Thursday, May 17, 2007

Gadis Misterius-Chapter 19

Princess Minerva membuka matanya dan ia merasakan sinar matahari yang menyilaukan membutakan matanya untuk sesaat.

Mrs. Wve tersenyum pada Princess Minerva saat menyadari gadis itu telah bangun.

Princess Minerva terkejut melihat sinar matahari itu mulai memasuki kamarnya. Ia ingat kemarin siang ia menangis. Princess semakin terkejut menyadari dirinya terus tertidur hingga pagi.

“Mengapa engkau tidak membangunkan aku?” tanya Princess Minerva.

“Kemarin Anda tampak sangat pucat. Saya pikir memang seharusnya Anda beristirahat sepanjang hari,” kata Mrs. Wve.

Princess Minerva bangkit dari tempat tidurnya.

Mrs. Vye yang berdiri tak jauh dari tempat tidur, segera mencegah Princess Minerva saat ia melihat gadis itu hendak meninggalkan tempat tidurnya.

“Sebaiknya Anda berbaring lagi, Princess,” kata Mrs. Vye, “Sekarang masih pagi. Mungkin baru pukul setengah tujuh.”

Princess Minerva menggelengkan kepalanya. “Tidak, Mrs. Vye. Aku harus bangun. Aku telah berjanji untuk menemui mereka pagi ini.”

“Tetapi Anda masih terlihat pucat dan lemah, Princess,” kata Mrs. Wve terkejut.
Princess Minerva tersenyum. “Tidak apa-apa, Mrs. Wve.”

Princess Minerva telah meninggalkan tempat tidurnya saat Mrs. Wve kembali berkata, “Di mana Anda akan menemui mereka, Princess?”

Suara Mrs. Wve yang mengandung kecurigaan itu membuat Princess Minerva kembali tersenyum. “Seperti yang Anda tebak, Mrs. Wve.”

Jawaban itu membuat Mrs. Wve terpekik terkejut. “Tidak, Princess. Saya tidak akan mengijinkan Anda menemui mereka di Ruang Pertemuan.”

“Anda akan menemui mereka di Ruang Pertemuan?” kata Mrs. Vye tak kalah terkejutnya dengan Mrs. Wve, “Bagaimana Anda akan ke lantai dasar dengan tubuh lemah seperti itu?”

“Jangan khawatir. Aku yakin aku dapat ke sana.”

Princess Minerva melihat Mrs. Wve akan melarangnya lagi, maka ia segera berkata, “Di mana burung kecilku?”

Mrs. Vye yang selalu mudah terpengaruh kata-kata Princess Minerva segera menjawab pertanyaan itu. “Kami meletakkan burung itu di dekat perapian, Princess.”

Tanpa memberi kesempatan kepada Mrs. Wve untuk mencegahnya Princess Minerva menuju Ruang Duduk.

Princess Minerva tersenyum pada burung yang kini tertidur di dalam sangkar besi yang berwarna keemasan. “Bagaimana kabarmu, burung kecilku?” tanya Princess Minerva saat melihat burung itu telah membuka matanya.

Mrs. Vye mendekati Princess Minerva yang sibuk memperhatikan burung itu. “Princess, Anda harus bersiap-siap bila Anda ingin menemui mereka.”

“Tidak, Mrs. Vye. Aku tidak mengijinkan Princess ke Ruang Pertemuan. Ruangan itu terlalu jauh dari sini. Aku tidak setuju,” kata Mrs. Wve.

“Jangan khawatir, Mrs. Wve. Aku akan baik-baik saja,” kata Princess Minerva sambil tersenyum.

Senyuman Princess Minerva berhasil mempengaruhi perasaan Mrs. Wve. Wanita itu mulai merasa bingung. “Tetapi, Princess….”

Sebelum wanita itu menyelesaikan kalimatnya, Princess Minerva segera berkata, “Aku telah berjanji pada mereka dan aku tidak suka bila aku harus mengingkari janjiku. Engkau tahu itu, Mrs. Wve.”

“Anda dapat membatalkan janji Anda bila keadaan memang tidak mengijinkan, Princess,” kata Mrs. Wve membujuk.

Princess Minerva menggelengkan kepalanya, “Mungkin saja Duke of Blueberry mempunyai keperluan yang penting dan aku tidak dapat membuatnya menunda keperluannya.”

“Anda dapat menemui mereka di ruang ini, Princess. Saya dapat menyediakan makan pagi di sini,” kata Mrs. Wve.

Sekali lagi Princess Minerva menggelengkan kepalanya.

“Tidak, Mrs. Wve. Aku tidak ingin merepotkanmu maupun Duke. Saat ini aku adalah tuan rumah mereka dan sebagai tuan rumah yang baik, aku tidak dapat bersikap sekehendakku,” kata Princess Minerva tegas.

Mrs. Wve terkejut mendengar ketegasan dalam suara Princess Minerva. Sebagai pengasuh yang selalu menyertai Princess Minerva ke manapun gadis itu pergi, ia telah mengenal baik Princess Minerva. Selama ini kata-kata Princess selalu lemah lembut tidak pernah terdengar ketegasan di sana. Tetapi semua orang yang mendengarkan permintaan Princess akan selalu melakukannya dengan sebaik-baiknya.

Demikian pula Mrs. Vye. Selama ia mengenal Princess Minerva, ia selalu mendengarkan suaranya yang lemah lembut. Walaupun Princess memberikan perintah, ia selalu mengatakannya dengan penuh kelembutan. Dengan itu saja semua orang selalu melakukan semua yang dikatakan Princess dengan sebaik-baiknya apalagi bila Princess berkata dengan tegas.

Tidak mengherankan apabila Mrs. Wve yang semula bersikeras melarang Princess Minerva menemui Duke di Ruang Pertemuan yang terletak di lantai dasar Istana, akhirnya berubah pikiran.

“Pangeran Alcon benar, kata-kata Anda memang selalu dapat mempengaruhi siapa saja, Princess,” kata Mrs. Wve sambil tersenyum.

“Terima kasih, Mrs. Wve. Aku tahu engkau tidak akan melarangku.”

“Karena saya telah mengijinkan Anda, maka sebaiknya Anda segera meninggalkan burung itu. Kami akan mempersiapkan Anda, Princess. Kami akan membuat Anda tampil dengan penuh keanggunan dan kecantikkan,” kata Mrs. Wve.

“Walaupun kita tidak mendandaninya, Princess Minerva telah terlihat anggun dan cantik,” kata Mrs. Vye.

Mrs. Wve mengangguk. “Aku sependapat denganmu, Mrs. Vye.”

Princess Minerva tersenyum tanpa mengatakan apa-apa. Ia meninggalkan burung itu sendirian di sangkarnya dan mendekati kedua pengasuhnya.

Kedua pengasuh Princess segera membawa Princess Minerva kembali ke Ruang Tidurnya dan segera mendandani Princess. Keduanya bekerja dengan penuh semangat seakan-akan Princess Minerva akan pergi ke pesta yang sangat penting.

Princess Minerva hanya tersenyum melihat kedua wanita itu berunding dan kadang-kadang berdebat untuk mempersiapkan dirinya.

Pikiran Princess Minerva tidak tertuju pada penampilannya. Ia lebih memikirkan bagaimana ia menghadapi Alexander. Ia tidak khawatir menghadapi Duke dan Duchess of Blueberry. Ia jauh lebih khawatir akan pertemuannya dengan pria yang tidak ingin bertemu dengannya. Princess Minerva tahu tentu akan terasa sangat menyebalkan bila harus bertemu dengan orang yang ingin kita hindari. Walaupun Princess Minerva tidak pernah ingin menghindari seseorang tetapi ia dapat mengerti bagaimana perasaan Alexander bila berjumpa dengannya.

Kadang kala Princess Minerva merasa dirinya sangat aneh. Bagaimana ia ingin bertemu dengan pria yang justru tidak ingin menemuinya. Tetapi Princess Minerva juga tahu itu semua karena ia mencintai pria itu. Karena cintanya kepada pria itu pula, ia memilih kebahagiaan pria itu di atas kebahagiannya sendiri.

Princess Minerva sadar dirinya telah bersalah besar pada Alexander dan ia harus menanggung resikonya seperti yang akan dihadapinya. Ia harus berani menanggung kebencian Alexander kepada dirinya yang akan bertambah setelah mereka bertemu.

Pikiran yang memenuhi benak Princess Minerva membuat dirinya tidak menyadari lamanya waktu yang dihabiskan kedua pengasuhnya untuk membuatnya tampil secantik mungkin. Princess Minerva kembali menyadari tempatnya berada saat ia mendengar desah puas dari kedua wanita itu.

“Lihatlah diri Anda, Princess. Anda tampak cantik sekali dan semakin bersinar,” kata Mrs. Wve dan Mrs. Vye bersamaan.

Untuk menyenangkan hati mereka, Princess Minerva menatap bayangan dirinya di cermin. Tetapi apa yang muncul di cermin itu tidak menarik perhatiannya. Princess Minerva sekilas melihat rambutnya diikat tinggi-tinggi dan dihiasi dengan rangkaian bunga yang semula berada di pot yang berada di atas meja rias. Gaunnya yang berwarna kuning terang seakan-akan menambah pesona rambutnya yang bersinar keemasan.

Seuntai kalung pemberian Pangeran Alcon saat ulang tahun Princess Minerva yang kedelapan belas melingkar di leher Princess yang tertutup leher gaun yang tinggi. Kalung itu tampak semakin berseri.

“Sekarang kita hanya perlu menunggu waktunya makan pagi,” kata Mrs. Wve pada Mrs. Vye.

Princess Minerva tersenyum manis, “Tidak, Mrs. Wve. Aku ingin pergi ke Ruang Pertemuan sekarang.”

“Tetapi saat ini belum waktunya makan pagi, Princess,” kata Mrs. Vye.

“Kurasa Princess Minerva benar, Mrs. Vye. Ia masih lemah dan itu akan menghambat jalannya menuju Ruang Pertemuan,” kata Mrs. Wve, “Lebih baik kita berjalan perlahan-lahan ke sana.”

Mrs. Wve memegang lengan Princess Minerva dan membantunya berdiri. Kemudian ia merapikan gaun Princess Minerva yang terlipat ketika ia duduk.

Princess Minerva tersenyum pada Mrs. Wve. “Anda mempersiapkan saya seakan-akan saya akan menghadiri suatu pertemuan yang sangat penting.”

Mrs. Wve mengangguk. “Bagi saya, Anda harus selalu tampil cemerlang,” katanya sambil menggandeng Princess Minerva meninggalkan kamarnya.

Mereka berjalan perlahan-lahan menyusuri lorong depan kamar Princess Minerva sambil bercakap-cakap.

Hingga mereka tiba di lantai tiga, tidak ada seorangpun yang mereka temui. Baru pada lantai tiga itulah mereka bertemu dengan seorang pelayan yang segera menyapa Princess Minerva ketika melihatnya.

“Selamat pagi, Princess Minerva.”

Princess Minerva tersenyum. “Selamat pagi.”

Pelayan itu melihat Mrs. Wve dan Mrs. Vye yang berjalan di belakang Princess Minerva. “Apakah tidak apa-apa Anda meninggalkan kamar Anda?”

“Jangan khawatir. Kedua pengasuhku akan mengawalku dan memastikan aku baik-baik saja,” kata Princess Minerva, “Aku sudah lama tidak keluar kamar.”

Pelayan itu mengangguk. “Benar, Princess. Sejak Anda kembali, Anda belum pernah meninggalkan kamar Anda. Baru hari inilah saya melihat Anda. Kami semua merindukan Anda.”

“Al telah mengurungku terlalu lama di sana. Sekarang aku merasa bosan dan aku ingin berjalan-jalan di dalam Istana walaupun Al melarang aku berkeliaran di dalam Istana.”

Pelayan itu tersenyum, “Saya merasa Anda semakin cantik dari yang saya ingat, Princess Minerva. Saya percaya semua orang juga merasa begitu.”

“Engkau terlalu melebih-lebihkan. Kita semua selalu merasa seseorang menjadi lebih cantik atau lebih lama setelah kita lama tak berjumpa. Akupun merasa engkau semakin cantik dari perjumpaan kita yang terakhir kali sekitar setahun yang lalu.”

Pelayan yang lebih tua beberapa tahun dari Princess Minerva itu memerah. “Anda membuat saya merasa tersanjung, Princess Minerva.”

Princess Minerva tersenyum. “Engkau tidak perlu merendahkan diri karena engkau memang cantik. Semua orang di Istana ini juga berkata seperti itu.”

“Itu karena saya yang paling muda di sini, Princess.”

Princess Minerva menggelengkan kepala. “Tidak. Aku lebih muda darimu.”

Melihat pelayan itu semakin tersipu, Princess Minerva tersenyum dan berkata, “Kami akan segera ke Ruang Pertemuan sekarang.”

Pelayan itu membungkuk saat Princess Minerva melewatinya.

Semakin banyak orang yang mereka jumpai dalam perjalanan ke Ruang Pertemuan selanjutnya. Orang-orang itu selalu menyapa Princess Minerva dan membungkuk hormat ketika Princess melewatinya.

Suasana di dalam Istana yang semula terasa sepi kini menjadi semakin ramai. Kemunculan Princess yang tidak terduga ini seakan-akan membawa kehidupan di dalam Istana.

Mrs. Wve tersenyum melihat hal itu sedangkan Mrs. Vye terbelalak karena kagum.

Mrs. Vye tidak pernah menduga sedemikian besar pengaruh Princess Minerva di Istana. Hanya dengan kemunculannya, Princess Minerva mampu mengubah suasana Istana Plesaides yang semula sepi walaupun banyak orang yang berlalu lalang, kini menjadi terasa hidup. Orang-orang yang berlalu lalang tidak hanya berjalan dengan diam. Mereka berjalan sambil bercakap-cakap dan membungkuk hormat setiap kali Princess Minerva melewati mereka. Senyum manis yang menghiasi wajah Princess Minerva membuat orang-orang itu membalas senyuman itu. Tidak sedikit orang yang terkejut melihat Princess Minerva keluar dari kamarnya dengan dikawal kedua pengasuhnya, Mrs. Wve dan Mrs. Vye.

Demikian pula prajurit yang menjaga pintu Ruang Pertemuan. Prajurit itu sangat terkejut melihat Princess Minerva berjalan menghampirinya dengan kedua pengasuhnya hingga tidak dapat berkata apa-apa.

“Selamat pagi, Princess Minerva,” kata prajurit itu pada akhirnya.

Princess Minerva tersenyum. “Selamat pagi. Tolong bukakan pintu itu.”

Prajurit itu membuka pintu itu.

“Tidak perlu,” kata Princess Minerva saat melihat prajurit itu hendak mengumumkan kedatangannya.

Princess melangkah ke dalam ruangan itu sambil mempersiapkan dirinya menghadapi segala kemungkinan yang terjadi.

Suasana di dalam Ruang Pertemuan menjadi sunyi ketika Princess Minerva muncul dengan tak terduga bersama kedua pengasuhnya.

Princess Minerva tersenyum pada semua orang di dalam ruangan itu. Princess Minerva melihat wajah Duke dan Duchess of Blueberry juga Kepala Pengawal Istana yang terkejut dengan kemunculannya yang tidak terduga ini. Tetapi Princess Minerva tidak berani melihat wajah Alexander.

Kepala Pengawal Istana segera berdiri dan menyambut kedatangan Princess Minerva. “Selamat pagi, Princess Minerva,” kata Jacques sambil mencium tangannya.

“Selamat pagi, Jacques,” kata Princess Minerva sambil memandang ke sekeliling ruangan itu, “Aku tidak terlambat, bukan?”

“Tidak, Anda tidak terlambat, Princess. Kami baru saja berkumpul di ruangan ini,” kata Jacques, “Mengapa Anda tidak memberi tahu saya bahwa Anda akan menghadiri acara makan pagi di ruangan ini, Princess?”

“Kemarin aku telah mengatakannya kepadamu, Jacques. Aku mengatakan aku akan menemui Duke pagi ini,” kata Princess Minerva lembut.

“Maafkan saya, Princess. Saya kurang memperhatikan perkataan Anda sehingga saya tidak menyambut kedatangan Anda sebagaimana seharusnya.”

Princess Minerva tersenyum, “Tidak apa-apa, Jacques. Kemarin aku tidak menjelaskan kapan aku akan menemui Duke.”

Jacques segera menarik kursi untuk Princess Minerva yang tersenyum padanya saat ia duduk di kursi itu.

Mrs. Wve dan Mrs. Vye berdiri tak jauh di belakang Princess Minerva.

Princess melihat wajah Duke dan Duchess yang terkejut dan bingung. “Maafkan saya, saya baru dapat menemui Anda hari ini.”

“Tidak apa-apa, Princess,” kata Duke kikuk.

Princess Minerva tersenyum berkata, “Apakah Anda dapat beristirahat dengan baik?”

“Ya, Princess. Semua orang di sini menerima kami dengan baik sehingga kami tidak mungkin tidak tidur dengan nyenyak,” kata Duke mencoba menghilangkan kekikukan dalam kata-katanya.

“Saya berharap Anda juga memimpikan para peri Istana,” canda Princess Minerva mencoba mencairkan rasa kikuk yang muncul di ruangan itu.

Duke tersenyum mendengar perkataan itu. “Istana ini sangat indah tidak mungkin saya tidak pergi ke dunia dongeng. Walaupun mereka tidak muncul, saya akan mencari mereka.”

Jacques tertawa mendengar kata-kata Duke yang menanggapi canda Princess Minerva.

Princess Minerva yang memulai suasana gembira itu tersenyum.

“Engkau kembali menjadi anak-anak dalam mimpi?” kata Jacques.

Princess Minerva berhasil mencairkan suasana kikuk itu. Duke sudah tidak tampak terlalu kikuk dan Duchess yang sejak tadi terbelalak mulai dapat tersenyum juga.

Duke mengangguk. “Aku bahkan berharap dapat menjadi anak kecil dalam dunia nyata ini agar aku dapat bermain dengan bebas di Istana. Aku ingin sekali menjadi anak kecil yang terbuai di Istana dongeng.”

“Dengan putrinya yang cantik,” tambah Duchess sambil tersenyum penuh arti melihat Princess Minerva.

“Tampaknya segala sesuatu di Istana ini telah lengkap untuk menjadi Istana negeri dongeng kecuali cerita dongengnya,” kata Duke.

Princess Minerva benar-benar berhasil mengubah suasana Ruang Pertemuan yang semula terasa kikuk menjadi ceria seperti ia menceriakan Istana.

“Sebaiknya Anda berhenti tertawa atau Anda tidak akan dapat merasakan hidangan yang menarik selera ini,” kata Princess sambil tersenyum melihat beberapa pelayan masuk sambil membawa hidangan di tangannya.

Pelayan-pelayan itu juga terkejut melihat Princess Minerva duduk di Ruang Pertemuan yang selalu menjadi tempat Raja menjamu tamu-tamunya. Sebelum meletakkan hidangan yang mereka bawa di meja, mereka menyapa Princess Minerva sambil membungkuk hormat. Princess yang disapa hanya tersenyum tanpa berkata apa-apa.

Keceriaan yang berhasil ditimbulkan Princess Minerva tidak menghilang ketika mereka memulai acara makan pagi mereka.

Princess Minerva terus tersenyum sambil memperhatikan wajah Duke dan Duchess yang tersenyum mendengar lelucon Jacques yang terkenal paling pandai melucu di Istana Plesaides.

Princess Minerva tidak berani melihat wajah Alexander walaupun ia sangat ingin melihat wajah pria itu. Ia tidak berani melihat kebencian dan kemarahan di mata itu. Memikirkan saat ini kebencian Alexander kepadanya sedang bertambah membuat Princess Minerva semakin merasa tidak enak.

Mrs. Wve mendekati Princess Minerva dan berbisik, “Sebaiknya Anda segera kembali kamar Anda, Princess. Suhu ruangan ini lebih dingin dari kamar Anda dan itu membuat Anda tampak semakin pucat.”

Princess Minerva baru menyadari hal itu. Sejak tadi ia hanya berusaha mencegah dirinya melihat Alexander sambil terus menahan kesedihan di hatinya di balik senyumannya. Walaupun perapian di ruang itu telah dinyalakan tetapi suhu ruangan itu tetap lebih dingin dari kamar Princess Minerva. Gaun yang dikenakan Princess tidak mampu menahan dingin itu menyentuh kulitnya walaupun gaun itu adalah gaun musim dingin yang berlengan panjang dan tebal. Princess baru menyadari tubuhnya sejak tadi merasa kedinginan dan wajahnya kembali memucat.

Princess Minerva mengangguk. “Baik, Mrs. Wve,” katanya kemudian ia berkata kepada semua orang di ruangan itu, “Maafkan saya, saya tidak dapat menemani Anda lebih lama dari yang saya inginkan.”

“Anda hendak kembali sekarang, Princess?” tanya Jacques.

Princess Minerva tersenyum sambil menatap wajah Mrs. Wve. “Kedua pengasuhku menyuruhku untuk beristirahat lagi.”

Jacques memandang wajah Princess Minerva yang memucat, “Mereka benar, Princess. Wajah Anda kembali memucat. Anda harus segera beristirahat.”

Mrs. Vye menghampiri Mrs. Wve kemudian mereka membantu Princess Minerva berdiri. Mrs. Wve memegang lengan kanan Princess Minerva sedangkan Mrs. Vye memegang lengan kirinya.

Melihat hal itu, Jacques segera berdiri.

Princess Minerva mengetahui maksud Jacques. “Tidak perlu, Jacques. Selesaikanlah makan pagimu bersama Duke, aku akan baik-baik saja. Kedua pengasuhku akan menjagaku,” kata Princess.

“Baik, Princess,” kata Jacques tanpa berusaha membantah kata-kata Princess Minerva.

Princess Minerva tersenyum dan berkata, “Maafkan saya, saya harus kembali ke kamar saya.”

Duke of Blueberry berdiri ketika melihat Princess Minerva hendak meninggalkan ruangan itu.

Tanpa berkata apa-apa, Princess Minerva segera meninggalkan Ruang Pertemuan dengan kedua pengasuhnya.

Mrs. Wve dan Mrs. Vye masih memegang lengan Princess Minerva saat mereka berjalan kembali ke kamar Princess Minerva.

Princess Minerva sama sekali tidak memperhatikan itu. Ia ingin segera tiba di kamarnya dan menenangkan kembali perasaan sedihnya. Setibanya di kamarnya, Princess Minerva segera mengganti gaunnya dengan gaun tidur yang hangat kemudian naik ke tempat tidurnya.

Saat Princess Minerva memasuki kamarnya, ia baru sadar apa yang dikatakan Mrs. Wve memang benar. Kamarnya lebih hangat dari Ruang Pertemuan. Hal itu karena perapian besar di Ruang Duduk terus dibiarkan menyala terang dan setiap saat ada pelayan yang selalu menambahkan kayu ke perapian itu.

Mrs. Wve menyelimuti tubuh Princess Minerva kemudian meninggalkan Princess sendirian. Mrs. Vye menurunkan tirai putih yang mengelilingi tempat tidur Princess Minerva kemudian mengikuti Mrs. Wve meninggalkan ruangan itu.

Kepergian kedua pengasuhnya memberikan ketenangan bagi Princess Minerva untuk meredakan badai kesedihan dalam dirinya. Tetapi Princess Minerva tidak dapat melakukannya bahkan ia semakin merasa sedih.

Ia tidak tahu bagaimana tatapan Alexander saat melihatnya tetapi ia yakin mata pria itu dipenuhi kemarahan seperti saat ia bertemu dengannya kemarin siang di halaman Istana.

Selama Princess Minerva berada di Ruang Pertemuan, ia telah berusaha keras untuk menahan keinginannya melihat wajah pria yang dirindukannya. Princess Minerva juga berusaha keras menahan air matanya membayangkan sorot mata Alexander menjadi semakin tajam pada dirinya.

Princess Minerva merasa beruntung tidak ada yang mencurigai sikapnya yang berusaha menghindari tatapannya pada Alexander yang duduk di samping Jacques.

Walaupun Princess Minerva sering melihat ke Jacques tetapi ia tidak mau melihat ke samping pria itu. Hanya Jacques saja yang dilihatnya. Sebaliknya bila ia melihat ke arah Duke dan Duchess yang duduk di sisi kiri meja, ia tidak perlu menghindari siapa pun.

Princess Minerva masih ingat rasa terkejut dan bingung yang muncul di wajah keduanya. Tetapi semuanya segera menghilang saat ia berhasil mencairkan suasana kikuk di antara mereka yang tiba-tiba muncul karena kehadirannya yang tak terduga.

Air mata Princess Minerva mengalir lagi saat ia sadar setelah pagi ini berlalu, ia tidak akan dapat berjumpa kembali dengan Alexander, pria yang sangat dicintainya.

Rasa sedih yang telah lama mengusik perasaannya membuat Princess Minerva merasa lelah dan akhirnya tertidur. Princess Minerva tidak tahu berapa lama ia tertidur. Yang ia ketahui hanyalah saat ia terbangun di luar sedang turun hujan salju.

Princess Minerva meninggalkan tempat tidurnya dan berjalan ke Ruang Duduk.

Di Ruang Duduk tidak ada siapa-siapa juga tidak terdengar suara Mrs. Wve maupun Mrs. Vye.

Burung layang-layang itu masih memejamkan matanya saat Princess mendekatinya. Princess Minerva mengeluarkan burung layang-layang itu dari sangkarnya.

Princess Minerva duduk di dekat perapian dan meletakkan burung itu di pangkuannya. Princess memperhatikan sayap burung itu yang telah bersih dari noda darah.

“Apakah engkau kedinginan?” tanya Princess saat ia melihat burung itu membuka matanya.

Seolah-olah mengerti apa yang ditanyakan Princess Minerva, burung itu menggerakkan kepalanya.

Princess Minerva tersenyum. “Engkau tidak kedinginan lagi, bukan? Aku telah memelukmu dan api dari perapian juga telah menghangatkanmu.”

“Jangan menggerakkan sayapmu yang terluka,” kata Princess Minerva ketika melihat burung itu berusaha menggerakkan sayapnya.

“Aku tahu engkau ingin segera berkumpul kembali bersama teman-temanmu. Tetapi saat ini adalah musim dingin dan kawan-kawanmu berada jauh dari sini. Mereka berada di daerah yang hangat. Tunggulah di sini bersamaku, aku akan melepaskanmu kembali setelah musim semi tiba,” kata Princess Minerva.

Princess Minerva mengelus bulu burung itu. Dan ia tersenyum saat merasakan kehalusan bulu itu di jemarinya. Burung itu berusaha menggerakkan sayapnya kembali tetapi Princess Minerva menahan gerakan burung itu. Princess menatap sedih burung itu. “Engkau masih beruntung, engkau dapat berkumpul kembali dengan teman-temanmu. Sedangkan aku tidak dapat lagi kembali ke sisi Alexander bahkan menjadi temannya.”

Air mata Princess Minerva kembali membasahi pipinya. Princess Minerva mengabaikan air matanya dan terus mengelus tubuh burung itu.

“Teman-temanmu hanya meninggalkanmu sendirian di sini sedangkan Alexander membenciku bahkan tidak ingin bertemu denganku. Aku memang selalu dikelilingi banyak orang tetapi aku selalu merasa kesepian tanpa Alexander.”

Seolah mengerti kesedihan Princess Minerva, burung itu menggerakkan kepalanya. Princess Minerva tersenyum sedih.

“Saat ini engkau tidak memiliki teman tetapi engkau tidak perlu khawatir akan merasa kesepian, aku akan menjadi temanmu sampai musim semi tiba,” kata Princess Minerva berjanji pada burung itu.

Princess Minerva tersenyum pada burung yang terus bergerak di pangkuannya. Princess menyeka air matanya dan meraih kain yang semula digunakannya untuk menyelimuti burung itu. Burung layang-layang yang terus bergerak di pangkuannya, membuat Princess melupakan kesedihannya dan terus memperhatikan burung itu.

“Anda sudah bangun, Princess,” kata Mrs. Wve.

Princess Minerva terkejut melihat Mrs. Wve dan Mrs. Vye berjalan memasuki kamarnya. Kedua wanita itu tersenyum melihatnya duduk di depan perapian sambil memangku burung yang terluka.

“Kami menduga Anda belum bangun sehingga kami meninggalkan kamar Anda. Tadi saya ingin bertemu dengan Duke of Blueberry untuk menanyakan keadaan Obbeyville tetapi kami tidak dapat menemuinya. Mungkin Duke sedang berisitirahat,” kata Mrs. Vye.

Teringat akan Duke of Blueberry yang saat ini berada di Istana Plesaides karena ingin bertemu dengannya, Princess Minerva berkata, “Apakah kalian bertemu dengan Jacques?”

Kedua wanita itu mengangguk.

“Tolong katakan kepada Jacques aku akan menemui Duke nanti siang pada saat makan siang,” kata Princess Minerva yang segera disambut seruan terkejut Mrs. Wve.

“Tidak, Princess. Kali ini saya tidak akan mengijinkan Anda meninggalkan kamar Anda. Saya tidak tahu harus berbuat apa bila sampai terjadi sesuatu pada Anda,” kata Mrs. Wve.

Princess Minerva diam menantikan kata-kata Mrs. Wve selanjutnya.

“Tadi pagi Anda tampak sangat pucat seperti akan pingsan. Dan sekarang di hujan salju selebat ini, jangan berharap saya akan mengijinkan Anda meninggalkan kamar Anda yang hangat ini.”

Princess Minerva tersenyum. Ia tahu apa yang dikatakan Mrs. Wve benar. Ia tidak mungkin dapat bertahan di ruangan lain yang kurang hangat dibandingkan kamarnya di saat salju turun. Berada di kamarnya yang telah hangat saja masih membuat Princess Minerva merasa kedinginan apalagi bila berada di ruangan yang kurang hangat.

“Baiklah, Mrs. Wve. Aku akan merubah rencanaku,” kata Princess Minerva, “Tolong katakan kepada Jacques aku ingin Duke segera menemuiku di sini tetapi bila Duke sedang beristirahat maka biarkanlah ia beristirahat dulu.”

Mrs. Wve tersenyum puas mendengar jawaban itu.

“Baik, Princess.”

Mrs. Wve segera meninggalkan kamar itu. Mrs. Vye yang selalu bersama Mrs. Wve mengikuti wanita itu setelah Princess Minerva mengangguk sambil tersenyum padanya sebagai tanda ia boleh meninggalkannya.

Princess Minerva kembali memperhatikan burung layang-layang yang masih bergerak di pangkuannya. Gerakan-gerakan burung itu membuat Princess Minerva merasa geli. Ia tersenyum pada burung itu sambil terus mengelus bulunya yang halus. Gerakan burung itu benar-benar menenggelamkan Princess ke dalam kesibukan yang membuatnya melupakan segala macam perasaannya kecuali rasa sayangnya pada burung itu.

Tangan Princess Minerva masih bermain-main dengan sayap burung itu ketika pintu kamarnya diketuk.

Tanpa menanti jawabannya, orang itu membuka pintu itu.

Princess Minerva tersenyum. Ia tahu siapa yang mengetuk pintu itu.

Mrs. Wve selalu mengetuk pintu kamarnya bila wanita itu tahu ia berada di dalam dan tidak tidur. Tetapi Mrs. Wve tidak pernah menanti jawabannya. Setelah mengetuk pintu, wanita itu segera membuka pintu.

Princess Minerva tidak mengangkat kepalanya. Tangannya masih terus bermain dengan burung itu ketika ia mendengar langkah kaki memasuki Ruang Duduk kamarnya.

“Seperti yang Anda minta, Princess Minerva, saya mengantar Duke of Blueberry menemui Anda,” kata Jacques.

Princess Minerva meletakkan burung itu di lengannya dan bangkit dari tempat duduknya.

Princess Minerva tersenyum pada Duke of Blueberry. Ia berusaha mempertahankan senyumannya saat ia melihat Alexander juga berada di Ruang Duduk. Begitu melihat pria itu berdiri di samping Duchess, Princess Minerva segera mengalihkan perhatiannya sebelum matanya bertemu dengan mata Alexander.

“Maafkan saya yang telah merepotkan Anda,” kata Princess Minerva, “Saya bermaksud menemui Anda siang ini di waktu makan siang tetapi rupanya saya membuat istirahat Anda terganggu.”

“Tidak apa-apa, Princess,” kata Duke, “Kami tidak sedang beristirahat. Ketika kedua pengasuh Anda muncul, kami sedang bercakap-cakap.”

Princess Minerva tersenyum, “Maafkan saya. Untuk menemui saya, Anda telah melakukan perjalanan yang jauh dan melelahkan.”

Duchess tersenyum, “Tidak apa-apa, Princess. Kami rela menempuh perjalanan yang jauh untuk melihat kamar yang indah ini.”

“Silakan duduk,” kata Princess.

Mrs. Wve mendekati Princess Minerva. Tangannya terulur pada Princess Minerva yang segera menyerahkan burung itu.

Princess Minerva memperhatikan Mrs. Wve memasukkan burung itu kembali ke sangkarnya.

“Maafkan saya, Princess. Saya belum memanggil dokter hewan untuk membantu Anda merawat burung itu,” kata Jacques.

Princess Minerva tersenyum. “Tidak apa-apa, Jacques. Aku tahu hujan salju yang terus turun ini membuat engkau tidak dapat melakukan perintahku. Tetapi aku harus memarahimu, Jacques, engkau telah melanggar laranganku. Telah kukatakan kepadamu untuk tidak merepotkan seluruh Istana tetapi engkau tetap melakukannya.”

Kepala Pengawal Istana itu tersenyum mendengar suara Princess yang tegas namun senyum yang manis menghiasi wajahnya.

“Aku berterima kasih padamu, Jacques. Bila engkau tidak mencari orang yang dapat menolongku, aku tidak tahu bagaimana keadaan burung itu saat ini. Entah apa yang diberikan pelayan itu pada burung malang itu sehingga hari ini burung itu tampak lebih segar dari kemarin.”

“Kata-kata Anda adalah perintah bagi kami, Princess. Dan kekhawatiran Anda adalah kewajiban kami untuk menyelesaikannya,” kata Jacques sembari tersenyum.

“Aku mengerti, Jacques.”

Princess kembali duduk di dekat perapian. Kali ini Princess Minerva tidak duduk dengan menghadap perapian itu tetapi membelakangi perapian itu. Api yang menyala di belakang Princess Minerva membuat rambut Princess tampak bersinar. Secerah wajah Princess Minerva yang dihiasi senyumnya yang manis. Tetapi di balik itu semua, Princess Minerva merasa khawatir dan takut menghadapi Alexander.

“Apakah itu burung yang kemarin menjadi keributan di Istana?” tanya Duchess.

Princess Minerva tersenyum. “Bukan burungnya yang membuat keributan tetapi sayalah yang menyebabkan keributan itu terjadi.”

“Burung apa itu?” tanya Duke tertarik.

“Itu adalah burung layang-layang,” jawab Princess Minerva.

Duke terkejut. “Bukankah burung layang-layang selalu berpindah tempat di musim gugur untuk menghindari musim dingin?”

Princess Minerva menganggukkan kepalanya. “Burung layang-layang itu tertinggal. Ia sama seperti saya yang terlambat menghindari musim dingin.”

“Princess Minerva,” kata Mrs. Wve sedih.

Princess Minerva tersenyum pada Mrs. Wve. “Aku baik-baik saja, Mrs. Wve. Jangan khawatir. Kupikir hal ini tidak buruk. Sudah lama sekali aku tidak melewatkan musim dingin di Istana.”

Mrs. Wve mengangguk. “Ya, Anda melewatkan musim dingin di Istana untuk yang terakhir kalinya adalah saat Anda berusia tiga tahun.”

“Lama sekali?” kata Duchess terkejut.

Mrs. Wve tersenyum. “Sejak berusia empat tahun, Princess harus berpindah dari satu tempat ke tempat lain setiap pergantian musim.”

Merasa percakapan telah melenceng jauh dari yang direncanakannya, Princess berkata, “Saya memanggil Anda kemari untuk menanyakan suatu hal penting yang saya lupakan. Apakah tujuan Anda datang ke Istana Plesaides?”

Duke merasa ragu-ragu tetapi ia tetap menjawab pertanyaan itu. “Sebenarnya kami kemari untuk meminta ijin pada Pangeran Alcon untuk tidak menghadiri pesta itu.”

“Saya mengerti saya tidak dapat memaksa Anda menghadirinya walaupun saya sangat mengharapkan kedatangan Anda di pesta itu,” kata Princess Minerva, “Tetapi mengenai pesta itu adalah urusan Alcon. Maafkan saya, saya tidak dapat membantu Anda. Apakah urusan Anda sangat mendesak?”

“Sebenarnya kami tidak mempunyai urusan yang penting, Princess,” jawab Duke.

“Apakah Anda dapat menunda hal itu. Al berjanji pada saya untuk segera tiba. Saya yakin lusa ia akan tiba kembali di sini,” kata Princess Minerva.

“Al?” tanya Duke terkejut.

Princess Minerva tersenyum. “Itu adalah panggilan yang saya berikan pada kakak saya, Pangeran Alcon. Apakah Anda dapat menunda urusan Anda selama dua atau tiga hari?”

“Saya tidak tahu, Princess. Sebenarnya istri saya ingin melewatkan hari Natal tahun ini di….”

Duke belum menyelesaikan kalimatnya ketika Duchess tiba-tiba berkata, “Kami memutuskan untuk hadir di pesta itu, Princess.”

“Chancy, mengapa engkau tiba-tiba berubah pikiran? Bukankah engkau selalu menginginkan hal ini?” tanya Duke tak mengerti.

“Itu dulu, Shaw. Sekarang aku memutuskan untuk menghadiri pesta itu,” kata Duchess menegaskan kata-katanya.

“Chancy, aku tidak mengerti mengapa engkau tiba-tiba mengubah pikiranmu,” kata Duke.

Duches tersenyum menatap wajah Princess Minerva. “Aku ingin berkenalan dengan Maria yang telah menjadi Princess Minerva. Aku sama sekali tidak pernah menduga engkau adalah putri yang hilang itu.”

“Chancy,” bisik Duke pada istrinya yang berani berbuat lancang.

Princess Minerva tersenyum melihat hal itu.

Mrs. Vye juga tersenyum melihat hal itu. “Saya juga tidak pernah menduga Maria adalah putri yang hilang itu, Duchess.”

“Kurasa kita semua tidak pernah menduga ia adalah Princess Minerva,” kata Duchess, “Kita hanya menduga Maria adalah bidadari yang dikirim para dewa dari Holly Mountain.”

“Kemunculan saya yang tak terduga di Sungai Alleghei yang mempunyai cerita tersediri memang membuat itu semua,” kata Princess Minerva sambil mencoba melupakan kekhawatirannya akan keberadaan Alexander di tempat itu.

Mrs. Vye tersenyum, “Bukan hanya itu saja yang membuat kami percaya Anda adalah bidadari, Princess. Anda mengetahui banyak cerita-cerita dewa Holly Mountain seakan-akan Anda berasal dari gunung itu sendiri.”

Princess Minerva membalas senyuman Mrs. Vye. “Saya mengetahui semua cerita itu dari Quiya di Foentza. Ia mengetahui lebih banyak dari saya.”

“Quiya sangat menyukai Princess sehingga ia mau menceritakan semua yang berhubungan dengan Holly Mountain kepada Princess walaupun itu adalah mitos yang terlarang,” tambah Mrs. Wve.

Princess Minerva tersenyum.

Perasaan serba salah membuat ia merasa tidak tahan terus berada di Ruang Duduk tetapi ia juga tahu ia harus melakukan kewajibannya. Ia harus menjadi tuan rumah bagi Duke of Blueberry.

Mendengarkan Mrs. Wve serta Mrs. Vye bergantian menceritakan kehidupannya kepada Duke dan Duchess of Blueberry, membuat Princess Minerva merasa semakin cemas. Princess Minerva khawatir pandangan Alexander kepada dirinya akan semakin buruk. Ia tidak berharap pandangan Alexander kepada dirinya semakin buruk tetapi bila memang itu yang terjadi, Princess Minerva tahu ia hanya dapat menerimanya.

Princess Minerva tahu usahanya untuk merubah pandangan Alexander terhadap dirinya tidak akan pernah berhasil mengingat ia telah merusak hubungan pria itu dengan wanita yang dicintainya. Tidak ada yang dapat dilakukannya selain menerima kenyataan pahit itu.

Kecemasan yang melanda Princess Minerva membuat gadis itu merasa tidak nyaman dan bingung. Ia tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Bila ia tidak selalu tersenyum, Mrs. Wve, Mrs. Vye juga Jacques akan curiga. Tetapi bila ia tersenyum, Alexander akan merasa tidak suka bahkan mungkin akan semakin membenci dirinya. Segala macam perasaan yang berkecamuk di dadanya membuat Princess Minerva merasa lelah. Ia lelah terus menerus berusaha tetap terlihat tenang dan ceria sedangkan di balik semua itu ia merasa tertekan oleh perasaan yang terus mendera batinnya.

Usaha Princess Minerva untuk menahan semua kesedihannya di balik sikapnya yang tenang dan senyum manisnya benar-benar telah menguras semua tenaganya. Princess Minerva tahu ia tidak akan mampu terus menerus bertahan seperti ini. Ia tahu yang harus dilakukannya saat ini bukan mendengarkan semua orang di hadapannya bercerita melainkan kembali ke Ruang Tidurnya.

Gerakan Princess Minerva membuat semua orang berpaling kepadanya. Princess Minerva tersenyum, “Silakan kalian melanjutkan percakapan kalian. Saya minta maaf karena saya tidak dapat menemani kalian terlalu lama, saya merasa lelah.”
Mrs. Wve mengikuti gerakan Princess Minerva.

Melihat pengasuhnya meninggalkan tempat duduknya, Princess Minerva cepat-cepat berkata, “Tidak perlu, Mrs. Wve. Lanjutkan saja percakapanmu.”

Mendengar kata-kata tegas gadis itu, Mrs. Wve mengangguk kemudian kembali duduk.

Princess Minerva tersenyum kemudian meninggalkan ruangan yang menyiksa batinnya. Setelah menutup pintu Ruang Tidurnya, Princess Minerva tidak segera menuju tempat tidurnya. Ia bersandar di balik pintu itu dan mendengarkan percakapan orang-orang di Ruang Duduk.

“Bagaimana keadaan Obbeyville?”

Pertanyaan Mrs. Vye membuat Princess Minerva terpana.

Tiba-tiba saja Princess Minerva menyadari ia telah bersikap salah sebagai seorang putri. Ia lebih mementingkan perasaannya daripada perasaan Mrs. Vye. Selama ini ia terlalu terhanyut dalam perasaan sedih yang menyiksanya dan melupakan perasaan Mrs. Vye yang telah lama meninggalkan tempat kelahirannya.

Princess Minerva merasa bersalah. Ia tahu apa yang harus dilakukannya. Sekarang ia harus melupakan perasaan sedihnya dan hanya mengingat kenangan bahagianya bersama Alexander serta memikirkan perasaan rindu Mrs. Vye kepada Obbeyville.

Tetapi Princess Minerva tetap saja tidak dapat melupakan perasaan sedihnya. Ia semakin merasa tidak dapat lagi bertahan dalam keadaan seperti ini di mana ia harus tampil tenang dan penuh senyum sedangkan hatinya merasa tersiksa.

Princess Minerva tidak perlu merasa cemas lebih lama lagi karena keesokan harinya Pangeran Alcon datang.

Kedatangan kakaknya merupakan suatu kebahagiaan serta kesedihan tersendiri bagi Princess Minerva. Dengan kedatangan Pangeran Alcon, Princess Minerva tidak perlu lagi menemui keluarga Blueberry yang juga berarti membuat Alexander merasa tenang karena tidak lagi bertemu dengannya. Bersamaan dengan itu Princess Minerva juga merasa sedih karena ia tidak dapat bertemu lagi dengan Alexander.

Princess Minerva tersenyum sendiri menyadari semua itu. Ia merasa dirinya aneh bagaimana ia bisa merasa sedih sekaligus bahagia dalam waktu yang bersamaan. Sedih karena tidak dapat lagi berjumpa dengan pria yang dicintainya dan bahagia karena telah mengabulkan keinginan pria itu untuk tidak menemuinya. Walaupun Princess Minerva tidak pernah melihat wajah Alexander bila mereka bertemu tetapi Princess Minerva merasa senang di samping semua perasaan yang juga muncul bila ia menyadari keberadaan Alexander di dekatnya.

Dari jendela kamarnya, Princess Minerva melihat kereta yang membawa orang tua serta kakaknya ke tempat yang jauh, telah kembali. Ketika ia melihat kereta itu semakin mendekati Istana Plesaides, ia segera mengambil mantelnya dan meninggalkan kamarnya beserta kedua pengasuhnya yang terkejut dengan gerakannya yang cepat itu.

Mrs. Wve serta Mrs. Vye mengikuti Princess Minerva yang berlari ke lantai dasar. Napas kedua wanita itu terengah-engah karenanya.

Princess berhenti di ujung lantai terakhir yang harus dilaluinya dan berjalan penuh percaya diri ke Hall yang tepat berada di ujung terbawah tangga itu.

Ketika melalui Ruang Duduk, Princess mendengar suara kakaknya.

Princess Minerva berhenti di depan pintu Ruang Duduk dan berkata perlahan, “Maafkan aku, Al. Tetapi aku berjanji ini adalah terakhir kalinya aku muncul di hadapanmu.” Setelah menyakinkan dirinya sendiri, Princess Minerva segera membuka lebar-lebar pintu itu.

Semua orang yang ada di ruangan itu terkejut melihat ia berdiri di ambang pintu tetapi Princess Minerva lebih terkejut lagi saat tanpa sengaja matanya bertemu dengan mata yang selama ini dihindarinya. Princess Minerva cepat-cepat mengalihkan pandangan matanya dari Alexander sebelum ia merasa khawatir melihat kekejutan di sana berubah menjadi pandangan marah dan menghina. Jantung Princess Minerva berdebar sangat kencang karena ketidak sengajaan itu. Bersamaan dengan itu Princess Minerva merasa seluruh tubuhnya tiba-tiba terasa lemas.

“Al,” kata Princess Minerva sambil berharap suaranya tidak terlalu bergetar.

Semua yang ada di ruangan itu menganggap suara Princess Minerva yang bergetar itu karena ia merasa rindu pada kakaknya.

Pangeran Alcon segera mendekati adiknya yang berlari ke arahnya. Pangeran menangkap adiknya dengan pelukan erat.

“Aku rindu sekali padamu,” kata Pangeran Alcon.

“Mengapa engkau datang lebih cepat, Al?” tanya Princess Minerva sambil memandang ke dalam mata Pangeran Alcon.

“Engkau tidak suka aku datang lebih cepat,” kata Pangeran Alcon merajuk.

Princess Minerva menggelengkan kepalanya. “Tidak, aku senang engkau datang lebih cepat. Aku hanya tidak menyangka engkau datang lebih cepat.”

Pangeran Alcon tersenyum. “Engkau memang anak nakal yang tidak pernah mendengarkan kata-kataku.”

“Engkau berkata akan kembali seminggu sebelum pesta itu,” kata Princess Minerva mengingatkan.

Pangeran Alcon tersenyum lagi. “Raja Pyre mengerti kalau aku merindukan putri kecilku yang baru saja menghilang dan ia mengijinkan kami pulang lebih awal.”

Suara batuk yang dibuat Raja untuk menarik perhatian, membuat Princess Minerva tersenyum pada orang tuanya yang berdiri di belakang kakaknya.

Pangeran Alcon tersenyum nakal kepada Raja. Ia menahan tubuh adiknya yang hendak menghampiri orang tuanya tetapi Princess Minerva lebih cepat darinya.

Sekarang ganti Princess Minerva yang tersenyum nakal.

Melihat senyum nakal yang manis itu, Pangeran Alcon tersenyum sambil berkata, “Engkau memang nakal.”

Princess Minerva tersenyum dan berusaha menghindari Pangeran Alcon yang hendak melarangnya menghampiri orang tuanya.

Pangeran Alcon mengejar Princess Minerva yang berlari di memutari ruangan itu.
Duke dan Duchess of Blueberry yang melihat hal itu terpana sedangkan Raja tertawa dan Ratu tersenyum.

Mrs. Wve juga tersenyum melihat tingkah kedua putra Raja yang seperti anak kecil itu.

Mrs. Vye terpana seperti keluarga Blueberry dan ia semakin terpana ketika Princess Minerva tertawa sambil terus berusaha menghindari kakaknya yang terus mengejarnya di ruangan itu.

“Sudah. Kalian jangan bertingkah seperti anak kecil lagi,” kata Ratu, “Untung sekali ruangan ini luas.”

Princess Minerva masih tertawa ketika ia menjatuhkan dirinya ke dalam pelukan ayahnya.

“Al nakal, Mama,” kata Princess Minerva sambil tersenyum kepada kakaknya.

Pangeran Alcon pura-pura marah melihat itu. “Begitu, ya. Sekarang aku yang nakal.”

“Sejak dulu engkau memang nakal, Alcon. Engkau selalu merebut Minerva dariku,” kata Raja.

Pangeran Alcon tersenyum nakal mendengar kata-kata itu. “Papa sudah punya Mama dan aku hanya punya Minerva.”

Princess Minerva menghampiri ibunya dan mencium kedua pipi ibunya.

“Sudah lama sekali engkau tidak tertawa,” kata Ratu.

Princess Minerva melihat Pangeran Alcon. “Bagaimana aku bisa tertawa kalau aku dikurung dalam kamarku?”

“Sekarang engkau sudah keluar dari kamarmu dan itu berarti engkau melanggar janjimu,” kata Pangeran Alcon.

Mendengar tuduhan itu, Princess Minerva tersenyum. “Engkau senang bila aku tidak menyambutmu?”

Pangeran Alcon mengeluh. “Engkau semakin pandai membuat aku kebingungan. Benar aku tidak senang engkau tidak menyambutku tetapi aku lebih tidak senang melihat engkau jatuh sakit. Lihatlah sekarang wajahmu memucat kembali.”

Raja menatap wajah Princess Minerva dan terpekik terkejut. “Kembalilah ke kamarmu, Minerva. Kakakmu benar wajahmu kembali memucat.”

Pangeran Alcon tersenyum penuh kemenangan, “Sekarang giliranku.”

Alexander terkejut melihat senyum kemenangan itu seperti senyum Maria saat ia membujuk ayah Ityu agar mengijinkan putranya bermain ke pondok Mrs. Vye di malam hari.

Princess Minerva tersenyum mendengar kata-kata itu. Ia tahu apa yang dimaksudkan kakaknya. Kakaknya akan merebut kembali dirinya dari ayahnya.

Raja mengeluh mendengar kata-kata kemenangan itu. “Senyum kemenangan itu,” kata Raja.

Ratu tersenyum mendengarnya. “Senyum kemenangan khas keluarga Raja,” kata Ratu pada semua orang.

Pangeran Alcon mendekati adiknya. Sambil tersenyum kemenangan kepada Raja, ia mengangkat tubuh adiknya.

Ratu tersenyum melihat kedua putranya meninggalkan ruangan itu dan Raja yang memandang iri.

“Sejak dulu mereka selalu berebut Minerva,” kata Ratu ketika menyadari kebingungan tamu-tamunya serta Mrs. Vye.

“Dan selalu saja Alcon yang menang,” kata Raja sedih.

“Sudahlah,” hibur Ratu, “Mereka memang akrab sekali. Aku yakin semua orang akan mengira mereka adalah kekasih bila mereka tidak mirip.”

“Ya, mereka sangat akrab sehingga aku merasa mereka terlalu akrab.”

Ratu tersenyum mendengar kata-kata Raja yang pura-pura cemburu terhadap keakraban kedua putra mereka.

“Mari kita ke kamar Minerva,” kata Ratu kepada semua orang yang ada di sana.

Mereka segera mengikuti Ratu ke kamar Princess Minerva untuk ikut dalam kegembiraan Pangeran Alcon dan Princess Minerva.

Ketika mereka tiba di sana, Princess Minerva sedang bermain piano untuk kakaknya yang berdiri di sampingnya. Walaupun Princess Minerva bermain sambil bercanda tetapi permainannya tetap terdengar merdu.

Keduanya sibuk dengan diri mereka sendiri hingga tidak mengetahui orang-orang yang mereka tinggalkan di Ruang Duduk kini telah berada di sana. Dan tidak seorang pun yang ingin mengganggu kebahagiaan kakak beradik yang telah lama berpisah itu.

No comments:

Post a Comment