Saturday, May 5, 2007

Gadis Misterius-Chapter 6

Pagi itu Maria baru bangun saat ia mendengar suara kereta datang mendekat. Ia berusaha menembus kegelapan pagi melalui jendela kamarnya agar dapat melihat kereta yang baru datang itu.

Dalam keremangan pagi itu, ia melihat sebuah kereta yang sangat indah berdiri dengan anggun di depan pondok Mrs. Vye. Kuda-kuda yang menarik kereta itu tampak masih mengantuk demikian pula kusirnya yang tampak enggan membuka mata.

Seorang pria yang berpakaian lengkap turun dari kereta. Pria itu tampak gagah dalam kemejanya yang putih di pagi yang masih gelap itu. Maria terkejut menyadari pria itu tak lain adalah Al.

Maria tidak menduga Al bersungguh-sungguh ketika mengatakan akan menjemputnya pagi-pagi untuk mengantarnya ke tempat di mana ia bisa melihat matahari terbit tanpa dihalangi pepohonan.

Pagi ini masih sangat dini untuk melihat matahari terbit. Bintang-bintang masih bersinar terang di langit malam walau bulan telah menghilang di balik bukit.

Maria menduga tempat itu sangat jauh dari Obbeyville sehingga mereka harus berangkat sepagi ini agar dapat melihat matahari terbit.

Ia mendengar pintu diketuk perlahan.

Ia tidak beranjak dari kamarnya untuk membukakan pintu itu bagi Al. Ia masih merasa malu atas kejadian kemarin pagi saat Al mengantarnya pulang.

Terdengar langkah kaki Mrs. Vye yang menuju pintu untuk membukanya.

Dari kamarnya, Maria dapat mendengar seruan senang bercampur terkejut Mrs. Vye melihat Al. Maria percaya pria itu mengatakan yang sebenarnya bahwa ia mengenal baik Mrs. Vye.

Semula Maria dapat mendengar semua permbicaraan mereka, namun mereka semakin lama berbicara semakin perlahan sehingga Maria tidak dapat mendengarnya. Tetapi Maria dapat menduga Al meminta ijin kepada Mrs. Vye untuk membawanya ke sebuah tempat di mana ia dapat melihat matahari terbit dengan jelas.

Maria menanti hasil pembicaraan Mrs. Vye. Walaupun ia tahu Mrs. Vye akan mengijinkan Al membawanya pergi tetapi ia tidak mengganti gaun tidurnya dengan gaun yang pantas untuk bepergian.

Ia menghampiri almari gaunnya dan memilih gaun biru terang yang diperolehnya dari Lady Debora pada hari pertamanya bekerja sebagai pelayan Lady Debora.

Gaun yang tak berbahu itu telah dibetulkan oleh Mrs. Vye sesuai dengan ukuran tubuhnya. Kerutan-kerutan sepanjang dadanya masih tampak indah walau bagian pinggangnya telah dikecilkan.

Muntiara-muntiara kecil yang berwarna putih menghiasi kerutan itu di bagian tengah dada gaun itu. Kainnya yang terbuat dari sifon terasa sangat lembut di tangannya.

Dengan hati-hati diletakkannya gaun itu di tempat tidurnya kemudian ia duduk dan mulai menyisir rambutnya.

Ia masih duduk di tepi tempat tidur sembari menyisir rambutnya dengan santai ketika Mrs. Vye memasuki kamarnya.

“Mengapa engkau masih diam saja? Lekaslah bersiap-siap ia menunggumu,” kata Mrs. Vye terkejut tanpa mempermasalahkan Maria yang telah menyembunyikan ajakan pria itu dari pengetahuan Mrs. Vye.

“Saya tidak dapat pergi,” kata Maria.

“Mengapa?” tanya Mrs. Vye heran, “Apakah engkau khawatir aku tidak mengijinkanmu? Jangan khawatir aku mengijinkanmu pergi bersamanya. Aku memang salah telah melarangmu bertemu dengannya. Seharusnya aku percaya ia memang orang yang baik seperti katamu, sekarang aku tidak menyangsikannya lagi. Pergilah, aku tidak akan melarang.”

“Bukan itu yang saya khawatirkan. Saya ingin Anda turut serta,” kata Maria, “Saya tidak biasa pergi seorang diri bersama pria.”

Mrs. Vye tersenyum mendengar permintaan Maria dan berkata, “Tadi ia telah mengajak aku turut serta tetapi kupikir lebih baik engkau pergi berdua bersamanya. Bila engkau juga menghendakinya, aku tidak dapat menolak lagi.”

Mrs. Vye mengambil gaun yang diletakkan Maria di tempat tidur kemudian membantu Maria mengganti gaun tidurnya dengan gaun itu.

“Gaun ini cocok sekali untukmu,” kata Mrs. Vye, “Engkau pandai memilih gaun. Gaun ini sangat tepat dikenakan sambil melihat matahari terbit.”

“Terima kasih, Mrs. Vye. Saya hanya kebetulan saja melihat gaun ini dan tertarik untuk mengenakannya pagi ini.”

“Duduklah, Maria. Aku akan menata rambutmu.”

“Tidak perlu, Mrs. Vye. Saya senang mengurai rambut saya.”

“Rambutmu yang panjang bisa mengganggu penglihatanmu,” kata Mrs. Vye menasehati Maria.

“Tidak apa-apa, Mrs. Vye. Saya lebih suka melihat matahari terbit dengan rambut terurai,” lalu Maria menambahkan dengan bercanda, “Agar saya bisa membandingkan sinar rambut saya dengan sinar matahari pagi.”

“Bandingkanlah, Maria. Dan engkau akan mendapati rambutmu memiliki warna yang sama seperti sinar matahari pagi.”

“Terima kasih, Mrs. Vye. Saya akan berusaha membandingkan keduanya dengan teliti,” kata Maria menanggapi gurauan Mrs. Vye.

“Bawalah serta mantel, Maria. Di luar udara sangat dingin,” kata Mrs. Vye, “Beginilah cuaca di Obbeyville. Walaupun sudah musim panas tetapi pagi hari masih banyak kabut dan udaranya sangat dingin.”

“Baik, Mrs. Vye.”

Sebelum Maria menuju almari, Mrs. Vye telah menarik keluar sebuah mantel dari almari itu.

Mrs. Vye menyodorkan mantel bulu yang berwarna abu-abu kekuningan pada Maria.

Maria enggan menerima mantel yang menurutnya terlalu mewah itu, “Lebih baik saya mengenakan mantel lainnya, Mrs. Vye. Saya kurang menyukai mengenakan mantel bulu.”

“Di sini tidak ada lagi mantel yang lain selain mantel bulu ini,” kata Mrs. Vye, “Kenakan saja mantel ini daripada engkau sakit. Aku khawatir engkau sakit terkena udara yang sangat dingin ini.”

“Saya benar-benar tidak menyukainya, Mrs. Vye. Mengenakannya membuat saya merasa seperti menggantungkan hewan mati di pundak saya.”

Maria melihat kekecewaan di mata Mrs. Vye. “Maafkan saya yang telah mengecewakan Anda, Mrs. Vye. Saya tidak dapat mengenakannya seperti yang Anda harapkan. Saya tidak ingin mengenakan mantel yang terbuat dari kulit hewan itu. Kasihan nasib serigala yang terpaksa harus mati karena kulitnya dibuat menjadi mantel.”

“Ini bulu hewan asli?” tanya Mrs. Vye terkejut.

“Ya, itu bulu serigala asli. Ini adalah bulu serigala hutan yang mulai dilindungi di kerajaan ini. Lady Debora bisa dihukum bila ketahuan mengenakan mantel bulu serigala asli.”

“Mantel ini seperti tidak terbuat dari bulu asli,” gumam Mrs. Vye sembari mengamati mantel yang berwarna kelabu kekuningan di tangannya itu.

“Benar, mantel bulu ini seperti buatan, bukan yang asli. Pembuat mantel ini sangat pandai, ia mampu menipu mata Istana. Tetapi ia tidak dapat menipu mata saya, beberapa tahun yang lalu ia ditangkap dan dipenjarakan di penjara bawah tanah yang terletak di kota paling barat kerajaan ini, Xoechbee.”

“Aku tidak pernah mendengarnya sebelumnya. Hingga kapankah pria itu ditahan?” tanya Mrs. Vye semakin tertarik mendengar cerita Maria.

“Akan saya ceritakan nanti saja,” kata Maria, “Mungkin Al sudah tidak sabar lagi menanti kita. Saya seperti mendengar langkah kakinya yang gelisah di lantai kayu ini.”

“Bagaimana dengan mantel ini?”

“Saya tidak ingin mengenakannya, Mrs. Vye.”

“Baiklah, aku tidak akan memaksamu lagi. Tetapi di sini tidak ada mantel yang lain. Aku tidak dapat mengambilkan mantel yang lain untukmu dari Sidewinder House sebab kalau aku mengambilkannya sekarang, kita akan terlambat.”

Maria menganggukkan kepalanya, “Terima kasih telah membantu saya, Mrs. Vye. Sekarang Anda bisa bersiap-siap.”

“Temuilah pria itu, Maria,” kata Mrs. Vye sebelum meninggalkan kamar Maria, “Aku akan segera siap.”

Maria meninggalkan kamarnya untuk menemui pria itu. Perlahan-lahan ia menutup pintu kamarnya dan berjalan menuju ruang duduk yang menjadi satu dengan ruang makan.

Pria itu berdiri dengan gelisah di ruang kecil itu. Tubuhnya yang tinggi seperti akan menyentuh langit-langit pondok.

Al memandang lega bercampur kagum ketika melihatnya mendekat.

“Maafkan saya telah membuat Anda menunggu,” kata Maria.

“Engkau tampak cantik sekali pagi ini, Maria. Seperti peri air yang baru muncul dari laut dalam yang indah,” kata Al.

Maria tersipu mendengar pujian itu. “Terima kasih. Saya berharap saya tidak mengecewakan Anda.”

“Engkau tidak pernah mengecewakan aku.”

“Anda jangan berbohong. Anda sebetulnya kecewa karena saya tidak lekas bersiap-siap sehingga Anda harus menunggu lama, bukan?” kata Maria dengan tersenyum, “Saya tidak menyangka Anda akan menjemput saya sepagi ini. Langit masih sangat gelap. Mungkin saat ini baru pukul setengah empat.”

Pria itu membalas senyuman Maria. “Bukan mungkin lagi, Maria. Saat ini memang pukul setengah empat tepat.”

“Apakah tempat itu sangat jauh dari Obbeyville?”

Al belum menjawab pertanyaannya ketika Mrs. Vye muncul. Wanita itu telah mengenakan gaun pelayan khas keluarga Sidewinder yang berwarna hitam kecuali pada bagian lehernya yang tinggi serta ujung lengannya yang panjang.

Wajah Mrs. Vye tampak berseri ketika melihat mereka berdua bercakap-cakap dengan akrab.

Maria merasa lega Mrs. Vye tidak menyadari bahwa ia telah melepas kalungnya.

“Mari kita berangkat sekarang,” kata Mrs. Vye.

Maria tersenyum melihat Mrs. Vye mengajak mereka berangkat dengan penuh semangat. Wanita tua itu tidak mempedulikan Maria dan Al yang tidak segera mengikutinya menuju kereta kuda yang telah menanti mereka.

Al memenggang lengan Maria dan menuntunnya meninggalkan pondok Mrs. Vye yang kecil itu.

Udara terasa dingin menusuk kulit ketika Maria berada di luar dan kabut masih menghiasi alam Obbeyville. Sekeliling mereka tampak samar-samar karena kabut yang cukup tebal itu.

Di dalam kabut itu, Maria dapat melihat kusir kuda membantu Mrs. Vye naik ke kereta. Maria tersenyum melihat semangat wanita tua itu yang menggebu-gebu.

Dalam beberapa hari ini, ia telah mengenal watak Mrs. Vye yang periang seperti Mrs. Fat. Walaupun ia telah lanjut usia tetapi Maria tidak menyangkal wanita itu masih lincah. Mrs. Vye dapat bergerak cepat dengan tubuh gemuknya bila diperlukan.

Maria berdiri di samping Al yang sedang menutup pintu pondok Mrs. Vye. Ia melihat kereta kuda yang menjemputnya itu. Kusir kudanya yang mirip dengan Mr. Liesting masih berdiri di depan pintu kereta yang masih terbuka. Rambutnya yang memutih tersamar dalam kabut pagi.

Tiba-tiba tubuh Maria menggigil karena udara pagi yang dingin menusuk kulit itu. Tanpa disadarinya, kedua tangannya memeluk tubuhnya yang kedinginan.

Al yang melihat Maria kedinginan segera melepas jasnya yang berwarna hitam.

“Kenakanlah ini,” kata Al sambil menyampirkan jasnya ke pundak Maria yang telanjang.

“Terima kasih,” kata Maria sembari berusaha menguasai tubuhnya yang seperti tidak mau berhenti menggigil.

Al menyadari Maria masih kedinginan walau telah mengenakan jasnya. Ia memeluk gadis itu dengan satu tangannya dan menuntunnya mendekati kereta.

“Mengapa engkau tidak mengenakan mantel?” tanyanya.

“Karena mantel yang ada hanyalah mantel bulu dan saya tidak senang mengenakan mantel bulu,” jawab Maria tenang.

“Engkau membuatku heran, Maria. Biasanya wanita senang mengenakan mantel bulu apalagi bila mantel itu terbuat dari bulu asli.”

“Saya merasa seperti menggantung hewan mati di pundak saya bila saya mengenakan mantel bulu. Selain itu saya merasa kasihan kepada hewan yang harus mati hanya karena kita hendak mengambil bulunya.”

Al mengangkat tubuh Maria sesampainya mereka di pintu kereta yang terbuka itu, agar gadis itu dapat dengan mudah memasuki kereta kemudian ia menyusul Maria setelah memberikan perintah kepada kusir kuda.

Mrs. Vye tampak gembira sekali. Senyuman gembira selalu menghiasi wajahnya yang bulat itu tampak semakin lebar ketika Al duduk di samping Maria.

Maria duduk meringkuk di pojok kereta itu seperti seorang anak kecil yang baru dimarahi. Tangannya masih memeluk erat-erat tubuhnya yang kedinginan.

Al tanpa ragu-ragu menarik tubuh Maria ke dalam pelukannya untuk membuat gadis itu merasa hangat.

Maria yang selalu merasa jantungnya berdebar-debar tiap kali pria itu menyentuh tubuhnya segera menyembunyikan wajahnya yang memerah dengan menundukkan kepala.

“Mengapa engkau tidak memberi tahuku sebelumnya, Maria?” tanya Mrs. Vye, “Bila engkau memberi tahuku sebelumnya, aku sapat mencarikan mantel yang lain untukmu.”

“Ia tidak mempercayai Anda akan mengijinkannya pergi dengan saya, Mrs. Vye,” kata pria itu.

“Saya tidak menduga Al bersungguh-sungguh ketika mengatakan akan mengajak saya ke tempat di mana saya bisa melihat matahari terbit,” jawab Maria jujur, “Lagipula saya tahu di Sidewinder House yang ada hanyalah mantel bulu asli.”

“Ya, engkau benar. Kurasa tidak mungkin mereka memiliki mantel bulu buatan,” kata Mrs. Vye, “Mereka harus ditangkap seperti katamu.”

“Mereka tidak akan ditangkap bila polisi yang melihat mantel itu. Mereka tidak dapat membedakan mantel bulu yang asli dan yang tidak.”

“Mengapa engkau berkata seperti itu, Maria? Bukankah polisi yang menangkap pembuat mantel bulu serigala asli itu?”

“Memang mereka yang menangkap tetapi bukan mereka yang menyadari mantel itu terbuat dari bulu asli serigala hutan yang dilindungi.”

“Hingga kapankah pria itu ditahan?” tanya Mrs. Vye.

“Karena ia masih membunuh banyak serigala hutan ketika peraturan itu dikeluarkan, ia dihukum selama tiga puluh tahun,” kata Maria.

“Kasihan orang itu, ia masih harus tinggal di penjara bawah tanah kota Xoechbee yang terkenal paling menakutkan di Kerajaan Zirva selama dua puluh tujuh tahun lagi. Penjara itu sangat gelap, sinar matahari hampir tidak dapat menembus dinding batunya.”

“Bagaimana engkau mengetahuinya, Maria?” tanya Al terkejut akan pengetahuan Maria mengenai hal-hal yang berhubungan dengan Kerajaan.

Semula ia menduga Maria hanya mengetahui mengenai mitos saja. Tidak pernah diduganya Maria akan mengetahui juga mengenai penjara bawah tanah Kerajaan Zirva yang terkenal paling menakutkan.

Kerajaan Zirva sangat memperhatikan hukum. Dulu Istana sering memberikan hukuman mati, tetapi sejak bertahun-tahun yang lalu hukuman itu telah dihapus dan diganti dengan hukuman penjara yang lama.

Dan di penjara itu, ditahan orang-orang yang dianggap berbahaya. Biasanya mereka yang melakukan kejahatan fatal seperti membunuh, membunuh binatang yang dilindungi; ditahan di sana.

Sedangkan mereka yang dianggap melakukan kejahatan biasa seperti mencuri, ditahan di kota-kota yang memiliki rumah tahanan.

Pengawasan di penjara itu sangat ketat. Tidak seorang sanak keluargapun yang boleh menjenguk mereka yang ditahan di sana tanpa ijin Raja. Dan untuk mendapatkan ijin itu sendiri, memerlukan waktu yang sangat lama dengan prosesnya yang sulit.

Di sekeliling tempat itu, didirikan pagar yang sangat tinggi. Tidak seorangpun yang dapat mendekati tempat itu apalagi mengetahui keadaan di dalamnya.

Ia tidak dapat membayangkan Maria mengunjungi saudaranya yang ditahan di sana sebab ia menduga Maria adalah bidadari bukan seorang manusia seperti dirinya.

“Saya tidak tahu,” jawab Maria.

“Jangan dipikirkan, Maria. Suatu saat nanti engkau akan dapat mengingatnya,” kata Mrs. Vye ketika melihat Maria berusaha mengingat masa lalunya lagi.

Al tidak menanyakan apa-apa lagi mengenai penjara itu. Ia merasa kata-kata Mrs. Vye benar. Untuk mengalihkan perhatian Maria, ia menceritakan tempat yang akan mereka datangi.

Sepanjang jalan Maria terus bersandar di tubuh pria itu sambil mendengarkan pembicaraan pria itu dengan Mrs. Vye. Ia tidak banyak berkata-kata, ia menikmati rasa hangat yang menjalari tubuhnya karena pelukan Al sambil berusaha mengingat perasaan yang sama dengan masa lalunya.

Maria tahu ia sering diperlakukan seperti ini tetapi kapan dan oleh siapakah itu ia tidak tahu. Ia hanya ingat perasaan hangat waktu itu sama seperti perasaan hangat kali ini.

Begitu sibuknya Maria berusaha menyikap kabut pekat yang menutupi masa lalunya hingga ia tidak sadar mereka telah tiba. Gerak cepat Mrs. Vyelah yang membuatnya sadar.

Mrs. Vye segera melompat turun dari kereta ketika mereka telah sampai di tempat yang mereka tuju.

Al tersenyum melihat Mrs. Vye yang tampak bersemangat sekali. Ia turun dari kereta dan membantu Maria.

Tangan Al memegang pinggang Maria untuk memudahkan gadis itu turun dari kereta.

Tangan Maria memegang pundak Al dan dengan kaki yang masih berada di kereta, ia memandang laut dan mendapati apa yang dikatakan Al mengenai tempat yang mereka datangi itu benar-benar tepat.

Air laut masih tampak biru kehitam-hitaman walau bintang-bintang telah menyembunyikan wajahnya.

Sejauh mata memandang, ia melihat laut itu berhiaskan ombak-ombak putih yang saling berkejar-kejaran, ada yang besar dan ada pula yang kecil. Ombak yang kecil membaur dengan ombak yang besar untuk kemudian bersama-sama menerjang pantai.

Di sepanjang pantai yang berpasir putih itu tidak tampak batu-batu karang yang besar. Seluruh pantai itu tampak bersih dari batu-batu karang. Pasirnya yang putih menghampar luas di tepi pantai.

Tidak ada seorangpun di pantai yang terletak di sebelah timur Obbeyville itu kecuali mereka. Mrs. Vye telah berdiri di pantai yang sunyi itu. Wanita tua itu tampak terpesona pada pemandangan di sekitarnya.

Entah berapa lama Maria terus berada dalam posisi itu sambil memandangi laut. Pria itu tidak mengeluh sedikitpun, ia terus memegang pinggang Maria yang ramping.

Maria merasa senang ketika melihat laut di garis cakrawala mulai memerah tanda matahari akan segera terbit. Dengan lincahnya, ia melompat ke dalam pelukan pria itu kemudian berlari seperti anak kecil ke pantai.

Ia bermain-main dengan ombak sambil terus memandang garis cakrawala.

Mrs. Vye tidak mengatakan apa-apa melihat tingkah Maria yang seperti anak kecil. Dengan mengangkat ujung gaunnya ia bermain dengan ombak yang mencapai pantai.

Angin yang bertiup tidak mengganggunya yang sedang bermain ombak. Maria seperti tidak merasakan keberadaan angin itu.

Jas Al yang dikenakannya terlalu besar untuknya, tetapi ia tidak mempedulikannya walau lengannya yang terlalu panjang sering membuatnya kesulitan menggerakkan jari-jari tangannya.

Pria itu berdiri di sampingnya seperti ingin melindunginya. Ia juga bermain-main dengan ombak. Sesekali Al menyiram wajah Maria dengan air laut yang berhasil ditampung tangannya.

Tiap kali Maria menghindari air itu, rambutnya yang berkibar-kibar bersinar seperti sinar matahari. Ia tertawa riang sambil membalas Al. Mereka terus saling menyiramkan air laut hingga hampir semua permukaan laut memerah.

Maria menghentikan perlawanannya dan memandangi langit yang semakin memerah.

Matahari muncul perlahan-lahan seolah-olah muncul dari dalam laut. Sinarnya yang pertama membuat semua orang silau kecuali Maria.

Wajah gadis itu tampak memucat. Ia merasakan suatu perasaan aneh ketika ia memandangi matahari yang muncul perlahan-lahan itu. Ia merasa seperti kembali ke masa lalunya yang kini berada di balik kegelapan.

Maria pernah melihat sinar matahari yang merah seperti itu. Merah itu seperti merah darah demikian pula langit di sekitarnya. Maria melihatnya bukan pada saat ia melihat matahari terbit seperti kebiasaan yang diingatnya tetapi di suatu tempat.

Sesuatu yang sangat penting seakan-akan terbangkitkan kembali bersama bangkitnya matahari dari balik malam. Tetapi apakah itu, Maria tidak dapat mengingatnya.

Maria hanya merasakan satu hal yaitu takut! Sebuah ketakutan dan kengerian yang sangat dalam membuatnya semakin pucat. Dan akhirnya tepat ketika matahari telah menampakkan keseluruhan dirinya, Maria jatuh pingsan.

Al yang berada di samping gadis itu segera menangkapnya.

Al segera membopong gadis itu ke kereta. Ia sangat mencemaskan gadis itu. Badan gadis itu terasa sangat panas. Wajahnya sangat pucat dan bibir memutih.

Ia mulai menyalahkan dirinya yang mengajak gadis itu bermain ombak sehingga gadis itu jatuh pingsan.

Mrs. Vye dan kusir kuda berlari-lari mendekat ketika melihat Maria tiba-tiba jatuh pingsan. Wajah mereka menampakkan kecemasan.

“Apa yang terjadi padanya?” tanya Mrs. Vye dengan kecemasan yang tampak jelas dari nada bicaranya.

Wanita tua itu mengikuti dengan cemas di samping Al. Ia terus melihat wajah Maria yang semakin memucat.

“Saya tidak tahu, Mrs. Vye. Ia tiba-tiba pingsan.”

Kusir kuda segera berlari ke kereta dan membuka pintunya lebar-lebar ketika mereka semakin mendekati kereta yang terletak tak jauh dari pantai itu.

Mrs. Vye dengan bantuan kusir kuda naik ke kereta kemudian membantu Al. Dari dalam kereta, ia membantu meletakkan tubuh gadis yang pingsan itu ke dalam posisi yang nyaman bagi gadis itu.

Kemudian Mrs. Vye memegang dahi Maria. Ia sangat terkejut ketika menyentuh dahi Maria yang sangat panas.

“Ada apa, Mrs. Vye?” tanya Al.

“Suhu tubuhnya tinggi sekali, seperti waktu saya menemukannya.”

“Waktu Anda menemukannya suhu tubuhnya juga seperti ini?” tanya pria itu tak percaya.

“Ya, suhu tubuhnya sangat tinggi. Kadang-kadang suhu tubuhnya turun tetapi tiba-tiba tinggi lagi. Ia benar-benar membuat saya sangat khawatir.”

“Lebih baik kita segera membawa Maria ke dokter,” kata Al.

Kusir kuda yang sejak tadi berdiri di pintu kereta segera menutup perlahan pintu kereta kemudian mulai menjalankan kereta itu, ketika mendengar majikannya mengatakan kalimat itu.

Walaupun Al tidak menyebutkan ke mana mereka harus pergi. Tetapi kusir kuda itu tidak bertanya seolah-olah ia tahu dokter mana yang dimaksud Al.

Dan memang demikian. Sebagai kusir kuda yang telah bekerja puluhan tahun di keluarga pemuda itu, ia telah mengetahui tempat-tempat yang sering mereka kunjungi termasuk dokter pribadi mereka.

Mrs. Vye menyarankan kepada Al untuk memangku gadis itu.

Tanpa mengatakan apa-apa, pria itu segera melakukannya sebab hal itu telah ada di pikirannya sebelum Mrs. Vye mengatakannya.

Di balik napasnya yang terputus-putus, ia mendengar Maria mengucapkan sesuatu. Kata-kata yang diucapkan gadis itu sangat lirih, tetapi masih terdengar olehnya.

“Al… di mana… engkau? Al… Al…, jangan bersembunyi…. Aku… aku takut…, Al. Al… di… sini dingin… sekali. Al… aku kedinginan. Al… Al….”

Al memandangi wajah Maria yang terkulai lemah di bahunya. Wajahnya yang tampak semakin pucat tidak mengurangi kecantikkannya. Bulu matanya yang hitam tampak panjang dan lentik. Bibirnya yang memutih membuka sedikit dan berkata-kata lirih.

Maria terus mengingau lirih.

Karena Al sangat mencemaskan keadaan gadis itu, ia tidak memikirkan Al yang mana yang dimaksudkan gadis itu.

Dirasakannya tubuh Maria bergetar kedinginan di pelukannya. Ia mengetatkan pelukannya dengan harapan dapat membuat gadis itu merasa hangat, namun sepertinya gadis itu terus kedinginan di hawa pagi yang dingin menusuk kulit.

Pepohonan yang rimbun di sepanjang jalan yang mereka lalui tidak memberi kesempatan kepada matahari untuk menyinari kereta itu. Angin yang berasal dari hutan sekeliling mereka terus bertiup.

Dalam tidurnya, Maria merapatkan tubuhnya ke tubuh pria itu seperti anak kecil yang tidak berdaya melawan rasa dingin yang terus menerpa tubuhnya yang mungil.

“Ia sangat luar biasa, bukan?” tanya Mrs. Vye memecahkan lamunan pria itu.

Al yang sejak tadi asyik memandangi wajah Maria, terkejut mendengar kata-kata Mrs. Vye yang tiba-tiba itu.

Mrs. Vye yang melihat keterkejutan di wajah Al segera mengulangi kata-katanya.
“Ya, ia sangat luar biasa,” jawab Al.

“Apakah Anda menyukainya?” tanya Mrs. Vye ingin tahu.

“Saya rasa takkan ada orang yang tidak menyukai gadis ini. Ia sangat ramah dan baik hati.”

“Ia tampak semakin cantik dengan senyum manisnya yang selalu menghiasi wajahnya, bukan?”

Sambil terus memandangi wajah Maria, Al menjawab pertanyaan Mrs. Vye. “Ia sering tersenyum tetapi tidak pernah tertawa. Ia lebih cantik bila ia tertawa, namun sayang ia tidak pernah tertawa. Sejak saya bertemu dengannya baru sekali saya melihatnya tertawa.”

“Anda benar. Saya juga tidak pernah melihatnya tertawa. Walaupun bersama anak-anak, ia tidak pernah tertawa. Ia selalu tersenyum. Apakah ia bersedih karena tidak dapat mengingat masa lalunya?”

“Saya tidak tahu, Mrs. Vye. Ia gadis yang sulit ditebak. Ia sering membuat saya terkejut dengan tindakan-tindakannya yang di luar dugaan saya,” kata Al.

Mrs. Vye tersenyum pada pria itu dan berkata, “Ia tidak hanya membuat banyak kejutan terhadap Anda. Penduduk Obbeyville dan saya juga sering dikejutkannya dengan segala kemampuannya.”

“Kita tidak tahu kemampuan apa lagi yang dimiliki Maria.”

“Ia seorang gadis yang bijaksana. Saya yang telah tua ini tidak dapat menyaingi kebijaksanaannya. Mrs. Dahrien, pelayan yang paling tua di keluarga Sidewinder juga mengatakan Maria memiliki kebijaksanaan yang lebih tinggi dari kami.”

“Mrs. Dahrien sangat menyayangi Maria, ia menyukai kata-kata Maria yang terdengar seperti kata-kata orang bijak.”

“Bagi saya, ia gadis yang sempurna,” kata Al.

“Tidak hanya bagi Anda, Tuan Muda. Kami juga menganggapnya sempurna hingga tidak ada seorangpun dari kami, penduduk Obbeyville yang menyangkal bahwa Maria adalah bidadari.”

“Harus saya akui baru pertama kali ini saya bertemu gadis yang membuat saya bingung. Kadang saya merasa canggung bila berhadapan dengannya. Ia selalu bersikap sopan, bahkan kadang-kadang saya merasa ia terlalu sopan.”

“Mungkin sejak kecil ia telah diajari untuk bersikap sopan terhadap siapa saja,” kata Mrs. Vye sambil tersenyum.

“Mungkin karena sikapnya yang lain daripada gadis yang lain itulah yang membuat saya semakin bingung seperti ini.”

“Saya juga dibuat bingung oleh Maria. Saya tak mengerti darimana ia memperoleh kemampuan seperti itu. Ia sangat pandai dalam urusan rumah tangga.”

Al memandang wajah Maria. Dalam keadaan yang lemah seperti ini, gadis itu benar-benar tampak seperti seorang anak yang lemah.

Tetapi bila ia mulai mengatakan sesuatu, sulit menebak usianya yang sebenarnya. Kata-katanya sering mengejutkan. Sering kali kata-katanya sangat bijaksana seperti orang tua.

Hilangnya masa lalu gadis itu membuat gadis itu menjadi seorang gadis misterius di Obbeyville. Wajahnya yang selalu tenang semakin menambah kesan kemisteriusan dirinya.

Lebih-lebih segala tindakannya yang diluar dugaan siapa saja, sering membuat semua orang berpikir seribu kali mengenai gadis itu.

Hingga kini tidak ada seorangpun yang dapat memberi jawaban yang tepat mengenai segala kemisteriusan gadis itu. Satu-satunya jawaban yang dapat diberikan semua penduduk Obbeyville adalah gadis itu adalah bidadari yang dikirim para dewa.

Gadis itu menjadi cerita misterius tersendiri bagi penduduk Obbeyville.

Bagi mereka yang baru mengenal gadis itu setelah gadis itu sadar dari pingsannya, gadis itu adalah Maria, putri Mrs. Vye. Dan tidak seorang pun tahu siapakah Maria di masa lalunya, semua orang hanya dapat menebak baik yang percaya pada mitos maupun yang tidak.

Kereta berhenti tepat di depan rumah dokter pribadi keluarga Al.

Rumah berdinding batu itu berdiri tegak di perbatasan antara Obbeyville dan Blueberry. Taman di sekitar rumah tampak rapi dan terawat.

Dedaunan yang telah menguning menghampar di rumput yang kekuningan. Bunga-bunga musim panas yang bermekaran tampak indah di taman itu.

Sebelum kusir kuda membukakan pintu, Al telah keluar dari kereta itu dengan membopong Maria. Mrs. Vye mengikuti di belakangnya.

Dokter yang menyambut kedatangan mereka sangat terkejut melihat keadaan Maria.

“Baru pertama kali ini saya melihat wajah pasien yang sepucat wajah gadis ini,” kata dokter yang bernama Roe itu.

Dokter Roe segera mengantar mereka memasuki rumahnya dan memeriksa Maria di sebuah kamar yang khusus disediakannya bagi pasien yang berobat ke rumahnya.

Al menanti dengan cemas di pintu kamar itu sementara Dokter Roe memeriksa Maria.

Suara Mrs. Vye yang sedang menjawab segala pertanyaan Dokter Roe terdengar dari balik pintu yang membatasi ruangan tempat kerja Dokter Roe dengan Ruang Pemeriksaan.

Al merasa seperti menunggu kemunculan dokter itu selama berabad-abad. Setelah beberapa lama, Al dapat menarik napas lega.

Dokter itu keluar dari ruangan tempat ia memeriksa Maria dengan wajah lega.

“Bagaimana keadaannya, Dokter?” tanya Al dengan cemas.

“Jangan khawatir, ia tidak separah yang saya duga. Ia hanya terkena demam biasa,” kata Dokter Roe.

“Wajahnya terlalu pucat bila ia hanya terkena demam biasa,” kata Al tidak yakin akan kata-kata dokter itu.

“Jangan cemas, Tuan Muda. Ia hanya terkena demam biasa. Wajahnya yang sangat pucat itu tidak perlu Anda khawatirkan. Saya telah memeriksanya dengan teliti dan saya tidak melihat ia memiliki penyakit yang lain selain demam,” kata dokter itu dengan senyumannya yang mampu membuat semua anak tertawa.

Al masih ingat, ia selalu tertawa bila ia melihat dokter yang berwajah lucu itu tersenyum.

Namun ini bukan saatnya bagi Al untuk tersenyum atau tertawa. Ia terlalu mencemaskan keadaan Maria sehingga tidak mampu memperhatikan hal-hal yang lain.

Dokter Roe memang memiliki perawakan yang lucu. Rambutnya putihnya yang tipis membuat ia tampak botak. Keriput wajahnya membuat ia tampak lucu dengan rambutnya yang hampir habis itu. Kacamatanya yang kebesaran itu juga membuatnya tampak semakin lucu.

Tubuhnya yang pendek gemuk seperti tong itu tidak membuat dirinya merasa rendah diri. Sebaliknya Dokter Roe sering bergurau mengenai kegemukan tubuhnya itu.

Namun di balik kelucuannya itu, ia sebenarnya seorang dokter yang sangat terkenal di Blueberry. Ia terkenal pandai mengobati segala macam penyakit.

Dengan gayanya yang santai, dokter itu duduk di meja kerjanya dan mulai menulis.

Al duduk di hadapan Dokter Roe sambil terus mengawasi tangan dokter itu yang bergerak-gerak di atas kertas.

“Ia gadis itu?” tanya Dokter Roe setelah selesai menulis.

Al tahu apa yang dimaksudkan Dokter Roe. “Ya, ia gadis yang ditemukan di Sungai Alleghei,” jawabnya.

“Dan wanita tua itu adalah Mrs. Vye?” Dokter Roe bertanya lagi.

“Ya. Wanita tua itulah yang menemukan gadis itu di tepi Sungai Alleghei.”

“Gadis itu memang seperti yang penduduk Obbeyville katakan. Bahkan gadis itu lebih cantik dari yang mereka katakan. Sudah lama saya ingin bertemu dengannya, tetapi saya tidak berani berharap sebab pekerjaan saya banyak.”

“Menurut Anda, siapakah gadis itu?” tanya Al.

“Saya tidak dapat memberikan jawaban yang tepat atas pertanyaan itu. Untuk sementara ini, saya hanya dapat menduga gadis itu memang bidadari, seperti yang penduduk Obbeyville katakan.”

“Ia sangat luar biasa. Tidak hanya kecantikannya yang membuat Obbeyville mengatakan gadis itu bidadari utusan para dewa, tetapi juga kebaikan hatinya dan keramahannya.”

“Anda telah lama mengenalnya?”

“Tidak, saya baru beberapa hari mengenalnya. Dan selama itu ia sering membuat saya merasa terkejut. Ia gadis yang sulit diduga. Kita tidak tahu apa lagi yang akan dilakukannya untuk menggemparkan Obbeyville.”

“Saya merasa yakin ia berbeda dari wanita-wanita yang telah Anda kenal,” kata Dokter Roe sambil tersenyum memandangi wajah Al.

Al menyetujui kata-kata Dokter Roe. Dari semua wanita yang telah dikenalnya, Maria memang berbeda dari mereka.

Sebagai pria yang berpengalaman dalam menghadapi wanita, ia dapat dengan mudah menebak segala yang ada di pikiran wanita-wanita itu. Tetapi ia tidak dapat menebak dengan tepat pikiran Maria.

Segala yang ada pada diri Maria sulit ditebak. Seolah-olah ada sesuatu yang melindungi gadis itu sehingga tidak seorang pun dapat menebak pikirannya.

Dari luar, ia tampak seperti gadis yang lugu dan polos. Tetapi kata-katanya seperti orang yang sangat berpengalaman dalam hidup ini.

Kebijaksanaan gadis itu serta kesopanannya membuat semua orang mengaguminya. Gadis itu memiliki sesuatu yang jarang ditemui pada gadis-gadis lainnya, sesuatu yang membuat gadis itu menonjol di antara semua wanita.

Keanggunan serta tutur katanya yang lemah lembut membuat Al semakin mengagumi gadis itu.

Al percaya tidak akan ada orang yang berani menganggu Maria walau gadis cantik itu terlihat seperti orang yang mudah diganggu.

Ada sesuatu pada diri gadis itu yang membuat semua orang bersikap hormat kepadanya, seperti gadis itu menghormati orang di sekitarnya. Semua orang harus berpikir berkali-kali sebelum menganggu ketenangan Maria.

Ketenangan gadis itu juga membuat Al kagum. Gadis itu selalu dapat menjaga sikapnya setenang mungkin dalam keadaan seperti apa pun, seperti orang yang telah terlatih untuk menghadapi segala sesuatu dengan kepala dingin.

“Ia sangat berbeda dari mereka. Walaupun saya lebih tua darinya, tetapi kadang-kadang saya merasa ialah yang lebih tua. Baru kali ini saya bertemu dengan seorang gadis yang sangat bijaksana.”

“Saya juga baru kali ini menjumpai gadis yang sangat cantik seperti gadis itu. Kecantikannya seperti menambah kesan kemisteriusan gadis itu.”

“Maria selalu dikelilingi kemisteriusan dengan tindakannya yang tidak dapat diduga.”

“Maria? Indah sekali nama itu. Mrs. Vye pandai memberi nama.”

Menyadari pembicaraan mereka telah jauh menyimpang dari masalah yang kini mereka hadapi, Al segera berkata,

“Apakah ia benar-benar tidak apa-apa, Dokter? Mrs. Vye mengatakan gadis itu sepucat saat ini ketika ia menemukannya tergeletak pingsan di tepi Sungai Alleghei. Dan selama itu sering suhu tubuhnya tiba-tiba berubah.”

“Seperti yang telah saya katakan sebelumnya, Tuan Muda, Anda tidak perlu khawatir. Gadis itu hanya demam biasa. Bila Anda masih kurang yakin, Anda bisa menanyakan keadaan gadis itu pada Dokter Donter.”

“Saya rasa saat ini ia sedang sibuk, ia orang yang selalu sibuk. Entah siapa yang dirawatnya saat ini. Orang tua saya pernah hendak memeriksakan diri ke Dokter Donter, tetapi dokter itu sibuk di Istana. Apa yang dilakukannya di Istana, saya tidak tahu. Mungkin ia sedang merawat Raja atau keluarga Raja yang lain.”

“Kita memang sulit menemui Dokter Donter. Tetapi percayalah kepada saya, gadis itu hanya demam. Dokter Donter pernah bercerita kepada saya bahwa ia memiliki seorang pasien yang memiliki penyakit sangat aneh.”

“Penyakit apa?” tanya Al.

“Katanya, pasien itu tidak tahan udara dingin. Bila terkena udara dingin sang pasien akan jatuh sakit selama berhari-hari dan selama itu suhu tubuhnya sangat tinggi. Kadang-kadang suhu tubuhnya turun, tetapi tidak jarang suhu tubuhnya tiba-tiba naik lagi.”

“Keadaannya sama seperti yang dikatakan Mrs. Vye,” kata Al, “Apakah Anda yakin Maria tidak apa-apa?”

“Ya, saya sangat yakin. Gadis yang dirawat Dokter Donter masih hidup dengan tenang di tengah-tengah keluarganya. Kata Dokter Donter, gadis itu sering mengatakan kepada dirinya:

‘Saya ini orang yang aneh. Setiap orang melarikan diri dari bahaya, tetapi saya melarikan diri bukan dari bahaya tetapi dari cuaca.’

Gadis itu jarang berada di rumah. Pada musim ini ia berada suatu tempat. Di musim yang lain, ia berada di tempat yang lain pula.”

“Siapakah gadis itu? Apakah mungkin Maria adalah gadis itu?” kata Al seolah-olah pada dirinya sendiri.

“Hal itu sangat tidak mungkin, Tuan Muda. Mereka bukan gadis yang sama. Dari yang saya ketahui dari Dokter Donter, gadis itu pada musim ini berada di rumah musim panasnya di balik Death Rocks.”

“Di samping itu, Tuan Muda, keluarga gadis itu sangat kaya. Tidak mungkin seorang gadis yang kaya seperti dia mau merendahkan dirinya dengan melakukan tugas pelayan.”

“Ya, Anda benar. Kata Mrs. Vye, Maria pandai mengatur rumah. Mereka bukan gadis yang sama,” kata Al membuang pikirannya tentang kemungkinan gadis yang diceritakan Dokter Roe dan Maria adalah gadis yang sama.

“Tidak baik saya menahan Anda terlalu lama. Sebaiknya Anda segera mengantar Maria. Gadis itu membutuhkan banyak istirahat,” kata Dokter Roe sambil mengulurkan resep obat.

Al menerima kertas itu, “Terima kasih, Dokter. Sekali lagi maafkan saya yang telah mengganggu Anda sepagi ini.”

“Seorang dokter memang harus siap kapan pun diperlukan. Saya senang bisa membantu Anda,” kata Dokter Roe. “Sebenarnya saya masih tidak mengerti mengapa Anda mengajak gadis itu bepergian sepagi yang dingin seperti ini.”

“Maria mengatakan ia ingin melihat matahari terbit, maka saya dengan ijin Mrs. Vye mengajak gadis itu pergi ke pantai yang terletak di timur Obbeyville untuk melihat matahari terbit,” kata Al, “Mrs. Vye juga ikut bersama kami, jadi Anda jangan berpikir yang tidak-tidak. Antara saya dan Maria tidak ada apa-apa.”

“Saya mengerti gadis itu memang berbeda dari wanita-wanita saat ini yang tingkahnya persis seperti wanita pelacur. Setiap hari mereka hanya mengejar harta orang-orang kaya,” kata Dokter Roe.

“Yang paling mencolok saat ini adalah Baroness Lora dan putrinya tentu saja. Saya percaya Maria tidak akan terjangkit penyakit yang menjijikkan itu walau mereka tinggal di tempat yang sama.”

Al tertawa mendengar nada bicara Dokter Roe yang jelas-jelas menunjukkan ketidak sukaannya pada tingkah dua wanita dari Obbeyville yang mengejar pria-pria kaya.

Entah berapa kali Baroness Lora terlibat skandal yang menggemparkan Obbeyville. Beratus-ratus kali rasanya wanita itu terlibat skandal dengan berbagai macam pria dari kalangan bangsawan. Tetapi wanita itu tidak jera-jera juga. Bahkan hal itu telah menurun pada putrinya.

Banyak pria yang telah terperosok dalam jerat Lady Debora. Wanita itu pandai menggunakan kecantikan wajahnya untuk menjerat pria kaya.

Walaupun Maria bekerja sebagai pelayan Lady Debora, tetapi Al percaya Maria tidak akan tertular penyakit yang dikatakan Dokter Roe. Gadis itu telah menunjukkan sikapnya yang berbeda dari wanita-wanita lainnya.

“Maria tidak akan terjangkit penyakit itu, Dokter. Walaupun ia masih sangat muda dan polos, tetapi ia sangat bijaksana dalam menentukan langkah-langkahnya.”

Al dan dokter itu menuju ruang tempat Maria berbaring.

Mrs. Vye duduk di tepi pembaringan sambil terus mengawasi wajah Maria yang pucat. Wanita tua itu mengangkat kepalanya ketika Dokter Roe membuka pintu ruang itu.

Mrs. Vye segera beranjak dari tempat duduknya ketika Al mendekat. Wanita tua itu seperti tahu apa yang akan dilakukan Al.

Ia memandang wajah Maria yang masih pucat, mata gadis itu masih terpejam. Kemudian dengan hati-hati, pria itu mengangkat tubuh Maria dari pembaringan.

Dokter Roe mengantar mereka hingga ke pintu depan.

Setelah mengucapkan terima kasih kepada Dokter Roe, Mrs. Vye segera menuju kereta yang telah menanti mereka.

“Terima kasih atas bantuan Anda, Dokter,” kata Al.

“Jangan pernah menyakiti hati gadis itu, Tuan Muda. Jagalah ia baik-baik. Ia satu-satunya gadis yang tepat untuk Anda. Saya percaya ia akan menjadi istri yang baik,” kata Dokter Roe menggoda Al. “Saya yakin ialah yang Anda cari selama ini.”

Al tersenyum mendengar kata-kata Dokter Roe. “Saya pasti akan menjaganya dengan baik.”

Dokter Roe tersenyum. Ia memandangi punggung Al yang menjauh kemudian menghilang di dalam kereta.

Entah mengapa ia merasa gadis misterius itu benar-benar tepat untuk Al yang terkenal sulit didekati.

Banyak wanita yang ditolak pemuda itu. Pemuda itu seperti enggan menghabiskan masa mudanya. Sementara itu, orang tua pemuda itu menginginkan anaknya yang tahun ini berusia dua puluh tujuh tahun itu, segera menikah.

Orang tua pemuda itu juga merasa kesulitan terhadap tingkah anaknya yang pemilih itu. Al menolak semua wanita yang disodorkan orang tuanya. Mereka tidak mengerti wanita seperti apakah yang diinginkan anaknya.

Akhirnya mereka memilih untuk membiarkan anak mereka memilih sendiri wanita yang akan dinikahinya. Mereka tidak pernah mendesak pemuda itu lagi.

“Maafkan saya telah membuat Anda terlambat, Mrs. Vye,” kata Al.

“Jangan khawatir, Tuan Muda. Mereka tidak akan tahu saya terlambat. Mereka takkan bangun sebelum tengah hari.”

“Saya heran ternyata ada juga wanita sangat malas seperti mereka. Saya tidak dapat membayangkan wanita yang bangun di tengah hari.”

“Anda pasti juga tidak dapat membayangkan ada gadis yang bangun pagi-pagi buta seperti Maria.”

“Ya, saya juga merasa sukar mempercayainya. Saya kira ia terlalu membesar-besarkan saja,” kata Al mengakui.

“Ia tidak membesar-besarkan, Tuan Muda. Ia selalu bangun pukul tiga,” kata Mrs. Vye meyakinkan Al, “Pada mulanya saya juga tidak mempercayai ia bangun sepagi itu, saya menduga ia tidak dapat tidur. Tetapi lama kelamaan saya mengakui Maria berbeda dari gadis-gadis lainnya.”

“Sangat berbeda. Ia sangat berbeda dari semua wanita yang saya kenal,” kata Al menyetujui pendapat Mrs. Vye.

“Apakah Anda tidak lelah? Dari tadi Anda memangku Maria,” tanya Mrs. Vye tiba-tiba.

“Tidak, saya tidak lelah. Maria sangat ringan. Saya merasa seperti memangku seorang anak kecil,” jawab Al.

“Anda memang terlihat seperti seorang ayah yang memangku anaknya yang sedang tidur,” kata Mrs. Vye.

“Lebih tepat bila Anda mengatakan seorang kakak yang memeluk adiknya,” kata Al mengkoreksi.

“Apakah Maria pernah menyebut tentang keluarganya kepada Anda?”

“Tidak, ia tidak pernah mengatakan apa-apa.”

“Apakah ia pernah mengingau sewaktu Anda menemukannya?” tanya Al lagi.

“Tidak. Mengapa Anda menanyakan hal itu?” tanya Mrs. Vye heran.

“Ia tadi mengingau,” jawab Al.

“Benarkah itu? Mengapa saya tidak mendengarnya?” sela Mrs. Vye.

“Ia mengingau sangat lirih hampir tidak terdengar oleh saya.”

“Apakah yang ia ingaukan?” tanya Mrs. Vye.

“Ia mengatakan ia kedinginan dan ketakutan. Hanya itu, tidak ada lagi yang disebutkannya.”

“Kasihan Maria. Saya berharap ia lekas sembuh. Saya sedih bila ia sakit. Suasana di Sidewinder berubah sejak kedatangannya,” kata Mrs. Vye sedih.

“Tidak hanya di Sidewinder House saja. Maria juga membawa perubahan di Obbeyville,” kata Al ketika mereka telah memasuki Obbeyville.

Kereta berhenti tepat di depan pondok Mrs. Vye. Suasana di Obbeyville masih lenggang. Tidak banyak orang yang lalu lalang di jalan.

Al melewati Mrs. Vye yang membukakan pintu baginya. Dengan hati-hati ia melewati pintu kecil itu. Mrs. Vye memegang kepala Maria agar tidak terantuk pintu.

Ia membimbing Al menuju kamar Maria. Setelah menyingkapkan selimut yang menutup tempat tidur, ia meminta Al meletakkan Maria di pembaringan.

Al meletakkan tubuh Maria dengan lembut di atas pembaringan. Dengan satu tangannya ia menyangga kepala gadis itu kemudian meletakkan bantal dibawah kepalanya.

“Tampaknya Maria tidak akan sadar dalam waktu dekat ini,” kata Al.

“Dulu ia pingsan hampir satu minggu lamanya. Mungkin kali ini ia segera sadar.”
“Ya, saya juga berharap begitu,” kata Al, “Selama Maria sakit, siapakah yang menjaganya?”

“Saya. Tetapi saya tidak bisa terus menerus menjaganya, saya juga harus menyelesaikan pekerjaan yang telah menanti di Sidewinder House.”

“Ijinkanlah saya menjaga Maria selama Anda tidak berada di sini,” kata Al.

“Jangan merepotkan diri Anda sendiri dengan menjaga Maria. Anda masih memiliki banyak tugas. Saya dapat merawatnya sendirian.”

“Jangan khawatir, Mrs. Vye. Papa pasti mengerti bila saya mengatakan hal ini. Saya akan merasa sangat senang bila Anda mengijinkan. Lagipula karena sayalah Maria menjadi seperti ini.”

“Baiklah, Anda boleh membantu saya menjaga Maria. Saya memang tidak dapat membiarkan Maria sendirian selama ia sakit,” kata Mrs. Vye setelah terdiam beberapa lama.

Setiap pagi, Al tidak lagi menemui Maria di tepi Sungai Alleghei. Ia menggantikan tugas Mrs. Vye menjaga Maria.

Seperti halnya Mrs. Vye, ia merasa khawatir pada Maria yang masih belum sadar walaupun hari-hari telah berlalu.

Dokter Roe mengatakan Maria baik-baik saja, tetapi hal itu tidak mengurangi kecemasan Al dan Mrs. Vye.

Hingga pada hari ketiga mereka masih belum dapat bernapas lega melihat Maria yang masih tertidur.

Al memandangi Maria yang masih belum sadar. Rambut panjangnya berserakan di atas bantal putih.

Dengan tangannya yang terlipat di dadanya, gadis itu nampak seperti putri tidur dalam dongeng anak-anak.

Duduk di tepi pembaringan sambil mengawasi Maria telah menjadi pekerjaan sehari-harinya dalam dua hari terakhir ini. Hari ini merupakan hari ketiganya, ia menjaga Maria.

Selama itu, Lady Debora tidak pernah mengunjungi Maria walaupun hanya sekali.

Al telah menduga hal itu dan ia merasa sangat beruntung tidak berjumpa dengan wanita itu selama ia menjaga Maria.

Dengan demikian ia dapat menjaga Maria dengan tenang, mengawasi wajah cantik yang tertidur itu.

Bulu mata Maria yang terpejam tiba-tiba bergetar. Detik berikutnya mata yang indah itu membuka perlahan-lahan.

Al sangat senang melihat Maria telah sadar dari tidur panjangnya.

“Al? Mengapa Anda di sini?” tanya Maria lirih.

“Aku senang engkau sudah sadar,” kata Al, “Rasanya seperti berabad-abad engkau menjadi putri tidur, padahal sejak kemarin lusa engkau tidak sadarkan diri.”

“Maafkan saya telah merepotkan Anda,” kata Maria.

“Maria, engkau tidak pernah membuatku repot. Engkau tertidur sangat nyenyak sehingga tidak menyulitkan apa-apa.”

“Di mana Mrs. Vye?” tanya Maria.

“Ia di Sidewinder House,” jawab Al.

Teringat tugasnya di Sidewinder House, Maria segera bangkit, namun pria itu mencegahnya.

“Tidurlah, Maria. Engkau membutuhkan banyak istirahat,” kata Al sambil meletakkan tubuh Maria. “Jangan mengkhawatirkan tugasmu. Kata Mrs. Vye, Lady Debora mengerti akan keadaanmu.”

“Mrs. Vye sangat baik. Andaikan tubuh saya tidak lemah, saya akan membantunya,” kata Maria lirih.

“Karena itu, Maria, engkau harus banyak istirahat agar tubuhmu kembali pulih.”

“Saya mengerti, saya harus banyak beristirahat agar segera pulih,” kata Maria.

Mrs. Vye sangat senang ketika melihat Maria telah sadar. Ia sangat senang hingga hampir lupa memberi obat kepada Maria.

Walaupun Maria telah sadar, tetapi Mrs. Vye dan Al masih bergantian menjaga Maria. Mereka berdua terus menjaganya hingga gadis itu sembuh benar.

Setiap hari, Al membawakan bunga untuk Maria. Maria merasa senang mendapat berbagai macam bunga musim panas yang indah.

No comments:

Post a Comment