Saturday, May 5, 2007

Gadis Misterius-Chapter 7

Entah karena bunga-bunga itu atau karena orang yang membawakannya, Maria lebih cepat pulih dari yang diperkirakan. Dua hari kemudian, Maria telah cukup sehat untuk mengerjakan tugasnya di Sidewinder House.

Seperti biasa, Maria dan Mrs. Vye pergi berjalan-jalan di sepanjang Sungai Alleghei pagi itu.

Penduduk Obbeyville tampak senang melihat Maria muncul dari pondok mungil itu setelah selama beberapa hari gadis itu tidak muncul. Beberapa dari mereka mengajak Maria bercakap-cakap.

Maria merasa sangat senang pagi itu. Ia sengaja berjalan lambat agar dapat menikmati pemandangan tepi Sungai Alleghei yang hilang darinya selama beberapa hari.

Tak lama setelah Mrs. Vye kembali ke Sidewinder House, Maria meninggalkan tempat itu.

Ia ingin segera berjumpa Mr. Liesting, Mrs. Fat, dan Mrs. Dahrien. Ia menduga mereka pasti senang melihatnya seperti penduduk Obbeyville lainnya yang senang melihatnya muncul dari pondok mungil Mrs. Vye.

Seperti yang telah diperkirakan Maria sebelumnya, Mrs. Fat, Mr. Liesting serta Mrs. Dahrien gembira melihat kedatangannya. Mereka mengajak Maria bercakap-cakap di dapur.

“Engkau membuat kami khawatir, Maria,” kata Mrs. Dahrien.

“Maafkan saya. Saya tidak bermaksud membuat Anda khawatir.”

“Mengapa engkau telah berada di sini pagi-pagi, Maria? Biasanya engkau masih berada di Sungai Alleghei,” tanya Mrs. Vye.

“Saya merindukan kalian,” kata Maria.

“Anak-anak Obbeyville juga merindukanmu. Mereka mencarimu, mereka sangat sedih karena tidak dapat menemukanmu,” kata Mrs. Fat.

“Saya juga merindukan mereka.”

“Sayang Mrs. Vye tidak mengijinkan mereka menemuimu.”

“Aku harus melakukannya, Mr. Liesting. Aku tidak dapat membiarkan mereka mengganggu istirahat Maria. Ia membutuhkan banyak istirahat,” kata Mrs. Vye.

“Aku mengerti, Mrs. Vye. Aku juga setuju pada tindakanmu. Mereka akan mengganggu istirahat Maria selama ia sakit.”

“Mengapa engkau tidak menemui mereka?” tanya Mrs. Fat.

“Saya ingin menemui mereka setelah saya menyelesaikan tugas saya.”

“Lupakanlah tugasmu, Maria. Engkau baru saja sembuh. Jangan melakukan pekerjaan yang berat. Kami bisa melakukannya,” kata Mrs. Dahrien.

“Lebih bijaksana bila saat ini engkau pergi menemui anak-anak itu,” kata Mrs. Fat.

“Itu bukan bijaksana, Mrs. Fat, tetapi tindakan yang lebih baik. Biarlah saya membantu Anda sebentar kemudian saya akan menemui mereka. Saya merasa seluruh tubuh saya kaku selama beristirahat di atas tempat tidur.”

“Renggangkanlah badanmu dengan bermain dengan anak-anak. Jangan dengan melakukan pekerjaan yang berat. Engkau baru sembuh,” kata Mrs. Dahrien.

“Sejak kemarin mereka berkeliaran di sekitar rumah ini. Yang Mulia dan Tuan Puteri dibuat marah karenanya,” kata Mr. Liesting.

“Apakah mereka melakukan sesuatu yang tidak baik?” tanya Maria cemas.

“Tidak, mereka tidak melakukan apa-apa. Mereka hanya berkeliaran di sekitar rumah ini,” kata Mr. Liesting.

“Baroness Lora dan Lady Debora pasti merasa risau melihat banyak anak berkeliaran di sekitar rumah mereka,” kata Maria dengan tersenyum, “Saya akan menemui mereka sekarang. Saya tidak ingin mereka dimarahi kedua wanita itu.”

“Ya, itu yang paling baik. Temuilah mereka dan bersenang-senanglah hingga tengah hari nanti,” kata Mrs. Fat.

Maria meninggalkan Sidewinder House melalui pintu belakang yang berada di dapur tempat mereka bercakap-cakap itu.

Ia tidak melihat seorang anak pun di sekitar rumah itu. Suasana di sekitar rumah itu masih tampak lenggang seperti ketika ia datang.

Hanya beberapa orang yang melintasi jalan di depan Sidewinder House. Mereka menuju Blueberry.

Maria menduga mereka adalah petani yang bekerja di kebun Blueberry Duke of Blueberry.

Dari Mrs. Vye, Maria mengetahui tidak sedikit penduduk Obbeyville yang bekerja pada Duke. Tetapi juga tidak sedikit penduduk Obbeyville yang bekerja di tanah pertanian mereka sendiri.

Petani-petani menggembalakan ternak mereka. Beberapa di antara mereka ada yang menanam bibit di tanah pertanian mereka yang tandus. Semua bekerja dengan giat dan penuh semangat.

Di kejauhan tampak Sungai Alleghei yang berkilauan seperti menyambut kedatangannya. Daun-daun bergemirisik tertiup angin pagi. Daun-daun yang menguning menghiasi tanah.

Matahari masih bersembunyi di balik pepohonan. Awan-awan putih telah berkejar-kejaran ke sana ke mari di langit yang biru.

Ketika Maria memandang jalan yang menuju Sidewinder House, ia melihat anak-anak berjalan mendekat. Wajah anak-anak itu tampak ceria.

“Mengapa Anda tidak menemui kami?” tanya mereka.

“Saya harus beristirahat. Maafkan saya, sekarang saya akan menebus kesalahan saya,” kata Maria.

“Anda belum menyelesaikan dongeng yang Anda ceritakan,” kata seorang anak.

“Ya, saya masih ingat. Mari kita pergi ke Sungai Alleghei. Saya akan melanjutkan cerita saya di sana. Kalian tidak ingin dimarahi Baroness Lora lagi, bukan?” kata Maria.

“Ya, Baroness Lora sangat jahat. Ia memarahi kami padahal kami tidak melakukan apa-apa. Kami hanya mencari Anda di sini,” kata anak-anak itu.

“Hari ini kalian tidak perlu mencari saya karena saya akan menemani kalian hingga tengah hari nanti. Tetapi tidak di sini, saya akan menemani kalian bermain di tempat yang lain.”

Anak-anak itu berseru senang.

Mereka senang dapat bermain dengan Maria sepanjang hari. Itulah yang mereka harapkan sejak kemarin, tetapi Maria tidak muncul sehingga mereka harus menahan rasa kecewa mereka.

“Jangan ribut, nanti Baroness Lora marah kepada kalian lagi,” kata Maria menenangkan anak-anak itu.

Setelah anak-anak itu diam, Maria mengajak mereka meninggalkan Sidewinder House.

Mereka berebut menggandeng Maria. Dengan tersenyum, Maria melerai mereka dan membiarkan anak-anak itu menggandeng tangannya beramai-ramai.

Belum jauh, Maria dan anak-anak itu meninggalkan Sidewinder House ketika Maria melihat Al datang mendekat dengan kudanya.

Al tersenyum ketika melihat Maria berjalan beramai-ramai dengan anak-anak menuju Sungai Alleghei. Tetapi hal itu tidak mengurangi kekecewaan yang tampak di wajahnya.

Maria mencoba menerka kekecewaan apa yang ditahan Al. Dan ketika ia menemukan jawabannya, ia merasa bersalah.

“Kelihatannya engkau dan anak-anak itu hendak menuju Sungai Alleghei. Apakah ini sebabnya engkau tidak menemuiku di sana seperti biasanya?” tanya Al.

“Maafkan saya telah membuat Anda kecewa. Pagi ini saya merasa ingin segera berjumpa dengan Mr. Liesting, Mrs. Fat dan Mrs. Dahrien serta anak-anak ini karena itu saya segera meninggalkan Sungai Alleghei setelah kepergian Mrs. Vye. Saya tidak bermaksud menghindari Anda,” kata Maria.

“Aku mengerti, Maria. Sekarang apakah engkau mengijinkan aku ikut dalam rombonganmu?”

“Bila Anda mau turun dari kuda Anda.”

Al melompat dari punggung kudanya kemudian mendekati Maria.

“Anda tidak keberatan mendapat perlakuan yang tidak Anda harapkan? Saya tidak akan memperhatikan Anda, saya akan lebih memusatkan perhatian saya pada anak-anak ini. Saya tidak ingin terjadi sesuatu pada mereka selama mereka bersama saya,” kata Maria.

“Jangan khawatir, aku tidak akan kecewa. Aku akan membantumu mengawasi anak-anak itu. Aku khawatir mereka terlalu nakal sehingga membuat engkau kerepotan,” kata Al sambil memandangi anak-anak yang berada di sekeliling Maria.

Anak-anak marah mendengar kata-kata Al. Mereka menatap Al dengan wajah cemberut, tetapi pria itu yang pura-pura tidak tahu.

“Kami tidak nakal. Benarkan?” kata mereka sambil memandang Maria.

Maria tersenyum melihat kemarahan anak-anak itu.

“Saya tahu kalian anak yang baik,” kata Maria, “Sekarang, mari kita pergi. Matahari semakin tinggi di langit.”

Bersama beberapa anak, Maria melangkah meninggalkan mereka yang masih marah pada Al.

Al mengikuti di samping Maria. Tangan pria itu memegang kendali kuda yang berjalan di sampingnya.

Setelah agak jauh berjalan, Maria berhenti dan membalikkan badan kepada anak-anak yang belum beranjak dari tempat mereka.

“Bila kalian tetap tinggal di sini, saya tidak akan mengulang cerita yang akan saya ceritakan pada teman-teman kalian,” kata Maria pada mereka.

Mereka menanti anak-anak yang berlari mendekat itu. Setelah semua anak telah berkumpul kembali, mereka melanjutkan perjalanannya kembali.

“Mereka marah kepada Anda,” kata Maria pada Al yang berjalan di sisinya.

“Aku tahu. Mereka sangat lucu ketika marah,” kata Al.

“Anda akan menyesal bila dibenci anak-anak.”

“Mengapa demikian?” tanya Al heran.

“Pikiran anak-anak masih polos. Apa yang mereka pikirkan, mereka rasakan tidak pernah mereka sembunyikan. Mereka selalu mengatakan apa yang mereka pikirkan, rasakan. Jangan sampai mereka membenci Anda, karena anak-anaklah yang membuat kita lebih merasakan kebahagiaan dunia.”

“Sejujurnya, Maria, aku kurang mengerti yang kaukatakan.”

“Anak-anaklah kebahagiaan dunia. Canda tawa mereka yang menghiasi dunia membuat dunia semakin ceria.”

“Kau benar. Tanpa canda tawa mereka, dunia ini terasa sepi.”

Seperti biasa, penduduk Obbeyville berbisik-bisik melihat Maria berjalan beramai-ramai dengan anak-anak menuju Sungai Alleghei dengan didampingi seorang pria. Namun tak seorang pun dari mereka yang mempedulikan hal itu.

Mereka terus berjalan menuju Sungai Alleghei. Anak-anak tampak sangat bersemangat, mereka menanti kelanjutan dongeng yang diceritakan Maria.

Telah berhari-hari mereka menanti saat itu. Mereka terus menanti dengan tekun hingga gadis itu muncul dari pondok Mrs. Vye.

Maria duduk di bawah pohon besar di tepi Sungai Alleghei. Anak-anak duduk di sekitarnya sedangkan Al berdiri di belakang mengawasi mereka dan kudanya yang sedang merumput.

“Hingga di mana cerita saya?” tanya Maria.

“Ketika para dewa merencanakan untuk menyerang setan-setan,” kata anak-anak itu serempak.

Maria tersenyum melihat anak-anak Obbeyville yang kompak. Mereka seperti telah diajarkan sejak kecil untuk selalu rukun.

Sejak kedatangan Maria di desa kecil ini, ia tidak pernah mendengar anak yang bertengkar. Mereka selalu bermain bersama-sama tanpa mempedulikan perbedaan usia.

Kakak menjaga adik, adik menjaga kakak, seperti itulah kerukunan mereka. Maria mengaggumi cara penduduk Obbeyville dalam mendidik anak-anak mereka agar rukun satu sama lain.

Antara anak-anak itu telah terjalin hubungan yang akrab sehingga mereka mau saling membantu bila ada yang kesulitan.

Melihat kerukunan mereka, seperti tiada kecurigaan dan iri hati di antara mereka. Mereka bermain dalam satu keluarga besar, anak-anak Obbeyville.

Satu hal yang membuat Maria adalah bila Baroness Lora benar-benar berasal dari Obbeyville. Mengapa wanita itu enggan bergaul dengan penduduk lainnya?

Bila sejak kecil Baroness Lora diajarkan untuk hidup rukun seperti anak-anak itu, mengapa kebencian masih dapat berada di hati wanita itu?

Walaupun penduduk Obbeyville sering membicarakan segala sesuatu mengenai Maria di belakang gadis itu. Tetapi mereka tidak menyimpan kebencian kepada Maria di hati mereka seperti Baroness Lora.

Tiada dimengerti oleh Maria mengapa Baroness Lora membenci dirinya. Seolah-olah Maria telah melakukan suatu kesalahan besar terhadap wanita itu.

Sering kali pula Maria mencoba menemukan kesalahan yang telah diperbuatnya terhadap wanita itu. Tetapi ia tidak dapat menemukan jawaban atas pertanyaan itu. Baik di masa kini maupun di masa lalunya yang tertutup kabut tebal.

Walaupun Maria tidak dapat mengingat masa lalunya, tetapi ia masih dapat merasakan bahwa ia tidak pernah bertemu dengan Baroness Lora serta putrinya sebelumnya. Ini adalah pertama kalinya Maria berada di Obbeyville.

Benar Maria tidak dapat mengingatnya, tetapi perasaan Maria mengatakan ia belum pernah berada di Obbeyville sebelumnya dan Maria percaya hal itu.

“Para dewa yang mengetahui rencana setan-setan itu, mulai menyusun rencana untuk menghentikan setan-setan itu sebelum mereka melaksanakan rencana jahat mereka,” kata Maria memulai ceritanya.

Sesungguhnya yang diceritakan Maria pada anak-anak itu, bukanlah dongeng tetapi mitos peperangan antara para dewa dengan setan di Blueberry.

Karena Maria tidak ingin anak-anak itu terlalu terpengaruh mitos yang diceritakannya, maka ia tidak mengatakan kepada anak-anak itu bahwa apa yang diceritakannya kepada mereka sesungguhnya adalah mitos bukan dongeng.

Mitos yang benar-benar ada di masyarakat khususnya penduduk Blueberry.

Mitos yang pernah terkenal di Kerajaan Zirva dan masih diketahui sedikit orang.

Walaupun semakin sedikit orang yang mengetahui mitos nama asli Blueberry, tetapi mitos itu masih tetap hidup seperti mitos yang dimiliki penduduk Obbeyville.

Dan Maria mempercayai hal itu. Ia tidak ingin mitos itu hilang tertelan kemajuan peradaban. Melalui ‘dongeng’ yang diceritakannya kepada anak-anak itu, ia berharap mitos itu masih akan tetap dan terus hidup.

Sesungguhnya, Kerajaan Zirva memiliki tiga mitos yang paling terkenal di antara mitos-mitos lainnya.

Tetapi hanya dua mitos yang diketahui penduduk, hanya orang-orang tertentu yang mengetahui mitos ketiga itu termasuk Maria.

Di antara kedua mitos yang diketahui penduduk itu hanya mitos Sungai Alleghei yang paling terkenal. Sedangkan mitos Blackblood hampir punah.

Walaupun Maria tidak dapat mengingat segala masa lalunya, namun Maria masih dapat mengingat bahwa mitos ketiga itu sengaja disembunyikan dari masyarakat luas selain suku tempat mitos itu berasal.

“Kurasa kalian harus menghentikan dongeng kalian di sini. Hari telah siang dan Maria harus segera kembali ke Sidewinder House,” kata Al menghentikan dongeng Maria.

Anak-anak mengeluh kecewa karena tidak dapat mendengar kelanjutan dongeng yang mereka sukai itu.

“Jangan kecewa seperti itu. Besok Maria pasti akan melanjutkan dongengnya yang belum selesai,” kata Al.

“Sekarang saya harus segera kembali ke Sidewinder House. Besok saya akan melanjutkan dongeng saya, bila mungkin nanti sore saya akan melanjutkan dongeng tersebut,” kata Maria membenarkan kata-kata Al.

“Aku khawatir sore ini engkau tidak dapat melanjutkan dongengmu, Maria.”

“Saya tidak mempunyai rencana apa-apa untuk sore ini. Lady Debora akan pergi sore ini seperti sore-sore lainnya dan baru tiba tengah malam,” kata Maria.

“Bagus,” kata pria itu senang, “Sekarang lebih baik kita mengantar anak-anak ini dan aku akan memberi tahumu sesuatu.”

“Kami bisa pulang sendiri bila Anda berdua ingin bercakap-cakap,” kata anak yang paling tua di antara anak-anak lainnya itu.

“Tidak perlu. Saya akan mengantar kalian, saya bertanggung jawab terhadap kalian selama kalian bersama dengan saya.”

“Serahkanlah tanggung jawab itu kepada saya. Saya sudah cukup besar untuk mengawasi anak-anak lainnya,” kata anak itu lagi.

“Ya, Anda tidak perlu mengantar kami. Kami masih ingin bermain,” kata anak-anak yang lain menyakinkan Maria.

“Biarkanlah mereka kembali sendiri, Maria. Aku yakin anak itu cukup mampu menjaga teman-temannya,” kata Al ikut membujuk Maria.

“Saya harap kalian berhati-hati. Jangan sampai terjatuh! Perhatikanlah langkah kalian,” kata Maria.

Anak-anak segera berlari meninggalkan Maria dan Al setelah Maria menyatakan keputusannya. Mereka tidak menuju Obbeyville, tetapi ke tanah pertanian milik penduduk Obbeyville yang terletak tak jauh dari Obbeyville.

“Engkau sangat pandai, Maria. Engkau menceritakan mitos itu kepada anak-anak dalam bentuk dongeng,” kata Al setelah anak-anak itu menghilang di balik pepohonan.

“Saya hanya menggunakan cara yang tepat untuk membuat mereka menyukai mitos itu tanpa membuat mereka terpengaruh mitos itu,” kata Maria.

“Ya, mereka mungkin takut bila mengetahui darah para setan itu telah menjelma menjadi bunga Blackblood.”

“Bunga Blackblood sangat indah namun ia bisa terlihat menakutkan di malam hari. Bunga itu pada siang hari tampak indah seperti bunga-bunga lainnya, tetapi di malam hari ia tampak menakutkan dengan warnanya yang menyerupai darah.”

“Sayang bunga itu telah semakin langka seperti mitos itu sendiri.”

Maria mengangguk tanpa mengatakan apa-apa. Ia merasa sedih bunga Blackblood yang indah namun menakutkan itu mulai langka.

Di hutan-hutan Blueberry sekalipun jarang dijumpai bunga itu. Bunga itu menghilang bersamaan dengan menghilangnya mitos mengenai bunga itu sendiri.

“Dapatkah Anda mengatakan apa yang ingin Anda beri tahukan kepada saya?”

“Aku ingin mengajakmu pergi sore ini,” kata Al.

Al tidak memberi kesempatan pada Maria untuk menolak ajakannya, “Mrs. Vye telah mengijinkan aku mengajakmu sore ini. Aku yang mengatakan hal itu kepadanya dan ia memberiku ijin untuk membawamu pergi sore ini. Bila engkau tidak percaya, engkau dapat bertanya pada Mrs. Vye sendiri.”

“Saya percaya Anda mengatakan yang sebenarnya. Ke manakah Anda akan mengajak saya?”

“Aku ingin mengajakmu ke pesta dansa yang diadakan oleh keluargaku sore ini.”

“Saya khawatir, saya tidak dapat ikut beserta Anda,” kata Maria, “Saya tidak mempunyai gaun yang cocok untuk pergi ke pesta dansa itu.”

“Jangan khawatir, Maria. Aku telah mempersiapkan segalanya,” kata Al, “Bila tidak ada hal yang menghalangi, engkau akan mendapat kiriman siang ini.”

“Kiriman dari siapa? Untuk apa?” tanya Maria tak mengerti.

“Engkau akan mengerti nanti siang bila kiriman itu telah sampai padamu. Apakah engkau menerima undanganku?” kata Al.

“Apakah ada kemungkinan bagi saya untuk menolaknya?” tanya Maria.

“Tidak,” jawab Al tegas.

“Artinya saya tidak memiliki pilihan yang lain selain menerimanya,” kata Maria sambil tersenyum manis, “Saya berharap saya tidak membuat Anda merasa malu di pesta dansa itu.”

“Tidak akan, Maria. Engkau tidak akan pernah membuat malu siapapun termasuk aku. Aku akan merasa bangga sekali nanti sore, pergi ke pesta dengan ditemani gadis yang sangat cantik sepertimu.”

“Saya berharap demikian,” kata Maria tersipu-sipu. “Tetapi Anda dan saya sendiri tidak mengetahui apakah saya bisa berdansa dengan baik.”

“Engkau tidak pernah mengecewakan aku, Maria, dan aku yakin engkau dapat berdansa dengan baik bila melihat gerakanmu yang anggun dan lemah gemulai itu. Sekarang biarkanlah aku mengantarmu,” kata Al, “Hari telah siang dan engkau tidak ingin terlambat, bukan?”

Seperti hari-hari sebelumnya, Maria menurut saja ketika Al mengangkat tubuhnya ke punggung kuda dan mengantarnya ke Sidewinder House.

Lady Debora masih belum bangun ketika Maria tiba di tempat itu.

Sambil menanti Lady Debora bangun, Maria membantu Mrs. Fat membersihkan ruangan-ruangan di Sidewinder House.

Seperti hari-hari sebelumnya, Mrs. Fat menolak bantuan Maria. Tetapi ia tidak dapat berbuat apa-apa ketika gadis itu telah mulai membantunya.

Betapa pun kerasnya Mrs. Fat menolak bantuan Maria, akhirnya wanita itu terpaksa mengalah pada keinginan Maria.

Tanpa dapat berbuat apa-apa untuk melarang gadis itu, akhirnya Mrs. Fat kembali melanjutkan pekerjaannya.

Maria sangat senang dapat melakukan apa yang telah dinanti-nantikannya selama ia terbaring di tempat tidur.

Dengan hati yang riang, ia membersihkan Ruang Perpustakaan sementara Mrs. Fat membersihkan ruang yang lain.

Ruang Perpustakaan tampak semakin lenggang dari terakhir kalinya Maria memasuki ruangan itu, sebelum ia jatuh sakit. Rak buku yang berjajar di dinding sudah tidak sebanyak dari saat terakhir kalinya Maria memasuki ruangan itu.

Dengan sedih, ia memandang buku-buku yang semakin langka di Ruang Perpustakaan. Rasanya aneh Ruang Perpustakaan besar tapi tanpa buku yang banyak. Tanpa diberi tahu, Maria dapat menduga perginya buku-buku itu.

Entah digunakan untuk apa buku-buku itu oleh Baroness Lora tapi Maria percaya wanita itu tidak mengambil buku-buku itu dari Ruang Perpustakaan untuk dibaca.

Tidak mungkin wanita itu meluangkan waktunya yang sangat berharga untuk membuka buku-buku kuno yang kebanyakan berupa sejarah keluarga Sidewinder serta mitos-mitos yang ada di Kerajaan Zirva.

Bagi Baroness Lora serta putrinya, Lady Debora buku itu tidak berharga, tetapi bagi Maria yang senang membaca buku, buku-buku itu sangat berarti.

Satu per satu dibukanya buku-buku yang tersisa dan dibersihkannya dari debu yang melekat dengan hati-hati.

Pada saat membersihkan rak yang terakhir, Maria melihat sebuah buku kuno. Dengan hati-hati dibersihkannya sampul buku itu dari debu.

Judul buku itu tertulis dalam bahasa yang aneh, namun Maria dapat membacanya. ‘Mitos-mitos terkenal Kerajaan Zirva’ demikian judul buku itu.

Maria merasa ia pernah membaca buku itu. Walaupun Maria masih dapat mengingat isi buku itu, tetapi ia tetap mengambil buku itu dari Ruang Perpustakaan. Ia tidak ingin buku itu menghilang dari Ruang Perpustakaan, seperti buku-buku lainnya.

Dibukanya buku kuno itu. Lembaran-lembaran buku yang telah menguning itu terasa lembab. Semua tulisan yang berada di lembaran itu tertulis dalam tulisan yang aneh menyerupai tulisan Mesir Kuno.

Maria mencoba mengingat di mana ia pernah membaca buku itu dan mengapa ia dapat memahami bahasa yang digunakan di buku yang telah berusia puluhan tahun itu.

Sekali lagi gadis itu berusaha menyingkapkan kegelapan yang menutupi masa lalunya.

Suara pintu yang berderit membuat Maria menyadari tempat ia berada saat ini. Ia memandang ke arah pintu dan melihat Mrs. Vye muncul dari balik pintu kayu yang berukir seekor ular sedang meremukkan mangsanya dengan lilitan tubuhnya.

“Temuilah Tuan Puteri, Maria. Ia sudah bangun,” kata Mrs. Vye.

“Baik, Mrs. Vye,” kata Maria.

Mrs. Vye mendekati Maria dan melihat buku yang berada di tangan gadis itu. Wanita itu mengambil buku itu dari tangan Maria.

“Buku apa ini?” tanyanya sambil mengamati buku itu.

“Buku itu merupakan kumpulan naskah kuno yang bercerita mengenai mitos-mitos yang terkenal di Kerajaan Zirva termasuk mitos yang ada di Obbeyville,” jawab Maria.

“Tulisan buku ini aneh sekali. Seperti bukan tulisan saja, tetapi berupa gambar,” kata Mrs. Vye, “Mengapa engkau membawa buku ini?”

“Saya bermaksud membacanya sebelum buku itu menghilang seperti buku-buku lainnya.”

“Engkau mengerti bahasa yang digunakan buku ini?” tanya Mrs. Vye terkejut.

Maria menganggukkan kepalanya.

“Dari mana engkau mempelajarinya?”

“Saya tidak dapat mengingatnya, Mrs. Vye,” kata Maria, “Di manakah saya dapat menjemur buku ini?”

“Engkau dapat meletakkannya di jendela itu. Untuk apa engkau menjemurnya, Maria?”

“Kertas buku ini telah menguning dan lembab. Saya harus menjemurnya dulu agar buku ini tidak rusak bila saya membukanya.”

“Aku akan menjemurnya. Pergilah menemui Tuan Puteri,” kata Mrs. Vye, “Sarapan Tuan Puteri telah kuantarkan, engkau tidak perlu pergi ke dapur.”

“Terima kasih, Mrs. Vye. Saya akan menemui Lady Debora sekarang.”

Maria bergegas menuju kamar Lady Debora. Ia tidak tahu apa yang telah menantinya di sana, tetapi ia dapat menduga Lady Debora akan marah padanya karena telah melalaikan tugas selama beberapa hari.

Ketika sampai di ujung tangga, Maria bertemu Baroness Lora. Ia berhenti untuk memberi hormat pada wanita itu.

“Apa yang kaulakukan sehingga tidak datang selama beberapa hari?” tanya Baroness Lora marah.

“Maafkan saya, Yang Mulia. Saya harus beristirahat selama beberapa hari,” jawab Maria tenang menghadapi kemarahan Baroness Lora yang memuncak.

“Segera temui putriku. Ia pasti telah menantimu,” kata Baroness Lora tanpa mempedulikan jawaban Maria seolah-olah jawaban itu tidak ada artinya baginya.

Dan memang demikian, Baroness Lora tidak mau menghiraukan keadaan Maria. Yang ia ingin ketahui adalah Maria melaksanakan tugasnya dengan baik.

Sekali lagi Maria membungkuk hormat pada Baroness Lora sebelum ia meninggalkan wanita yang masih memedam kemarahannya itu.

Baroness Lora tidak pernah mau berbicara terlalu lama dengannya. Entah apa yang menyebabkan wanita itu sangat menjauhi Maria. Setiap kali mereka bertemu, Baroness Lora selalu terlihat seperti berusaha menghindar dari gadis itu.

Bila Baroness Lora mengajak Maria bercakap-cakap, kata-kata wanita itu selalu terdengar kasar dan menyakitkan hati, tetapi Maria tidak pernah menghiraukan kata-kata yang menyakitkan hati itu.

Sikap permusuhan Baroness Lora terhadap dirinya membuat Maria merasa ia telah melakukan kesalahan besar terhadap wanita itu tanpa mengetahui kesalahan apa yang telah diperbuatnya.

Maria mengetuk perlahan pintu kamar Lady Debora.

Setelah mendapat jawaban dari Lady Debora, Maria memasuki kamar itu.

Lady Debora memandang enggan bercampur kesal kepada Maria dari tempat tidurnya.

Mengetahui apa yang dirasakan wanita itu, Maria segera berkata, “Maafkan saya. Beberapa hari yang lalu saya jatuh sakit sehingga saya tidak dapat melayani Anda.”

“Tidak ada gunanya engkau meminta maaf sekarang,” kata Lady Debora marah, “Sekarang cepat ambil nampan ini dan kerjakan tugasmu.”

Maria yang telah terbiasa dengan perintah-perintah Lady Debora segera melakukan apa yang diinginkan wanita itu darinya.

Setelah mengambil nampan dari pangkuan wanita itu, ia segera membuka tirai yang berada di samping tempat wanita itu berbaring.

Dengan cekatan, Maria merapikan kamar Lady Debora. Gaun-gaun yang berserakan di meja yang terletak di tengah ruangan itu dirapikannya pula.

Tiap gaun dilipatnya dengan rapi dan ditumpuk menjadi satu. Dan seperti gaun-gaun Lady Debora yang lain, gaun-gaun itu juga tampak mewah dengan hiasan mutiara atau permata atau sulamannya yang berwarna terang.

Di antara gaun-gaun itu, Maria melihat sebuah gaun yang berwarna hijau yang menarik perhatiannya.

Gaun hijau itu sangat berbeda dengan gaun-gaun Lady Debora yang lainnya. Gaun yang berwarna hijau daun itu, tidak bertaburan muntiara atau yang lain. Gaun itu bentuknya sederhana.

“Buanglah gaun hijau itu dan yang lainnya berikan pada Mrs. Vye. Katakan kepada Mrs. Vye agar segera mencuci gaun-gaun yang lainnya. Aku ingin segera mengenakannya kembali,” kata Lady Debora ketika Maria mulai merapikan gaun itu.

“Baik, Tuan Puteri,” kata Maria.

Maria segera meninggalkan kamar itu dengan nampan di tangan kanannya dan gaun-gaun di tangannya yang lain.

Ketika sedang menuruni tangga kayu dengan hati-hati, Mrs. Dahrien muncul dari balik pintu kamar Baroness Lora.

Maria menghentikan langkah kakinya dan menyapa Mrs. Dahrien.

“Selamat siang, Mrs. Dahrien.”

“Selamat siang, Maria. Mari kubantu membawakan barang-barang itu,” kata Mrs. Dahrien sambil mengambil nampan dari tangan Maria.

“Terima kasih, Mrs. Dahrien.”

“Gaun-gaun itu hendak kau bawa ke mana?” tanya Mrs. Dahrien ketika melihat tumpukan gaun di tangan Maria.

“Tuan Puteri mengatakan gaun-gaun ini harus diserahkan pada Mrs. Vye.”

“Dan Tuan Puteri mengatakan Mrs. Vye harus segera mencuci gaun-gaunnya itu?”

Maria tersenyum pada Mrs. Dahrien yang tampak marah. “Seperti yang Anda ketahui,” kata Maria menanggapi kata-kata Mrs. Dahrien.

Mrs. Dahrien mengeluh dan berkata dengan kesal,

“Yang Mulia dan Tuan Puteri sama saja. Setiap pagi mereka selalu memberi tumpukan gaun yang harus segera dicuci. Entah apa yang mereka pikirkan. Apakah mereka tidak menyadari bahwa kami sudah terlalu tua untuk melakukan pekerjaan dengan cepat.”

“Walaupun Mrs. Vye seorang yang lincah, tetapi ia sudah tidak muda lagi. Mrs. Vye tidak akan dapat menyelesaikan tugas yang diberikan Tuan Puteri itu.”

“Saya mengerti akan hal itu, Mrs. Dahrien. Saya telah memutuskan untuk membantu Mrs. Vye, seperti saya membantu kalian,” kata Maria.

“Memang itu merupakan keputusan yang bijaksana, Maria. Tetapi engkau tidak patut melakukan itu. Seharusnya engkau mendapatkan segala sesuatu yang lebih baik daripada apa yang kauterima saat ini.”

“Apa yang saya dapatkan saat ini lebih baik dari yang saya berani saya harapkan.”

“Tidak, Maria. Engkau seharusnya tidak perlu menjadi pelayan, engkau seharusnya mendapat perlakuan yang lebih baik dari mereka agar dapat memulihkan ingatanmu.”

“Saya merasa lebih baik saya bertemu dengan orang yang baik seperti Anda daripada bertemu orang kaya. Untuk apa saya menyukai orang kaya bila saya tidak merasa bahagia,” kata Maria.

“Apa yang kaukatakan itu memang benar, Maria. Tetapi apa yang dikatakan Mrs. Vye mungkin benar. Engkau mungkin seorang putri bangsawan,” kata Mrs. Dahrien bersikeras.

“Mrs. Dahrien, saat ini saya tidak mengetahui diri saya di masa lalu. Yang saya ketahui adalah saat ini saya berada di Obbeyville.”

“Memang saat ini engkau berada di Obbeyville sebagai pelayan. Tetapi pekerjaan itu tidak cocok untukmu, Maria. Menurut pendapatku, engkau seharusnya mendapatkan yang lebih baik dari ini.”

“Sudahlah, Mrs. Dahrien. Jangan Anda pikirkan hal itu. Siapa pun saya di masa lalu, saya tetap merasa senang dengan apa yang saya terima saat ini. Biarkanlah waktu membuktikan apakah yang dikatakan Mrs. Vye benar atau tidak. Sekarang saya hanya dapat berusaha memulihkan ingatan saya sambil menjalani apa yang telah ditetapkan para dewa bagi saya.”

“Engkau terlalu baik dan bijaksana, Maria. Engkau selalu memandang semua hal dengan kedua matamu.”

Maria tersenyum mendengar pujian itu, “Saya tidak sebijaksana yang Anda katakan, Mrs. Dahrien. Saya hanya mengatakan apa yang ada di pikiran saya. Saya selalu berusaha tidak hanya menuruti kata hati saya tetapi juga pikiran saya.”

“Orang seperti itulah yang disebut bijaksana. Orang bijaksana tidak hanya memandang suatu masalah dari satu sisi tetapi dari banyak sisi.”

“Saya berharap saya bisa sebijaksana yang Anda katakan, Mrs. Dahrien. Saya harus belajar banyak agar menjadi bijaksana.”

Mrs. Dahrien ingin mengatakan sesuatu ketika Mrs. Fat tiba-tiba muncul di dapur.

Mrs. Fat terlihat sangat kagum seperti baru melihat sesuatu yang sangat luar biasa.

“Luar biasa, Maria. Sangat luar biasa,” kata Mrs. Fat.

“Apakah yang terjadi, Mrs. Fat?” tanya Mrs. Dahrien tidak mengerti.
“Segera temui Mrs. Vye di pondoknya, Maria. Ada kejutan untukmu,” kata Mrs. Fat.

“Apa yang kaukatakan, Mrs. Fat? Engkau seperti bergurau.”

“Tidak, Mrs. Dahrien. Saya tidak bergurau, ini memang benar-benar luar biasa. Baru saja ada kereta yang mengirimkan sesuatu untukmu, Maria. Kereta itu sangat indah, jauh lebih indah dari kereta keluarga ini”

“Cepat temuilah Mrs. Vye di pondoknya, Maria. Jangan khawatir mengenai Tuan Puteri, saya akan melayaninya,” kata Mrs. Dahrien tidak kalah kagumnya dengan Mrs. Fat.

Maria teringat pada kata-kata Al. Tadi pagi pria itu mengatakan tentang kiriman. Ia menduga kiriman inilah yang dimaksudkan pria itu.

Mrs. Fat mengambil tumpukan gaun di lengan Maria.

Setelah berpamitan pada kedua wanita yang masih kagum pada kiriman yang diperuntukkan baginya, Maria segera menuju pondok Mrs. Vye.

Dalam perjalanan menuju pondok mungil Mrs. Vye, Maria terus memikirkan mengenai kiriman itu. Ia tidak dapat menebak apa yang dikirimkan oleh Al.

Mrs. Vye duduk di dapur sambil memandangi sebuah kotak yang besar di atas meja. Kotak besar itu hampir menutupi seluruh permukaan meja dapur Mrs. Vye yang kecil.

Wanita itu menoleh ketika Maria mendekat.

“Lihatlah kotak ini, Maria! Aku tidak tahu siapa yang megnirimkannya tetapi aku merasa isi kotak ini sangat luar biasa,” kata Mrs. Vye bersemangat, “Bukalah kotak itu, Maria.”

Maria segera membuka kotak itu. Ia dan Mrs. Vye sama-sama terkejut ketika melihat isi kotak itu.

“Indah sekali gaun ini, Maria. Gaun ini sehalus gaun yang kaukenakan sewaktu aku menemukanmu. Tuan Puteri pasti akan iri bila melihat gaun ini,” kata Mrs. Vye sambil menyentuh gaun itu.

Secarik surat terjatuh ketika Maria mengeluarkan gaun merah muda itu dari kotak.

Mrs. Vye memungut surat itu dan memberikannya pada Maria.

Maria meletakkan kembali gaun itu ke kotaknya sebelum ia menerima surat yang beramplop putih itu dari tangan Mrs. Vye. Kemudian dengan ketenangan yang membuat Mrs. Vye merasa bingung, ia membuka surat itu.

Seperti yang diduga Maria sebelumnya, isi surat itu pendek tetapi cukup jelas menyatakan maksudnya mengirimkan gaun yang cantik itu. Dan tepat seperti yang diduganya sebelumnya, surat itu dan gaun itu dari Al.

Kini mengertilah Maria pada kata ‘kiriman’ yang dikatakan pria itu tadi pagi.

“Apa isi surat itu, Maria?” tanya Mrs. Vye ingin tahu.

Maria membaca surat itu untuk Mrs. Vye.

Bidadariku yang cantik,

Kuharap engkau menyukai gaun ini dan sudi mengenakannya dalam pesta nanti sore. Aku akan menjemputmu tepat pukul lima petang.



Al

“Rupanya Tuan Muda benar-benar menyukaimu, Maria. Ia bahkan mengirim sebuah gaun yang sangat indah untuk kaukenakan di pesta dansa sore hari ini,” kata Mrs. Vye.

“Ia terlalu baik. Saya merasa tidak pantas mendapatkan ini semua,” kata Maria.

“Tidak, Maria. Engkau pantas mendapatkannya,” kemudian dengan nada bersalah, Mrs. Vye meneruskan, “Yang tidak pantas adalah engkau harus menjadi pelayan Tuan Puteri,”

“Jangan sedih, Mrs. Vye. Saya merasa sangat senang dapat berjumpa dengan Anda. Jangan risaukan lagi masalah itu.”

Sebelum Mrs. Vye berkata, Maria telah mendahuluinya,

“Dan jangan risaukan masa lalu saya. Saya tidak tahu siapa diri saya di masa lalu. Yang saya ketahui adalah saya berada di sini sambil berusaha memulihkan ingatan saya.”

“Kau benar, Maria. Tuhan menentukan dan manusia menjalaninya sambil terus berusaha,” kata Mrs. Vye membenarkan kata-kata Maria.

“Itulah yang hendak saya katakan, Mrs. Vye.”

“Sekarang mari kita coba gaun yang dibelikan Tuan Muda untukmu,” kata Mrs. Vye dengan bersemangat melihat gaun yang berada di kotak.

Wanita itu mengeluarkan gaun itu dari kotak dan semakin mengagumi gaun itu ketika ia membentangkan gaun itu di hadapannya.

Kain gaun yang berwarna merah muda itu berkilau-kilau tertimpa sinar matahari yang masuk melalui jendela.

Gaun itu mirip gaun biru yang dikenakan Maria sewaktu ia pergi melihat matahari terbit bersama Al dan Mrs. Vye.

“Gaun ini mirip sekali dengan gaun biru yang kaukenakan waktu itu,” kata Mrs. Vye.

“Ya, Mrs. Vye. Gaun ini sangat mirip hanya kainnya yang berbeda. Kain ini lebih halus dari gaun biru itu dan gaun ini dilengkapi dengan sarung tangannya yang panjang yang berwarna merah muda juga.”

Mrs. Vye terkejut seolah tidak percaya pada kata-kata Maria. Ia melihat ke dasar kotak dan melihat masih ada sepasang sarung tangan berwarna merah muda yang terletak dengan rapi di dasarnya dan secarik syal warna putih yang transparan.

Ia meletakkan gaun itu di meja dan mengambil sarung tangan serta syal itu.

Dari cara Mrs. Vye memandang kedua benda itu, Maria tahu Mrs. Vye kagum pada gaun pemberian Al.

“Gaun ini benar-benar luar biasa. Engkau pasti tampak semakin cantik dengan gaun ini,” kata Mrs. Vye sambil membentangkan syal putih yang lebar dan panjang itu.

“Rupanya Tuan Muda sangat memperhatikan engkau, Maria. Ia tidak lupa mengirimkan syal beserta gaun ini agar engkau tidak kedinginan,” kata Mrs. Vye, “Walau syal ini tidak setebal yang kuharapkan, tetapi syal ini akan cukup menghangatkanmu dan membuatmu semakin cantik.”

“Saya tidak tahu apa yang harus saya katakan pada Al mengenai gaun ini. Gaun ini lebih indah dari yang saya bayangkan.”

“Jangan berkata seperti itu, Maria. Gaun ini memang cocok untukmu.”

“Saya berharap demikian,” kata Maria lirih sambil terus memandangi gaun yang diletakkan Mrs. Vye di meja.

“Aku akan merapikan gaun ini agar siap engkau kenakan nanti sore.”

“Bagaimana nanti saya dapat menghindari Lady Debora dan Baroness Lora?” tanya Maria tiba-tiba.

“Apa maksudmu?” tanya Mrs. Vye tak mengerti.

“Baroness Lora dan Lady Debora pasti juga hadir di pesta tersebut dan bagaimana saya bisa menghindari mereka?”

“Jangan khawatir, Maria. Aku akan membuatmu semakin cantik sehingga mereka tidak akan dapat mengenalimu.”

“Saya khawatir hal itu tidak dapat mengelabuhi mata Baroness Lora yang jeli. Satu-satunya hal yang bisa saya lakukan adalah menghindari mereka selama di pesta itu.”

“Mungkin itu yang terbaik yang engkau dapat lakukan. Aku sendiri sangsi apakah kita dapat mengelabuhi mata Yang Mulia.”

“Hanya itu yang dapat saya lakukan. Saya harap Al mengerti.”

“Jangan khawatir, Maria. Ia akan mengerti. Tuan Muda orang yang penuh pengertian,” kata Mrs. Vye, “Sekarang engkau hendak melakukan apa?”

“Saya harus kembali ke Sidewinder House. Saya khawatir Lady Debora sedang marah-marah saat ini.”

Mrs. Vye tertawa. “Ya, ia pasti marah-marah bila tahu engkau meninggalkan rumah itu. sekarang pergi dan temuilah dia.”

Maria meninggalkan Mrs. Vye tepat ketika Ityu datang mendekat.

“Ada apa, Ityu?” tanya Maria pada anak itu.

“Saya ingin bertanya apakah Anda dapat memintakan ijin untuk saya kepada orang tua saya. Mereka mengatakan saya telah boleh mengganggu Anda, itu tidak benar bukan?”

“Tidak, Ityu. Engkau tidak menggangguku. Saya merasa senang sekali dapat meluangkan waktu untuk menceritakan mitos-mitos itu kepadamu,” kata Maria.

“Benarkah? Dapatkah Anda mengatakan hal itu kepada orang tua saya? Mereka tidak akan percaya bila saya yang mengatakannya.”

“Maafkan saya, Ityu. Saya tidak dapat menemui orang tuamu hari ini karena hari ini saya sibuk sekali. Saya berjanji akan menemui mereka besok pagi.”

“Saya akan senang sekali bila Anda tidak ingkar janji.”

“Saya tidak pernah mengingkari janji saya,” kata Maria meyakinkan.

“Sungguh? Apakah Anda mengetahui rumah saya?”

“Tentu. Rumahmu terletak di dekat sungai itu, bukan? Kata Mrs. Vye, ayahmulah yang membantunya ketika Mrs. Vye menemukan saya. Saya juga harus berterima kasih padanya.”

“Saya menunggu kedatangan Anda besok pagi.”

“Berjanjilah kepadaku, Ityu. Engkau tidak akan mengatakan kepada orang tuamu bahwa besok pagi aku akan datang berkunjung.”

“Baiklah tetapi mengapa?”

“Saya ingin memberi kejutan kepada mereka.”

Ityu menganggukkan kepalanya kemudian berlari senang meninggalkan Maria.

Setelah anak itu menghilang, Maria melanjutkan perjalanannya ke Sidewinder House.

Sepanjang jalan ia tidak dapat berhenti memikirkan bagaimana bila ia bertemu dengan Baroness Lora maupun putrinya di pesta dansa itu.

Ia tahu Baroness Lora dan Lady Debora selalu diundang dalam pesta-pesta terutama bila pesta itu diadakan di Blueberry. Hampir tidak ada suatu pesta pun tanpa mereka berdua. Karena itu ia sangsi mereka berdua tidak hadir dalam pesta dansa nanti sore.

Walaupun belum pernah ke pesta dansa itu, Maria tahu pesta dansa itu pasti bukan pesta dansa sembarangan. Ia merasa yakin banyak orang terkenal yang akan diundang dalam pesta itu.

Tidak ada seorang pun yang menceritakan kepadanya bagaimana rupa pesta itu, tetapi Maria dapat membayangkan pesta itu akan berlangsung meriah menilik gaun yang dikirim Al. Menurutnya, gaun itu terlalu mewah bila dikenakan untuk pesta dansa biasa.

Ia menduga Lady Debora akan sangat sibuk mempersiapkan dirinya sendiri untuk pergi ke pesta dansa itu seperti hari-hari lainnya.

Dapat dibayangkannya Mrs. Dahrien sedang kerepotan melayani Lady Debora dan Baroness Lora. Dan ia merasa bersalah telah meninggalkan Sidewinder House terlalu lama.

Dan benarlah dugaannya itu, Mrs. Dahrien dan Mrs. Fat dibuat kerepotan oleh dua wanita itu.

Ketika ia datang, didengarnya Baroness Lora sedang marah-marah karena tidak ada gaun yang mewah yang dapat memenuhi keinginannya untuk tampil mewah di pesta dansa keluarga Al.

Lady Debora lebih merepotkan lagi. Wanita itu sibuk membongkar almari pakaiannya untuk mencari gaun yang mewah sambil mencari perhiasan yang akan dikenakannya dalam pesta itu. Didengarnya juga Lady Debora kebingungan akan tatanan rambutnya.

Melihat kebingungan Maria dan Lady Debora yang bagai menghadapi bencana yang datang tiba-tiba, Maria dapat menduga keluarga Al adalah keluarga yang cukup berpengaruh di Blueberry.

Lady Debora tidak mempedulikan kedatangan Maria di kamarnya, ia terus membongkar kamarnya dan terus mencari gaun yang akan dikenakannya di pesta itu.

“Tuan Puteri, serahkan urusan gaun itu pada saya. Saya akan membuatkan gaun yang berbeda dari gaun-gaun Anda yang lain,” kata Maria.

Lady Debora membelalakkan matanya pada Maria, “Jangan bercanda! Sekarang bantu aku mencari gaun yang cocok untuk kukenakan dalam pesta dansa nanti sore.”

“Saya tidak bercanda. Saya dapat menyediakannya dengan cepat lagipula saya tidak akan merubah gaun itu, saya hanya akan menambahkan beberapa hiasan yang akan membuat gaun itu menjadi semakin cantik,” kata Maria meyakinkan Lady Debora.

Lady Debora yang telah putus asa akhirnya berkata, “Kerjakan sekarang juga! Dan aku ingin gaun itu telah siap sebelum pukul empat sore hari ini juga.”

Maria mengundurkan diri dari kamar Lady Debora yang berantakan dan mulai mencari barang yang dibutuhkannya di Sidewinder House yang besar.

Seperti yang telah diduganya, barang-barang itu disimpan Mrs. Vye di ruangan yang sama dengan gaun-gaun Baroness Lora dan Lady Debora yang mereka buang.

Setelah menemukan apa yang dicarinya, Maria duduk di dapur dan mulai mengerjakan gaun hijau yang hendak dibuang Lady Debora hari ini.

Ia duduk seorang diri di sana. Tidak ada yang tahu apa yang dikerjakannya dengan gaun hijau daun itu.

Mrs. Vye sedang sibuk menyiapkan gaun untuk Maria sedangkan Mrs. Fat dan Mrs. Dahrien sibuk melayani Baroness Lora dan Lady Debora yang seperti menghadapi bencana yang datangnya tiba-tiba. Dan seperti biasanya, Mr. Liesting sibuk dengan halamannya.

Kedua wanita itu masih terdengar marah-marah ketika Maria mulai mengerjakan gaun itu.

Ketika keributan kedua wanita itu telah mereda. Maria masih sibuk menyelesaikan gaun itu. ia mengerjakan gaun itu dengan tenang tanpa terburu-buru tetapi dengan kecepatan yang sangat menakjubkan.

Diam-diam, Maria membayangkan reaksi Mrs. Vye serta dua wanita lainnya yang kini sedang sibuk menghadapi ‘perang’ Baroness Lora dan Lady Debora, bila melihat apa yang dilakukannya dengan gaun itu.

Seperti yang telah dikatakan Maria sebelumnya, ia tidak mengubah gaun hijau daun itu. Ia hanya menambahkan beberapa sulaman yang halus di ujung gaun itu dan itu membutuhkan waktu yang tidak lama.

Tepat ketika Maria menyelesaikan sulaman terakhir, Mrs. Fat dan Mrs. Dahrien muncul di dapur dan berseru terkejut melihat apa yang dilakukan Maria pada gaun hijau daun yang polos itu.

“Engkaukah yang menyulam ini?” tanya Mrs. Fat sambil meraih ujung gaun itu.

“Siapa lagi bila bukan dia, Mrs. Fat?” kata Mrs. Dahrien, “Lihatlah jarum dan benang-benang itu.”

Mrs. Fat tidak melihat arah yang ditunjuk Mrs. Dahrien, wanita itu terus mengagumi pekerjaan Maria. “Bagaimana engkau melakukannya, Maria? Sulaman ini halus sekali. Bila engkau mau, ajarilah aku caranya,” katanya.

“Mengapa engkau memberikan gambar ular, Maria?” tanya Mrs. Dahrien.

“Karena ular itu lambang keluarga ini dan saya merasa hanya itulah satu-satunya gambar yang tepat untuk diletakkan di gaun hijau daun itu.”

“Ya, engkau memang pandai. Ular itu tampak semakin hidup dengan gaun hijau itu. Aku yakin Tuan Puteri merasa sangat senang bila ia menerima gaun ini. Gaun ini bukan untuk dia, bukan?”

“Sayang sekali, Mrs. Dahrien. Gaun itu saya buat untuk Tuan Puteri,” kata Maria.

“Sayang sekali. Aku merasa gaun ini akan lebih cocok untuk kulitmu yag putih itu,” kata Mrs. Dahrien, “Aku merasa Mrs. Vye memang benar. Engkau memiliki kecantikan dan keanggunan seorang putri bangsawan.”

“Saya tidak tahu harus mengatakan apa mengenai hal itu, Mrs. Dahrien. Karena saat ini saya tidak dapat mengingat masa lalu saya. Saya hanya berharap saya akan segera dapat mengingat kembali masa lalu saya dan menilai pendapat Anda berdua. Apakah saya seorang bidadari atau seorang putri bangsawan atau yang lain?” kata Maria sambil memberikan senyumannya yang paling manis yang pernah dilihat kedua wanita itu.

“Engkau seorang putri bangsawan yang berjiwa bagai bidadari,” kata Mrs. Dahrien membalas senyuman Maria.

“Saya khawatir tidak ada orang yang seperti itu, Mrs. Dahrien,” kata Maria, “Tidak ada orang yang sempurna di dunia ini.”

“Memang tidak ada orang yang sempurna di dunia ini. Tidak ada seorang pun yang tidak berdosa. Tetapi aku yakin engkau tidak banyak melakukan perbuatan yang salah.”

“Saya khawatir Anda salah dalam hal ini, Mrs. Dahrien. Mungkin saja di masa lalu saya telah membuat banyak dosa,” kata Maria.

Mrs. Dahrien tertawa seolah-olah menertawakan dirinya sendiri. “Tiap kali aku memujimu, selalu aku tidak dapat memujimu seperti yang ingin kulakukan. Engkau selalu merendahkan diri dan membuat aku merasa sukar mencari kata-kata yang tepat untuk mengungkapkan kekagumanku padamu, Maria.”

“Saya berharap Anda tidak terlalu mengagumi saya seperti penduduk Obbeyville yang menganggap saya sebagai orang yang suci.”

“Mereka akan selalu begitu, Maria. Engkau sangat tepat untuk disebut sebagai orang yang suci,” kata Mrs. Dahrien.

Mrs. Dahrien tidak dapat menghentikan senyum gelinya pada dirinya sendiri karena ia tahu Maria akan merendahkan diri lagi dengan kata-kata yang sopan yang membuatnya kesulitan mengungkapkan kekagumannya.

Dan seperti yang telah diduga Mrs. Dahrien, Maria berkata, “Saya lebih khawatir disebut sebagai orang yang suci. Saya khawatir kelak saya akan mengecewakan sebagai orang yang suci.”

Mrs. Dahrien tidak mengatakan apa-apa, ia hanya tertawa geli.

Maria tahu Mrs. Dahrien sedang menertawakan dirinya sendiri dan ia tidak dapat berbuat apa-apa. Ia hanya dapat menatap sinar kegelian di mata wanita tua itu.

“Coba kenakanlah gaun ini, Maria,” kata Mrs. Fat yang dari tadi mengagumi gaun hijau itu.

“Maafkan saya. Saya tidak dapat melakukannya, saya harus segera menyerahkan gaun ini kepada Tuan Puteri.”

“Sayang sekali,” keluh Mrs. Fat sambil menyerahkan gaun itu kepada Maria.

Setelah merapikan gaun itu, Maria berpamitan kepada kedua wanita itu dan menemui Lady Debora.

Seperti yang telah dikatakan Mrs. Dahrien, Lady Debora sangat senang ketika menerima gaun itu dari Maria.

Ia tidak mengatakan apa-apa, tetapi senyum kegembiraan yang penuh kemenangan di wajahnya membuat Maria mengetahui bahwa wanita itu sangat senang namun tidak berniat menampakkan kegembiraannya itu padanya.

No comments:

Post a Comment