. Kami akan menjagamu,” kata Frederick.

“Kalian benar, ada yang ganjil dalam hubungan Angella dengan anak itu,” kata Oscar setelah Angella tertidur.

“Memang sudah seharusnya engkau mempercayai kami setelah mendengar cerita kami yang panjang itu,” kata Frederick.

“Kapan kita akan menanyai Angella?” tanya Oscar.

“Bila ia sudah tidak terlalu lemah lagi. Aku rasa saat itu yang paling tepat,” kata Vladimer.

“Aku setuju. Selanjutnya, siapa yang akan menanyai Angella? Bila kita bertiga yang bertanya padanya, aku yakin ia enggan mengatakannya,” kata Oscar.

“Hal itu kita pikirkan nanti saja. Sekarang kita harus memikirkan kesehatan Angella dulu,” kata Frederick.

“Bagaimana bila Nanny yang kita minta untuk menanyai Angella,” saran Oscar.

“Nanny! Ya… Nanny. Mengapa aku tidak memikirkannya sejak tadi! Kita tidak akan menanyai Angella. Kita akan bertanya kepada Nanny. Aku rasa Nanny pasti juga mengetahuinya. Bukankan ia yang paling dekat dengan Angella?” kata Frederick.

“Ya, Nanny pasti juga mengetahuinya. Besok kita akan bertanya pada Nanny,” kata Oscar.

Esok paginya, mereka membagi tugas. Vladimer bertugas menjaga Charlie dan Angella di kamar Angella. Oscar dan Frederick bertanya kepada Nanny di Ruang Kanak-Kanak.

“Nanny, kami ingin tahu apakah engkau mengetahui tentang anak itu?” tanya Frederick memulai pertanyaan.

“Saya tidak mengetahui apa-apa mengenai anak itu. Tuan Puteri tidak menceritakan apa-apa kepada saya sewaktu ia kemarin pagi datang bersama anak itu,” jawab Nanny.

“Apakah itu benar, Nanny?” tanya Oscar.

“Ya, saya baru mengetahui bahwa ia putra dari Mr. dan Mrs. Boudini kemarin malam ketika Tuan Muda bercerita kepada kami,” jawab Nanny, “Kalau boleh saya tahu, mengapa Tuan Muda menanyakan hal ini kepada saya?”

“Tidak apa-apa, Nanny. Kami hanya ingin tahu saja mengenai anak itu,” jawab Frederick.

“Nanny, dapatkan Anda menceritakan apa saja yang dilakukan mereka berdua sewaktu berada di sini?” tanya Oscar.

“Saya tidak banyak mengetahui apa yang dilakukan Tuan Puteri bersama Charlie. Sebab saya tidak selalu bersama Tuan Puteri ketika anak itu ada di sini bersamanya,” kata Nanny.

“Apa maksudmu, Nanny?” tanya Oscar.

“Kemarin pagi sewaktu Tuan Puteri datang bersama anak itu, Tuan Puteri tidak bercerita apa-apa mengenai anak itu. ia hanya mengatakan kepada saya bahwa ia ingin sarapan pagi bersama anak itu di Ruang Kanak-Kanak,” kata Nanny.

“Kemudian ketika saya tiba di Ruang Kanak-Kanak dengan baki berisi makanan di tangan saya, saya melihat Tuan Puteri sedang mengawasi anak itu bermain. Saat itu saya juga tidak dapat lama-lama bersama Tuan Puteri sebab setelah itu ia meminta saya menyuruh Thompson mengantar dua pucuk surat.”

“Dua surat?” sela Oscar.

“Untuk siapa saja surat itu, Nanny?” tanya Frederick.

“Yang satu untuk Mr. Boudini dan yang satunya untuk ibu Jenny, Mrs. Dellas,” jawab Nanny.

“Jenny? Siapa dia? Rasanya aku pernah mendengar namanya,” kata Oscar sambil berpikir-pikir.

“Jenny dulu pernah bekerja di sini sebagai pelayan Tuan Puteri. Tetapi beberapa tahun yang lalu ia tiba-tiba berhenti bekerja,” kata Nanny.

“Ya, aku ingat Jenny! Ia tiba-tiba berhenti tanpa alasan yang jelas,” kata Oscar.
“Lanjutkan lagi ceritamu, Nanny,” perintah Frederick.

Nanny melanjutkan ceritanya, “Saya segera memberikan surat itu kepada Thompson kemudian saya kembali ke Ruang Kanak-Kanak. Di depan ruangan itu, saya melihat Yang Mulia sedang berdiri terharu. Saya mengajak Yang Mulia kembali ke kamarnya dan menemaninya selama beberapa waktu.”

“Saya kembali lagi ke Ruang Kanak-Kanak ketika Tuan Puteri hendak mengantar anak itu pulang. Tuan Puteri meminta saya menjaga anak itu bermain sementara ia bersiap-siap untuk mengantar anak itu.”

“Apakah Angella mengantar sendiri anak itu?” tanya Frederick.


“Ya. Tuan Puteri sendiri yang mengantar anak itu pulang sebab saat itu Thompson belum kembali,” jawab Nanny.

“Mengapa engkau tidak menemaninya, Nanny?” tanya Oscar.

“Sebab saat itu saya sedang mengatur kembali Ruang Kanak-Kanak. Selain itu Tuan Puteri melarang saya ikut bersamanya mengantar anak itu,” jawab Nanny.

“Saya tahu saya telah bersalah membiarkan Tuan Puteri pergi seorang diri, tetapi saat itu saya melihat Tuan Puteri benar-benar tidak mau ditemani,” kata Nanny ketika melihat raut wajah kedua kakak Angella yang seperti menahan amarah.

“Tidak apa-apa, Nanny. Kami tahu suatu hari nanti ia akan menolak dikawal ke mana pun ia pergi,” kata Frederick.

“Apakah Anda memanggilkan kereta bagi Angella ketika ia mengantar anak itu pulang?” tanya Oscar.

Nanny diam. Ia tidak tahu harus menawab apa. Ia sudah berjanji pada Angella ia tidak akan memberitahu kedua kakaknya bahwa ia mengantar anak itu pulang naik kuda tidak dengan kereta seperti yang disarankan Nanny.

“Anda tidak perlu menjawab, Nanny. Sebab kami sudah dapat menebak bahwa Anda tidak memanggilkan kereta bagi Angella,” kata Frederick.

“Ya, saya memang tidak melakukannya karena Tuan Puteri menolaknya,” kata Nanny berterus terang.

“Terima kasih atas keteranganmu, Nanny,” kata Frederick.

“Tuan Muda, tolong jangan jauhkan Tuan Puteri dari anak itu. Tuan Puteri sangat menyayangi anak itu. Saya dapat melihat ia jauh lebih menyayangi anak itu daripada anak-anak yang ada di Panti Asuhan Gabriel,” kata Nanny.

“Kami mengerti, Nanny,” kata Frederick kemudian meninggalkan Ruang Kanak-Kanak bersama Oscar.

-----0-----



Vladimer dengan tenang duduk di kursi depan perapian memperhatikan Angella dan anak itu. Charlie dengan riangnya bercerita tentang teman-temannya sambil meniru gerakan teman-temannya itu. Ia juga bercerita saat ia bersama Nanny di Ruang Kanak-Kanak.

Vladimer dapat melihat Angella tersenyum dan matanya tidak lagi memandang dingin seperti biasanya, matanya terlihat ramah. Matanya kembali dingin hanya ketika ia secara tidak sengaja bertemu pandang dengannya. Angella tampaknya berusaha menghindari tatapan Vladimer.

“Boleh aku ke beranda itu?” tanya Charlie.

Sebelum Angella menjawab, anak itu sudah berlari ke beranda. Angella merasa cemas melihat Charlie yang selalu lincah itu. Ia berusaha bangkit untuk menjaga Charlie selama ia berada di beranda itu. Ia khawatir Charlie terjatuh dari beranda itu.

Vladimer segera bangkit dari duduknya dan mencegah Angella meninggalkan tempat tidurnya. “Tetaplah di sini, aku akan mengawasi anak itu,” katanya sambil menyandarkan punggung Angella di bantal.

Ia pergi ke beranda dan membujuk Charlie untuk masuk. Rupanya Vladimer juga mengalami kesulitan seperti kedua kakak Angella dalam menghadapi Charlie. Anak itu dengan keras kepala menolak masuk.

Angella menoleh ke arah pintu ketika terdengar suara ketukan di pintu itu.

“Masuk,” katanya lirih.

Ia menduga yang datang adalah Countess atau kedua kakaknya, tetapi rupanya seorang pelayan yang datang untuk memberitahukan ada seseorang yang mencari Angella. Tanpa diberitahu siapa orang itu, Angella sudah dapat menebak. Ia tahu betul siapa yang biasa mengunjunginya setiap minggu.

Vladimer mendengar suara pintu diketuk dan ia melihat seorang pelayan masuk. Ia masuk kembali ke dalam kamar Angella dengan terlebih dulu berpesan kepada Charlie agar berhati-hati.

“Ada apa?” tanyanya kepada pelayan itu ketika dilihatnya muka Angella menampakan kejengkelannya.

Pelayan itu tampak ragu-ragu sebentar kemudian ia berkata, “Di Ruang Besar ada seorang pria yang mencari Tuan Puteri.”

“Katakan kepadanya untuk menunggu sebentar, aku akan segera menemuinya,” kata Vladimer.

“Tetapi…,” kata pelayan itu ragu-ragu.

“Frederick dan Oscar memintaku untuk mengurusi segala hal yang menyangkut adiknya selama mereka tidak berada di sisinya,” kata Vladimer.

“Baik, Tuan Muda,” kata pelayan itu.

Sebenarnya Vladimer bisa mengatakan kepada pelayan itu untuk mengatakan kepada pria itu bahwa Angella sakit sehingga ia tidak dapat turun untuk menemuinya. Namun ia ingin mengetahui pria yang mencari Angella.

Ia ingin mengetahui pria seperti apa yang berusaha menundukkan kedinginan Angella itu. Ia mendekati Charlie dan berkata, “Dengar, Charlie! Aku akan pergi sebentar. Sekarang kuserahkan tugas menjaga Angella kepadamu. Engkau harus berjanji menjaganya dengan baik.”

“Baik, saya berjanji,” kata anak itu senang.

“Sekarang engkau harus masuk ke dalam agar dapat melakukan tugasmu dengan baik,” katanya kemudian ia menuntun anak itu masuk ke dalam ruangan.
Ia berjalan mendekati Angella. “Aku akan menemui pria itu,” katanya.

“Terima kasih,” kata Angella perlahan.

“Tidak apa-apa. Aku memang ingin bertemu dengan pria itu,” katanya.

“Engkau tidak mengerti. Aku tidak berterima kasih atas itu. Aku hanya ingin berterima kasih karena kemarin engkau telah menyelamatkanku,” kata Angella tersipu-sipu.

Vladimer tersenyum melihat pipi Angella yang memerah itu. Ia menjadi semakin yakin dugaannya yang lain benar. “Tidak apa-apa,” katanya kemudian ia meninggalkan mereka berdua.

Charlie duduk di sisi Angella dan bertanya, “Apa yang terjadi?”

“Tidak ada apa-apa,” jawabnya.

“Tuan Puteri, apakah benar ibu saya masih hidup?” tanya Charlie.

“Ya, ibumu masih hidup,” katanya perlahan.

“Di mana ia? Bolehkah saya menemuinya?” tanya Charlie ingin tahu.

“Saya tidak dapat memberitahu lebih banyak lagi kepadamu sekarang, tetapi percayalah saya akan membawamu menemuinya suatu hari nanti,” kata Angella.

Ia menutup matanya mencoba membayangkan apa yang akan terjadi apabila ia memberitahu Charlie segala kebenaran yang menyangkut dirinya itu. Ia juga tidak tahu bagaimana reaksi Jenny bila ia membawa Charlie menemuinya.

“Apa yang harus kulakukan?” tanyanya pada dirinya sendiri.

Suara langkah kaki datang mendekat. Angella membuka kembali matanya dan menanti kedatangan mereka yang berjalan mendekati kamarnya.

Pintu kamar terbuka dan muncullah kedua kakaknya. Mereka memandang heran pada adiknya dan Charlie yang duduk di sisi Angella.

“Di mana Vladimer?” tanya Frederick.

“Ia menemui Danny di Ruang Besar,” jawab Angella.

“Apakah Vladimer akan mencegah ia menemuimu?” tanya Oscar.

“Aku tidak tahu. Tapi aku yakin ia akan mencegahnya,” kata Angella.

“Bagaimana bila ia tidak mencegahnya?” tanya Oscar.

“Akan kuserahkan hal itu kepada kalian,” jawab Angella dengan tenang.

Ia mengetahui kedua kakaknya tidak menyukai Danny. Mereka selalu mencegah Danny menemui adiknya walau Snow Angel mau menemuinya. Tetapi biasanya ia selalu menolak bertemu dengan Danny pada setiap kunjungan rutinnya.



*****Lanjut ke chapter 11

1 comment:

  1. PROBLEM KEWANGAN TERLIBAT

    Terima kasih banyak Mr Walker untuk membuat impian saya datang. saya mendapat kad atm kosong dari beliau. Pada mulanya apabila saya melihat saya memberi komen mengenai dia saya hanya merasakan saya cuba melihat apakah perkara itu akan berubah untuk saya kerana saya seorang ibu tunggal dengan 2 anak. Saya menghubungi Encik Walker kerana nama yang sama dengan suami saya yang terdahulu saya mempunyai kepercayaan dan mengikut langkahnya, saya memerlukan sedikit bayaran untuk mendapatkan kad tetapi ia tidak lagi berterima kasih 5 hari saya mendapat kad saya dihantar ke saya di sini di Canberra , Australia. Dalam masa kurang dari dua minggu sekarang saya telah mengeluarkan wang tunai $ 12.000 dolar di mana-mana POS atau mesin ATM setiap hari mengeluarkan $ 600. Saya sangat gembira kini membayar bil saya dan cukup untuk makan dan menjaga anak-anak saya. Terima kasih Mr Walker Hubungi dia: blankatm002@gmail.com

    ReplyDelete