Wednesday, May 2, 2007

Gadis Misterius-Chapter 4

Terdengar suara kuda mendekat kemudian berhenti di dekat Maria yang sedang memandang sungai.

Maria memalingkan kepala dan merasa senang melihat pria yang dinanti-nantikannya muncul.

“Selamat pagi,” katanya mendekati Maria.

“Selamat pagi,” kata Maria dengan tersenyum.

“Saya mendengar engkau kini menjadi idola anak-anak Obbeyville,” kata pria itu.

“Rupanya berita di Obbeyville juga cepat tersebar ke Blueberry.”

“Bagaimana Anda tahu saya berasal dari Blueberry?” tanya pria itu keheranan.

“Siapa pun yang melihat pakaian Anda, tidak akan mengatakan Anda berasal dari Obbeyville. Karena satu-satunya keluarga yang kaya di sini adalah keluarga Sidewinder.”

“Bagaimana bila baju ini saya peroleh dari mereka?”

“Suatu khayalan yang takkan pernah terjadi apalagi memimpikannya.”

Pria itu memandang tajam wajah Maria.

Dari sorot matanya, Maria tahu pria itu tidak mengerti arti kata-katanya.

“Hal itu tidak akan pernah terjadi. Semua penduduk Obbeyville telah mengenal baik watak Baroness Lora dan putrinya yang seperti itu.”

“Seperti apakah watak mereka?”

“Anda tidak mengetahuinya, itu berarti asal Anda bukan dari Obbeyville.” Maria tersenyum pada pria itu.

“Mereka senang berfoya-foya hingga harta keluarga Sidewinder hampir habis. Itu yang paling diketahui penduduk Obbeyville. Mereka memberikan sesuatu kepada orang lain hanya bila mereka menginginkan sesuatu dari orang itu. Hal inilah yang membuat saya percaya Anda berasal dari Blueberry. Selain itu masih ada yang membuat saya tahu Anda berasal dari Blueberry.”

“Dapatkah Anda memberi tahu saya sebab yang lain?”

“Di Obbeyville tidak ada keluarga yang memiliki kuda selain keluarga Sidewinder. Kalaupun penduduk yang lain mempunyai, mereka tidak menggunakannya untuk berkuda.”

“Mengapa Anda yakin akan pendapat Anda? Bagaimana bila ternyata saya berasal dari Obbeyville?” tanya pria itu.

“Karena saya mengetahuinya dengan pasti dan Anda telah membenarkan kata-kata saya,” jawab Maria sembari tersenyum pada pria itu.

“Apakah Mrs. Vye yang memberi tahumu?”

Maria menggelengkan kepalanya. “Saya mengetahuinya dalam ingatan saya. Walau saya tidak dapat mengingat masa lalu saya tetapi saya masih dapat mengingat segala seluk beluk mengenai Obbeyville juga Blueberry.”

“Sungguh?” tanya pria itu tak percaya.

Maria tersenyum dan mulai meyakinkan pria itu, “Kota yang terletak di kaki bukit dengan suhunya yang sejuk itu menjadi lahan yang baik untuk tanaman Blueberry. Sehingga kota penghasil utama Blueberry di Kerajaan Zirva itu terkenal dengan nama Blueberry sejak dulu kala.”

“Anda pasti baru membacanya dari perpustakaan keluarga Sidewinder sehingga masih dapat mengingatnya dengan tepat,” kata pria itu tak percaya.

Maria meyakinkan pria itu lagi.

“Tanaman itu dibawa masuk dari Asia dan mulai dikembangkan di Blueberry oleh nenek moyang keluarga Duke of Blueberry. Sebagian besar perkebunan Blueberry dimiliki oleh Duke of Blueberry yang kini bernama Shaw. Ia memiliki seorang putra dari istrinya, Chancy yang bernama Alexander. Mereka tinggal di tepi Blueberry yang terletak kurang lebih tiga mil dari Obbeyville.”

“Anda dapat mengetahuinya dari Mrs. Vye.”

“Bagaimana bila ini? Blueberry memiliki suatu mitos yang hingga kini hanya sedikit orang yang mengetahuinya dan mitos itu berhubungan dengan mitos yang ada di Obbeyville. Mitos tentang nama asli Blueberry, Blackblood.”

Pria itu terkejut mendengar kalimat terakhir Maria.

“Bagaimana Anda mengetahuinya?” tanyanya, “Hingga kini orang yang mengetahui mitos itu hanya beberapa orang, termasuk saya. Tetapi saya tidak mengetahuinya sejauh yang Anda ketahui. Sebelumnya saya tidak mengetahui nama asli Blueberry.”

“Saya telah mengatakan tidak tahu pada Anda. Saya tidak ingat dari mana saya mengetahuinya, tetapi di dalam ingatan saya hal itu masih ada.”

Maria menyembunyikan keterkejutannya di balik sikapnya yang tenang. Ia merasa terkejut pada dirinya sendiri yang berusaha meyakinkan pria itu bahwa ia mengetahui banyak mengenai Blueberry.

Ia tidak mengerti mengapa ia melakukannya. Biasanya ia tidak berusaha meyakinkan orang bila dipandangnya tidak perlu. Ia mencoba menemukan jawaban atas pertanyaan yang bergaung di kepalanya.

“Dapatkah Anda menceritakan lebih banyak lagi kepada saya mengenai mitos yang Anda ketahui?”

Maria memperhatikan sungai yang mengalir tenang di hadapannya. Kemudian ia memandang wajah pria itu. “Apakah Anda mengetahui mitos sungai ini?” tanyanya.

Pria itu menganggukkan kepala.

“Di samping mitos yang ada di Obbeyville dan Blueberry, masih ada sebuah mitos lagi yang tidak dapat saya ceritakan kepada Anda. Tetapi saya dapat mengatakan kepada Anda bahwa ketiga mitos yang hampir hilang itu saling berkaitan.”

Maria memandang Sungai Alleghei lagi. Ikan-ikan yang semula bersembunyi, mulai meninggalkan tempat persembunyiannya seolah-olah mereka ingin mendengarkan cerita gadis itu.

“Mitos Blueberry bercerita mengenai pertempuran antara para dewa dari Holly Mountain dengan setan. Sebenarnya para dewa itu bukan melawan setan. Pertempuran dashyat yang berlangsung selama berminggu-minggu itu, membuat dunia berguncang. Setelah pertempuran itu selesai dengan kemenangan para dewa dari Holly Mountain, tanah tempat mereka bertempur menjadi merah kehitam-hitaman.”

“Sebelum Anda melanjutkan cerita Anda, tolong jelaskan kepada saya siapakah yang melawan para dewa dari Holly Mountain?” sela pria itu.

“Saya tidak dapat memberi tahu Anda. Mitos ketiga itu disembunyikan dari semua orang kecuali suku itu. Tolong jangan bertanya lagi mengenai mitos ketiga itu.”

Walaupun pria itu masih ingin mengetahui lebih banyak mengenai mitos ketiga yang tak pernah didengarnya itu, tetapi ia menjawab, “Baiklah.”

“Dari tanah itu, muncullah beribu-ribu bunga yang berwarna merah kehitam-hitaman, yang kini tinggal beberapa tangkai. Penduduk percaya bunga itu adalah jelmaan darah para dewa dan setan yang meninggal dalam pertempuran. Karena itu mereka memberinya nama Blackblood dan tanah tempat mereka tumbuh juga dinamai Blackblood. Kemudian mereka mulai melestarikan bunga yang mereka percayai suci itu,” kata Maria.

“Mereka menanam bunga itu di halaman rumah mereka. Karena mereka percaya dengan berbuat seperti itu, mereka akan terhindar dari mala petaka.”

“Bagaimana mitos itu dapat menghilang?”

“Sejak nenek moyang Duke of Blueberry membawa dan mengembangkan Blueberry di sana, mitos itu secara perlahan menghilang di balik kesibukan mereka. Mereka mulai memelihara Blueberry daripada Blackblood.”

“Apakah Anda menyalahkan keluarga Duke of Blueberry yang membawa dan mengembangkan tanaman itu?”

Maria mendengar nada yang aneh dalam suara pria itu namun ia tidak berkata apa-apa. Ia hanya dapat menduga pria itu takut ia tidak menyukai segala yang berhubungan dengan kota asalnya, Blueberry.

“Saya tidak menyalahkan mereka. Duke of Blueberry pertama telah melakukan sesuatu yang benar. Bila ia tidak memperkenalkan tanaman itu kepada penduduk Blueberry, mungkin hingga kini mereka tidak akan mencapai kemakmuran seperti ini.”

Mata Maria bertemu dengan mata pria itu. Jantungnya berdebar lebih keras daripada semula.

Ia ingin terus menatap mata kelabu yang menatap tajam namun ramah itu. Tetapi ia tahu ia harus meneruskan ceritanya. Ia memalingkan kepalanya kepada Sungai Alleghei.

“Sifat penduduk Blackblood yang praktislah yang membuat mitos itu semakin hilang sejalan dengan punahnya bunga Blackblood. Setelah memberi nama pada bunga dan tanah tempat tumbuhnya bunga itu, mereka jarang menyebutnya Blackblood. Mereka sering menyebut bunga itu ‘BB’ yang merupakan kependekkan dari Blackblood. Dan tanaman Blueberry, bila dipendekkan juga menjadi ‘BB’.”

Maria berhenti bercerita. Ia memandang sedih pada Sungai Alleghei. Ia sedih akan nasib mitos yang ada di Blueberry.

“Itulah sebabnya nama Blackblood secara perlahan tetapi pasti berubah menjadi Blueberry,” katanya mengakhiri ceritanya yang panjang.

“Apakah engkau memberi tahu orang lain mengenai mitos ketiga itu kepada orang lain?” tanya pria itu.

Maria menggelengkan kepala. “Saya tahu mereka telah turun-temurun menyembunyikan mitos itu dari orang luar. Saya tidak ingin merusak apa yang mereka percayai itu.”

Pria itu tampak lega mendengar jawaban Maria. “Dari mana Anda mengetahuinya?” gumamnya.

“Saya tidak ingat.”

“Apakah Anda berasal dari Holly Mountain?” tanya pria itu.

“Saya tidak tahu.”

“Anda seolah-olah berasal dari mitos itu. Anda mengetahui lebih banyak mengenai mitos itu daripada kami.”

“Saya tidak mengerti mengapa saya mengetahui banyak mengenai mitos itu. Tetapi saya merasa saya telah mengetahuinya sejak dulu, jauh sebelum saya berada di Obbeyville.”

“Kapan Anda mengetahuinya?” tanya pria itu ingin tahu.

“Saat Mrs. Vye menceritakan mitos sungai ini kepada saya. Saya sendiri juga tak mengerti mengapa saya lebih mengetahui dari ia yang telah tinggal puluhan tahun di Obbeyville.”

“Mungkin Anda berasal dari Holly Mountain. Tidak ada yang dapat saya pikirkan mengenai asal usul Anda selain Holly Mountain. Anda sangat memenuhi syarat sebagai penghuni Holly Mountain.”

Maria tidak menghiraukan kata-kata pria itu, ia memandang langit yang semakin cerah.

Sinar matahari telah memenuhi langit yang biru. Ia tidak segera kembali ke Sidewinder House sebab ia yakin Lady Debora belum bangun. Kemarin Lady Debora pergi sepanjang hari dan baru tiba ketika hari menjelang malam.

Pria itu memperhatikan Maria yang sedang memandang langit. Ia tidak ingin gadis itu segera pergi menuju Sidewinder House seperti kemarin. Ia ingin bercakap-cakap dengannya, ia senang berbicara dengan gadis itu.

“Apakah yang Anda sukai dari anak-anak?”

Perlahan-lahan Maria memalingkan kepala dan mendapati mata kelabu itu sedang memandangnya dalam-dalam seolah-olah ingin menahan dirinya.

“Pribadi anak-anak sangat unik. Mereka menyenangkan dan lucu,” jawab Maria. “Mereka selalu mengatakan apa yang mereka pikirkan, yang mereka inginkan. Tidak pernah ada kebohongan di antara mereka.”

“Bagaimana dengan anak-anak yang senang berbohong?”

“Mereka yang suka berbohong tidak mendapatkan pendidikan yang baik dari orang tuanya. Mungkin orang tua mereka terlalu sibuk sehingga kurang memperhatikan anak-anaknya.”

“Apakah Anda hendak mengatakan pertumbuhan seorang anak dipengaruhi orang tua anak tersebut?”

“Pertumbuhan seorang anak tidak hanya dipengaruhi orang tua, tetapi juga lingkungan. Tidak ada gunanya orang tua mengajarkan hal-hal yang baik kepada anaknya, tetapi lingkungan tidak mendukung ajaran orang tua,” kata Maria, “Anak-anak mudah terpengaruh lingkungan.”

“Anda membuat saya terkejut sejak pertemuan kita yang pertama. Saya tidak tahu apa yang akan Anda perbuat untuk mengejutkan saya lagi,” kata pria itu dengan tersenyum.

“Saya tidak pernah dengan sengaja membuat Anda terkejut. Saya juga tidak merasa berbuat sesuatu yang dapat membuat Anda terkejut.”

“Anda tidak menyadari bahwa Anda membuat saya terkejut sejak pertemuan pertama kita.”

“Dapatkah Anda memberi tahu saya apa yang saya lakukan sehingga Anda terkejut?” tanya Maria ingin tahu.

“Pertama, saya tidak pernah menduga Anda sangat cantik. Benar-benar seperti bidadari.”

Maria menundukkan kepala mendengar pujian itu. Ia tidak mengerti pada dirinya sendiri yang merasa senang mendngar pujian pria itu.

Ia sering menerima pujian dari orang-orang di sekitarnya tetapi ia tidak pernah merasa senang seperti ini. Rasanya seperti mendapatkan sesuatu yang sangat langka dan berharga.

Pria itu tersenyum melihat pipi Maria bersemu merah, “Saya tidak tahu manakah yang lebih cantik, saat wajah Anda memerah atau saat Anda tersenyum manis. Tetapi Anda telah membuat saya tidak dapat tidur semalam.”

“Maafkan saya. Saya tidak tahu bahwa saya membawa masalah kepada Anda,” Maria memandang pria itu dengan tatapan yang menampakkan penyesalannya.

“Anda tidak bersalah atas kesukaran tidur saya. Saya merasa senang dapat membayangkan wajah Anda yang cantik sepanjang malam.”

Pria itu tersenyum melihat Maria menundukkan kepalanya lagi, “Kedua, saya tidak menduga Anda akan menjadi idola anak-anak. Ketiga, saya tidak menyangka Anda sangat mengetahui mengenai mitos itu. Dan terakhir, Anda mengejutkan saya dengan kata-kata Anda mengenai anak-anak.”

“Mengapa Anda tidak menyangka bahwa saya akan disukai anak-anak?” tanya Maria.

“Saya bukan tidak percaya Anda akan disukai anak-anak. Saya sering melihat teman wanita saya lebih memperhatikan dirinya sendiri daripada anak-anak. Karena itu saya terkejut ketika mendengar Anda disukai anak-anak.”

“Rupanya kekasih Anda tidak menyukai anak-anak sedangkan Anda menyukai anak-anak,” kata Maria dengan perasaannya yang aneh.

“Saya tidak mempunyai kekasih sejak saya lahir hingga kini,” kata pria itu, “Saya menyukai anak-anak, tetapi saya tidak mengetahui banyak tentang mereka seperti Anda. Saya akan percaya bila Anda mengatakan Anda seorang bidadari yang berasal dari Holly Mountain.”

“Maaf saya mengecewakan Anda. Benar saya tidak ingat dari mana saya berasal, tetapi saya merasa asal saya bukan dari gunung, walau saya merasa tempat asal saya sangat tinggi dan sejuk seperti gunung.”

“Mungkin Anda berasal dari Istana para dewa di Holly Mountain.”

“Saya tidak tahu. Saya tidak dapat menembus kabut pekat yang menyelubungi masa lalu saya. Saya merasa seperti berada di dalam kegelapan yang kelam bila saya berusaha menyibakkan kabut itu.”

Maria berusaha berbicara dengan tenang untuk menyembunyikan kesedihannya.

“Jangan sedih, ingatan Anda akan pulih walau membutuhkan waktu yang lama,” hibur pria itu. “Anda beruntung masih dapat hidup hingga kini.”

“Ya, saya sangat beruntung dapat diselamatkan oleh wanita sebaik Mrs. Vye. Saya merasa mengenal seseorang yang mirip Mrs. Vye. Orang itu juga baik hati seperti Mrs. Vye dan ia juga sangat menyayangi saya.”

“Mungkin orang itu adalah ibu Anda.”

“Saya tidak ingat, tetapi hal itu mungkin benar. Seorang anak lebih dekat dengan ibunya daripada orang lain.”

“Hubungan seorang anak memiliki hubungan batin dengan ibunya.”

“Anda juga mengetahuinya.”

“Saya hanya mengetahui sedikit,” kata pria itu.

Maria melihat langit yang makin terang. Sinar matahari telah menyentuh seluruh permukaan bumi. Langit sebelah barat juga telah terang. Awan-awan putih telah berlari-lari di langit yang biru.

“Apakah Anda akan kembali?” tanya pria itu cemas.

Pria itu semakin cemas tatkala Maria tidak segera menjawab pertanyaannya.

Gadis itu terus memandang awan yang berkejar-kejaran. Ia ingin mengenal gadis itu lebih jauh. Ia ingin Maria menemaninya di tepi sungai ini sambil bercakap-cakap.

Entah mengapa sejak pertemuannya yang pertama dengan gadis itu, ia tidak dapat melupakannya. Ia tidak dapat memikirkan yang lain tentang gadis itu selain ia berasal dari Holly Mountain. Ia juga tidak dapat membayangkan gadis itu berada di tempat lain.

Ia merasa gadis itu sangat cocok dengan pemandangan tepi Sungai Alleghei yang indah di pagi hari. Gadis itu tampak seperti menyatu dengan alam ketika berada di tepi Sungai Alleghei.

“Saya harus kembali. Saya harus membantu mereka.” Akhirnya Maria menjawab pertanyaan pria itu setelah terdiam cukup lama.

“Apakah Anda tidak dapat menunda kepergian Anda?”

Pria itu bertanya dengan tenang, namun Maria tahu pria itu berharap ia dapat menunda kepergiannya.

“Saya juga ingin berbicara dengan Anda lebih lama lagi tetapi saya harus membantu mereka. Mereka benar-benar membutuhkan bantuan saya,” kata Maria tenang.

Pria itu terdiam kemudian berkata, “Baiklah, saya tidak akan memaksa Anda. Perkenankan saya untuk mengantar Anda.”

“Saya khawatir saya akan menolaknya. Saya ingin berjalan kaki,” kata Maria sembari tersenyum.

Pria itu tidak mau ditolak. Ia tahu tidak ada gunanya ia memaksa Maria, tetapi ia ingin mengantar Maria kembali ke pondok Mrs. Vye.

Ia berharap sambil mengantar Maria, ia dapat berbicara lebih banyak dengannya. Ia mempunyai cara lain, tetapi ia tidak tahu apakah gadis itu akan menyukainya.

“Maafkan saya,” bisik pria itu sembari mengangkat tubuh Maria.

Maria terkejut hingga tidak dapat berbuat apa-apa untuk menolak pria itu. Ia membiarkan pria itu membopongnya ke kudanya kemudian menaikkannya ke punggung kuda itu.

Jantung Maria berdebar sangat kencang sewaktu pria itu mengangkat tubuhnya. Maria tidak menyadari tangannya telah melingkari leher pria itu ketika pria itu membawanya ke kudanya.

Ia menundukkan kepala, ingin menyembunyikan wajahnya yang terasa panas ketika tangan kekar pria itu mengangkat tubuhnya.

Maria merasa detak jantungnya semakin cepat ketika pria itu duduk di belakangnya. Tangan kiri pria itu memeluk pinggangnya yang ramping serta menarik tubuhnya mendekat. Sedangkan tangannya yang lain memegang tali kendali kuda.

“Mengapa Anda terus menundukkan kepala?” bisik pria itu di telinga Maria, “Apakah Anda merasa malu karena penduduk Obbeyville melihat kita?”

Maria baru menyadari penduduk mulai berbisik-bisik di sekitarnya melihat mereka berdua ketika pria itu bertanya kepadanya. Ia tidak merasa malu karena dilihat penduduk Obbeyville. Ia merasa aneh sejak pria itu mengangkat tubuhnya.

“Apakah saya membuat Anda takut?” tanya pria itu ketika Maria tidak segera menjawab pertanyaannya.

Maria menggelengkan kepalanya, tetapi ia tetap menundukan kepala. Ia ingin melihat wajah pria itu, tetapi ia takut menganggu perhatian pria itu ke kudanya.
“Apakah ini pertama kalinya Anda berkuda terutama bersama pria?”

“Saya tidak tahu,” kata Maria, “Saya merasa ini bukan pertama kalinya saya berkuda tetapi…”

“Tetapi apa?” tanya pria itu.

“Saya tidak dapat mengerti perasaan saya dan diri saya sendiri. Saya merasa kembali berada di dalam kabut pekat itu.”

“Mungkin sebelum ini Anda sering berkuda bersama pria,” kata pria itu.

Maria memalingkan kepalanya ke wajah pria itu ketika mendengar nada bicaranya yang aneh. Sesaat ia melihat mata pria itu tampak sedih dan terkejut pada gerakannya yang tiba-tiba.

Pria itu memandang menuduh padanya. “Hati-hati! Anda dapat jatuh bila Anda bergerak tiba-tiba seperti ini,” katanya dengan mengetatkan pelukannya pada pinggang Maria.

“Maafkan saya,” kata Maria lirih.

Dengan perlahan, Maria memalingkan kepalanya ke arah jalanan. Ia baru menyadari kuda itu berjalan lambat tatkala ia memandang jalanan.

Rupanya sejak tadi ia tidak menyadari hal yang lain kecuali debaran jantungnya yang semakin cepat dan perasaannya yang aneh, perasaan yang belum pernah dirasakannya sebelumnya.

“Mengapa kita berjalan lambat?” tanyanya.

Pria itu diam saja. Ia ragu menjawab pertanyaan Maria, tetapi akhirnya ia menjawab, “Maafkan saya. Saya sengaja melambatkan kuda ini karena saya masih ingin berbicara dengan Anda.”

Tanpa disadarinya, kepalanya telah bersandar pada bahu pria itu. “Kita dapat bertemu lagi esok pagi.”

“Apakah kita tidak dapat bertemu selain pagi hari?”

“Saya kira kita tidak dapat bertemu di lain waktu selain pagi hari. Waktu luang saya hanya pagi hari. Sepanjang hari saya sibuk.”

“Apakah yang membuat Anda sibuk?” tanya pria itu. “Anda sibuk membantu Mrs. Vye atau bermain dengan anak-anak?”

“Keduanya,” jawab Maria singkat.

Pria itu diam saja mendengar jawaban Maria. Kemudian ia memacu kudanya lebih kencang. Ketika pondok Mrs. Vye terlihat di kejauhan, ia merasa sedih harus berpisah dari gadis itu.

No comments:

Post a Comment