Saturday, May 19, 2007

Gadis Misterius-Chapter 20

Pangeran Alcon yang sedang berbicara dengan Duke of Blueberry di Ruang Perpustakaan terkejut ketika Mrs. Wve memasuki ruangan itu dengan tergesa-gesa.

“Ada apa, Mrs. Wve?” tanya Pangeran.

“Princess Minerva pingsan.”

Pangeran terkejut mendengar jawaban yang diberikan Mrs. Wve. Ia segera bangkit dari tempat duduknya. “Di mana ia pingsan?”

“Di dapur.”

Sekali lagi Pangeran Alcon terkejut mendengar jawaban Mrs. Wve. “Minerva memang anak nakal. Sekali diberi ijin meninggalkan kamarnya, ia akan menggunakannya sebaik-baiknya untuk memulai segala kegiatan rutinnya.”

“Saya sudah berusaha melarang Princess tetapi ia tetap memaksa. Kata Princess, ia tidak akan kedinginan bila berada di dapur. Ia justru akan merasa kedinginan bila diam saja,” kata Mrs. Wve.

“Minerva memang anak yang tidak dapat diam,” kata Raja.

“Anak satu ini memang sangat sulit diminta diam walau hanya satu detik. Selalu saja ada yang dilakukannya tetapi kali ini memang benar-benar keterlaluan. Bagaimana ia bisa bermain di dapur yang terletak di bawah tanah?” kata Pangeran.

“Kita tidak dapat menyalahkan sifatnya yang sulit disuruh diam itu,” kata Ratu yang juga berada di ruang itu, “Sikapnya yang sulit diam itu justru membuat Istana ini menjadi ceria.”

“Musim semi tahun ini memang datang lebih cepat di Istana Plesaides tetapi udara tetap saja terlalu dingin bagi Minerva untuk berkeliaran di dalam Istana seperti kebiasaannya,” kata Pangeran Alcon.

“Princess Minerva berkata ia tidak akan kedinginan di sana karena di sana banyak orang,” kata Mrs. Wve.

Pangeran Alcon tersenyum melihat Mrs. Wve berusaha terus menerus membela Princess Minerva. “Aku mengerti, Mrs. Wve. Sekarang tunjukkan padaku di mana anak nakal itu berada.”

“Kami telah membaringkan Princess di Ruang Duduk,” kata Mrs. Wve.

Pangeran segera meninggalkan ruangan itu dan bergegas menuju Ruang Duduk yang dekat dengan tangga menuju dapur.

Mrs. Vye yang sedang memangku kepala Princess Minerva segera membaringkan kepala Princess di sofa panjang itu dan menepi demikian pula beberapa pelayan yang mengelilingi Princess Minerva ketika melihat Pangeran Alcon.

Pangeran mendekati Mrs. Vye. “Ia pucat sekali,” kata Pangeran Alcon sambil menyibakkan rambut yang menutupi wajah adiknya.

“Princess Minerva terlalu lelah, Pangeran,” kata Mrs. Vye.

Pangeran Alcon tersenyum. Ia segera mengangkat tubuh Princess Minerva.

“Mintalah Durant segera memanggil Dokter Donter,” kata Ratu pada Mrs. Wve.

Mrs. Wve mengangguk dan membungkuk sebelum meninggalkan Ruang Duduk.

Seperti kemarin Ratu beserta Raja dan keluarga Duke of Blueberry segera mengikuti Pangeran Alcon yang membawa Princess Minerva ke kamarnya. Bedanya kemarin mereka mengikuti Pangeran dan segera terhanyut dalam keceriaan yang dibuat Pangeran Alcon bersama Princess Minerva, sekarang mereka cemas akan keadaan Princess Minerva.

“Apakah Anda kuat membawa Princess Minerva ke kamarnya?” tanya Duke ketika mengikuti Pangeran Alcon yang berjalan ke kamar Princess Minerva sambil membopong adiknya.

Pangeran Alcon tersenyum. “Aku telah biasa melakukan ini lagipula Minerva sangat ringan.”

Duke hanya termangu mendengar jawaban itu. Bagi Duke ini adalah pertama kalinya ia melihat hubungan kakak beradik yang sangat akrab seperti Pangeran Alcon dengan Princess Minerva.

Dokter Donter segera datang tak lama kemudian. Dokter itu tidak kalah cemasnya dari orang-orang yang telah berkumpul di kamar Princess Minerva. Setelah Dokter Donter memeriksa Princess Minerva, mereka segera meninggalkan Princess sendirian di kamarnya.

“Bagaimana keadaan Minerva?” tanya Ratu.

“Ia baik-baik saja. Princess Minerva hanya terlalu lelah dan juga sedikit kedinginan, saya rasa. Di manakah ia berada sebelum pingsan?”

“Anda dapat menebaknya, Dokter. Di mana Minerva biasa berada bila ia berada di Istana selain di Ruang Perpustakaan?” kata Pangeran.

“Di dapur!” seru Dokter Donter terkejut, “Apa yang dilakukannya di sana?”

“Seperti biasanya, apa yang dilakukan Minerva di dapur,” kata Pangeran.

“Princess Minerva tidak memasak, ia hanya memperhatikan kami,” kata Mrs. Wve membela Princess Minerva.

Pangeran Alcon tersenyum melihat usaha Mrs. Wve membela Princess Minerva. “Aku mengerti, Mrs. Wve. Aku tidak menyalahkan siapa pun karena memang Minerva tidak pernah dapat diam.”

“Ia adalah satu-satunya Princess yang tidak pernah dapat diam,” kata Dokter Donter.

“Untuk membuatnya diam, kita harus memberikan obat tidur kepadanya,” kata Pangeran sambil menatap penuh arti pada Dokter Donter.

Dokter Donter tersenyum. “Saya mengerti, Pangeran.”

“Terima kasih, Dokter,” kata Ratu, “Saya yakin cara ini akan mampu membuat Minerva tetap berada di kamarnya.”

Raja termangu seperti sedang berpikir. “Aku heran, Minerva memang mewarisi hampir semua sifat ratu sebelumnya tetapi seingatku tidak ada nenek moyangku yang tidak mau diam, seperti dia.”

Duke yang tak mengerti akan perkataan Raja berkata, “Mewarisi sifat?”

Raja tersenyum mendengar pertanyaan tak mengerti itu.

“Minerva memang mewarisi hampir semua sifat Ratu sebelumnya. Kepandaiannya menata ruangan berasal dari nenekku, Ratu Gorie. Kebaikan hatinya berasal dari nenek Ratu Gorie. Dan masih banyak lagi yang diwarisi Minerva dari Ratu sebelumnya,” kata Raja menjelaskan.

“Kemahirannya bermain piano diwarisi Minerva dari Mama,” tambah Pangeran Alcon sambil tersenyum menatap ibunya.

“Minerva memang memiliki sifat tersendiri yang membuatnya tampak menarik di samping semua sifat yang diwarisinya itu. Minerva memiliki kebijaksanaan yang membuat kami semua merasa kagum selain itu ia memiliki mata ungu yang indah,” kata Ratu.

“Saya mengagumi mata ungu Princess Minerva yang jernih. Ini pertama kalinya saya melihat mata yang berwarna ungu,” kata Duchess.

“Ini juga yang pertama kalinya bagi kami semua,” kata Ratu.

Merasa semua orang akan mulai membicarakan adiknya, Pangeran tersenyum. Ia juga ingin ikut membicarakan kelebihan adiknya yang membuatnya berbeda dari gadis-gadis seusianya tetapi ia tahu ada suatu masalah penting yang harus diselesaikannya.

“Aku akan menjaga Minerva,” kata Pangeran Alcon.

Raja dan Ratu mengangguk mendengar hal itu sedangkan Mrs. Wve berkata, “Biarkan saya yang menjaga Princess Minerva.”

“Tidak perlu, Mrs. Wve,” kata Pangeran sambil menatap penuh arti kepada Mrs. Wve.

Mrs. Wve mengerti arti tatapan itu. Ia tersenyum pada Pangeran Alcon seakan-akan ia memberi dukungan kepada Pangeran.

Setelah mendapat ijin dari kedua orang tuanya, Pangeran Alcon berkata, “Temani aku, Alexander.”

Alexander segera mengikuti Pangeran Alcon meninggalkan Ruang Duduk sambil bertanya-tanya mengapa Pangeran Alcon mengajaknya.

Selama perjalanan menuju kamar Princess Minerva, Pangeran hanya tersenyum dan membuat Alexander semakin bertanya-tanya.

Api di perapian menyala terang menerangi seluruh Ruang Duduk kamar Princess Minerva. Udara terasa sangat hangat di dalam ruangan itu.

Tanpa berkata apa-apa, Pangeran Alcon mendekati perapian itu dan memasukkan beberapa batang kayu.

Alexander berdiri termangu. Ia sama sekali tidak mengerti apa yang sebenarnya direncanakan Pangeran Alcon. Ia sendiri juga tidak mengerti mengapa ia sangat percaya Pangeran Alcon sedang merencanakan sesuatu.

“Berapa usiamu?” tanya Pangeran Alcon.

Alexander terkejut mendengar pertanyaan yang tiba-tiba itu dan tidak pernah diduganya. “Dua puluh tujuh, Pangeran ,” jawabnya.

Pangeran tersenyum. “Panggilah aku Alcon dan lupakan segala kesopanan itu. Aku hanya satu tahun lebih tua darimu.”

Pangeran duduk kemudian ia menunjuk kursi di hadapannya. “Duduklah. Aku tidak bermaksud menghukummu, aku hanya ingin memberi sedikit pertanyaan.”

Alexander duduk di kursi yang ditunjuk Pangeran.

Tanpa mengulur waktu, Pangeran Alcon bertanya, “Apakah sebelum ini engkau mengenal Minerva? Maksudku waktu ia masih sebagai Maria di Obbeyville.”

Alexander mengangguk membenarkan kata-kata Pangeran Alcon.

“Engkau tentunya telah mengetahui segala sesuatu tentang Minerva baik dari Mrs. Wve, Mrs. Vye maupun semua orang di Istana ini. Sekarang aku ingin tahu bagaimana Minerva menurut pandanganmu? Apakah ia menarik atau bagaimana?”

“Seperti orang-orang lainnya, aku menganggap ia sangat menarik,” kata Alexander.

Pangeran Alcon tersenyum. “Ia memang seorang gadis yang sangat menarik. Aku ingin tahu bagaimana perasaanmu terhadapnya?”

Alexander terdiam mendengar pertanyaan itu.

“Aku mengerti pertanyaanku ini sulit dijawab tetapi aku tidak dapat lagi menahan rasa ingin tahuku.”

Melihat Alexander masih belum menjawab pertanyaannya, Pangeran Alcon berkata, “Aku tidak memaksamu menjawab pertanyaan itu. Aku hanya ingin mengatakan kecurigaanku terhadap kalian berdua.”

“Curiga?” tanya Alexander tak mengerti.

“Aku memang tidak tahu apa yang telah terjadi selama Minerva berada di Obbeyville tetapi aku tahu telah terjadi sesuatu. Sejak aku tiba, aku melihat sikap Minerva aneh. Ia seperti berusaha menghindarimu. Dan ketika Minerva kembali dari Obbeyville, ia sering mengingau memanggil nama ‘Al’. Memang itu nama panggilan yang diberikan Minerva padaku tetapi aku tahu bukan aku yang dicari Minerva. Sebenarnya apa yang telah terjadi?”

Alexander terdiam mendengar pertanyaan itu.

“Aku mengerti bila engkau juga tidak mau menceritakan hal itu kepadaku tetapi aku yakin telah terjadi sesuatu. Minerva memang tidak akan pernah mau menceritakan perasaannya kepada siapapun termasuk aku. Apakah ia pernah mengatakan perasaannya atau pendapatnya mengenai sesuatu kepadamu?”

Alexander memandang bingung. “Ia pernah mengatakan perasaannya kepadaku juga pendapatnya mengenai suatu masalah tetapi tidak terlalu sering.”

Pangeran Alcon tersenyum. “Sudah kuduga.”

Alexander benar-benar tidak mengerti dengan permainan yang sedang dilakukan Pangeran Alcon. Pangeran Alcon sejak tadi hanya tersenyum dan matanya bersinar aneh seperti sinar kemenangan.

Pangeran Alcon tahu Alexander tidak mengerti dengan semua pertanyaan-pertanyaan yang diajukannya. Untuk mengurangi perasaan tidak mengerti Alexander itu, ia berkata, “Engkau telah mengetahui segala sesuatunya tentang Minerva baik dari Mrs. Wve, Mrs. Vye maupun Jacques?”

Alexander mengangguk.

“Apa yang dikatakan mereka memang benar, Minerva seorang gadis yang menarik. Tetapi ada suatu hal yang hanya diketahui olehku,” kata Pangeran Alcon, “Minerva adalah gadis yang tertutup. Ia tidak menyukai suasana yang ramai. Karena itu ia memilih tempat ini yang jauh dari keramaian.”

“Karena itukah kamar Princess terpisah dari kamar-kamar keluarga Raja lainnya,” gumam Alexander.

Pangeran mengangguk. “Ya, di sinilah Minerva biasa menghabiskan waktunya selain di Ruang Perpustakaan atau di dapur. Semua orang mengetahui Minerva sebagai seorang gadis yang tidak mau diam tetapi aku mengenalnya sebagai seorang gadis yang tertutup.”

“Minerva sama sekali tidak pernah mau membicarakan perasaannya. Ia tidak pernah mengatakan hal itu kepadaku. Bila ia mempunyai pendapat mengenai suatu masalah, ia tidak akan pernah mengutarakannya. Hanya kepadaku saja ia mau mengatakan pendapatnya karena itu aku yakin bila ia membuka dirinya kepada orang lain, itu berarti ia memiliki perasaan istimewa terhadap orang itu.”

Alexander diam berpikir mendengar kata-kata Pangeran Alcon. “Sesuatu memang telah terjadi tetapi itu tidak seburuk yang engkau bayangkan.”

“Aku memang telah menduganya. Aku mengerti bila engkau tidak mau menceritakan lebih jauh kepadaku mengenai itu. Aku percaya kepadamu apa yang terjadi itu tidak seburuk yang kukira,” kata Pangeran Alcon, “Aku hanya meminta engkau segera menyelesaikan masalah itu. Aku tidak ingin Minerva disakiti seperti yang pernah kulakukan.”

Alexander terkejut mendengar perkataan Pangeran Alcon. “Engkau pernah menyakiti hati Princess?”

Pangeran Alcon tersenyum. “Memang tidak dapat dipercaya aku pernah menyakiti perasaan Minerva bila melihat akrabnya hubungan kami. Tetapi itu memang benar aku telah menyakiti hati Minerva.”

Pangeran Alcon mulai menceritakan kejadian yang tidak pernah dilupakannya kepada Alexander.

Sewaktu kecil Pangeran Alcon sangat membenci adiknya. Ia tidak menyukai adiknya yang telah merebut semua perhatian orang tuanya yang semula hanya ditujukan padanya. Selama sepuluh tahun, ia menyukai kehidupannya sebagai putra tunggal yang selalu mendapat perhatian siapa saja. Tetapi sejak adiknya lahir, perhatian semua orang berpindah pada adiknya. Apalagi sejak lahir Princess Minerva sering demam.

Rasa iri yang terus tumbuh di hatinya membuat Pangeran Alcon semakin tidak menyukai Princess Minerva. Tetapi Princess Minerva yang masih kecil tidak menyadari itu bahkan ia bersikap manja kepada kakaknya. Pangeran Alcon semakin tidak menyukai adiknya yang selalu bersikap manja terhadapnya. Princess Minerva sering meminta Pangeran menemaninya sewaktu ia akan tidur tetapi Pangeran Alcon selalu menolaknya dengan kata-kata yang tajam.

Hal itu tidak membuat Princess Minerva merasa gentar bahkan Princess Minerva dengan tersenyum manis meminta Pangeran Alcon menjaganya sampai ia tertidur. Senyum manis Princess Minerva mampu membuat setiap orang berubah pikiran demikian pula Pangeran Alcon. Walaupun Pangeran Alcon sering berubah pikiran bila melihat senyum itu, ia tetap mempertahankan dirinya untuk tidak menuruti keinginan adik yang sangat dibencinya. Hanya sesekali saja Pangeran Alcon menuruti keinginan Princess Minerva.

Sejak kecil Princess Minerva telah menunjukkan rasa sayangnya kepada kakaknya tetapi Pangeran Alcon selalu menolaknya hingga suatu kejadian yang merubah semua itu.

Saat itu Princess Minerva baru berusia empat tahun tetapi ia telah menjadi seorang putri kecil yang menarik hati setiap orang demikian pula Pangeran Alcon tetapi saat itu Pangeran Alcon tidak mau mengakuinya.

Ketika Princess Minerva meminta Pangeran Alcon mengantarnya ke laut yang dekat Istana, Pangeran Alcon menurutinya.

Saat itu Pangeran Alcon menuruti keinginan Princess Minerva bukan karena ia terpesona pada Princess hingga mau melakukan apa saja untuk Princess seperti semua orang, tetapi karena suatu keinginan yang tiba-tiba muncul di hatinya. Pangeran Alcon berharap dengan membawa Princess ke pantai sesuai keinginan adiknya, ia dapat dengan mudah menyingkirkan Princess Minerva yang telah merebut hati semua orang.

Pangeran Alcon tahu Princess Minerva sangat suka melihat matahari terbit atau tenggelam karena itu ia mengajak Princess Minerva pergi ke pantai tepat sebelum matahari terbit.

Princess Minerva sangat senang karenanya.

Saat matahari mulai tenggelam, Pangeran Alcon sengaja meninggalkan Princess Minerva yang terpesona pada pemandangan di hadapannya.

Pangeran bersembunyi di balik sebuah pohon tempat ia menambatkan kudanya. Semula Pangeran Alcon memang bermaksud meninggalkan Princess Minerva di sana dan berkata kepada orang tuanya bahwa Princess Minerva hilang. Tetapi perasaan iba dan sayang yang tiba-tiba muncul membuat Pangeran Alcon merasa ragu. Akhirnya Pangeran Alcon bersembunyi di balik pohon itu sambil terus mengawasi Princess Minerva.

Setelah matahari itu benar-benar tenggelam, barulah Princess Minerva mengalihkan perhatiannya dari permukaan laut. Princess Minerva sangat cemas ketika melihat Pangeran Alcon tidak ada di dekatnya.

“Al! Di mana engkau?” tanya Princess Minerva cemas.

Tetapi tidak ada jawaban. Princess Minerva semakin cemas karenanya.

Melihat langit yang semakin malam, Princess Minerva menjadi semakin takut. Ia tidak berani meninggalkan tempatnya. Princess Minerva terus menerus memanggil nama kakaknya.

Pangeran Alcon terus bersembunyi di balik pohon itu walaupun ia mendengar suara panggilan Princess Minerva yang mencemaskan keadaannya. Langit semakin malam dan udara semakin dingin tetapi Pangeran Alcon tidak segera menghampiri adiknya.

Princess Minerva benar-benar cemas. Ia berusaha mengabaikan udara dingin yang menerpanya sambil terus memanggil nama kakaknya. Akhirnya Princess Minerva tidak sanggup bertahan lagi dalam udara dingin itu. Ia jatuh pingsan.

Saat itulah Pangeran Alcon keluar dari persembunyiannya. Pangeran Alcon sangat cemas ketika melihat adiknya pingsan dan ia semakin cemas karena tubuh Princess Minerva sangat panas. Pangeran Alcon segera membawa adiknya kembali ke Istana.

Ketika Dokter Donter sedang memeriksa Princess Minerva di kamarnya, Pangeran Alcon berkata, “Maafkan aku, Papa. Aku tidak dapat menjaga Minerva dengan baik.”

Raja tersenyum mendengar penyesalan putranya. “Tidak apa-apa, Alcon. Aku mengerti.”

Pangeran Alcon menggelengkan kepalanya. “Papa, tidak mengerti. Tadi aku berniat meninggalkan Minerva sendirian di sana.”

Raja masih tetap tersenyum walaupun telah mendengar pengakuan putranya. “Aku mengerti, Alcon. Aku tidak menyalahkanmu.”

“Aku menyesal, Papa. Aku benar-benar menyesal telah menyebabkan Minerva sakit dan aku menyesal telah membencinya.”

Raja menepuk pundak Pangeran Alcon sambil tersenyum penuh pengertian.

“Aku mengerti, Alcon. Aku dan Mamamu memang telah menduga engkau akan membenci adikmu. Kami mengerti bagaimana perasaanmu setelah sepuluh tahun engkau mendapat perhatian penuh tiba-tiba perhatian itu tercurah pada adikmu. Kami mengerti semua itu, Alcon, dan kami tidak menyalahkanmu. Minerva memang mudah sakit.”

Saat itu Dokter Donter muncul dari kamar Princess Minerva beserta Ratu.

“Bagaimana keadaan Minerva, Dokter?” tanya Raja.

“Ia demam,” kata Dokter Donter, “Dan seperti yang telah saya duga, Princess Minerva tidak tahan dengan udara dingin. Selama ini saya telah berusaha menemukan sebab Princess Minerva sering demam dan saya mengambil kesimpulan ia tidak tahan udara dingin.”

“Apakah itu berbahaya bagi kesehatannya?” tanya Raja.

“Sebaiknya kita menghindari Princess Minerva sering demam,” jawab Dokter Donter.

“Apakah yang dapat kami lakukan untuk mencegah Minerva sakit?” tanya Ratu.

Dokter Donter terdiam. “Mungkin kita harus memindahkan Princess Minerva ke tempat lain yang lebih hangat. Tetapi itu sulit, karena saya yakin Anda tidak akan tega berpisah dengan Princess Minerva.”

Raja tersenyum. “Anda benar, Dokter Donter.”

“Saya hanya dapat mengusulkan Princess Minerva pindah ke tempat lain yang udaranya lebih hangat daripada di Istana Plesaides di saat udara dingin dan udara panas. Tetapi itu berarti Anda hanya dapat berkumpul dengan Princess Minerva selama kurang lebih tiga bulan.”

Raja dan Ratu terdiam mendengar usul Dokter Donter.

Pangeran Alcon yang sejak tadi termenung mendengar kata-kata Dokter Donter semakin merasa bersalah.

“Bila itu satu-satunya cara, kami hanya dapat melakukannya,” kata Raja pada akhirnya.

“Baiklah, sekarang semuanya telah selesai. Saya mohon diri dulu, bila Anda tidak berkeberatan,” kata Dokter Donter.

Raja dan Ratu mengantar Dokter Donter hingga di depan Istana Plesaides sedangkan Pangeran Alcon menjaga adiknya. Pangeran Alcon merasa menyesal melihat wajah adiknya yang pucat. Saat itulah Pangeran Alcon menyadari wajah adiknya sangat cantik.

“Mengapa sebelumnya aku tidak pernah menyadari wajah adikku sangat cantik?” tanya Pangeran Alcon pada dirinya sendiri. Pangeran Alcon sibuk memandangi wajah Princess Minerva hingga tidak menyadari kedatangan kedua orang tuanya.

“Alcon,” kata Ratu.

“Aku menyesal, Mama. Aku benar-benar menyesal,” kata Pangeran Alcon.

Ratu tersenyum. “Mama mengerti, Alcon. Mama minta maaf. Selama ini Mama hanya sibuk memperhatikan adikmu sehingga engkau merasa benci pada adikmu. Mama berjanji juga akan memperhatikan dirimu. Tetapi Mama juga meminta engkau berjanji tidak akan membenci adikmu lagi.”

“Apakah semua telah terlambat?” kata Pangeran Alcon penuh penyesalan.

Raja menggelengkan kepalanya. “Tidak, Alcon. Selama engkau mau berubah semuanya tidak terlambat.”

Pangeran Alcon tersenyum mendengar hal itu. “Aku berjanji, Mama. Aku janji tidak akan membenci Minerva lagi. Aku akan selalu berada di samping Minerva dan menjaganya.”

Ratu tersenyum sedih mendengar janji Pangeran Alcon. “Engkau telah mendengar sendiri apa yang dikatakan Dokter Donter. Kita tidak akan dapat berkumpul lagi dengan Minerva sepanjang tahun.”

Pangeran Alcon terkejut. Ia teringat akan kata-kata Dokter Donter dan semakin merasa menyesal.

“Papa, ijinkan aku mengurus Minerva,” kata Pangeran Alcon setelah terdiam beberapa saat, “Ijinkan aku yang mengurus segala hal yang menyangkut Minerva. Ijinkan aku memutuskan segala sesuatunya untuk Minerva.”

Raja dan Ratu terkejut mendengar permintaan Pangeran Alcon.

“Engkau masih terlalu kecil, Alcon,” kata Ratu.

Pangeran Alcon tidak menyerah. “Ijinkan aku, aku janji aku tidak akan mengecewakan kalian. Aku akan menjaga Minerva sebaik kalian. Ijinkan aku, karena ini satu-satunya cara untukku untuk menebus dosaku kepada Minerva.”

Raja tersenyum melihat keteguhan putranya. “Baiklah, Alcon. Aku menyerahkan Minerva kepadamu. Sekarang engkaulah yang memutuskan segala sesuatunya untuk Minerva tetapi aku berpesan engkau tidak boleh melupakan kami. Bila engkau mendapatkan kesulitan, mintalah bantuan kami.”

Pangeran Alcon sangat senang setelah mendapat ijin dari ayahnya.

“Apakah itu baik?” tanya Ratu pada suaminya.

“Tidak apa-apa. Alcon sudah besar lagipula ia harus dapat menunjukkan rasa sayangnya pada Minerva. Sudah lama ia membenci Minerva sekarang saatnya ia menunjukkan besarnya rasa sayangnya pada Minerva,” kata Raja meyakinkan Ratu.

Ratu tersenyum mendengarnya. Ia tahu keputusan Raja adalah benar. Dengan demikian Pangeran Alcon akan merasa bertanggung jawab sepenuhnya terhadap adiknya dan tidak akan lagi merasa benci kepada adiknya.

Sejak saat itu sikap Pangeran Alcon terhadap Princess Minerva benar-benar berubah. Pangeran Alcon menjadi sangat menyayangi adiknya dan selalu memperhatikan adiknya seperti janjinya pada orang tuanya. Raja dan Ratu merasa senang dengan perubahan Pangeran Alcon. Mereka senang melihat hubungan kedua kakak beradik itu yang menjadi semakin akrab.

Setiap kali Princess Minerva tidak berada di Istana Plesaides, Pangeran Alcon merasa sedih dan kesepian. Tetapi bila Princess ada di Istana Plesaides, Pangeran Alcon menjadi seorang yang sangat periang yang selalu memanjakan Princess.

Setiap kali Princess Minerva berada di Istana, selalu ada tawa yang menghiasi kehidupan Istana. Princess Minerva dengan daya tariknya membuat semua orang di sekitarnya merasa gembira dan selalu ceria. Karena itu semua orang mengatakan musim semi adalah musim cerianya Istana Plesaides.

Walaupun Raja telah mengatakan Pangeran Alcon boleh memutuskan segala sesuatunya untuk adiknya tetapi mereka tidak pernah melewatkan pengawasan mereka terhadap segala keputusan Pangeran Alcon.

Sejak Pangeran Alcon memperoleh kepercayaan dari kedua orang tuanya, Pangeran benar-benar memanfaatkan kesempatan itu untuk menebus kesalahannya. Tidak pernah ada keputusan yang dibuat Pangeran untuk Princess yang tidak disetujui Raja dan Ratu.

Alexander terkejut mendengar cerita itu. Ia tidak pernah menyangka Pangeran Alcon yang selama ini terlihat sangat menyayangi adiknya ternyata dulu pernah menyakiti perasaan adiknya.

“Karena itu engkau yang memutuskan segala sesuatu mengenai Minerva,” kata Alexander.

Pangeran Alcon mengangguk. “Karena itu pula aku tidak ingin Minerva disakiti lagi. sekarang yang kuinginkan adalah engkau segera menyelesaikan masalahmu dengan Minerva.”

Alexander tampak ragu-ragu. “Apakah Princess akan mau menerima penjelasanku dan memaafkanku?”

Pangeran Alcon tersenyum. “Engkau tahu arti nama Minerva?”

Alexander mengangguk. “Minerva dari bahasa Yunani yang berarti kebijaksanaan.”

“Dan seperti arti namanya, Minerva memang seorang gadis yang bijaksana. Ia selalu tahu bagaimana ia harus bersikap. Ia pasti mau mendengarkan kata-katamu,” kata Pangeran Alcon, “Minerva seorang anak yang penurut kecuali bila disuruh diam. Ia paling tidak dapat diam.”

“Ya, sewaktu di Obbeyville, ia juga tidak pernah mau diam. Selalu ada saja yang dilakukannya. Entah itu membantu Mrs. Vye di Sidewinder House, berdongeng kepada anak-anak.”

Pangeran Alcon tertawa mendengar kata-kata Alexander. “Aku telah menduganya. Nanti bila ia bangun, ia pasti juga tidak mau diam. Sekarang jagalah dia. Aku akan menyelesaikan urusanku.”

Pangeran Alcon berjalan ke pintu dan sebelum ia menghilang di balik pintu itu, ia berkata, “Bila masalahmu dengan Minerva sudah selesai, aku ingin engkau memberi tahuku bagaimanakah rupa Baroness Lora maupun Lady Debora.”

Alexander berdiri termangu di tempatnya. Ia tidak tahu apa yang harus diperbuatnya. Baginya ini pertama kalinya ia sendirian di kamar Princess Minerva yang besar.

Suara burung yang berasal dari dekat piano menarik perhatian Alexander.

Ketika ia memperhatikan burung itu, pintu terbuka kembali dan tampaklah Pangeran Alcon yang terkejut.

“Mengapa engkau belum ke tempat Minerva?” tanya Pangeran.

Alexander diam saja.

“Aku mengerti engkau merasa ragu. Tetapi ingatlah apa yang telah kukatakan kepadamu. Minerva selalu tahu apa yang harus dilakukannya.”

Walaupun Pangeran Alcon telah meyakinkannya tetapi Alexander tetap merasa ragu-ragu. “Aku telah sangat bersalah kepadanya. Mungkin ia tidak mau mendengarkan kata-kata saya.”

Pangeran tersenyum. “Apakah ia pernah tertawa bersamamu?”

Pertanyaan itu membuat Alexander merasa bingung.

“Minerva selalu tahu apa yang harus dilakukannya karena itu ia selalu menahan dirinya. Apa pun yang dirasakannya, Minerva selalu tersenyum,” kata Pangeran Alcon memberi penjelasan.

Alexander mengangguk mendengar penjelasan Pangeran Alcon. Selama berada di Obbeyville, ia selalu melihat Princess tersenyum sehingga semua orang menganggap Princess merasa senang. Hanya dirinya sendiri yang tahu sesungguhnya Princess Minerva merasa sedih dan bingung oleh masa lalunya yang hilang dari ingatannya.

“Princess Minerva selalu terlihat tenang dengan senyum yang selalu menghiasi wajahnya,” kata Alexander.

“Aku mengagumi ketenangan yang dimilikinya. Ia selalu dapat tersenyum walaupun hatinya sedang sedih. Dan bila ia merasa senang, ia juga selalu tersenyum. Ia jarang tertawa karena itu aku yakin bila ia pernah tertawa bersamamu, ia pasti mempunyai perasaan khusus terhadapmu.”

“Princess Minerva selalu tertawa bersamamu, Alcon,” kata Alexander.

Pangeran Alcon mengangguk. “Ya, Minerva memang selalu tertawa bila ia bersamaku. Seperti yang pernah kukatakan Minerva hanya membuka dirinya kepadaku tetapi ia tidak membuka dirinya sepenuhnya. Ia tidak mau mengatakan apa yang telah terjadi selama ia berada di Obbeyville.”

Alexander merasa bersalah mendengar nada sedih dalam suara Pangeran Alcon. Alexander tahu sedikit banyak ia juga yang telah membuat Pangeran Alcon merasa sedih karena Princess Minerva tidak mau menceritakan apa yang telah terjadi selama ia berada di Obbeyville. “Jangan sedih, Alcon. Mungkin Princess Minerva tidak pernah mau mengatakannya karena ia tidak ingin membuatmu merasa sedih,” hibur Alexander.

Pangeran Alcon mengangguk sedih. “Ya, karena itu pula ia tidak pernah terlihat sedih di hadapanku. Entah engkau percaya atau tidak tetapi ini benar. Aku selalu melihatnya tertawa tetapi tidak pernah melihatnya sedih atau menangis hingga detik ini.”

Alexander terkejut mendengar kata-kata Pangeran Alcon. “Princess tidak pernah menangis?” tanyanya tak percaya.

“Ia selalu tersenyum dan tertawa tetapi ia tidak pernah terlihat menangis. Kurasa bukan hanya aku saja yang tidak pernah melihatnya sedih, semua orang selalu melihat ia gembira,” kata Pangeran Alcon.

Alexander terpana mendengar kata-kata Pangeran. Ia sukar mempercayai apa yang didengarnya.

Pangeran Alcon tersenyum. “Minerva memang hebat, bukan? Sungguh suatu kemampuan yang luar biasa untuk dapat menahan kesedihan di balik senyum.”

“Mungkin Princess Minerva tidak pernah merasa sedih,” kata Alexander.

Pangeran Alcon menggelengkan kepalanya. “Engkau salah, Alexander. Minerva pernah merasa sedih, hanya saja ia tidak ingin orang lain tahu kesedihannya. Hanya di saat ia masih seorang bayi saja, ia menangis. Setelah itu ia sama sekali tidak pernah terlihat sedih.”

“Sukar dipercayai.”

Pangeran Alcon mengangguk. “Memang sukar dipercayai tetapi ini nyata.”

Alexander berdiri termangu di tempatnya. Berbagai macam pikiran muncul di benaknya.

Melihat Alexander tidak segera ke tempat adiknya terbaring, Pangeran Alcon berkata, “Sekarang lekas temui Minerva dan selesaikan masalahmu sebelum semuanya terlambat.”

Alexander tak mengerti apa yang dikatakan Pangeran Alcon.

Pangeran Alcon berjalan ke pintu. “Cepat selesaikan masalahmu dengan Minerva. Aku tidak akan menganggu kalian. Tadi aku hanya ingin memeriksa apakah segala sesuatunya telah beres.”

Melihat Alexander masih berdiri di tempatnya, Pangeran Alcon berkata, “Aku akan memberi tahumu sesuatu yang tidak diketahui oleh Minerva sendiri. Hidup Minerva tidak lama lagi. Kata Dokter Donter, bila Minerva sering demam, itu berarti hidupnya tidak lama lagi. Karena itu, Alexander, temui Minerva atau engkau akan menyesal seumur hidupmu.”

Alexander terkejut mendengarnya.

“Tinggalkan burung kesayangan Minerva, Alexander, dan temui putri tidurku. Jagalah ia,” kata Pangeran Alcon sambil menutup pintu.

Alexander memandang Pangeran Alcon yang meninggalkan kamar Princess Minerva. Setelah Pangeran Alcon menghilang di balik pintu itu, Alexander meninggalkan sangkar burung layang-layang itu. Alexander memandang ruangan itu. Tanpa diberi tahu siapapun, ia tahu letak Ruang Tidur Princess Minerva. Perlahan-lahan dibukanya pintu Ruang Tidur itu.

Cahaya api dari perapian yang menerobos masuk ke ruangan itu membuat ruangan itu menjadi terang. Sosok tubuh yang terbaring di tempat tidur, terlukis pada tirai-tirai putih yang mengelilingi tempat tidur itu.

Alexander tersenyum sedih melihat sosok yang terlukis pada tirai-tirai putih itu.

“Putri tidur yang cantik,” gumam Alexander sambil mendekati tempat tidur itu, “Dan terluka karenaku.”

Alexander telah tiba di samping tempat tidur besar itu tetapi ia tidak segera membuka tirai yang menutupi tempat tidur itu. Ia hanya memandangi sosok yang terlukis di tirai itu. Keindahan ruang itu tidak membuat Alexander terpesona seperti pada saat pertama kali ia memasuki kamar Princess Minerva yang penuh bunga. Sekarang Alexander hanya terpesona pada sosok mungil yang terbaring di tempat tidur.

Perlahan-lahan Alexander membuka tirai itu dan tersenyum sedih melihat Princess Minerva yang terbaring di sana. Melihatnya, Alexander teringat saat ia menjaga Princess Minerva yang terus tidur di Obbeyville.

Princess Minerva terlihat kecil di atas tempat tidur yang besar itu. Wajahnya yang pucat tertutupi oleh rambutnya yang tergerai di atas tempat tidur.

Alexander menyibakkan rambut yang menutupi wajah Princess Minerva dan melihat seuntai kalung yang indah melingkari lehernya yang tertutup leher gaun tidurnya.

Hampir seluruh ruangan ini berwarna putih, bantal yang putih, tempat tidur putih, tirai putih. Alexander tersenyum sedih melihat Princess Minerva dengan segala warna putih di sekitarnya.

Alexander teringat kata-kata Mrs. Wve. “Princess Minerva menyukai warna putih. Katanya warna putih adalah warna suci dan bagi saya warna putih adalah lambang kesucian hati Princess.”

“Anda benar, Mrs. Wve. Ia memang suci tetapi saya telah menyakitinya,” gumam Alexander.

Alexander melihat sebuah kursi di depan meja rias dan membawanya ke samping tempat tidur Princess Minerva.

Selama tiga hari Alexander berada di Istana Plesaides, ia telah banyak menyadari kesalahannya. Ia merasa menyesal dan tidak tahu harus bagaimana mengungkapkan penyesalannya pada Princess Minerva.

Wajah yang pucat tanpa senyum itu mengingatkan Alexander akan saat terakhir kali ia bertemu Princess Minerva di Obbeyville. Saat itu wajah Princess Minerva sangat pucat mendengar kata-kata kasarnya tetapi itu tidak membuat Alexander bergeming bahkan ketika Princess Minerva menangis. Kata-kata yang tak berbelas kasihan terus keluar dari mulut Alexander dan terus membuat Princess Minerva menangis.

Alexander tidak tahu apa yang akan dikatakan Pangeran Alcon bila Pangeran tahu ia telah membuat Princess Minerva menangis. Alexander tidak merasa senang menjadi orang pertama yang membuat Princess Minerva menangis, ia merasa sedih bahkan menyesal. Dan ia semakin menyesal karena ia masih mengatakan kata-kata yang kasar setelah berjumpa kembali dengan Princess Minerva.

Alexander tidak pernah dapat melupakan peristiwa pertemuannya yang tidak terduga dengan Princess Minerva di halaman Istana.

Setelah diantar Jacques ke kamarnya, Alexander tidak ingin beristirahat. Ia tertarik pada patung-patung yang menghiasi halaman Istana yang dilihatnya saat ia tiba. Ketika Alexander sedang berjalan-jalan di halaman Istana yang ditutupi salju itu, tiba-tiba ia melihat sesuatu berwarna hijau cerah berjalan di halaman itu.

Warna hijau cerah itu menarik perhatian Alexander. Alexander terus memandangi sosok tubuh dalam warna hijau itu yang terus berjalan di halaman Istana. Alexander melihat sosok itu berhenti di bawah sebatang pohon cemara dan membungkuk mencari sesuatu di sana. Lama Alexander memandang sosok itu mencari sesuatu di bawah pohon cemara itu. Ketika melihat sosok itu tidak segera bangkit, Alexander memutuskan untuk mendekat dan membantunya.

Betapa terkejutnya Alexander ketika ia tiba di belakang sosok itu. Ia melihat rambut panjang yang keemasan menyentuh salju yang menutupi halaman Istana. Alexander merasa curiga dan was-was. Alexander mengenal pemilik rambut yang juga panjang dan keemasan seperti sosok yang membungkuk di depannya.

Alexander terpaku di tempatnya hingga ia lupa tujuannya semula.

Tak lama kemudian sosok itu berdiri dan berkata, “Kasihan sekali engkau, burung kecil. Engkau kedinginan.”

Alexander terkejut mendengar suara yang dikenalnya itu. Suara itu selalu ada dalam ingatannya tetapi ia selalu berusaha melupakan suara itu. Sama seperti ia ingin melupakan pemilik suara itu.

“Maria,” desis Alexander.

Sosok itu membalikkan badannya dan tersenyum. Senyum yang menghiasi wajah gadis itu menghilang ketika mata mereka bertemu.

Alexander terkejut melihat wajah gadis yang berdiri di hadapannya. Wajah gadis itu adalah wajah gadis yang selama ini memenuhi benaknya tetapi selalu berusaha dilupakannya.

Sejak melihat Maria membiarkan Lady Debora bersikap semesra itu kepada Marcel di belakangnya, Alexander mulai mencurigai Maria dan tidak menyukai Maria. Dalam pandangan Alexander, Maria sama seperti Lady Debora yang selalu berusaha merayu laki-laki demi kekayaan.

“Apa yang kaulakukan di sini, Maria?” tanya Alexander tajam, “Apakah sekarang engkau bermaksud merayu Pangeran Alcon?”

Alexander melihat gadis itu berdiri terpaku di depannya tanpa dapat berkata apa-apa. Melihat wajah gadis itu memucat, Alexander menduga tebakannya benar. Gadis itu adalah Maria yang sekarang bermaksud merayu Pangeran Alcon.

“Mengapa, Maria? Apakah yang kukatakan tepat sehingga engkau tidak dapat berbicara apa-apa?” kata Alexander tajam.

Alexander melihat wajah gadis itu semakin memucat mendengar kata-katanya tetapi gadis itu tetap tidak bergeming. Alexander juga melihat air mata mulai membasahi mata yang dulu pernah dikaguminya dan ia merasa muak melihat melihatnya. Baru saja Alexander hendak berkata lagi ketika tiba-tiba terdengar suara seseorang.

“Princess! Apa yang Anda lakukan di sana?”

Alexander terkejut mendengar perkataan wanita itu. Ia melihat wajah gadis di depannya yang masih tetap pucat kemudian ia melihat wajah wanita yang mengucapkan itu.

Wajah wanita itu mirip dengan Mrs. Vye sehingga untuk sesaat Alexander menduga wanita itu adalah Mrs. Vye.

Alexander menatap lagi wajah gadis di depannya dan ia merasa bingung.

Gadis itu pergi meninggalkan Alexander terpaku di tempatnya. Ketika gadis itu melewatinya, Alexander melihat senyum menghiasi wajah gadis itu tetapi sebutir air mata mengalir dari matanya.

Peristiwa itu membuat Alexander benar-benar bingung hingga ia tidak dapat tidur pada malam harinya. Ia terus memikirkan panggilan wanita yang diberikan pada gadis yang dikenalnya sebagai Maria.

“Tidak mungkin Maria adalah Princess Minerva,” kata Alexander pada dirinya sendiri, “Kata Jacques, Princess Minerva sedang tidak enak badan. Jadi tidak mungkin Maria adalah Princess Minerva. Mungkin wanita itu salah memanggil.”

Memang Alexander telah berhasil meyakinkan dirinya sendiri tetapi ia tetap tidak dapat menghapus semua kebingungan yang meliputinya.

“Seandainya Maria bukan Princess, mengapa ia mendatangi wanita itu,” tanya Alexander pada dirinya sendiri.

Kebingungan yang saat itu melanda dirinya benar-benar seperti kebingunan yang melanda dirinya saat ia pertama kali berjumpa dengan Maria. Ketika pertama kali berjumpa dengan Maria, Alexander benar-benar merasa terpesona pada kecantikkan gadis itu. Gadis itu telah membuat Alexander tidak dapat tidur setelah pertemuan mereka yang pertama. Alexander selalu teringat wajah cantik gadis itu dengan senyumannya yang menawan hati. Alexander ingin mengenal lebih jauh gadis yang belum pernah dilihatnya di Obbeyville. Alexander sering berkuda ke Obbeyville dan ia telah mengenal hampir semua penduduk Obbeyville tetapi ia tidak pernah melihat wajah gadis itu. Malam itu Alexander berharap dapat berjumpa lagi dengan gadis yang ditemuinya di Sungai Alleghei dan ia merasa senang ketika esok harinya ia berjumpa kembali dengan gadis itu.

Gadis itu tampak misterius. Matanya yang menawan selalu tampak tenang dan senyum yang manis selalu menghiasi wajahnya yang cantik. Gerakannya yang anggun membuat Alexander semakin ingin mengetahui diri gadis itu yang sebenarnya. Tutur katanya yang lembut namun mampu menarik perhatian setiap orang membuat Alexander semakin mengagumi gadis itu.

Sejak pertama kali bertemu dengan Maria, Alexander menyadari dirinya telah terpikat pada daya tarik gadis itu. Alexander juga menyadari dirinya telah berubah sejak mengenal gadis itu. Alexander yang dulunya enggan mendekati wanita mulai mendekati gadis yang selalu membuatnya merasa bingung pada pesonanya.

Namun sejak Alexander mengetahui gadis itu membiarkan Lady Debora merayu laki-laki di saat wanita itu sedang akrab dengannya, Alexander merasa benci pada gadis itu. Ia menganggap gadis itu tidak berbeda jauh dari Lady Debora yang seorang perayu.

Dalam pandangan Alexander, Maria juga seorang wanita yang senang merayu laki-laki hanya demi kekayaan. Alexander merasa dirinya terkecoh oleh kecantikkan dan semua daya tarik gadis itu dan ia menjadi semakin marah karenanya. Ia juga sadar ia telah terkecoh oleh gadis itu saat ia menciumnya untuk pertama kalinya. Bila ia teringat gadis dalam pelukannya itu terkejut seperti baru pertama kalinya dicium, ia merasa semakin marah telah membiarkan dirinya menganggap gadis itu suci.

Dulu saat Maria berhasil memukul telak rayuan Marcel terhadap dirinya, Alexander merasa kagum pada gadis itu tetapi kejadian itu telah membuat Alexander berpandangan lain. Alexander menduga sebelum Maria mengenal dirinya, ia telah mengenal Marcel dan peristiwa di pesta dansa keluarganya adalah sandiwara mereka untuk mengelabuhi dirinya. Yang membuat Alexander merasa semakin yakin adalah Lady Debora sedang bersama pria itu ketika ia berhasil membongkar sandiwara mereka.

Alexander benar-benar marah pada dirinya sendiri dan Maria yang telah berhasil mengecohnya dan ia semakin marah pada dirinya sendiri karena keinginannya memeluk Maria ketika gadis itu menangis di hadapannya. Kemarahan yang telah menguasai dirinya membuat Alexander melupakan keinginannya dan meninggalkan Maria yang terus menangis.

Alexander semakin yakin dugaannya benar ketika keesokan harinya seluruh penduduk Obbeyville gempar karena menghilangnya Maria bersama Mrs. Vye. Penduduk Obbeyville menduga Maria kembali ke Holly Mountain dan membawa serta Mrs. Vye yang selama ini telah menjaganya. Sedangkan Alexander menganggap Maria meninggalkan Obbeyville karena topengnya telah terbuka dan ia membawa Mrs. Vye beserta dengannya untuk menutupi kejadian yang sebenarnya dari penduduk Obbeyville.

Walaupun Alexander telah berhasil membongkar semua sandiwara gadis itu, tetapi ia tetap tidak dapat melupakan gadis yang pertama kali membuat dirinya membuka diri terhadap wanita.

Alexander menjadi semakin membenci dirinya dan gadis itu ketika ia tidak dapat melupakan gadis itu walaupun ia telah berusaha melupakannya. Sekeras-kerasnya Alexander melupakan Maria, ia tetap sering merindukan Maria. Dan ia itu membuatnya kian marah.

Pertemuannya dengan Maria yang tak terduga di halaman Istana membuat Alexander kembali merasa bingung. Dan ia semakin bingung ketika keesokan harinya ia bertemu dengan Maria di Ruang Pertemuan saat makan pagi.

Ketika pintu Ruang Pertemuan terbuka, Alexander terkejut melihat prajurit yang membuka pintu itu menepi dan seorang gadis berjalan dengan memasuki ruangan. Di belakang gadis itu berjalan dua orang yang sangat mirip sehingga membuat Alexander menduga kedua wanita tua itu bersaudara.

Gadis itu memasuki Ruang Pertemuan dengan anggun. Senyum menghiasi wajahnya yang cantik walaupun agak pucat. Tetapi kepucatan wajah gadis itu tertutupi oleh gaunnya yang berwarna cerah. Alexander terus memandang wajah gadis itu. Bukan kecantikkan gadis itu yang membuat Alexander terus menatapnya melainkan keanggunan dan wibawa yang terpancar pada diri gadis itu.

Tiba-tiba Jacques mendekati gadis itu dan mencium tangannya serta menyapanya.

Seperti halnya kedua orang tuanya, Alexander merasa terkejut mendengar Jacques menyapa gadis itu. Saat itulah Alexander mau tidak mau harus menerima kenyataan bahwa Maria adalah orang yang sama dengan Princess Minerva. Selama makan pagi itu Alexander tidak pernah melepaskan pandangannya dari wajah Princess Minerva yang duduk di ujung meja makan yang besar.

Alexander terus melihat senyum yang menghiasi wajah Princess Minerva. Senyum Princess sama sekali tidak berubah dengan senyumnya saat ia berada di Obbeyville. Tutur kata Maria masih tetap lembut namun ada wibawa dalam setiap kata-katanya. Yang berubah pada Maria hanyalah keanggunannya. Maria yang biasanya tampil sederhana namun anggun kini nampak penuh keanggunan dan wibawa dengan gaun yang indah dan seuntai kalung emas yang melingkari lehernya. Rambut Maria yang biasanya hanya disanggul biasa atau dibiarkan tergerai, saat itu ditata rapi dan dihiasi bunga-bunga yang memberikan kesan kecantikan alami pada Princess Minerva. Setiap kalimatnya didengarkan semua orang dengan penuh perhatian.

Alexander mengagumi kemampuan Princess Minerva mengubah suasana yang semula terasa kaku menjadi ceria hanya dengan satu kalimat pendeknya. Alexander tahu ia telah memberikan penilaian yang salah kepada gadis itu dan ia harus segera meminta maaf pada gadis yang telah menerima tuduhannya yang kejam. Alexander merasa menyesal telah memberikan tuduhan yang sangat kejam pada Maria. Saat itu pula Alexander menyadari ia tidak mencintai gadis yang salah. Ia mencintai seorang gadis yang suci, yang penuh pesona.

Selama perjamuan pagi itu Alexander tahu Princess Minerva tidak pernah memandang dirinya walaupun Princess Minerva melihat ke arah Jacques yang duduk di sampingnya.

Alexander sedih. Ia menduga Princess Minerva tidak menyukai dirinya yang telah memberikan tuduhan kejam pada dirinya. Alexander tahu Princess Minerva berhak merasa marah pada dirinya tetapi itu tidak mengurangi kesedihan hatinya.

Princess Minerva sama sekali tidak pernah menatap wajahnya bahkan ketika ia mengundang keluarganya ke kamarnya yang luas dan dipenuhi bunga.

Alexander teringat gerak Princess Minerva yang anggun saat ia berdiri dari kursinya. Perapian di depannya, membuat tubuh Princess Minerva tampak bersinar. Dengan burung mungil di tangannya, Princess Minerva benar-benar tampak seperti seorang bidadari yang penuh belas kasih.

Tetapi kebingungan Alexander masih tidak berakhir.

Alexander kembali merasa bingung ketika keesokan harinya ia melihat Princess Minerva yang kemarin tampak penuh wibawa kini tampak kekanak-kanakan ketika menyambut kakaknya.

Ketika Princess Minerva memasuki Ruang Duduk, tanpa sengaja mata mereka bertemu. Tetapi Princess Minerva segera mengalihkan pandangan matanya dan berkata, “Al.”

Alexander terkejut mendengar panggilan itu dan merasa rindu pada panggilan yang sama. Ia rindu mendengar Princess Minerva memanggil ‘Al’ pada dirinya.

Saat ini ketika ia memandang wajah gadis yang itu, ia merasa rindu melihat mata ungu gadis itu dan senyumnya yang menawan hati.

Alexander meraih tangan Princess Minerva yang terlipat di depan dadanya dan mempermainkan jemari Princess Minerva yang lentik dalam genggamannya. Sementara tangan kirinya mempermainkan jemari Princess Minerva, tangan Alexander yang lain menyentuh muka Princess Minerva. Ketika tangannya menyentuh bibir Princess Minerva, Alexander kembali teringat saat ia mencium bibir itu.

Terdorong oleh kenangannya, Alexander membungkuk di depan wajah Princess Minerva dan menatap wajah Princess Minerva dalam-dalam.

Dan kejadian selanjutnya benar-benar bagaikan dongeng putri tidur di mana ketika Pangeran mencium putri tidur, kutukan sang putri berakhir.

Merasakan napas Princess Minerva mulai tidak teratur, Alexander segera menjauhkan wajahnya dan wajah Princess Minerva.

Princess Minerva membuka matanya perlahan-lahan. Ketika matanya menangkap sosok pria yang diterangi sinar dari serambi di depannya, Princess Minerva berkata lirih, “Al.”

Alexander terkejut mendengar panggilan itu, ia baru saja hendak menjawab panggilan itu ketika ia melihat wajah Princess Minerva tiba-tiba berubah.

Sinar yang menerangi wajah itu membuat Princess Minerva sadar pria itu bukan kakaknya. Princess Minerva terkejut ketika menyadari pria itu adalah Alexander.

No comments:

Post a Comment