Saturday, May 19, 2007

Gadis Misterius-Chapter 21

Princess Minerva kembali merasa takut melihat pria itu berdiri di dekatnya. Ia takut mendengarkan kata-kata pria itu, ia takut melihat sinar kemarahan bercampur kebencian di mata pria itu.

Alexander merasa sedih melihat Princess Minerva memalingkan wajahnya. Ia menduga Princess Minerva tidak ingin melihatnya.

Tiba-tiba Princess Minerva sadar Alexander berada di Ruang Tidurnya karena ingin mendengar penjelasannya yang masih berani muncul di hadapannya Princess Minerva tidak ingin mendengar pria itu mengatakannya, maka ia berkata dulu.

“Maafkan saya, Alexander,” kata Princess Minerva tanpa memalingkan wajahnya, “Saya tahu Anda tidak ingin melihat saya lagi tetapi mengertilah ini adalah tugas saya. Setelah pesta itu berakhir saya benar-benar akan menghilang dari pandangan Anda seperti yang Anda inginkan.”

Alexander sedih mendengar kata-kata Princess Minerva. Ia sedih telah diingatkan kata-katanya sendiri yang berbunyi, “Aku tidak ingin melihatmu lagi.”

“Engkau tidak mengerti,” kata Alexander perlahan.

Hati Princess Minerva terasa pedih mendengar itu. Ia mengerti apa yang hendak dikatakan Alexander. “Tidak, Alexander. Saya mengerti. Saya mengerti Anda marah kepada saya yang telah membiarkan wanita yang Anda cintai mengkhianati cinta Anda,” kata Princess Minerva.

Mendengar Princess Minerva mengucapkan kata-kata pedih itu dengan sopan dan tanpa menyebut nama panggilannya, Alexander semakin sedih. Ia ingin sekali mendengar Princess Minerva memanggil ‘Al’ kepada dirinya.

“Tidak, Maria. Engkau tidak mengerti, sama sekali tidak mengerti,” kata Alexander menegaskan.

Princess Minerva menggelengkan kepalanya. “Tidak, Alexander. Saya mengerti. Saya minta maaf karena itu. Saya mengerti saya telah bersalah besar pada Anda hingga kata maaf saja tidak cukup. Tetapi saya ingin Anda percaya saat itu saya benar-benar tidak tahu apa yang akan terjadi.”

Alexander ingin sekali memalingkan tubuh Princess Minerva menghadap dirinya dan menjelaskan segala perasaannya. Tetapi ia tahu bila ia melakukan tindakan kasar itu mungkin Princess Minerva semakin tidak menyukainya.

“Tidak, Maria. Engkau tidak mengerti,” kata Alexander, “Aku tidak mencintai Lady Debora.”

Princess Minerva terkejut mendengar kata-kata Alexander tetapi ia tetap tidak memalingkan kepalanya. Ia tetap memandang pintu yang menghubungkan Ruang Tidurnya dengan Ruang Duduk.

“Aku mencintaimu, Maria. Aku tidak pernah mencintai Lady Debora hanya dirimu yang kucintai,” kata Alexander.

Princess Minerva semakin terkejut mendengar kata-kata yang tidak pernah diduganya itu. Tanpa sadar ia memalingkan kepalanya ke Alexander yang membelakangi serambi.

Alexander tersenyum melihat wajah terkejut Princess Minerva. “Aku mencintaimu, Maria,” ulangnya.

Princess Minerva merasa bahagia mendengar kata-kata itu. Tetapi ia masih tidak mempercayai apa yang didengarnya. Princess Minerva masih sukar mempercayai kata-kata yang selalu ingin didengarnya tetapi tidak berani dibayangkannya.

Melihat gadis yang dicintainya tampak sedih dan bingung, Alexander tidak dapat menahan dirinya lagi untuk tidak memeluk gadis yang terbaring di hadapannya.

“Aku mencintaimu sejak pertama kali aku berjumpa denganmu, Maria. Sejak aku bertemu denganmu, aku sadar diriku telah terpesona pada daya tarikmu dan hanya kepadamu saja cintaku kuberikan,” kata Alexander sambil memeluk Princess Minerva erat-erat.

“Mengapa engkau tidak pernah mengatakannya sewaktu kita di Obbeyville?” tanya Princess Minerva.

Alexander tersenyum mendengar pertanyaan itu. “Aku selalu ingin mengatakan perasaanku kepadamu, Maria. Setiap kali aku melihatmu, aku selalu ingin menyatakan cintaku tetapi aku selalu menahan diriku, Maria.”

Princess Minerva terkejut mendengar kata-kata Alexander yang terdengar pilu.

“Saat itu aku tahu engkau merasa sedih karena tidak dapat mengingat masa lalumu dan aku tidak ingin engkau merasa terbebani oleh cintaku. Aku tahu engkau sedang berusaha mengingat masa lalumu dan aku takut engkau telah mencintai pria lain, Maria.”

“Mengapa engkau berpikir seperti itu?” tanya Princess Minerva sedih.

Alexander membelai kepala Princess Minerva seakan-akan ingin mengurangi kesedihan dalam setiap kata Princess.

“Karena engkau sangat cantik, Maria. Engkau sangat cantik hingga aku takut engkau telah mempunyai tunangan bahkan mungkin suami. Engkau sering mengatakan kepadaku kalau aku mirip seorang pria dalam ingatanmu dan aku semakin yakin engkau telah mencintai pria lain.”

Princess Minerva tersenyum. “Aku tidak mempunyai tunangan maupun suami.”

“Aku juga baru tahu itu setelah aku berjumpa denganmu kembali,” kata Alexander, “Dan aku minta maaf, Maria. Aku minta maaf telah mengucapkan kata-kata yang kasar kepadamu bahkan ketika aku bertemu denganmu di halaman Istana.”

Pandangan Princess Minerva kembali menjadi sayu mendengar hal itu. Princess Minerva menyembunyikan wajah sedihnya di dada Alexander yang bidang.

Alexander tahu apa yang dikatakannya telah membuat Princess merasa sedih. Ia terus menghibur Princess dengan membelai kepalanya.

“Aku tahu apa yang kukatakan memang menyedihkan, Maria, tetapi aku ingin menjelaskan semuanya kepadamu,” kata Alexander lembut.

Princess Minerva menahan air matanya yang mulai membasahi matanya. Ia meletakkan tangannya di dada Alexander dan terus menahan air matanya.

“Aku tidak pernah mencintai Lady Debora, Maria. Aku tahu engkau menduga aku mencintainya karena saat itu aku marah sekali. Saat itu aku marah bukan karena aku cemburu dam menyalahkanmu, Maria. Aku marah karena aku menduga engkau sama seperti Lady Debora.”

Princess Minerva tidak dapat menahan air matanya mendengar Alexander menceritakan kenangan yang sedih itu dengan kata-katanya yang lembut.

“Menangislah, Maria. Aku tahu engkau selama ini telah menahan kesedihanmu,” bisik Alexander di telinga Maria, “Menangislah.”

Alexander terus membelai Princess Minerva sambil membisikkan kata-kata lembut untuk menenangkan Princess. Setelah merasa Princess Minerva mulai tenang, Alexander melanjutkan kata-katanya.

“Melihat Lady Debora merayu Marcel di belakangku, aku menduga engkau juga sama seperti dia karena saat itu Marcellah yang berada di sana. Aku menduga engkau dan Marcel telah saling mengenal jauh sebelum engkau mengenalku. Dan aku menduga selama itu engkau sedang bermain sandiwara termasuk ketika engkau menghadapi rayuan Marcel di pesta dansa keluargaku.”

Princess Minerva kembali terisak-isak di pelukan Alexander.

Alexander merasa sedih telah membuat gadis yang dicintainya menangis. Ia mempererat pelukannya sambil terus berusaha menghibur gadis itu.

“Aku tahu apa yang kukatakan ini memang menyedihkan hatimu, Maria. Tetapi aku harus menjelaskannya kepadamu,” kata Alexander lagi, “Bila engkau merasa sedih, menangislah, Maria.”

“Bila engkau tidak mencintai Lady Debora mengapa engkau sering mengajaknya pergi setelah pesta itu?” tanya Princess Minerva di sela-sela isakannya.

Alexander tersenyum mendengarnya. “Aku memang tidak mencintai Lady Debora, Maria. Bagaimana aku bisa mencintai wanita lain setelah aku menyadari diriku terjerat pada daya tarikmu?”

“Engkau sering mengajaknya pergi,” kata Princess Minerva mengingatkan.

Princess Minerva menengadahkan kepalanya tetapi ketika ia melihat senyuman di wajah Alexander, ia merasa malu dan bermaksud menyembunyikan kepalanya lagi ketika tangan Alexander yang semula melingkari tubuhnya memegang dagunya.

Alexander tersenyum melihat wajah Princess Minerva basah oleh air mata. Walaupun wajahnya basah oleh air mata, tetapi kecantikkan Princess Minerva tidak pudar. Dengan tangannya yang lain, Alexander menyeka air mata yang masih membasahi mata Princess Minerva.

“Aku selalu membuatmu sedih dan menangis,” gumam Alexander.

Princess Minerva malu melihat senyum di mata Alexander. Ia mengalihkan pandangan matanya ke bawah dan melihat hasil perbuatannya pada kemeja Alexander.

“Kemejamu basah,” kata Princess Minerva sambil menyentuh kemeja yang basah itu.

Mendengar suara yang bersalah itu, Alexander tersenyum. “Tidak apa-apa. Memang seharusnya itu yang kuterima. Aku telah membuatmu menangis maka aku harus menyediakan tempat untukmu menangis sepuas hatimu.”

Princess Minerva malu mendengar godaan itu. Ia hendak menunduk tetapi tangan Alexander yang memegang dagunya menahannya.

“Baru kali ini aku melihatmu merasa malu,” kata Alexander sambil tersenyum.

Kata-kata Alexander membuat Princess Minerva semakin merasa malu.

Alexander tersenyum melihat wajah Princess yang bersemu merah. “Sudah lama aku tidak melihat wajahmu memerah,” kata Alexander sambil menunduk mencium pipi Princess Minerva yang memerah.

“Aku ingin terus menggodamu agar wajahmu semakin memerah seperti buah apel tetapi aku masih harus menjelaskan segala masalah yang timbul karena kesalahanku,” kata Alexander.

Princess Minerva tidak berani melihat mata Alexander ketika pria itu menjelaskan segala sesuatunya. Princess kembali berusaha menyembunyikan wajahnya dari Alexander. Kali ini Alexander tidak mencegah Princess.

Setelah Princess Minerva menyembunyikan wajahnya di dadanya, Alexander kembali memeluk Princess.

Jantung Princess Minerva berdebar-debar setelah canda mereka yang singkat itu. Princess Minerva merasa wajahnya memanas.

Alexander tersenyum dan kembali membelai Princess Minerva.

“Sejak pesta itu aku memang sering mengajak Lady Debora pergi tetapi sesungguhnya aku bermaksud mengajakmu pergi. Selama aku mengenalmu hingga engkau tahu aku putra Duke of Blueberry, aku telah mengetahui kalau engkau senang hidup sederhana sedangkan aku ingin menghiasimu dengan segala yang indah dan mewah.”

Alexander tersenyum lagi. “Lucu, bukan? Setelah mengetahui engkau seorang putri, rasanya aku tidak perlu mewujudkan keinginanku karena engkau telah hidup dalam kemewahan.”

Princess Minerva hanya diam saja mendengar ucapan Alexander.

“Setelah mengetahui aku putra Duke of Blueberry, aku khawatir engkau tidak mau lagi pergi denganku sedangkan aku ingin mengajakmu ke berbagai tempat. Maka aku menggunakan Lady Debora sebagai alatku untuk mengajakmu pergi,” kata Alexander.

“Lady Debora pasti sangat marah bila ia tahu engkau menggunakannya untuk mengajakku pergi,” kata Princess Minerva.

Alexander tersenyum. Ia baru saja menyadari Princess Minerva sudah tidak sesopan dulu lagi kepadanya. Sekarang yang diinginkan Alexander adalah mendengar Princess Minerva memanggilnya ‘Al’.

“Biarkan saja. Ia juga ingin menggunakan aku sebagai alat agar dia bisa menjadi Duchess of Blueberry.”

Princess Minerva terkejut. Ia menengadahkan kepala dan memandang Alexander. “Engkau sudah tahu?”

Alexander tersenyum. “Tentu saja aku tahu, Maria.”

“Lady Debora pasti akan semakin sedih.”

“Ia tidak akan sedih melainkan jengkel, Maria,” kata Alexander mengkoreksi, “Ia akan semakin jengkel kalau tahu aku menggunakannya untuk membawamu ke Blueberry House.”

Princess Minerva menatap wajah Alexander tanpa mengatakan apa-apa.

Alexander tidak dapat membaca apa yang dirasakan Princess Minerva saat ini. Mata Princess Minerva kembali tampak tenang walaupun sisa air matanya masih ada. Seulas senyum menghiasi wajahnya. Alexander merasa bahagia melihat senyum itu. Ia tahu senyum itu hanya ditujukan padanya. Sudah lama sekali ia ingin melihat gadis yang dicintainya tersenyum hanya pada dirinya.

“Apakah engkau memaafkan aku, Maria?”

Princess Minerva mengangguk. “Aku memaafkanmu. Sejak semula aku telah memaafkanmu.”

Alexander tersenyum. “Sejak semula aku tahu engkau memang baik hati. Rasanya sulit kupercayai engkau mau memaafkan aku setelah aku dengan begitu kejam melukai perasaanmu.”

“Aku memaafkanmu,” kata Princess Minerva meyakinkan Alexander.

Princess Minerva tersenyum melihat keinginan Alexander yang tampak di wajahnya. Walaupun Alexander tidak mengucapkannya tetapi Princess Minerva dapat menduganya. “Aku mencintaimu, Al,” kata Princess Minerva sambil tersenyum manis.

Alexander tersenyum bahagia mendengarnya. Ia memeluk Princess Minerva erat-erat. “Katakan lagi, Maria.”

Princess Minerva tersenyum dan mengulangi kata-katanya, “Aku mencintaimu, Al. Aku mencintaimu sejak pertama kali kita bertemu.”

Alexander semakin mempererat pelukannya.

“Al, kalau engkau terus mempererat pelukanmu, aku akan mati tercekik,” goda Princess Minerva.

“Tidak akan, Maria. Aku akan melindungimu agar engkau tetap merasa tentram,” kata Alexander, “Sekarang, Maria, apakah engkau mau menikah denganku?”

Princess Minerva terkejut. “Mengapa, Al?”

Alexander memandang wajah Princess Minerva lekat-lekat. “Apakah engkau tidak suka?”

Princess Minerva menggelengkan kepalanya. “Bukan itu maksudku. Yang kumaksudkan mengapa engkau terburu-buru?”

Alexander tersenyum. “Aku tidak ingin melepaskanmu lagi. Aku tidak akan membiarkan engkau tiba-tiba menghilang seperti engkau tiba-tiba menghilang dari Obbeyville.”

“Tetapi, Al, engkau sudah tahu aku berada di mana setiap musim apa. Aku tidak akan menghilang lagi.”

“Engkau tidak senang menikah denganku?” tanya Alexander cemberut.

Princess Minerva tersenyum penuh pengertian. “Aku senang sekali, Al.”

“Maka menikahlah denganku,” sela Alexander.

“Tetapi engkau seperti orang yang terburu-buru, Al. Kita baru saja bertemu lagi dan engkau ingin segera menikah denganku.”

Alexander tersenyum. “Ijinkanlah aku membahagiakanmu di sisa hidupmu, Maria. Aku tahu engkau tidak dapat hidup lebih lama lagi karena itu ijinkan aku membahagiakan hidupmu selagi engkau masih hidup.”

Princess Minerva terkejut. “Siapa yang memberi tahumu?”

Alexander sadar ia telah melakukan kesalahan tetapi ia sudah terlambat untuk mundur maka ia mengaku. “Kakakmu yang mengatakannya. Kata kakakmu, Dokter Donter yang memberi tahunya.”

Princess Minerva tertawa geli mendengar kata-kata itu.

Alexander kebingungan melihat Princess Minerva tertawa kecil. “Apa yang terjadi, Maria?”

“Engkau tidak perlu khawatir, Al. Aku masih dapat hidup hingga tua.”

Mendengar penjelasan Princess Minerva, Alexander semakin tidak mengerti. “Kakakmu yang mengatakannya, Maria. Kata kakakmu engkau belum tahu.”

“Al, Dokter Donter tidak pernah berbohong kepadaku. Ia tahu bila ia berbohong maka ia tidak akan mendapatkan kue buatanku. Ia sangat menyukai kue buatanku sehingga ia tidak pernah berbohong kepadaku,” kata Princess Minerva menjelaskan.

“Aku tidak peduli apakah kakakmu benar atau tidak. Yang kupedulikan adalah engkau mau atau tidak menikah denganku?”

Princess Minerva tersenyum melihat kesungguhan dalam mata Alexander. Mata pria mengatakan ia tidak ingin keinginannya ditolak. “Karena aku mencintaimu dan engkau tidak ingin keinginanmu ditolak,” kata Princess Minerva lambat-lambat.

Alexander semakin tidak sabar mendengar kata-kata yang diucapkan Princess Minerva lambat-lambat seakan-akan enggan menyelesaikan kalimatnya.

Princess Minerva mengetahui hal itu. Ia tersenyum manis dan melanjutkan kalimatnya dengan penuh kesungguhan, “Aku bersedia, Al.”

Kalimat pendek itu membuat Alexander merasa sangat bahagia. Tidak disangkanya gadis yang dicintainya ternyata sangat mencintai dirinya hingga mau memaafkan segala kesalahannya serta bersedia menikah dengannya.

Alexander tersenyum ketika teringat saat ia merasa khawatir Princess Minerva tidak mau memaafkan kata-kata kejamnya. Selama berada di Istana Plesaides, ia selalu melihat Princess Minerva selalu tersenyum ceria dan matanya masih tetap tenang seolah-olah tidak pernah terjadi apapun selama ia berada di Obbeyville. Alexander begitu khawatir Princess Minerva tidak mau mengingat segala kenangannya di Obbeyville setelah ia membuat Princess Minerva menangis.

Alexander ragu Princess Minerva masih mau mengingat dirinya apalagi setelah melihat Princess Minerva tampak sangat ingin menjaga jarak dengannya. Setiap kali mereka bertemu Princess Minerva sama sekali tidak mau melihat wajahnya bahkan tidak pernah mengajaknya bicara. Princess Minerva menganggap dirinya tidak ada.

Itulah yang semula dirasakan Alexander sebelum ia meyakinkan dirinya pada kata-kata Pangeran Alcon. Pangeran Alcon berusaha keras meyakinkan Alexander bahwa Princess Minerva tidak pernah memperlihatkan perasaannya kepada siapapun. Dalam keadaan sedih maupun senang, Princess Minerva selalu tersenyum.

Dengan menyakinkan dirinya akan kata-kata Pangeran Alcon, Alexander menuju Ruang Tidur Princess Minerva dan kini ia sedang memeluk gadis yang dicintainya.

Perasaan Alexander benar-benar terasa tenang dan bahagia. Alexander tidak lagi khawatir gadis yang dicintainya tidak mau memaafkannya. Ia bahagia setelah mendengar kata-kata gadis itu.

Alexander sadar Princess Minerva tidak pernah melihatnya bahkan menganggapnya tidak ada ketika mereka bertemu bukan karena Princess Minerva tidak mau memaafkannya tetapi karena Princess Minerva ingin melakukan permintaannya. Permintaan untuk tidak melihat wajah Princess lagi.

Bukan hanya Alexander saja yang merasa bahagia. Princess Minerva juga merasa sangat bahagia apalagi setelah menyadari kesedihannya selama ini tidak akan pernah terwujud.

Princess Minerva membaringkan kepalanya di dada Alexander dan tersenyum bahagia.

Tiba-tiba Princess Minerva teringat sesuatu. Princess menengadahkan kepalanya. “Bagaimana kita mengatakannya kepada mereka, Al?” tanya Princess Minerva cemas.

Alexander tersenyum. Ia tahu apa yang dimaksudkan Princess Minerva. “Jangan khawatir, Maria. Kita yang akan mengatakannya kepada mereka.”

“Bagaimana kita mengatakannya kepada mereka tanpa mengatakan segala sesuatunya?”

“Kakakmu benar, engkau seorang gadis yang tertutup. Engkau tidak mau seorang pun tahu apa yang engkau rasakan bahkan aku,” kata Alexander, “Engkau bahkan tidak pernah tertawa ketika bersamaku. Engkau hanya menangis. Aku tidak dapat membuatmu tertawa, aku hanya membuatmu merasa sedih.”

Princess Minerva tersenyum sedih mendengar suara sedih Alexander. “Engkau salah, Alexander. Hanya kepadamu saja aku menunjukkan perasaanku. Engkau selalu membuat aku tertawa tetapi aku menahannya.”

Alexander tak percaya pada apa yang didengarnya. “Mengapa engkau menahannya, Maria?”

“Mungkin karena aku telah terbiasa menahan segala perasaanku.”

“Aku ingin engkau tidak pernah menahan perasaanmu bila bersamaku, Maria. Aku ingin melihat engkau tertawa, menangis, marah bukan hanya selalu tersenyum,” kata Alexander, “Aku selalu senang melihat senyummu tetapi aku lebih senang melihat semua perasaanmu.”

Princess Minerva tersenyum. “Aku tidak pernah menutupi perasaanku kepadamu, Al. Aku tahu engkau berbeda dari semua orang.”

“Berbeda?” tanya Alexander tak mengerti.

“Engkau tidak pernah mengharapkan aku selalu terlihat sempurna sedangkan orang lain ingin melihat aku yang selalu sempurna,” kata Princess Minerva menjelaskan, “Mereka menganggap kesalahanku adalah sesuatu yang tidak wajar sedangkan engkau tidak.”

“Aku juga melihat engkau berbeda dari gadis-gadis lainnya,” kata Alexander mengakui, “Engkau selalu terlihat sempurna di mataku, Maria. Engkau benar-benar seorang gadis yang sempurna di mataku.”

“Bila aku tidak sempurna seperti yang kaulihat, engkau tidak akan menyukaiku?”

Alexander tersenyum mendengar kekhawatiran Princess Minerva. “Aku telah terjerat oleh daya tarikmu, Maria, dan aku tidak dapat melepaskan diri. Tetapi aku memang tidak ingin melepaskan diriku darimu atau lebih tepat aku tidak ingin engkau menghilang dari sisiku.”

“Bagaimana kita memberi tahu mereka tanpa mengatakan semuanya, Al. Aku tidak ingin mereka juga merasa sedih mendengar cerita ini,” kata Princess Minerva.

“Jangan khawatir, Maria. Kita akan mengatasinya,” kata Alexander sambil tersenyum.

“Tetapi mereka pasti tidak percaya bila kita tidak menjelaskan semuanya mulai dari yang terjadi di Obbeyville hingga saat ini.”

Princess Minerva menatap cemas wajah Alexander.

Suara pintu yang tiba-tiba terbuka membuat kedua insan yang berpandang-pandangan itu memalingkan kepalanya.

Pangeran Alcon tersenyum senang di ambang pintu. “Tidak perlu repot-repot memberi tahu kami. Kami semua sudah tahu semuanya.”

Princess Minerva bingung mendengar kata-kata kakaknya.

Pangeran Alcon tersenyum nakal kemudian ia memalingkan kepalanya dan bertanya, “Benar, bukan?”

Sebagai jawaban dari pertanyaan Pangeran Alcon, muncullah beberapa orang dari belakang Pangeran sambil tersenyum senang.

Alexander dan Princess Minerva terkejut melihat Raja dan Ratu serta Duke dan Duchess of Blueberry mendekati tempat mereka. Di belakang mereka masih ada Mrs. Wve serta Mrs. Vye.

“Sejak kapan kalian berada di sana?” tanya Princess Minerva curiga.

Pangeran Alcon duduk di samping Princess Minerva dan tersenyum nakal. “Sejak tadi.”

“Mengapa aku tidak mendengar kalian?” tanya Alexander kebingungan.

Pangeran Alcon tersenyum. “Sejak tadi engkau hanya memperhatikan Minerva. Bagaimana mungkin engkau akan memperhatikan yang lainnya?”

“Sejak kapan kalian mempunyai kebiasaan mencuri dengar pembicaran orang?”

“Ayolah, Minerva. Jangan berkata seperti itu. Kami semua ingin tahu bagaimana hubungan kalian,” kata Pangeran Alcon sambil menatap nakal pada adiknya.

“Mengapa engkau berbohong kalau aku tidak akan hidup lama?” tanya Princess Minerva.

Pangeran Alcon tersenyum sambil menatap wajah Alexander. “Tadi aku melihat Alexander ragu-ragu menemuimu maka aku memberinya sediki dorongan dengan menipunya.”

“Engkau memang jahat, Al,” kata Princess Minerva sambil tersenyum pada kakaknya.

“Kakakmu benar, Maria. Tadi aku memang ragu-ragu menemuimu,” kata Alexander.

“Mengapa engkau ragu-ragu menemui Minerva?” tanya Pangeran Alcon.

Alexander tersenyum sambil menatap Princess Minerva yang kini diapit dua lelaki.

Pria yang paling dicintainya duduk di tepi kiri pembaringannya sedangkan kakak yang disayanginya duduk di tepi kanan pembaringannya.

“Aku telah mengatakan sesuatu yang membuat Maria menjauhiku,” kata Alexander tanpa melepaskan pandangannya dari Princess Minerva.

“Minerva selalu tahu apa yang harus dilakukannya,” kata Raja yang berdiri di belakang Pangeran Alcon.

Alexander mengangguk. “Tetapi saya khawatir Maria tidak mau menemui saya lagi.”

“Minerva anak yang penurut kecuali kalau disuruh diam. Ia selalu mendengarkan kata-kata semua orang dan melakukannya dengan baik,” kata Pangeran Alcon.

“Hanya bila disuruh berbaring saja, Minerva menjadi anak yang tidak penurut. Hanya pada awalnya saja ia menjadi penurut tetapi bila ia mulai merasa bosan, ia mulai melakukan segala kesibukannya,” tambah Raja.

“Itulah kelebihan Princess Minerva dibandingkan semua orang,” kata Mrs. Wve, “Saya yakin ia satu-satunya putri yang tidak mau disuruh diam.”

Ratu tersenyum pada putrinya, “Selamat, Minerva. Semoga Alexander berhasil membuat engkau diam tanpa melakukan segala kesibukanmu yang rutin itu.”

Princess Minerva menyandarkan kepalanya di dada Alexander dan tersenyum.

Duchess tersenyum melihat Alexander yang memeluk Princess dengan mesra.

“Tidak percuma aku membatalkan perjalananku,” gumam Duchess.

Duke terkejut mendengarnya. “Engkau membatalkan perjalanan yang paling kauinginkan untuk ini?”

Duchess tersenyum. “Aku melihat Alexander berubah setelah bertemu dengan Princess Minerva dan aku merasa ada sesuatu di antara mereka yang harus diselesaikan.”

“Saya juga merasa seperti itu,” kata Mrs. Wve.

“Saya merasa mereka hubungan baik-baik saja. Saya tidak melihat yang lain,” kata Mrs. Vye.

Mrs. Wve menggelengkan kepalanya. “Aku susah mengatakan kepadamu, Mrs. Vye. Engkau tidak dapat mengerti masalah perasaan.”

Mrs. Vye mengangguk. “Aku memang paling tidak mengerti dengan masalah perasaan.”

Pangeran Alcon tersenyum. “Ketika mendengar engkau pingsan di dapur, aku mengira aku telah membuat keputusan yang salah tetapi kini aku merasa keputusanku benar.”

Teringat akan peristiwa yang baru saja menggemparkan Istana, Ratu bertanya, “Mengapa engkau ke dapur, Minerva? Bukankah engkau tahu dapur Istana terletak di bawah tanah yang dingin.”

“Aku ingin membuatkan sesuatu untuk Al, Mama. Aku tahu ia merindukan kueku,” jawab Princess Minerva sambil tersenyum melihat wajah kakaknya.

“Engkau memang nakal, Minerva,” kata Pangeran Alcon, “Tetapi aku merasa senang ternyata engkau memperhatikan aku.”

“Aku selalu memperhatikan engkau, Al. Engkau kakakku,” kata Princess Minerva.

Pangeran Alcon tersenyum, “Aku belum mengucapkan selamat kepadamu, Minerva.”

Princess Minerva membalas senyuman kakaknya, “Engkau baru melakukannya.”

“Kurasa akan merupakan kejutan yang sangat menarik bila kita juga mengumumkan hal ini kepada masyarakat,” kata Raja.

“Benar, Papa. Mengapa hal ini tak terpikirkan olehku,” kata Pangeran Alcon, “Aku akan mengumumkannya di pesta nanti.”

“Pesta itu pasti akan menjadi pesta yang tak terlupakan oleh penduduk Kerajaan Zirva,” kata Mrs. Wve.

“Tentu saja, Mrs. Wve,” kata Pangeran Alcon dengan tersenyum senang.

“Saya mengucapkan selamat kepada Anda, Princess,” kata Mrs. Wve.

Setelah menerima ucapan selamat dari orang-orang yang dekat dengannya, Princess Minerva masih menerima banyak ucapan selamat dari orang lain.

Sambil menanti pesta itu, Alexander lebih banyak menghabiskan waktunya untuk menemani Princess Minerva.

Raja tersenyum kesal melihat saingannya bertambah satu. Pangeran Alcon juga tersenyum kesal melihat ia mempunyai saingan baru yang lebih dekat dengan adik kesayangannya dibandingkan dirinya. Tetapi baik Raja maupun Pangeran merasa senang melihat Alexander semakin dekat dengan Princess Minerva.

Ratu yang mengetahui hanya tersenyum seperti biasanya. Ratu sendiri juga bahagia dengan semua ini. Hubungan Ratu dan Duchess semakin dekat setiap harinya demikian pula hubungan Duke dengan Raja dan Pangeran.

Princess Minerva tersenyum melihat semuanya.

Walaupun tidak pernah keluar dari kamarnya tetapi Princess Minerva tidak pernah merasa kesepian. Raja dan Ratu juga kedua orang tua Alexander setiap hari menghabiskan waktunya di kamar Princess Minerva.

Harapan Ratu terkabul. Alexander benar-benar membuat Princess Minerva tidak merasa bosan berada di atas tempat tidurnya tanpa melakukan segala kesibukannya.

Bukan hanya Ratu saja yang senang melihat Princess Minerva mau diam demi kesehatannya. Semua orang senang melihat Princess Minerva mau berada di kamarnya hingga pesta yang direncanakan Pangeran Alcon berlangsung.

Persiapan yang dilakukan oleh semua orang di Istana untuk menghadapi pesta musim dingin yang dibuat Pangeran Alcon, membuat Princess Minerva tertarik untuk meninggalkan kamarnya dan membantu semua orang.

Tetapi Alexander tidak mengijinkan Princess Minerva meninggalkan kamarnya. Bukan hanya Alexander saja yang melarang Princess. Semua orang melarang Princess.

“Kami ingin membuat kejutan untuk Anda, Princess,” kata mereka.

Walaupun setiap orang mengatakan hal yang sama pada Princess Minerva tetapi gadis itu tetap bersikeras membantu mereka.

“Engkau harus diam di sini, Maria,” bujuk Alexander, “Biarkan mereka menyiapkan segala sesuatunya untuk membuatmu terkejut.”

“Aku ingin membantu mereka, Al,” kata Princess Minerva.

Alexander tersenyum. “Engkau sudah membantu dengan tetap diam di sini. Aku akan tinggal di sini dan menghiburmu agar engkau tidak bosan.”

“Aku mulai bosan terus menerus berada di atas tempat tidur. Rasanya seluruh badanku terasa kaku seperti boneka.”

“Jadilah boneka yang manis dan cantik,” kata Alexander.

Akhirnya Princess Minerva tidak lagi memaksa membantu setiap orang. Ia hanya diam di kamarnya bersama Alexander sambil menantikan hari esok.

Ketika hari telah berganti, Pangeran Alcon terlihat sangat bersemangat. Sepanjang hari Pangeran Alcon menyibukkan diri dengan memeriksa kembali semua persiapan yang kemarin mereka kerjakan.

Princess Minerva tidak mengetahui kakaknya tampak antusias sekali menanti sore hari. Princess Minerva juga tidak tahu pesta seperti apa yang disiapkan kakaknya untuknya.

Semua orang tampak sibuk menyelesaikan persiapan terakhir pesta dan meninggalkan Princess Minerva sendirian di kamarnya. Alexander yang selalu menemani Princess Minerva juga tidak tampak di kamar Princess.

Karena tidak boleh meninggalkan kamarnya, Princess Minerva hanya duduk di depan pianonya sepanjang hari. Untuk menghabiskan waktu yang harus dilaluinya sendirian, Princess Minerva memainkan pianonya dan menghiasi seluruh koridor lantai empat dengan alunan pianonya yang merdu. Princess Minerva mengerti Alexander serta semua orang sangat sibuk sehingga tidak seorang pun yang menemaninya.

Setelah menyediakan sarapannya, Mrs. Wve dan Mrs. Vye meninggalkan kamar Princess Minerva dan baru muncul ketika mereka akan mempersiapkan Princess Minerva untuk menghadapi pesta itu.

Princess Minerva masih duduk di depan pianonya ketika kedua wanita itu datang.
Kedua wanita tua itu menggiring Princess Minerva ke Ruang Tidurnya dan mulai mendandani Princess Minerva secantik mungkin.

“Anda cantik sekali, Princess. Saya yakin semua orang akan terpesona pada Anda,” kata Mrs. Wve sambil memperhatikan Princess Minerva.

Princess Minerva tersenyum sambil memandangi wajahnya di cermin.

Mrs. Wve dan Mrs. Vye mendandani Princess Minerva persis seperti saat Princess Minerva menemui Duke of Blueberry di Ruang Pertemuan. Hanya saja kali ini bunga-bunga yang menghiasi rambut Princess Minerva semuanya berwarna putih, bukan bunga yang berwarna-warni. Demikian pula gaun Princess Minerva yang berwarna putih polos. Kainnya yang lembut bersinar setiap kali Princess Minerva bergerak.

“Pangeran Alcon meminta Anda menanti di sini hingga ia memanggil Anda, Princess,” kata Mrs. Wve.

Princess tersenyum sambil menganggukkan kepalanya.

Kedua wanita itu membungkuk dan segera meninggalkan Princess.

Princess Minerva tersenyum pada bayangannya kemudian menuju sangkar burung layang-layang di dekat piano putihnya. Burung layang-layang itu tampak lebih sehat daripada waktu Princess Minerva menemukannya. Burung itu telah bergerak di sangkarnya yang besar dan mulai terbang ke sana kemari.

“Sebentar lagi musim semi dan engkau akan segera berkumpul kembali dengan teman-temanmu,” kata Princess kepada burung itu.

Burung itu terbang dengan gembira di dalam sangkarnya seolah-olah mengerti apa yang dikatakan Princess Minerva.

Princess Minerva tersenyum ketika ia teringat kekhawatiran yang dulu dirasakannya ketika ia membayangkan pesta ini.

Saat itu Princess Minerva sangat khawatir memikirkan bagaimana harus menghadapi Alexander. Kini Princess Minerva tidak lagi merasa khawatir. Tidak ada lagi yang perlu dikhawatirkan Princess Minerva setelah Alexander melamarnya.

“Tinggalkan burung kesayanganmu itu, Minerva.”

Princess Minerva terkejut mendengar teguran yang tiba-tiba itu. Ia tersenyum dan memalingkan kepalanya kepada Pangeran Alcon.

Pangeran Alcon mendekati Princess Minerva. “Aku yakin engkau tidak ingin mengurung burung ini dalam sangkarnya.”

“Engkau benar, Al. Aku ingin melepas burung ini di dalam kamar ini tetapi aku tahu kedua pengasuhku akan marah,” kata Princess Minerva sambil tersenyum.

“Sebentar lagi engkau akan dapat melepaskannya.”

“Ya, sebentar lagi musim semi dan teman-teman burung ini akan tiba,” kata Princess Minerva sambil menatap wajah kakaknya.

Pangeran Alcon tersenyum. “Hari ini engkau cantik sekali, Minerva. Dan sekarang aku ingin menunjukkan kecantikanmu itu pada setiap orang,” kata Pangeran Alcon sambil mengulurkan tangannya.

Princess Minerva tersenyum sambil menerima uluran tangan Pangeran Alcon.

Tangan Pangeran Alcon terus menggenggam erat tangan Princess hingga mereka tiba di Hall yang telah berisi beberapa orang.

Semua orang melihat pada Princess Minerva ketika melihat Princess Minerva menuruni tangga bersama Pangeran Alcon.

Princess Minerva tersenyum pada orang-orang itu kemudian bersama kakaknya, ia menghampiri kedua orang tuanya.

Ketika ia telah berada di sisi kedua orang tuanya, Princess Minerva mencium pipi orang tuanya.

“Engkau cantik sekali, Minerva,” kata Raja sambil memegang pundak Princess Minerva.

“Terima kasih, Papa.”

“Sambutlah setiap tamu yang ada, Minerva,” kata Ratu.

Princess Minerva mengangguk dan segera menerima uluran tangan Pangeran Alcon.

“Bila melihat cara mereka menatap kita, kurasa mereka mengira kita adalah sepasang kekasih,” kata Pangeran Alcon.

Princess Minerva tersenyum mendengar kata-kata itu.

Bersama kakaknya, Princess Minerva menyambut setiap tamu yang datang.

Setiap tamu itu mula-mula mengira Princess Minerva adalah kekasih Pangeran Alcon ketika melihat sikap Pangeran Alcon yang penuh perhatian kepada Princess Minerva tetapi setelah diperkenalkan pada Princess Minerva, mereka tahu dugaan mereka salah.

Princess Minerva hanya tersenyum ketika ia mengetahui dugaan tamu-tamunya ketika melihat sikapnya yang akrab dengan kakaknya tetapi Pangeran Alcon berpendapat lain.

“Aku khawatir bila mereka terus mengira aku adalah kekasihmu, Alexander akan cemburu padaku,” kata Pangeran Alcon sambil mendekati tamu yang lain.

Princess Minerva tersenyum melihat tamu yang terkejut melihatnya.

“Selamat sore, Mr. Townie,” sapa Princess Minerva.

“Engkau telah mengenalnya?” tanya Pangeran Alcon terkejut.

Princess Minerva mengangguk. “Aku bertemu dengannya ketika aku berada di Obbeyville.”

Mendengar Princess Minerva mengucapkan nama ‘Obbeyville’, Trown Townie semakin merasa terkejut. “Maria?” kata Trown Townie tak percaya pada apa yang dilihatnya.

“Lama kita tidak berjumpa,” kata Princess Minerva.

“Aku tidak percaya,” gumam Trown Townie, “Apakah Anda benar Maria?”

Princess Minerva tersenyum. “Seperti yang Anda lihat, Mr. Townie. Saya adalah Maria.”

“Anda juga Princess Minerva,” tambah Trown Townie.

Pangeran Alcon tersenyum. “Ia adalah Maria dan juga Princess Minerva,” ulang Pangeran Alcon.

“Saya tidak percaya masih dapat melihat Anda setelah Anda menghilang dari Obbeyville,” kata Trown Townie, “Ketika Anda tiba-tiba menghilang, semua penduduk Obbeyville mengatakan Anda kembali ke Holly Mountain dan membawa serta Mrs. Vye.”

Pangeran Alcon tertawa mendengarnya. “Engkau hebat, Minerva. Engkau membuat banyak sensasi di Obbeyville.”

Princess Minerva tersenyum melihat gelak tawa kakaknya.

“Saya yakin Duke of Blueberry juga terkejut bila ia mengetahui Anda adalah Maria,” kata Trown Townie.

“Duke of Blueberry telah mengetahuinya dan ia juga terkejut seperti Anda ketika mengetahui Maria adalah gadis yang sama dengan Minerva,” kata Pangeran Alcon.

Trown Townie terkejut. “Apakah Duke telah tiba?”

“Ia telah berada di Istana Plesaides jauh sebelum pesta ini dilaksanakan,” jawab Pangeran Alcon.

“Saya tidak mengetahuinya. Saya hanya mendengar Duke sedang pergi.”

“Duke ke Istana Plesaides dulu sebelum ia pergi. Semula Duke hendak meminta ijin saya untuk tidak menghadiri pesta ini tetapi kemudian ia merubah pikirannya,” kata Pangeran Alcon.

“Saat ini Duke sedang berbicara bersama orang tua saya. Bila Anda mau, saya akan memanggilkan Duke,” kata Princess Minerva.

Trown Townie menggelengkan kepalanya. “Terima kasih, Princess Minerva. Tetapi saya akan menemui mereka sendiri. Saya melihat Anda dan Pangeran masih hendak menyambut tamu-tamu yang lain.”

“Saya akan menemani Anda, Trown Townie,” kata Pangeran Alcon.

Trown Townie menatap Princess Minerva.

Pangeran Alcon mengerti apa yang hendak dikatakan Trown Townie. “Saya akan meminta Alexander menggantikan saya. Sejak tadi semua orang menduga saya dan Minerva adalah kekasih. Saya rasa sebaiknya pandangan itu dirubah.”

Pangeran Alcon menatap dalam-dalam wajah Princess Minerva. “Tunggulah di sini, Minerva.”

Princess Minerva mengangguk. Princess Minerva melihat Trown Townie mendekati kedua orang tuanya bersama kakaknya.

“Baroness Sidewinder dari Obbeyville tiba.”

Princess Minerva terkejut mendengar suara prajurit yang mengumumkan kedatangan Baroness Lora. Princess Minerva memalingkan kepalanya dan melihat Baroness Lora serta Lady Debora berjalan dengan anggun memasuki Hall.

Seperti biasanya Baroness Lora maupun Lady Debora selalu tampil dengan penuh kemewahan. Gaun yang dikenakan Lady Debora dan Baroness Lora juga tampak menyolok dibandingkan gaun wanita-wanita lainnya. Wajah senang dan penuh percaya diri di kedua wanita itu berubah ketika melihat Princess Minerva mendekati mereka dengan senyum yang manis.

Kedua wanita itu terpaku melihat Princess Minerva mendekat.

“Selamat datang, Baroness Lora dan Lady Debora,” sapa Princess Minerva, “Saya telah menantikan Anda.”

“Terima kasih,” kata Baroness Lora gugup.

Baroness Lora dan Lady Debora tidak tahu mengapa gadis yang dulu mereka kenal sebagai Maria bisa berada di Istana Plesaides tetapi mereka masih belum tahu kalau gadis yang berdiri di hadapan mereka itu adalah Princess Minerva.

Princess Minerva tersenyum. “Silakan masuk. Kami semua telah menanti Anda.”

Baroness Lora mengangguk dan segera memasuki Hall. Rasa terkejut dan heran di wajah kedua wanita itu masih belum hilang ketika mereka mendekati kerumunan orang di Hall yang membicarakan Princess Minerva. Ketika mereka mendengar pembicaraan itu, barulah mereka mengerti mengapa Maria bisa berada di Istana Plesaides dan mereka semakin merasa gugup ketika menyadari gadis yang menyambut mereka adalah Princess Minerva.

Princess Minerva tersenyum melihat Baroness Lora serta Lady Debora mendekati tamu-tamu yang lain.

Kemudian Princess Minerva berdiri di jendela dan memandang ke halaman Istana.

“Maria.”

Panggilan itu membuat Princess Minerva memalingkan kepalanya. Princess Minerva tersenyum pada Alexander.

“Mengapa engkau berada di sini? Engkau bisa sakit lagi,” kata Alexander.

“Aku sedang menanti seseorang, Al,” kata Princess Minerva sambil kembali menatap halaman Istana. Ketika menyadari ia telah mengatakan sesuatu yang salah, Princess Minerva segera memalingkan kepalanya lagi. “Aku memang sedang menanti orang yang dekat denganku tetapi tidak seperti kauduga, Al.”

Alexander tersenyum. “Aku mengerti, Maria. Tetapi kalau engkau terus berdiri di sini, engkau dapat jatuh sakit.”

“Tidak apa-apa, Al. Aku tidak akan lama. Kurasa sebentar lagi mereka datang,” kata Princess.

Alexander memegang pundak Princess Minerva dari belakangnya. “Engkau memang seperti yang orang-orang itu katakan, Maria. Engkau selalu tampak bercahaya,” kata Alexander.

“Rupanya sejak tadi tamu-tamu itu membicarakan diriku,” kata Princess Minerva tanpa mengalihkan perhatiannya dari halaman Istana.

“Ya, sejak tadi mereka membicarakanmu. Aku melihat engkau menyambut Baroness Lora dan Lady Debora,” kata Alexander, “Kulihat mereka terkejut melihatmu.”

Princess Minerva mengangguk. “Mereka memang terkejut melihatku dan mereka semakin terkejut ketika mereka mengetahui siapa diriku dari tamu-tamu itu.”

“Mereka pasti merasa bingung menghadapimu, Maria.”

Princess Minerva mengangguk tanpa mengatakan apa-apa. Saat itu mata Princess Minerva menangkap sesuatu yang berjalan mendekati gerbang Istana.

Ketika kereta itu semakin mendekat, Princess Minerva tersenyum.

“Mereka telah tiba,” kata Princess Minerva kepada Alexander.

Walaupun tidak mengerti apa yang akan dilakukan Princess Minerva, Alexander tetap mengikuti Princess Minerva.

Princess Minerva mendekati Mrs. Vye yang sedang berbicara dengan Mrs. Wve di dekat tangga.

“Mrs. Vye, ikutlah denganku,” kata Princess Minerva sambil menarik tangan Mrs. Vye.

Mrs. Vye kebingungan melihat perbuatan Princess Minerva. Ia membiarkan Princess Minerva menarik tangannya ke pintu depan Istana Plesaides.

Mrs. Wve yang mengikuti Mrs. Vye juga tidak mengerti dengan perbuatan Princess Minerva.

Ketika mereka tiba di depan pintu masuk Istana Plesaides, Princess Minerva tersenyum pada Mrs. Vye.

“Lihatlah apa yang ada di luar, Mrs. Vye,” kata Princess Minerva.

Walaupun tidak mengerti apa yang sedang dilakukan Princess Minerva, Mrs. Vye membuka pintu itu dan segera melihat apa yang ada di luar.

Setelah melihat Mrs. Wve mengikuti Mrs. Vye ke halaman Istana Plesaides, Princess Minerva segera memberi perintah kepada prajurit yang menjaga pintu itu untuk menutup pintu dengan tangannya.

“Apa yang sedang kaulakukan, Maria?” tanya Alexander ketika melihat Princess Minerva berjalan ke jendela.

“Aku membuat kejutan untuk Mrs. Vye, Al,” kata Princess Minerva sambil tersenyum, “Aku tahu Mrs. Vye merindukan Mrs. Fat, Mrs. Dahrien juga Mr. Liesting, maka aku mengundang mereka ke mari.”

“Engkau mengirim kereta kuda untuk menjemput mereka dan mereka berangkat setelah Baroness Lora berangkat ke Istana Plesaides.”

Princess Minerva tersenyum mendengar kata-kata Al. “Engkau benar, Al. Saat kakakku tiba, aku meminta ia melakukan ini dan ia melakukannya sesuai permintaanku. Mrs. Vye pasti merasa senang.”

“Mrs. Fat, Mrs. Dahrien juga Mr. Liesting pasti merasa terkejut tiba-tiba sebuah kereta kuda mewah menjemput mereka dan mengantar mereka ke Istana Plesaides,” tambah Alexander.

Princess Minerva tersenyum mendengar itu. “Kurasa sebaiknya kita membaurkan diri dengan tamu-tamu lainnya, Al, dan membiarkan Mrs. Vye berbicara dengan teman-temannya.”

Alexander merangkulkan tangannya di pinggang Princess Minerva dan membawa Princess Minerva ke sisi orang tuanya.

“Kurasa semua orang telah tiba,” kata Pangeran Alcon.

Princess Minerva melihat jumlah tamu yang memenuhi Hall Istana dan ia tersenyum melihat banyaknya orang di Hall. Ia telah menduga kakaknya akan mengundang banyak orang dalam pesta ini.

“Aku akan memperkenalkanmu pada setiap orang,” kata Pangeran Alcon.

Princess Minerva menggelengkan kepalanya. “Tidak perlu, Al. Aku yakin semua orang telah mengenalku.”

“Tetapi, Minerva, belum tentu mereka semua tahu siapa dirimu.”

“Al, aku tidak ingin menganggu percakapan mereka. Tidakkah engkau melihat mereka sedang sibuk bercakap.”

“Minerva, kakakmu benar. Tidak semua orang di sini yang mengenalmu,” kata Raja.

“Sebaiknya kita menghormati keinginan Minerva. Semua orang membicarakan Minerva dan itu berarti semua telah mengenal Minerva,” kata Ratu. “Tidakkah engkau mendengar mereka membicarakan kecantikkan Minerva?”

Pangeran Alcon mengangguk. “Aku mendengarnya, Mama. Tetapi aku ingin mengenalkan Minerva secara resmi pada mereka.”

“Al, aku tidak ingin mereka mengenalku secara resmi. Kukira perkenalan tidak selalu harus berlangsung dengan resmi.”

Pangeran Alcon tersenyum mendengar kata-kata adiknya. “Engkau memang pandai merusak rencana orang.”

Princess Minerva tersenyum.

“Baiklah, aku tidak akan memaksa lagi. Aku tahu engkau ingin berduaan dengan tunanganmu, Alexander.”

“Berbicara mengenai itu, aku memiliki usul,” kata Raja.

“Usul apa?” tanya Ratu ingin tahu.

Raja membisikkan sesuatu kepada Ratu.

Ratu tersenyum mendengarnya. “Kurasa itu ide yang paling bagus yang pernah kudengar. Aku akan membicarakannya dengan Duke dan Duchess.”

Ratu mendekati Duke dan Duchess yang sedang berbicara bersama beberapa orang di dekat mereka.

“Apa yang Papa usulkan?” tanya Pangeran Alcon.

Sekali lagi Raja mengatakan usulnya dengan berbisik.

Pangeran Alcon tersenyum mendengarnya. “Ide bagus, Papa. Mengapa aku tidak pernah memikirkannya.”

Princess Minerva dan Alexander saling berpandangan tak mengerti.

“Sekarang kalian pergilah ke mana kalian suka dan berduaanlah,” kata Pangeran Alcon, “Kami tidak akan menganggu kalian.”

Alexander menggandeng tangan Princess Minerva ke dekat jendela.

Setelah membantu Princess Minerva duduk, Alexander duduk di samping Princess Minerva.

“Aku tidak mengerti apa yang mereka rencanakan,” kata Alexander.

“Aku juga tidak mengerti.”

Princess Minerva menatap pintu masuk yang masih tertutup. Dan ia tersenyum ketika melihat Mrs. Fat, Mrs. Dahrien dan Mr. Liesting mendekatinya bersama Mrs. Vye dan Mrs. Wve.

Princess Minerva bangkit dan menyapa mereka, “Selamat malam.”

“Selamat malam, Princess Minerva,” kata mereka.

Ketika mereka melihat Alexander berdiri di samping Princess Minerva, mereka berkata, “Selamat malam, Tuan Muda.”

Alexander tersenyum dan membalas sapaan itu. “Selamat malam.”

“Saya senang sekali kalian mau datang,” kata Princess Minerva sambil tersenyum.

“Tentu saja kami bersedia datang, Princess. Apalagi Anda telah repot-repot mengirim kereta khusus untuk menjemput kami,” kata Mr. Liesting.

“Kami sangat terkejut ketika tak lama setelah kepergian Baroness Lora, sebuah kereta yang megah datang. Semula kami mengira kereta itu berhenti di tempat yang salah tetapi rupanya kereta itu datang untuk menjemput kami,” tambah Mrs. Fat.

“Mula-mula kami terkejut ketika kusir kereta itu mengatakan ia datang untuk menjemput kami tetapi ketika ia menunjukkan surat pendek dari Anda, kami mengira kami telah bermimpi,” kata Mrs. Dahrien meneruskan.

Princess Minerva tersenyum melihat ketiga orang yang dekat dengannya ketika ia tinggal di Obbeyville bergantian bercerita dengan penuh semangat.

Ketiga orang itu tidak berubah. Mrs. Fat yang gemuk masih suka bercanda. Mr. Liesting masih memiliki janggut putih lebatnya dan Mrs. Dahrien masih terlihat segar walaupun ia sudah tua.

“Tentu kalian mengira saya hendak membawa serta kalian ke Holly Mountain,” kata Princess Minerva sambil tersenyum, “Seperti kalian menduga saya membawa Mrs. Vye ke Holly Mountain.”

Mrs. Dahrien menatap wajah Princess Minerva yang selalu dihiasi senyum. Wajah Princess Minerva terlihat tampak sangat cerah dan tiada kesan kemisteriusan di wajahnya yang cantik. Yang ada hanya kesan keanggunan yang menawan hati.

Mrs. Dahrien tersenyum. “Mula-mula kami memang berpikir seperti itu. Surat Anda sangat pendek. Anda tidak menjelaskan apa pun dalam surat Anda. Anda hanya menulis:

Saya ingin mengundang Anda ke tempat saya. Kereta ini saya datangkan khusus untuk menjemput Anda semua.

Maria.

Lagipula Anda dan Mrs. Vye tiba-tiba menghilang dari Obbeyville.”

Princess Minerva tersenyum mendengar Mrs. Dahrien mengulang isi suratnya. “Saya ingin membuat kalian juga Mrs. Vye terkejut.”

“Karena itu Anda tidak pernah mengatakan apa-apa kepada saya?” kata Mrs. Vye.

Princess Minerva mengangguk. “Saya tahu engkau merindukan Obbeyville khususnya Mrs. Fat, Mrs. Dahrien dan Mr. Liesting. Karena itu saya ingin membuat suatu kejutan bagi kalian semua.”

“Anda berhasil melakukannya, Princess. Kami benar-benar terkejut ketika kereta yang menjemput kami membawa kami ke tempat yang megah seperti ini,” kata Mrs. Fat.

“Saya sama sekali tidak pernah menduga Anda dan Maria adalah orang yang sama,” kata Mrs. Dahrien. “Anda terlihat berbeda daripada waktu Anda masih menjadi Maria.”

Mendengar kata-kata yang penuh rasa tidak percaya itu, Princess Minerva tersenyum. “Saya dan Maria adalah gadis yang sama. Yang berbeda dari kami hanyalah Maria seorang gadis yang kehilangan ingatannya dan saya yang sekarang adalah seorang gadis yang hidup dalam kemewahan.”

“Anda tampak semakin cantik dengan gaun yang indah, Princess. Memang Anda lebih pantas mengenakan gaun yang indah daripada gaun pelayan,” kata Mrs. Dahrien.

Princess Minerva tersenyum. “Saya mengundang kalian kemari bukan untuk membuat Anda mengagumi saya.”

“Tetapi Anda memang pantas untuk selalu dikagumi, Princess,” kata Mrs. Wve.

“Ia memang satu-satunya gadis yang paling dikagumi di pesta ini,” kata Alexander, “Lihatlah semua orang sejak tadi memandanginya sehingga aku khawatir dibuatnya.”

Princess Minerva tersenyum pada Alexander.

Mrs. Wve tersenyum melihatnya. “Saya rasa Anda benar, Princess. Anda mengundang mereka ke pesta ini untuk bersenang-senang. Kami akan bersenang-senang.”

Rupanya bukan hanya Mrs. Wve saja yang tahu apa yang harus dilakukannya saat ini. Tanpa mengatakan apa-apa, mereka semua membungkuk dan meninggalkan Princess Minerva berdua dengan Alexander.

“Nikmatilah pesta ini,” kata Princess Minerva sambil memandangi sekelompok orang yang disayanginya itu menjauh.

Alexander tersenyum pada Princess Minerva. “Engkau memang baik, Maria. Engkau memikirkan mereka juga.”

Princess Minerva membalas pujian itu dengan senyuman. “Saat ini aku sedang memikirkan Lady Debora.”

“Mengapa?” tanya Alexander tak mengerti.

“Lady Debora sangat ingin merebut hati Al tetapi Al tidak menyukainya. Andai ia tahu entah apa yang akan dikatakannya.”

“Bagus!” seru seseorang dari samping Princess Minerva.

Princess Minerva terkejut mendengarnya. Ia memalingkan kepalanya dan melihat kakaknya sedang tersenyum puas. Tiba-tiba Princess Minerva menyadari makna senyum puas di wajah kakaknya. “Tidak, Al. Engkau tidak boleh melakukannya.”

“Tidak apa-apa, Minerva. Ia telah menyakitimu dan aku tidak akan diam melihatnya.”

“Tidak, Al. Aku tidak mengijinkan engkau mempermainkan Lady Debora. Ia memang ingin sekali menjadi Ratu tetapi engkau tidak boleh mempermainkannya,” bujuk Princess Minerva.

“Ia telah mempermainkan engkau, mengapa aku tidak boleh?” tanya Pangeran Alcon merajuk.

Princess Minerva tersenyum, “Karena berkat ia pula aku dapat berada di sini saat ini selain itu engkau telah berjanji padaku.”

Pangeran Alcon mengeluh karena diingatkan janjinya. “Dan engkau tidak senang pada orang yang melanggar janjinya.”

“Dari mana engkau mengetahuinya, Maria?”

“Lady Debora sendiri yang mengatakan hal itu kepada Baroness Lora dan aku berada di sana saat itu. Ketika itu Lady Debora baru saja membaca berita hilangnya diriku dan ia sangat mengharapkan dapat menjadi temanku kemudian menjadi Ratu,” kata Princess Minerva menjelaskan.

Princess Minerva melayangkan pandangannya kepada Lady Debora yang berada di kerumunan antara tamu-tamu. Princess Minerva tidak tahu apa yang dirasakan wanita itu setelah mengetahui ia tidak akan dapat menjadi Ratu terutama karena Princess Minerva telah mengetahui segala rencananya.

Pangeran Alcon mengikuti pandangan Princess Minerva. “Kurasa tidak ada buruknya bila aku mempermainkan ia sedikit saja. Ia telah berencana memanfaatkanmu untuk dapat menjadi Ratu dan aku tidak dapat memaafkan siapa pun yang memanfaatkan adikku.”

“Sebenarnya apa tujuanmu kemari, Al?” tanya Princess Minerva mengalihkan perhatian kakaknya dari Lady Debora.

“Aku hanya ingin melihat kalian,” jawab Pangeran.

“Kami baik-baik saja di sini,” kata Alexander.

Pangeran Alcon mengangguk. “Aku juga melihatnya. Aku hanya merasa cemburu melihat kalian semakin akrab. Sebentar lagi aku akan benar-benar kehilangan Minerva.”

“Mengapa engkau berbicara seakan-akan aku akan meninggalkan engkau untuk selama-lamanya?” tanya Princess Minerva sedih.

“Karena memang engkau tidak lama lagi berada di Istana Plesaides. Tidak sampai satu bulan lagi engkau akan meninggalkan tempat ini dan ikut suamimu,” kata Pangeran Alcon sambil menatap Alexander.

Princess Minerva tidak mengerti apa yang dikatakan kakaknya. “Apa yang kaumaksudkan, Al? Apa yang kalian rencanakan sebulan lagi?”

Pangeran Alcon terkejut mendengar pertanyaan itu. Ia tidak menduga dirinya telah membicarakan sesuatu yang seharusnya menjadi kejutan untuk adiknya, Princess Minerva.

“Karena aku telah mengatakannya kurasa sebaiknya aku mengatakan semuanya kepadamu,” kata Pangeran Alcon, “Kami telah memutuskan untuk menyelenggarakan pernikahanmu di hari ulang tahunmu, Minerva.”

Princess Minerva terkejut tetapi Alexander lebih terkejut lagi.

“Engkau merencanakannya tanpa sepengetahuan kami?”

“Sebenarnya aku hanya ingin memberi tahu Alexander dan membuat hal ini menjadi kejutan di hari ulang tahunmu tetapi karena aku tidak sengaja mengatakannya maka kalian berdua kuberi tahu.”

“Sayang sekali hal ini tidak jadi menjadi kejutan untuk hadiah ulang tahun Maria,” kata Alexander.

Mendengar Alexander secara tidak langsung juga menyetujui ide kakaknya serta kedua orang tuanya, Princess Minerva tersenyum. Sekarang ia mengerti mengapa tadi ibunya tampak gembira mendengar sesuatu dari ayahnya. Raja membisikkan ide itu kepada Ratu dan Pangeran Alcon. Kemudian Ratu membicarakannya dengan Duke dan Duchess dan mereka semua menyetujui ide Raja.

“Engkau benar, Minerva. Semua orang telah mengenalmu sebagai Princess Minerva tanpa kuumumkan,” kata Pangeran Alcon, “Tetapi aku masih mendengar Alexander memanggilmu Maria.”

Mendengar rasa ingin tahu dalam suara Pangeran Alcon, Alexander berkata, “Aku lebih suka Minerva sebagai Maria yang tidak pernah menahan dirinya daripada Minerva sebagai seorang putri yang selalu menahan dirinya dan menjaga perasaannya.”

“Engkau telah mendengarnya, Al. Al lebih suka aku menjadi Maria daripada menjadi Princess Minerva.”

Pangeran Alcon tersenyum. “Aku heran engkau memanggil kami dengan panggilan yang sama, Al. Tetapi mengapa aku selalu tahu siapa yang kaupanggil.”

“Aku tidak tahu, Al,” kata Princess Minerva sambil tersenyum.

“Tetapi aku tahu. Engkau memanggil Alexander lebih mesra daripada saat engkau memanggilku,” kata Pangeran Alcon cemberut.

Princess Minerva tersenyum.

“Engkau tersenyum melihat aku cemburu.”

Melihat kakaknya semakin cemberut, Princess Minerva tertawa.

Pangeran Alcon terkejut melihat adiknya tiba-tiba tertawa di depan banyak orang yang juga terkejut melihat Princess Minerva tiba-tiba tertawa. Namun ia ikut tertawa juga melihat tawa ceria adiknya. Ia belum pernah melihat adiknya demikian terbuka. Princess Minerva tidak lagi berusaha menutupi semua perasaannya. Pangeran Alcon senang melihat adiknya telah menemukan pria yang mampu membuatnya tertawa.

Alexander tersenyum melihat tawa Princess Minerva. Ia tahu Princess Minerva tidak akan lagi berusaha menahan semua perasaannya. Princess Minerva akan selalu menjadi Maria yang tidak pernah menahan perasaannya.

Princess Minerva tersenyum pada Alexander. Princess Minerva tidak tahu apa yang sedang dipikirkan Alexander tetapi ia tahu ia tidak akan pernah menahan perasannya di hadapan pria itu. Ia membiarkan pria yang dicintainya itu melihat apa yang dirasakannya.

Alexander juga tidak tahu apa yang sedang dipikirkan Princess Minerva. Tetapi ia dapat melihat cinta di mata gadis itu. Gadis itu mencintainya dan akan selalu membuka dirinya kepada dirinya, hanya itu yang diketahui Alexander.

Mereka sama-sama tahu sejak saat itu mereka mempunyai seseorang yang dapat diajak berbagi perasaan. Mereka akan selalu tertawa bersama dan menangis bersama sepanjang masa.