Friday, May 25, 2007

Runtuhnya Gunung Es-Chapter 5

Frederick dan Oscar berjalan mondar-mandir dengan gelisah di Ruang Bbesar menantikan adik mereka. Sesekali mereka melihat keluar melalui jendela di samping pintu masuk Troglodyte Oinos.

Sebentar duduk, sebentar berjalan dan sebentar-sebentar mereka memandang keluar jendela. Kegelisahan mereka berdua dalam menanti adik mereka membuat Vladimer yang juga gelisah menjadi pusing.

“Kalian jangan mondar-mandir terus membuat aku menjadi pusing saja,” gerutu Vladimer kesal melihat kedua kakak beradik itu mondar-mandir terus di Ruang Besar sejak waktu minum teh.

Tadi sewaktu minum teh, mereka bertiga berkumpul di Ruang Duduk tanpa Countess dan Snow Angel. Countess saat itu sedang beristirahat di kamarnya dan mereka menduga Snow Angel menemani Countess minum teh di kamarnya.

Tetapi setelah mereka selesai menyantap hidangan kecil itu, barulah mereka mengetahui bahwa Snow Angel pergi sejak tadi dan belum kembali.

Frederick dan Oscar khawatir sekali akan keadaan Snow Angel. Mereka sengaja tak memberi tahu ibu mereka mengenai hal ini karena khawatir ia akan jatuh sakit lagi setelah mulai sembuh dari sakitnya.

Tidak biasanya Snow Angel keluar rumah hingga matahari mulai terbenam. Biasanya bila ia berpergian tanpa dikawal kedua kakaknya, ia sudah tiba di rumah sebelum waktu minum teh.

Bila ia berpergian dengan dikawal kedua kakaknya, barulah ia pulang seusai waktu minum teh.

Dan hari ini, ia pergi tanpa pengawalan kedua kakaknya hingga langit mulai gelap. Kedua kakaknya benar-benar khawatir akan keadaannya. Begitu khawatirnya mereka hingga membuat Vladimer yang turut khawatir dengan keadaan gadis itu menjadi pusing.

“Ya … ya … Kami mengerti,” kata Frederick cemas lalu duduk di kursi dekat tempat Vladimer duduk.

Oscar memandang gelisah keluar. “Ke manakah perginya ia? Mengapa tidak pulang-pulang? Apakah terjadi sesuatu padanya?”

“Aku takut terjadi sesuatu padanya. Aku menyesal, kenapa tadi tidak kutanyai dia sewaktu kulihat pergi dengan kereta,” keluh Frederick menyalahkan dirinya sendiri.

“Sudahlah! Ia pasti baik-baik saja, bukankah Nanny turut pergi dengannya,” Vladimer menenangkan Frederick.

“Aku tahu, aku juga melihat Nanny pergi bersama Snow Angel. Tapi aku tetap khawatir. Aku tidak akan memaafkan diriku bila terjadi sesuatu padanya,” gumam Frederick sedih.

“Tunggu! Kalian mengatakan melihat kepergian Snow Angel?” tanya Oscar.

“Ya, aku melihatnya berdiri di tepi kolam lalu Nanny datang membawa kereta dan pergi bersamanya,” jawab Vladimer.

“Kenapa kalian tidak menghentikannya? Kenapa kalian diam saja?” sembur Oscar marah.

“Kau jangan marah-marah pada kami, Oscar. Kami tidak mengira ia akan pergi hingga selarut ini. Lagipula kita sama-sama tahu Snow Angel sering pergi dengan Nanny, walau kuakui ia jauh lebih sering kita kawal bila berpergian,” pinta Frederick yang berusaha meredakan amarah Oscar yang memang mudah marah apalagi bila menyangkut masalah adik kesayangan mereka.

“Jangan marah! Bagaimana mungkin aku tidak marah? Bagaimana mungkin?” tanya Oscar gusar, “Oh … aku benar-benar khawatir dengan anak satu ini.”

“Percuma saja kau marah-marah sekarang, Oscar. Tidak hanya kau yang khawatir akan keadaan Angella, kami pun khawatir,” kata Vladimer tenang sambil berusaha menekan kegundahan hatinya sendiri. “Lagipula ia sekarang sudah pergi dan kita hanya bisa menantikan kedatangannya.”

Oscar terus mondar-mandir di ruangan itu dengan cemas. Sesekali ia berhenti di depan jendela untuk melihat bila adiknya datang.

“Ke mana perginya anak itu? Mengapa tidak lekas pulang? Apakah terjadi sesuatu padanya?” tanyanya lagi.

“Duduklah diam, Oscar. Kau membuatku bertambah pusing saja,” perintah Frederick.

“Tidak mungkin aku bisa duduk diam sementara sesuatu bisa saja menimpa Snow Angel saat ini,” bantahnya.

“Aku mengerti. Tapi cobalah diam, jangan mondar-mandir terus. Ingatlah ia tidak sendirian, ia pergi dengan Nanny,” ulang Frederick.

“Aku tahu … aku tahu … Tapi ke mana perginya dia? Kenapa ia tak lekas pulang? Apa terjadi sesuatu padanya?” tanya Oscar lagi untuk yang kesekian kalinya.

“Kau jangan bertanya-tanya begitu terus. Kami sendiri tidak tahu ke mana perginya Angella juga apa yang terjadi padanya sehingga ia tidak lekas pulang,” ujar Vladimer menanggapi pertanyaan-pertanyaan Oscar yang diulang-ulang terus menerus itu.

Suasana hening sejenak di sini, ketiga pria itu gelisah menanti kedatangan Snow Angel. Pada wajah mereka terlukis jelas kekhawatiran mereka.

“Aku akan pergi mencarinya,” kata Oscar tiba-tiba.

“Untuk apa? Bagus kalau engkau dapat bertemu dengannya, kalau tidak nanti engkau hanya akan menambah kecemasan kami,” cegah kakaknya.

“Tapi aku tidak bisa diam saja di sini seperti orang gila. Aku harus mencarinya,” kata Oscar keras kepala.

“Frederick benar, kau hanya akan menambah kecemasan kami bila engkau pergi mencari Angella.”

“Tapi ini sudah terlalu terlambat. Ia tidak seharusnya berada di luar rumah malam-malam begini. Aku harus segera mencarinya! Aku khawatir sesuatu yang tidak kuinginkan telah terjadi padanya. Aku harus!” kata Oscar bersikeras.

“Kami juga khawatir. Tetapi jangan gegabah, ia tidak sendirian. Nanny dan Thompson ikut bersamanya, juga dua penjaga kuda. Mereka pasti menjaganya dengan baik,” kata Frederick menenangkan dirinya sendiri dan adiknya.

“Ini sudah malam, Fred!” Oscar bersikeras terus.

“Memang ini sudah malam tapi Nanny tidak mungkin membiarkan anak itu berkeliaran di desa jika matahari sudah terbenam. Kita sama-sama tahu Nanny sayang sekali padanya, tak mungkin ia akan membiarkannya. Sabarlah mungkin sekarang ia sedang dalam perjalanan pulang,” kata Frederick.

“Aku juga berharap begitu,” kata Oscar akhirnya mengurungkan niatnya mencari adiknya.

Kedua kakak Snow Angel selalu berhati-hati menjaganya, mereka selalu memperlakukannya seperti saat mereka memperlakukannya ketika ia masih kecil walau kini ia telah berusia delapan belas tahun.

Snow Angel tahu kakaknya memperlakukannya seperti anak kecil karena begitu besarnya rasa sayang mereka padanya dan ia tak pernah bermanja-manja pada kakak-kakaknya maupun kedua orang tuanya.

“Langit sudah mulai gelap, tapi kenapa Snow Angel belum muncul-muncul juga?” tanya Oscar gusar.

“Entahlah apa yang terjadi, mengapa ia tak kunjung-kunjung pulang? Apa yang harus kita katakan nanti bila Mama bertanya tentangnya?” timpal Frederick.

“Aku juga tidak tahu apa yang harus kita katakan pada Mama nanti. Aku tak ingin Mama khawatir, ia bisa sakit lagi bila terlalu khawatir,” kata Oscar bingung.

Frederick baru saja hendak mengusulkan apa yang akan dikatakannya pada Countess nanti bila ia bertanya mengenai Snow Angel ketika sayup-sayup terdengar suara kereta mendekat.

Oscar yang berada di jendela segera berseru gembira melihat kereta milik keluarganya memasuki pekarangan Troglodyte Oinos. “Ia datang! Snow Angel datang!”

Sesaat kemudian pintu terbuka dan tampak sosok Snow Angel berjalan masuk. Kegelisahan mereka bertiga langsung lenyap melihatnya membuka pintu.

Kedua kakak Snow Angel berlari gembira menghampirinya dan kemudian memeluknya tepat pada saat ia akan menutup pintu.

Snow Angel terkejut karena tiba-tiba dipeluk dengan erat oleh kedua kakaknya. Ia tak mengira kakak-kakaknya akan langsung memeluknya begitu ia tiba. Semula ia mengira kedua kakaknya akan marah-marah pada dirinya karena pulang terlambat untuk pertama kalinya dalam hidupnya.

Vladimer tersenyum geli melihat adegan itu. Sejak kecil, Snow Angel memang sering dipeluk kakak-kakaknya. Tetapi kali ini sungguh menggelikan melihatnya dipeluk keduanya sekaligus dengan tiba-tiba.

Ia juga sama sekali tak menduga bahwa mereka akan langsung berlari mendekati Snow Angel dan memeluknya erat-erat seperti orang tua yang memeluk anaknya yang baru diketemukan setelah si anak hilang.

“Oh … Snow Angel, lega hatiku melihatmu kembali. Aku khawatir sekali,” kata Frederick lega.

“Ke mana saja engkau? Engkau membuat kami cemas, tahu!?” kata Oscar pura-pura marah walau sebenarnya ia memang ingin memarahi adiknya itu. Ia tahu ia tidak akan pernah bisa marah pada adik kesayangannya itu.

“Maafkan aku. Aku keasyikan berbelanja hingga lupa waktu,” kata Snow Angel setengah berdusta.

Ia memang berbelanja tadi, tapi ia masih menyadari hari yang mulai malam saat berbelanja tadi.

Perlahan-lahan mereka melepas pelukannya dan memandangnya lekat-lekat. Mereka berdua memandang heran pada adik mereka.

Mereka berdua sama-sama tahu Snow Angel tak seperti gadis-gadis lainnya yang selalu royal dalam berbelanja hingga lupa waktu. Snow Angel selalu berbelanja barang-barang yang diperlukannya saja. Bukan karena semua keperluannya telah dipenuhi oleh kedua orang tuanya juga kakak-kakaknya, tetapi itu memang merupakan kebiasaannya sejak kecil.

Sejak kecil ia selalu menolak bila ditawari suatu barang, ia selalu berkata: “Aku sudah mempunyai banyak barang. Apa yang kubutuhkan sudah disediakan Papa Mama, bahkan lebih dari yang kubutuhkan. Lebih baik barang itu disumbangkan saja kepada orang lain.”

“Mengapa engkau tidak pulang terlebih dulu atau setidak-tidaknya kirimkanlah seseorang untuk memberi tahu kami agar kami dapat menemanimu berbelanja hingga selarut ini?” tanya Frederick.

“Berbahaya bagimu untuk berbelanja seorang diri hingga larut walaupun engkau ditemani Nanny. Lagipula tidak biasanya engkau bisa sampai lupa waktu dalam berbelanja,” tambah Oscar.

“Maafkan aku telah membuat kalian khawatir. Aku tahu aku salah karena pergi keluar rumah hingga lewat waktu minum teh tanpa ditemani kalian. Tapi manusia bukanlah makhluk tanpa cela, bukan?”

Teringat akan ibunya, maka Snow Angel bertanya cemas, “Bagaimana Mama?”

“Mama tidak mengetahui hal ini. Kami sengaja tak memberitahukan hal ini padanya,” jawab Frederick.

Snow Angel memandang lega pada kedua kakaknya.

Melihat itu, Oscar berkata masam, “Ya, kau boleh lega sekarang, tapi kau harus menceritakan pada kami apa saja yang kaulakukan hingga pulang terlambat.”

Snow Angel sudah menduga akan adanya pertanyaan ini, tapi ia tidak ingin menceritakan segala sesuatunya yang dilakukannya di luar rumah tadi pada siapa pun.

“Aku pergi berbelanja,” katanya tajam.

“Ya, engkau sudah mengatakannya tadi. Tapi mana belanjaanmu? Aku tidak melihatnya. Aku rasa kau pasti berbohong,” tuduh Oscar.

Sebenarnya ia tidak ingin menuduh adiknya, ia hanya ingin memancing kemarahan Snow Angel sehingga gadis itu bercerita selengkap-lengkapnya mengenai apa saja yang terjadi selama perginya hingga ia pulang terlambat. Ia tahu Snow Angel tidak mungkin mau menceritakan semua pengalamannya selama berpergian tadi.

“Belanjaanku sudah dibawa masuk oleh Nanny. Ia kusuruh membawanya melalui pintu belakang,” sembur Snow Angel tajam. “Dan kuminta kalian tidak menyalahkan orang lain atas tindakanku ini!”

Snow Angel marasa marah dituduh seperti itu, walau ia tahu Oscar tidak benar-benar bermaksud menuduhnya. Tapi ia tetap merasa jengkel mendengar tuduhan itu.

Oscar terkejut mendengar ucapan Snow Angel yang tajam itu. Ia menyesal telah menuduhnya. “Maafkan aku, aku bicara begitu karena aku khawatir.”

“Aku tahu,” kata Snow Angel dingin.

Vladimer yang sejak tadi diam mendengar percakapan mereka mulai merasa tidak enak. Ia merasa dirinya dilupakan begitu saja, namun ia mengerti Frederick dan Oscar terlalu gembira melihat kedatangan Angella sedangkan Angella sibuk menghadapi pertanyaan-pertanyaan kedua kakaknya sehingga melupakan dirinya.
Yang membuatnya merasa tak enak bukanlah karena dilupakan tetapi adalah suasana yang mulai menengang di antara mereka bertiga.

“Apakah tidak lebih baik bila kalian membiarkan Angella beristirahat dulu baru kemudian meminta penjelasan darinya lebih lanjut,” usul Vladimer mencoba mengurangi ketegangan yang terjadi.

Frederick dan Oscar terkejut mendengar kata-kata Vladimer. Mereka merasa tidak enak pada Vladimer karena baru saja melupakan kehadirannya di ruang ini dan mereka juga merasa ucapan Vladimer itu benar.

Mereka memandang wajah Snow Angel yang memang menampakkan sedikit kelelahannya setelah berpergian dan merasa menyesal karena tidak menyadari kelelahan adik mereka bahkan telah menahannya.

“Kau benar,” kata Frederick pada Vladimer – menyalahkan dirinya sendiri kemudian ia berkata pada Snow Angel, “ Pergilah beristirahat dulu, kami akan menanyaimu lagi nanti.”

Snow Angel merasa gembira mendengar kata Frederick itu, ia memang ingin sekali menghindar dari pertanyaan-pertanyaan kakak-kakaknya itu sedari tadi. Ia tak ingin membiarkan dirinya lebih lama lagi di ruang itu – diiterogasi habis-habisan.

Tanpa berkata apa-apa, gadis itu pergi meninggalkan Ruang Besar menuju ke kamarnya. Ia sama sekali tidak mempedulikan keterkejutan Vladimer akan sikapnya yang acuh.

Saat ini ia merasa ingin lekas bertemu dengan Charlemagne esok. Ia terlalu gembira untuk memikirkan keterkejutan Vladimer tadi yang menampakkan ketersinggungannya atas perlakuan acuhnya pada dirinya.



*****Lanjut ke chapter 6

No comments:

Post a Comment