Monday, May 14, 2007

Gadis Misterius-Chapter 16

Pangeran memasuki kamar Princess Minerva dengan hati-hati. Ia berusaha untuk tidak menimbulkan suara.

Udara di ruangan itu telah menjadi lebih hangat dari saat Pangeran memasuki meninggalkan kamar itu. Tetapi seorang pelayan tetap memasukkan beberapa batang kayu ke perapian yang telah menyala terang.

Pelayan itu segera bangkit ketika mendengar langkah Pangeran.

“Tolong kau terus hangatkan ruangan ini. Kamar ini harus benar-benar hangat agar Minerva tidak kedinginan,” kata Pangeran Alcon sebelum pelayan itu menyapanya.

“Baik, Pangeran,” kata pelayan itu.

Pangeran Alcon melanjutkan perjalanannya ke kamar Princess Minerva.

Sebelum ia membuka pintu yang tidak tertutup rapat itu, seorang pelayan telah membukanya lebih dulu.

Pelayan itu mengangguk hormat kepada Pangeran dan berkata, “Cepatlah, Pangeran. Keadaan Princess semakin memburuk dan ia terus memanggil nama Anda.”

Pelayan itu menepi untuk memberi jalan kepada Pangeran yang segera memasuki Ruang Tidur adiknya.

Pangeran mendekati tempat tidur adiknya yang tertutup tirai putih.

Perlahan-lahan Pangeran Alcon membuka tirai putih itu dan melihat adiknya yang terbaring di ranjang yang besar itu.

Pangeran menatap sedih pada Princess Minerva yang terbaring lemah di sana.

Princess Minerva tampak sangat kecil di ranjang yang besar itu. Seuntai kalung tampak menghiasi lehernya yang putih. Di balik napasnya yang terputus-putus, Princess Minerva berkata-kata lirih.

Pangeran duduk di tepi tempat tidur yang besar itu dan mendekatkan wajahnya sambil berusaha mendengar bisikan Princess Minerva.

“Al…, jangan… pergi…. Ja… ngan… pergi…. Al… Al…”

Pangeran Alcon menggenggam erat tangan Princess Minerva dan berbisik di telinga Princess Minerva, “Jangan khawatir, sayang, aku akan selalu di sini. Aku akan selalu berada di sisimu.”

“Al…, jangan… pergi…. Jangan ting… galkan… aku…, Al.”

Kedua tangan Pangeran menggenggam tangan Princess Minerva semakin erat. Pangeran meletakkan tangan yang dingin itu ke mulutnya dan berkata, “Aku tidak akan pergi, Minerva. Aku janji aku akan selalu di sisimu.”

Pangeran Alcon menggosokkan tangan Princess Minerva ke pipinya sambil terus meyakinkan Princess Minerva seakan-akan dengan demikian Princess Minerva akan mengerti. Tangan Pangeran yang satu menggenggam erat tangan Princess Minerva dan tangannya yang lain mengusap dahi Princess Minerva yang dipenuhi keringat dingin.

Pangeran terus memandangi wajah Princess Minerva yang masih memucat hingga ia mendengar suara yang mendekat.

Mrs. Wve dan Mrs. Vye tersenyum ketika melihat Pangeran Alcon yang duduk di tepi adiknya sambil menggenggam tangan Princess Minerva.

“Anda sudah mengerti semuanya, Mrs. Vye?” tanya Pangeran.

“Belum. Mrs. Wve belum menjawab pertanyaan saya.”

Pangeran ganti menatap Mrs. Wve, “Mengapa engkau belum menjawab pertanyaan Mrs. Vye, Mrs. Wve?”

“Saya tidak tahu harus menjawab apa. Anda tidak memberi tahu saya bagaimana saya harus menjawabnya. Apakah saya harus mengatakan semuanya ataukah hanya bagian-bagian yang penting saja,” kata Mrs. Wve.

“Engkau dapat menjawab sesuai dengan yang sebenarnya.”

“Saya juga ingin melakukan itu, tetapi biasanya Anda selalu memutuskan segala sesuatu mengenai Princess dan saya tidak tahu harus berbuat apa,” kata Mrs. Wve.

“Aku telah memberi wewenang kepadamu untuk menjawab pertanyaan Mrs. Vye,” kata Pangeran sambil tersenyum.

Mrs. Wve membalas senyuman itu dan berkata, “Saya mengerti, Pangeran. Tetapi saya pikir lebih baik bila Anda sendiri yang menjawab pertanyaan Mrs. Vye.”

“Baiklah, Mrs. Wve, aku tidak akan berdebat denganmu lagi. Minerva pasti tidak senang melihat kita berdebat.”

Mrs. Wve tersenyum, “Princess Minerva memang tidak pernah menyukai perdebatan kita. Menurut Princess kita bukan berdebat tetapi bertengkar.”

“Tetapi tidak ada yang dapat disalahkan, Mrs. Wve, kita memang selalu berbeda pendapat mengenai Minerva,” kata Pangeran.

“Ya, saya juga mengakui itu. Pendapat Anda dan saya bila menyangkut Princess memang selalu berbeda, Pangeran.”

“Kukira, Mrs. Wve, kita membuat Mrs. Vye semakin tidak mengerti apa yang kita bicarakan,” kata Pangeran, “Saya akan menjelaskan semua yang tidak Anda mengerti, Mrs. Vye.”

“Sebelum Anda mulai menjawab semua pertanyaan saya, saya ingin Anda berhenti bersikap sopan kepada saya, jika Anda tidak keberatan. Anda selalu bersikap sopan kepada saya seperti Maria yang selalu bersikap sopan kepada semua orang di Obbeyville,” kata Mrs. Vye.

“Maria?” tanya Pangeran tak mengerti.

Mrs. Vye menjawab ragu-ragu, “Itu nama yang saya berikan pada Princess ketika ia masih belum dapat mengingat masa lalunya.”

“Nama yang indah. Minerva pasti menyukai nama itu,” kata Pangeran.

“Ya, Princess sangat menyukai nama itu seperti putri saya.”

“Di manakah putri Anda, Mrs. Vye?” tanya Mrs. Wve.

“Ia sudah meninggal.”

“Aku turut menyesal, Mrs. Vye.”

“Terima kasih, Mrs. Wve. Aku telah menerima hal itu. Memang berat rasanya ketika aku kehilangan dia,” kata Mrs. Vye sedih.

“Aku mengerti perasaanmu, Mrs. Vye. Aku juga merasa sangat sedih ketika Princess menghilang. Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan bila Princess tidak kembali. Aku merasa bersalah telah menyebabkan peristiwa itu terjadi,” kata Mrs. Wve.

“Aku merasa seperti orang gila ketika Princess masih belum ditemukan walaupun kecelakaan itu telah berlalu selama lebih dari satu bulan dan aku merasa benar-benar menjadi orang gila ketika Princess tak ditemukan juga hingga hari ini Anda membawanya kembali ke Istana.”

Mrs. Wve menghela napas lega dan tersenyum bahagia,

“Sekarang aku merasa Tuhan telah mengabulkan doa yang selalu kupanjatkan kepadanya setiap malam dan aku benar-benar bersyukur karenanya. Setiap malam aku terus berdoa dan mengenang peristiwa naas yang tidak dapat kulupakan itu. Aku terus mengingat senyuman Princess yang terakhir kali sebelum ia menghilang. Saat itu Princess tersenyum manis yang pasrah seperti orang yang pasrah terhadap apa yang akan menimpanya.”

“Mengapa engkau bisa selamat, Mrs. Wve, sedangkan Princess terdampar di Sungai Alleghei?” tanya Mrs. Vye ingin tahu.

“Aku sendiri tidak mengerti mengapa aku dan Durant bisa selamat sedangkan Princess bisa terjatuh dari Death Rocks. Hanya satu yang kuingat saat kecelakaan itu terjadi. Saat itu kereta tiba-tiba miring dan pintu kereta di samping Princess membuka. Princess yang tidak siap menghadapi itu terlempar keluar.”

“Aku berusaha menangkap Princess tetapi jarak kami terlalu jauh. Saat itulah aku melihat Princess tersenyum pasrah. Setelah itu aku tidak melihat Princess lagi karena tiba-tiba kereta kami yang jatuh dari Death Rocks.”

Mrs. Wve menghela napasnya lagi seperti orang yang bersyukur akan nasibnya,

“Kami masih beruntung dahan pohon yang cukup kuat menahan jatuhnya kereta kami sehingga kami tidak mengalami luka fatal. Durant dan aku sendiri hanya luka memar. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan dari keadaan kami selain terlemparnya Princess dari kereta.”

“Apakah kalian tidak berusaha mencari Princess setelah kecelakaan itu?”

Pangeran Alcon yang sejak tadi hanya menjadi pendengar dari pembicaraan kedua wanita tua itu menjawab,

“Setelah peristiwa kecelakaan itu terjadi, kami secara diam-diam mencari Minerva di sekitar Death Rocks hingga jarak lima mil dari kaki tebing itu. Tidak seorangpun dari kami yang menduga Minerva jatuh ke Sungai Alleghei kemudian terdampar di Obbeyville sebagai gadis yang hilang ingatan.”

“Benar-benar keajaiban Tuhan, Princess Minerva tidak kehilangan apapun setelah jatuh dari tebing yang curam itu. Aku benar-benar bersyukur pada Tuhan yang telah melindungi Princess,” kata Mrs. Wve penuh syukur pada Tuhan.

“Sebelum bertemu kembali dengan Princess, aku tidak sanggup membayangkan apa yang terjadi pada Princess tetapi saat ini aku membayangkan Princess mengalami suatu petualangan yang menarik bagi Princess sendiri di Obbeyville.”

“Minerva memang mengalami petualangan yang sangat menarik di Obbeyville,” kata Pangeran.

“Saya tidak mengerti mengapa Princess sangat pandai mengurus rumah sedangkan di sini ia mempunyai banyak pelayan yang selalu siap melayaninya?” kata Mrs. Vye.

“Sebelum Anda mengerti semuanya, Mrs. Vye. Lebih baik kami memberi tahu Anda mengapa Minerva jarang berada di Istana dan di mana saja ia berada bila ia tidak berada di Istana,” kata Pangeran.

Pangeran memandang Princess Minerva yang masih tertidur nyenyak.

“Lebih baik kita pindah ke Ruang Duduk agar tidak menganggu Minerva,” usul Pangeran.

Pangeran Alcon bangkit dan menutup kembali tirai putih yang mengelilingi tempat tidur Princess Minerva. Pangeran mendahului kedua wanita itu menuju Ruang Duduk.

Mrs. Wve yang berjalan paling akhir membiarkan pintu kamar Princess Minerva terbuka agar udara hangat terus mengalir ke dalam kamar itu.

Pangeran mempersilakan Mrs. Vye duduk dengan tangannya kemudian ia duduk di depan perapian.

Tidak ada orang lain di Ruang Duduk itu selain mereka bertiga. Pelayan yang semula menambah kayu di perapian kini telah pergi meninggalkan perapian yang menyala terang. Cahaya api dari perapian yang besar itu menerangi seluruh Ruang Duduk. Bahkan sinarnya mencapai Ruang Tidur Princess Minerva yang terbuka.

Setelah mereka duduk dengan posisi yang mereka anggap nyaman, Pangeran memulai ceritanya,

“Minerva tidak tahan udara dingin. Ia juga tidak dapat bertahan di cuaca yang sangat panas. Dan bila ia memaksakan diri berada di cuaca yang terlalu dingin maupun terlalu panas, ia akan pingsan dan selama ia pingsan suhu tubuhnya akan terus berubah.”

“Apakah itu tidak berbahaya?” tanya Mrs. Vye.

“Tidak, Mrs. Vye. Kata Dokter Donter, suhu tubuh Minerva yang terus berubah itu karena tubuhnya sedang menyesuaikan diri dengan udara di sekitarnya,” kata Pangeran, “Sungguh aneh memang, Minerva lahir di Istana ini pada musim semi dan hanya pada musim semi saja ia berada di Istana Plesaides.”

“Di manakah Princess berada bila ia tidak berada di Istana Plesaides?” tanya Mrs. Vye lagi.

“Di musim panas, ia berada di Castil Yonga yang terletak di balik Death Rocks. Di musim gugur dan musim dingin, ia berada di Small Cottage yang berada di pulau Clayment di laut barat yang tetap hangat walaupun di musim dingin.”

Mrs. Vye memikirkan sesuatu yang mengganjal di hatinya. Setelah tidak dapat menemukan jawabannya, ia bertanya, “Bagaimana dengan pendidikan Princess?”

“Minerva hanya mendapat pendidikan khusus saat ia berada di Istana. Tetapi Minerva selalu belajar setiap hari walaupun ia jauh dari Istana. Karena di manapun Minerva berada, ia selalu mempunyai guru.”

“Menarik sekali!” kata Mrs. Vye kagum, “Seakan-akan keberuntungan selalu menyertai Princess.”

“Ya, aku kadang merasa seperti itu. Princess selalu mempunyai guru yang baik di manapun ia berada,” kata Mrs. Wve.

“Di Castil Yonga, Princess mempunyai Quiya yang mengajarinya mengenai sejarah Kerajaan Zirva dan bahasa Boudibt serta mitos-mitos Kerajaan Zirva. Di Clayment, Princess mempunyai Granny yang selalu mengajarinya filsafat dan kebijaksanaan serta segala sesuatu yang berhubungan urusan rumah.”

“Karena itulah Minerva menjadi seorang gadis yang sangat menarik. Ia tidak hanya mengerti mengenai sejarah Kerajaan Zirva tetapi juga mitos-mitosnya, ia juga menjadi seorang gadis yang bijaksana dan kata-katanya sering mengejutkan,” kata Pangeran mengakhiri cerita Mrs. Wve.

“Princess Minerva juga menjadi seorang gadis yang terampil dalam urusan menata rumah walaupun sebenarnya ia seorang putri raja,” tambah Mrs. Vye.

“Ya, tetapi menurutku Minerva memang mempunyai bakat itu. Semua orang yang mengajari Minerva baik itu Quiya maupun Granny hanya mengembangkan bakat itu dan membuat bakat itu nampak,” kata Pangeran, “Minerva seorang gadis yang bijaksana seperti arti namanya, kebijaksanaan.”

“Ia mewarisi bakat-bakat itu dari raja dan ratu sebelumnya, seperti bakat menata rumahnya yang diwarisinya dari nenek kami. Mrs. Vye. Nenek kami, Ratu Gorie, juga pandai menata rumah.

“Ialah yang membuat Istana ini menjadi menarik seperti saat ini. Tetapi menurutku Minerva memiliki bakat sendiri. Minerva lebih berbakat dari Ratu Gorie, ia telah membuktikan itu. Minerva tidak hanya pandai menata rumah, ia juga pandai memasak,” kata Pangeran.

“Hanya itu yang dapat saya katakan. Sisanya Mrs. Wve yang lebih mengetahuinya daripada saya,” kata Pangeran mengakhiri cerita panjangnya.

“Saya tahu Princess memang pandai memasak. Sejak kedatangannya yang tidak terduga, ia selalu membantu saya memasak makanan bagi Baroness Lora. Walaupun Baroness Lora maupun Lady Debora tidak mengatakan apa-apa tetapi saya tahu mereka menyukai masakan yang dibuat Princess,” kata Mrs. Vye, “Saya ingin sekali bertemu dengan Granny.”

“Anda akan dapat menemuinya, Mrs. Vye bila Anda ikut Minerva pergi ke Clayment. Aku tidak tahu apakah tahun ini Minerva pergi ke sana atau tidak. Saat ini ia belum sadar dan kita tidak tahu kapan ia akan sadar bila melihat keadaannya yang jauh lebih parah dari yang sudah-sudah,” kata Pangeran.

“Apakah Anda yakin Princess baik-baik saja?” tanya Mrs. Vye, “Napas Princess tersenggal-senggal.”

“Aku percaya pada apa yang dikatakan Dokter Donter. Keadaan Minerva yang seperti ini karena ia sedang menyesuaikan suhu tubuhnya dengan suhu lingkungannya. Tanpa Dokter Donter, tentu Minerva tidak akan menjadi seperti yang sekarang. Dokter Donterlah yang mengusulkan agar Minerva selalu menghindari cuaca yang dapat menyebabkannya jatuh sakit,” kata Pangeran.

“Hingga kapan Princess Minerva tidak sadarkan diri?” tanya Mrs. Vye.

“Entahlah, Mrs. Vye. Biasanya Minerva pingsan bisa sampai berhari-hari dan bila melihat kondisinya yang seperti ini tampaknya Minerva akan terus dalam keadaan seperti ini hingga musim mendatang,” kata Pangeran.

Mrs. Vye memekik tertahan, “Lama sekali! Saya pasti akan merindukan senyum dan suara Princess bila harus menunggu selama itu.”

“Aku selalu merindukan Princess sejak menghilangnya Princess dan aku semakin merasa rindu sejak aku bertemu kembali dengan Princess. Aku sama sekali tidak menduga Princess akan kembali dalam keadaan seperti ini,” kata Mrs. Wve.

“Ada satu lagi yang belum saya mengerti. Mengapa pada musim semi tahun ini Princess tidak berada di Istana Plesaides seperti biasanya?” tanya Mrs. Vye.

Pangeran tersenyum. “Pertanyaan yang selalu diucapkan oleh semua orang yang mengetahui mengapa Minerva jarang berada di Istana yang kemudian mengakibatkan ia jarang muncul di depan masyarakat,” gumamnya.

“Saya juga tidak mengerti tentang itu. Mengapa hanya penduduk Xoechbee dan penghuni penjara bawah tanah Xoechbee saja yang mengetahui Princess?”

Pangeran tersenyum lagi, “Tahun ini Minerva tidak berada di Istana sebagaimana seharusnya karena ia berusaha menghindari pesta ulang tahunnya yang kuselenggarakan secara diam-diam untuknya.”

Mrs. Wve ikut bercerita, “Sebulan sebelum ulang tahunnya yang kedelapan belas…”

“Delapan belas!?” sela Mrs. Vye.

“Ya, tahun ini Princess Minerva berumur delapan belas,” ulang Mrs. Wve.

“Aku tidak percaya. Selama ini aku selalu mengira Maria telah berusia lebih dari dua puluh,” kata Mrs. Vye.

Pangeran dan Mrs. Wve tertawa.

“Minerva selalu tampak lebih dewasa dari wajahnya. Ia selalu membuat semua orang mengira ia lebih tua dari usianya yang sebenarnya,” kata Pangeran.

“Aku tidak percaya. Maria selama ini selalu tampak seperti gadis yang telah dewasa tetapi ternyata ia belum genap dua puluh tahun. Bahkan baru saja menginjak usia dewasa,” kata Mrs. Vye.

Pangeran mengangguk. “Ya, karena ini ulang tahun yang sangat penting bagi Minerva, aku merencanakan membuat suatu pesta besar tanpa sepengetahuan Minerva.”

“Sebulan sebelum Princess kembali ke Istana, ia telah mengirimkan surat yang menyatakan ia tidak ingin diadakan pesta apapun untuk menyambut ulang tahunnya,” kata Mrs. Wve meneruskan kalimatnya yang terpotong oleh seru terkejut Mrs. Vye.

“Sebelumnya aku tahu Minerva pasti tidak ingin aku membuat pesta ini tetapi aku tetap menjalankan rencana yang telah kubuat selama bertahun-tahun. Bahkan ketika surat itu datang,” kata Pangeran.

“Entah bagaimana Minerva mengetahuinya sehingga tahun ini ia tidak menuju ke Istana Plesaides dari Clayment tetapi menuju Foentza. Dari Foentza, Minerva kembali mengirim surat. Kali ini surat Minerva menyatakan ia tidak pulang ke Istana Plesaides tahun ini.”

“Kemudian apa yang terjadi?” tanya Mrs. Vye ingin tahu.

“Pangeran tidak membatalkan pesta itu bahkan Pangeran menyusul Princess di Foentza. Bersama-sama dengan Raja, Ratu dan beberapa orang yang diundang Pangeran, kami mengadakan pesta ulang tahun Princess di Castil Yonga,” jawab Mrs. Wve.

Pangeran mengeluh sedih. “Sebenarnya aku mengharapkan orang yang hadir di pesta ulang tahun Minerva lebih banyak dari yang datang itu. Tetapi satu-satunya jalan terdekat menuju Foentza sangat berbahaya dan hari ulang tahun Minerva semakin dekat, maka aku dengan terpaksa membatasi jumlah orang yang kuundang.”

Pangeran melanjutkan ceritanya, “Setelah pesta itu, para undangan segera kembali ke Xoechbee. Sedangkan kami masih tetap berada di Foentza untuk menemani Minerva.”

“Mengapa Princess tidak kembali ke Istana setelah pesta itu?” tanya Mrs. Vye ingin tahu.

“Karena ini pertama kalinya Princess melewatkan musim seminya di Foentza. Princess ingin menikmati keindahan Foentza pada musim semi,” jawab Mrs. Wve.

“Andai aku tidak bersikeras mengadakan pesta itu, tentu Minerva tidak akan mengalami kejadian ini,” keluh Pangeran.

“Anda jangan berkata seperti itu, Pangeran. Saat itu kita semua tidak tahu apa yang akan terjadi,” kata Mrs. Wve.

Pangeran Alcon mengeluh lagi. “Andai saja waktu itu aku pulang bersama Minerva, aku yakin peristiwa ini tidak akan terjadi.”

“Saat kecelakaan itu terjadi Anda berada di mana? Bukankah seharusnya Anda pulang bersama-sama Princess?” tanya Mrs. Vye.

“Saat itu aku sudah berada di sini. Minerva berencana menghabiskan musim semi tahun ini di Castil dan akan segera berangkat ke Clayment setelah musim panas berakhir. Tetapi aku membujuknya agar pulang ke Istana setelah musim semi berakhir,” kata Pangeran.

“Apakah Princess menyetujuinya?” tanya Mrs. Vye ingin tahu.

Pangeran mengangguk.

“Minerva memang menyetujuinya tetapi ia tidak setuju ketika aku memutuskan untuk kembali ke Istana bersamanya. Ia mengingatkan kami akan tugas-tugas yang menanti kami di Istana Plesaides maka aku dan Papa serta Mama kembali dulu. Baru setelah musim semi berakhir, Minerva menyusul kembali ke Istana.”

“Setiap tahun Princess selalu melakukan perjalanan, apakah ia tidak merasa bosan atau lelah?” gumam Mrs. Vye.

“Princess tidak pernah mengeluh. Ia selalu menikmati perjalanan kami, walaupun kami harus selalu berpindah setiap pergantian kami,” kata Mrs. Wve.

“Apakah engkau selalu ikut bersama Princess dalam setiap perjalanannya?” tanya Mrs. Vye.

“Ya, aku selalu bersamanya. Selain aku, Durant juga selalu mengikuti perjalanan kami,” jawab Mrs. Wve.

Mrs. Vye memandang tak mengerti pada Mrs. Wve. Sejak tadi ia sering mendengar Mrs. Wve menyebut-nyebut nama Durant tetapi ia tak menjelaskan siapa orang itu. Karena rasa keingintahuannya yang besar, Mrs. Vye bertanya, “Siapakah Durant itu?”

“Ia kusir kuda yang selalu mengantar kami ke manapun kami pergi,” jawab Mrs. Wve.

Mrs. Vye termenung. “Kasihan Princess, ia selalu terpisah dari keluarganya dan hanya pada musim semi ia dapat berkumpul kembali dengan keluarganya,” kata Mrs. Vye.

“Ya, musim semi adalah musim cerianya Istana Plesaides,” kata Pangeran.

Mrs. Vye memandang tak mengerti pada Pangeran.

“Di manapun Princess berada, ia selalu membawa keceriaan dengan senyumnya yang menawan hati,” kata Mrs. Wve.

“Senyum Princess memang menawan hati. Aku senang sekali melihat Princess tersenyum,” kata Mrs. Vye, “Selama di Obbeyville, wajah Princess selalu dihiasi dengan senyumannya itu.”

“Princess selalu tersenyum. Granny mengatakan Princess memiliki senyum yang paling manis yang pernah dilihatnya.”

Pangeran Alcon yang sejak tadi mendengarkan pembicaraan Mrs. Wve dan Mrs. Vye mulai merasa bosan. Baginya pembicaraan kedua orang itu tidak akan pernah berakhir. Ia bangkit dari kursi dan berkata, “Silakan kalian melanjutkan pembicaraan kalian. Aku akan menjaga Minerva.”

Pangeran segera menghilang ke dalam Ruang Tidur Princess Minerva sebelum kedua wanita itu sempat berkata apa-apa.

Cahaya api dari perapian yang menerobos masuk ke dalam Ruang Tidur Princess Minerva membuat ruang itu menjadi terang. Tirai-tirai putih yang menutupi tempat tidur Princess Minerva memantulkan bayang-bayang Princess Minerva yang sedang tertidur.

Pangeran Alcon bersandar di dinding dekat pintu dan tersenyum melihat bayang-bayang tubuh adiknya muncul di tirai itu. Pangeran berpikir saat itu Princess Minerva benar-benar tampak seperti seorang putri tidur yang menanti kecupan sang Pangeran agar dapat bangun kembali dari tidur panjangnya.

Suara perlahan yang seperti bisikan yang berasal dari tempat tidur besar itu membuat Pangeran segera mendekat.

“Al…, aku kedinginan…. Al…, di sini dingin sekali….”

Pangeran segera memeluk Princess Minerva yang terbaring lemah.

“Jangan khawatir, Minerva. Aku akan memelukmu sehingga engkau tidak kedinginan,” kata Pangeran, “Tidurlah yang nyenyak. Aku akan terus menjaga agar engkau merasa hangat.”

Setelah merasa Princess Minerva agak tenang, Pangeran Alcon meletakkan tubuh Princess Minerva dengan hati-hati.

Saat Pangeran meletakkan kepala Princess Minerva di atas bantal, Princess Minerva kembali berkata, “Al…, jangan pergi…. Al…, jangan… tinggalkan aku.”

Pangeran memeluk Princess Minerva lagi sambil berusaha menenangkannya.

Setelah merasa adiknya benar-benar tenang, Pangeran Alcon kembali meletakkan tubuh Princess Minerva ke tempat tidur yang menantinya.

Kali ini Princess Minerva benar-benar tenang. Ia kembali tertidur dengan tenang walau napasnya masih terputus-putus.

Pangeran meletakkan tangannya di dahi adiknya dan merasakan suhu tubuh Princess Minerva sangat panas seperti panasnya api yang membara di perapian. Pangeran menarik kursi meja rias ke samping tempat tidur Princess Minerva dan duduk di sana sambil terus mengawasi Princess Minerva yang tetap terbaring lemah.

“Selamat malam, Pangeran.”

Pangeran terkejut mendengar sapaan itu. Ia segera memalingkan kepalanya dan melihat Dokter Donter tengah tersenyum padanya. Pangeran bangkit dari kursinya, “Selamat malam, Dokter Donter. Kami menanti Anda sejak tadi.”

“Princess tampaknya sangat menderita,” kata Dokter Donter sambil melihat ke Princess Minerva yang tetap terbaring sambil bernapas terputus-putus.

“Ya, sejak tadi ia begini.”

“Apakah wanita tua di luar itu yang membawa Princess kembali?” tanya Dokter Donter.

“Ya dan tidak.”

Jawaban yang diberikan Pangeran Alcon membuat Dokter Donter menjadi bingung.

“Apa maksud Anda?” tanya Dokter Donter kebingungan.

“Wanita itu mengatakan Minerva pulang atas kehendaknya sendiri dan ia hanya mengikuti Minerva,” kata Pangeran memberikan penjelasan.

“Ya, saya mulai mengerti. Untung sekali wanita itu mau mengantar Princess. Entah apa yang akan terjadi bila wanita itu tidak mengikuti Princess selama perjalanan,” kata Dokter Donter.

“Sebaiknya Anda segera memeriksa Minerva, Dokter Donter. Pasien yang Anda tinggalkan pasti tidak sabar menanti Anda,” kata Ratu yang muncul dari balik pintu.

Dokter Donter tersenyum, “Ia pasti mengerti bila saya menjelaskan saya sedang merawat Princess Minerva yang telah kembali setelah menghilang selama satu musim lebih.”

“Baiklah, Dokter Donter, saya tidak akan menganggu Anda. Silakan Anda memeriksa Minerva,” kata Pangeran.

Pangeran segera meninggalkan ruangan itu.

Setelah melihat Pangeran muncul dari Ruang Tidur Princess Minerva, Mrs. Wve dan Mrs. Vye memasuki kamar itu.

Pangeran Alcon menanti dengan cemas di Ruang Duduk. Ia berjalan mondar-mandir di depan pintu kamar Princess Minerva sambil berusaha menangkap suara yang terdengar dari kamar Princess Minerva.

Setelah beberapa saat akhirnya Dokter Donter muncul.

Pangeran menyambutnya dengan setumpuk pertanyaan.

“Bagaimana keadaan Minerva, Dokter Donter?”

Dokter Donter tersenyum melihat kecemasan yang muncul di wajah tampan Pangeran. Kadang-kadang Dokter Donter berpikir apakah rasa sayang Pangeran kepada Princess Minerva melebihi rasa sayang Pangeran kepada kedua orang tuanya. Tetapi tidak ada yang dapat disalahkan bila itu memang benar. Pangeran Alcon memang selalu terlihat lebih mencemaskan keadaan Princess Minerva dibandingkan yang lain.

“Duduklah dulu, Pangeran. Kita akan berbicara dengan santai,” kata Dokter Donter.

Pangeran mengangguk. Dengan isyarat tangannya ia meminta Dokter Donter duduk di depannya.

Tanpa membuang-buang waktu, Pangeran segera bertanya, “Bagaimana keadaan Minerva?”

“Seperti biasanya Princess akan terus begini hingga suhu tubuhnya turun.”

“Kapankah saat itu tiba?” tanya Pangeran tidak sabar.

Dokter Donter menyandarkan punggungnya di sofa dengan pasrah.

“Saya tidak tahu, Pangeran. Baru kali ini keadaan Princess separah ini. Ia benar-benar telah berjuang keras agar dapat sampai di sini,” kata Dokter Donter.

“Minerva telah berusaha sampai di sini walau udara sangat dingin,” kata Pangeran.

Dokter Donter menggelengkan kepalanya, “Bukan itu yang hendak saya katakan, Pangeran.”

Pangeran Alcon bertanya tak mengerti, “Lalu apa yang hendak Anda katakan?”

“Dari wanita tua itu, saya ketahui bahwa selama perjalanan ke Istana, perjalanan mereka sering dihambat oleh hujan deras. Hal ini membuat Princess menjadi demam dan semakin lemah setiap harinya tetapi Princess tetap bertahan agar tidak pingsan hingga ia tiba di Istana,” kata Dokter Donter.

“Minerva telah berjuang keras melawan sakitnya agar ia tiba di sini dan sekarang ia tidak sadarkan diri,” kata Pangeran mengulangi perkataan Dokter Donter.

“Itulah yang saya hendak saya katakan, Pangeran. Princess telah menghabiskan seluruh tenaganya untuk melawan sakitnya dan kini kita tidak tahu kapan ia akan sadar. Saya khawatir ia tidak akan sadar hingga musim ini berakhir.”

“Saya juga menduga hal itu. Tetapi saya tidak berharap dugaan itu menjadi kenyataan. Saya merindukan Minerva selama ia menghilang.”

“Saya juga merindukan Princess. Selama ia menghilang, kita benar-benar telah dibuatnya khawatir dan setelah ia muncul kembali, kita tetap mengkhawatirkannya,” kata Dokter Donter.

“Setidak-tidaknya sekarang kita tidak perlu khawatir akan keberadaan Minerva. Kita hanya perlu mengkhawatirkan kesehatannya.”

Dokter Donter mengangguk, “Menghilangnya Princess menjadi suatu misteri. Saya tidak percaya ia bisa sampai ke Obbeyville.”

“Demikian pula saya, Dokter Donter. Saya tidak percaya ia bisa jatuh di Sungai Alleghei kemudian terdampar di Obbeyville. Sungguh tidak dapat dipercaya ia dapat jatuh di sungai itu dari Death Rocks yang tinggi tanpa kehilangan apapun.”

Dokter Donter menatap lekat-lekat wajah Pangeran yang menampakkan kelegaan sekaligus rasa tak percayanya. “Tuhan telah melindungi Princess sehingga ia tetap selamat walaupun terlempar dari Death Rocks,” katanya.

Pangeran mengangguk. “Saya benar-benar bersyukur pada Tuhan. Saya tidak tahu apa yang harus kulakukan bila Minerva benar-benar tidak kembali. Ia sangat berharga bagiku bahkan lebih berharga dari nyawaku sendiri.”

“Princess Minerva berharga bagi kita semua, Pangeran. Semua penduduk Kerjaan Zirva terutama penduduk Xoechbee mencintai Princess,” kata Dokter Donter.

“Saya tahu, Dokter Donter. Mereka telah menunjukkan besarnya rasa cinta mereka pada Minerva ketika berita hilangnya Minerva dimuat di koran,” kata Pangeran, “Saya tidak akan pernah lupa saat penduduk berbondong-bndong ke Istana untuk menanyakan keadaan Minerva.”

“Apakah Anda telah memutuskan untuk memberitahukan berita kembalinya Princess?” tanya Dokter Donter.

Pangeran menatap pintu kamar Princess Minerva yang terbuka. “Aku tidak tahu. Saat ini Minerva masih belum sadar. Saya memang telah memutuskan untuk mengumumkan hal ini tetapi tanpa membuat penduduk menjadi khawatir.”

“Apakah Anda bermaksud hanya mengatakan kepada penduduk bahwa Princess telah kembali?”

“Itulah yang hendak kulakukan tetapi itu sulit. Penduduk pasti ingin bertemu Minerva sedangkan Minerva masih tidak sadarkan diri. Saya juga tidak dapat mengatakan Minerva sedang tidak sadarkan diri karena itu akan membuat penduduk mejadi khawatir. Tetapi saat ini saya telah memikirkan satu jalan pemecahannya,” kata Pangeran.

“Pemecahan yang bagaimanakan yang Anda maksudkan, Pangeran?” tanya Dokter Donter ingin tahu.

“Saya berencana mengadakan pesta untuk memperkenalkan Minerva kepada penduduk. Tetapi saya tidak tahu kapan saya dapat mengadakannya bila melihat keadaan Minerva yang seperti itu,” kata Pangeran, “Mungkin setelah Minerva sadar saya baru dapat memutuskan kapan pesta itu akan saya selenggarakan.”

“Apakah Princess tidak akan menghindari pesta itu, Pangeran?” tanya Dokter Donter.

“Minerva pasti mengerti bila aku menjelaskannya. Selain itu hal ini untuk mencegah terulangnya peristiwa ini. Aku tidak ingin kehilangan Minerva lagi. Dan juga aku ingin melihat wajah wanita yang telah menghina Minerva.”

Dokter Donter terkejut mendengar kemarahan dalam suara Pangeran. Wajah Pangeran tampak penuh kemarahan. Matanya menatap dingin dan tajam ke depan seakan-akan ingin membunuh siapa saja yang dilihatnya.

Dokter Donter berdiri. “Saya tidak dapat berlama-lama lagi, Pangeran. Masih ada pasien yang harus saya tangani,” katanya.

Pangeran juga berdiri. “Maafkan kami, Dokter Donter. Kami pasti telah membuat Anda merasa cemas dan pasien Anda merasa jengkel karena harus menanti Anda yang terburu-buru berangkat ke Istana.”

Dokter Donter tersenyum, “Tidak apa-apa, Pangeran. Pasien saya pasti rela bila saya mengatakan saya terpaksa meninggalkannya karena saya harus memeriksa Princess. Tetapi Anda benar saat ini ia pasti merasa jengkel. Karena terburu-buru, saya tidak sempat menjelaskan hal ini. Atau mungkin karena saya terlalu senang mendengar kembalinya Princess sehingga saya lupa menerangkan hal ini kepadanya.”

“Seperti halnya Anda, Dokter Donter, semua orang pasti akan senang bila mengetahui Minerva telah kembali,” kata Pangeran.

“Saya ingin tahu bagaimana reaksi masyarakat bila mendengar Princess telah kembali. Apakah mereka akan kembali menjadi gempar seperti ketika berita menghilangnya Princess menyebar,” kata Dokter Donter sambil tersenyum.

“Mungkin mereka akan menjadi gempar. Kembalinya Minerva di Istana ini saja telah membuat seluruh Istana menjadi gempar apalagi masyarakat.”

Pangeran mengantarkan Dokter Donter hanya sampai depan kamar Princess Minerva.

“Maafkan kami, Dokter Donter. Karena Minerva Anda harus terburu-buru kemari dan berjalan jauh agar sampai di kamar ini,” kata Pangeran.

“Tidak apa-apa, Pangeran. Saya senang dapat melakukannya. Bila dihitung-hitung, berjalan dari lantai dasar Istana hingga ke kamar Princess yang terletak di lantai teratas Istana ini merupakan olahraga yang cukup baik terutama bagi saya yang sudah tua ini,” kata Dokter Donter.

Pangeran menatap lorong depan kamar Minerva yang sepi.

“Minerva menyukai ketenangan karena itu ia menyukai kamar ini. Selain itu kamar ini satu-satunya kamar yang memiliki perapian yang besar.”

Dokter Donter tersenyum, “Saya tidak dapat tinggal lebih lama lagi. Tolong katakan kepada saya bila Princess sudah sadar. Saya merindukan kuenya.”

Pangeran berusaha keras menahan tawanya. “Saya juga merindukan kuenya. Kurasa semua orang di Istana ini juga merindukan kuenya.”

“Dan permainan pianonya,” tambah Dokter Donter.

Pangeran menatap piano putih di pojok Ruang Duduk yang tampak kesepian.

“Ya, permainan pianonya juga. Kita merindukan segala sesuatunya tentang Minerva.”

Sebelum Dokter Donter pergi, ia berkata, “Di setiap obat yang saya berikan untuk Princess, saya memberinya obat tidur.”

Sekali lagi Pangeran berusaha keras menahan tawanya. “Tindakan Anda sangat tepat, Dokter Donter. Minerva sangat sulit disuruh diam. Sedetikpun ia tidak mau diam terbaring di atas tempat tidurnya. Hanya obat tidur saja yang mampu membuatnya terbaring diam.”

Setelah Dokter Donter menghilang di lorong panjang itu, Pangeran kembali ke tempat adiknya terbaring.

Tiga wanita yang mengelilingi tempat tidur Princess Minerva sibuk bercakap-cakap sehingga mereka tidak memperhatikan kedatangan Pangeran. Entah apa yang dibicarakan mereka. Mereka tampak menikmati pembicaraan mereka sehingga rasanya pembicaraan mereka tidak akan berakhir.

Pangeran yang semula hendak menjaga adiknya segera membatalkan keinginannya.

Perlahan-lahan ia meninggalkan kamar Princess Minerva dan segera mencari Menteri Dalam Negeri untuk menyelesaikan urusan pengumuman kembalinya Princess Minerva di Istana.

Menteri Dalam Negeri sedang bercakap-cakap bersama Raja di Ruang Tahta ketika Pangeran tiba di sana.

Seakan-akan tahu apa yang akan dikatakan Pangeran, Menteri itu segera mendekati Pangeran.

Pangeran menjelaskan singkat keinginannya.

Setelah mendengar penjelasan itu, Menteri Dalam Negeri mengangguk dan berkata, “Saya mengerti, Pangeran. Besok saya akan mengumumkan kembalinya Princess tanpa menerangkan yang lain.”

“Umumkan itu besok pagi. Agar di siang hari aku dapat mengetahui bagaimanakah reaksi masyarakat,” kata Pangeran tegas.

“Baik, Pangeran.”

Seperti yang diminta Pangeran, Menteri Dalam Negeri mengumumkan hal itu keesokan paginya.

Reaksi masyarakat ketika mendengar berita kembalinya Princess Princess Minerva ke Istana Plesaides tidak meleset dari dugaan Pangeran Alcon. Mula-mula masyarakat khususnya penduduk Xoechbee senang tetapi tak lama kemudian mereka berbondong-bondong ingin bertemu Princess Minerva yang masih belum sadar.

Sejak pagi Pangeran Alcon berada di kamar Princess Minerva. Dari situ pula ia melihat kerumunan penduduk yang ingin melihat adiknya yang terus terbaring lemah di atas tempat tidurnya. Pangeran bersandar di jendela kaca sambil menyilangkan kedua tangannya di depan dadanya dan mengawasi Princess Minerva.

Tirai-tirai yang semalam menutup tempat tidur Princess Minerva telah disibakkan oleh Mrs. Wve. Sinar matahari pagi yang hangat menyinari wajah Princess Minerva.

Pangeran tersenyum melihat wajah Princess Minerva yang tampak semakin cantik di bawah siraman sinar matahari pagi. Pangeran percaya wajah Princess Minerva yang tersenyum di bawah sinar matahari pagi akan membuat gadis itu tampak semakin cantik.

Suara Mrs. Wve dan Mrs. Vye yang sedang bercakap-cakap di Ruang Duduk terdengar di ruangan itu. Suara kedua wanita itu terhenti oleh suara ketukan di pintu.

Pangeran tetap tidak bergerak. Ia terus bersandar di jendela sambil mengawasi Princess Minerva.

Sesaat kemudian Menteri Dalam Negeri muncul.

“Engkau hendak melaporkan itu?” tanya Pangeran sambil memalingkan kepalanya ke arah kerumunan orang di depan Istana.

Menteri Dalam Negeri mengangguk. “Apa yang harus saya lakukan terhadap mereka?”

Pangeran menatap Princess Minerva.

Menteri Dalam Negeri juga menatap Princess Minerva yang terus terbaring tanpa mempedulikan keadaan di sekitarnya yang mengkhawatirkan dirinya.

“Saya mengerti Princess Minerva belum sadar, tetapi apa yang harus saya katakan kepada mereka?” tanya Menteri Dalam Negeri.

“Katakan kepada mereka, untuk saat ini Minerva masih belum dapat menemui mereka. Minerva akan menemui mereka dalam pesta yang akan diselenggarakan pada musim dingin nanti. Dan bila mereka bertanya kapan saat itu tiba, katakan mengenai itu akan diumumkan bila saatnya hampir tiba.”

“Apakah itu berarti musim dingin tahun ini Princess tidak akan ke Clayment?” tanya Menteri Dalam Negeri.

“Untuk tahun ini, aku tidak yakin Minerva cukup kuat untuk berpergian ke Clayment. Kurasa sebaiknya tahun ini ia melewatkan musim dinginnya di sini,” kata Pangeran.

“Apakah itu tidak berbahaya bagi kesehatan Princess?”

“Tidak, Kendsley, selama kita berusaha membuat ia terus merasa hangat,” kata Pangeran, “Sekarang temuilah orang-orang itu dan umumkan kata-kataku yang baru saja kusampaikan kepadamu.”

“Baik, Pangeran.”

Menteri Dalam Negeri membungkuk hormat kemudian meninggalkan Pangeran yang terus bersandar di jendela sambil mengawasi Princess Minerva.

Pangeran mendekati Princess Minerva yang masih tertidur.

“Engkau putri yang nakal, Minerva. Semua orang mengkhawatirkanmu tetapi engkau tetap tidur dengan tenang,” kata Pangeran Alcon sambil menatap lekat-lekat wajah Princess Minerva yang masih pucat, “Engkau terus menjadi putri tidur yang cantik tanpa mempedulikan sekelilingmu yang menjadi gempar karena dirimu.”

Setelah mendengar pengumuman kedua itu penduduk mulai merasa tenang. Mereka tidak lagi bersikeras ingin berjumpa dengan Princess Minerva. Walaupun begitu masih ada beberapa orang yang tetap bersikeras berjumpa dengan Princess Minerva. Tetapi semua itu berhasil ditangani oleh Menteri Dalam Negeri tanpa membocorkan keadaan Princess Minerva yang sebenarnya.

Pangeran Alcon terus berada di kamar Princess Minerva sepanjang hari.

Sejak Princess Minerva kembali dalam keadaan tidak sadarkan diri, Pangeran menghabiskan waktunya di kamar Princess Minerva. Hanya tugas-tugas kenegaraan saja yang mampu membuat Pangeran Alcon meninggalkan kamar adiknya.

Keadaan Princess Minerva sejak ia kembali di Istana Plesaides tidak kunjung membaik. Suhu tubuhnya tetap tinggi dan ia tetap tidak sadarkan diri. Semua orang di Istana benar-benar mengkhawatirkan keadaannya yang tetap tidak berubah walaupun hari telah berganti minggu. Beberapa saat menjelang berakhirnya musim gugur, seluruh Istana dapat mulai merasa lega dan semakin berharap Princess Minerva segera sadar. Saat itu suhu tubuh Princess Minerva telah turun tetapi ia masih belum sadar. Ia tetap terbaring lemah di atas tempat tidurnya yang besar.

“Suhu tubuh Princess telah turun,” kata Mrs. Vye mengumumkan.

“Ya, aku senang sekali mendengarnya. Aku yakin tak lama lagi Minerva akan sadar,” kata Pangeran penuh keyakinan.

“Tetapi hingga kapan Anda akan terus memeluk Princess,” kata Mrs. Wve sambil menyipitkan matanya.

Pangeran Alcon tersenyum nakal. “Hingga besok pagi,” katanya.

“Biarkan Princess tidur dengan nyenyak dan Anda harus segera kembali ke kamar Anda,” kata Mrs. Wve, “Hari semakin larut malam.”

“Aku tahu, Mrs. Wve. Tetapi engkau harus mengerti bila aku ingin terus di sini sampai pagi,” kata Pangeran, “Siapa tahu besok pagi Minerva sadar. Aku ingin menjadi orang pertama yang dilihatnya.”

“Saya mengerti, Pangeran. Tetapi apakah Anda ingin tetap seperti itu hingga pagi?” tanya Mrs. Wve.

Pangeran Alcon tersenyum. Ia tahu apa yang dimaksud Mrs. Wve, tetapi ia tidak meletakkan kembali tubuh Princess Minerva. Pangeran menyandarkan tubuhnya pada tiang besi tempat tidur kemudian membelai-belai kepala Princess Minerva yang terkulai tak berdaya di pundaknya dengan satu tangannya. Tangannya yang lain memeluk tubuh Princess Minerva.

“Ya,” jawab Pangeran dengan senyum nakal, “Kalau bisa aku ingin terus seperti ini. Tetapi engkau tidak akan mengijinkanku, bukan?”

“Tentu tidak!” jawab Mrs. Wve dan Mrs. Vye bersamaan.

Pangeran meletakkan jari telunjuknya di mulutnya. “Jangan berteriak seperti itu. Minerva akan terganggu.”

“Kembalilah ke kamar Anda, Pangeran. Anda harus beristirahat,” kata Mrs. Wve.

Pangeran cemberut. “Mengapa engkau tidak membiarkan aku memeluk adikku sampai pagi?” tanya Pangeran.

“Karena kalian telah dewasa,” jawab Mrs. Wve.

“Ketika dulu Minerva masih kecil, mengapa engkau mengijinkan aku memeluknya sampai pagi?” tanya Pangeran.

Mrs. Wve tersenyum melihat tingkah Pangeran Alcon yang biasanya selalu penuh wibawa kini menjadi kekanak-kanakan. Tetapi ia mengerti Pangeran menjadi kekanak-kanakan karena tidak sabar menanti saat Princess Minerva sadar.

Bukan hanya Pangeran saja yang berubah bila menyangkut Princess Minerva. Semua orang berubah karena mengkhawatirkan Princess Minerva. Ini terbukti ketika Princess Minerva belum juga ditemukan walau kecelakaan itu telah berlalu selama lebih dari satu bulan. Semua orang menjadi gila memikirkan Princess Minerva yang tidak diketahui keberadaannya. Suasana di Istana Plesaides menjadi sunyi karenanya. Istana Plesaides yang biasanya dipenuhi orang yang lalu lalang saat itu menjadi sepi seakan-akan setiap orang enggan ke Istana.

Setelah Princess kembali, semua orang yang semula membisu karena sibuk memikirkan keadaan Princess Minerva seakan-akan bangkit dari kebisuannya. Semua sangat senang Princess telah kembali dan kini mereka menanti saat Princess tersadar dari tidur panjangnya.

“Karena saat itu Princess yang memintanya,” kata Mrs. Wve tenang.

“Kini Minerva juga yang memintanya. Tidakkah engkau mendengar Minerva memintaku tak meninggalkannya. Ia juga sering berkata ia kedinginan,” kata Pangeran Alcon merujuk.

“Pangeran, kalian telah dewasa. Kalau dulu saya mengijinkan Princess tidur dengan Anda itu karena Princess masih kecil dan saya tahu kemungkinan besar Anda akan menolaknya,” kata Mrs. Wve.

“Ya, aku menyesal dulu aku sering menolak bila ia meminta aku menemaninya. Tetapi sejak kejadian itu aku merasa menyesal dan berusaha memberikan yang terbaik bagi Minerva.”

“Karena itu, Pangeran, kini berikan pula yang terbaik bagi Princess. Kembalilah ke kamar Anda dan biarkan Princess tidur nyenyak,” kata Mrs. Wve membujuk Pangeran Alcon.

“Bagaimana bila ia mencariku lagi?” tanya Pangeran Alcon merujuk lagi.

Tiba-tiba Mrs. Vye yang sejak tadi hanya menjadi pendengar berkata, “Anda dapat menggunakan kamar yang saya tempati.”

Pangeran Alcon menggelengkan kepalanya. “Dulu kamar itu memang untukku bila aku ingin tidur di sini. Tetapi sekarang kamar itu adalah kamar Anda, Mrs. Vye.”

“Tidak apa-apa, Pangeran. Saya dapat tidur di kamar Mrs. Wve. Tempat tidur Mrs. Wve cukup besar untuk kami berdua.”

Pangeran Alcon menggeleng lagi. “Tidak, Mrs. Vye. Mrs. Wve benar, aku dan Minerva sudah dewasa. Aku akan kembali ke kamarku.”

Pangeran Alcon meletakkan tubuh Princess Minerva dengan hati-hati.

“Hanya suami Minerva saja yang dapat terus bersamanya sepanjang hari. Tetapi kapan Minerva menemukannya? Minerva jarang berbicara dengan laki-laki.”

Setelah mengucapkan itu Pangeran berlalu dari hadapan Mrs. Wve dan Mrs. Vye yang saling berpandangan tak mengerti.

Mrs. Wve sadar apa yang dikatakan Pangeran Alcon memang benar. Sejak kecil Princess Minerva selalu berpindah-pindah tempat setiap pergantian musim sehingga Princess jarang berbicara dengan laki-laki. Walaupun Castil Yonga cukup besar dan suasana di sekitarnya ramai, tetapi Princess Minerva lebih sering berada di Castil daripada bepergian ke Foentza. Princess lebih suka mendengarkan Quiya daripada berjalan-jalan.

Di Clayment pun juga demikian. Di sana Princess Minerva menghabiskan waktunya di cottage kecil mereka yang Princess namai Small Cottage. Princess Minerva hanya meninggalkan Small Cottage untuk ke rumah Granny yang dekat dari Small Cottage.

Ketika Princess Minerva berada di Istana Plesaides, ia juga jarang bertemu dengan laki-laki. Princess lebih banyak menghabiskan waktunya untuk belajar dan memasak di dapur Istana.

Aneh memang. Princess Minerva memiliki wajah cantik yang akan membuat siapa saja merasa tertarik tetapi ia tidak memiliki banyak kawan. Bahkan teman teman perempuan yang sebaya.

Teman Princess Minerva hanyalah anak-anak kecil di sekitar Small Cottage yang senang mendengarkan cerita Princess Minerva sambil menikmati kue buatannya.

Selain itu Princess Minerva jarang diketahui sebagai putri raja. Lebih banyak orang yang mengenalnya sebagai gadis yang menarik daripada sebagai putri raja.

Hanya penduduk Xoechbee saja yang mengenalnya sebagai putri. Itupun hanya orang-orang yang pernah ke Istana selama musim semi atau mereka yang bertemu dengan Princess Minerva saat gadis itu berjalan di sekitar Istana bersama Pangeran. Setiap kali Princess berada di Istana, Pangeran selalu meluangkan waktu untuk menemani Princess berjalan-jalan di sekitar Istana.

Setiap orang yang melihat Princess dan Pangeran berjalan bersama dengan dikawal beberapa prajurit, mula-mula merasa bingung. Mereka menduga Princess adalah kekasih Pangeran. Tetapi ketika mereka melihat kemiripan Princess dan Pangeran, barulah mereka mengerti.

Kadang-kadang Pangeran Alcon juga membawa Princess ke penjara bawah tanah Xoechbee dalam setiap kunjungan rutinnya. Karena itu cukup banyak pula tahanan yang menyayangi Princess Minerva bukan saja karena kecantikan Princess tetapi juga karena kebaikan hati Princess.

Pria-pria yang mengagumi Princess Minerva sadar Princess Minerva terlalu anggun untuk mereka. Princess dikagumi dan dipuji banyak orang tetapi tidak seorangpun dari mereka yang dekat dengan Princess seolah-olah Princess adalah gadis sombong yang enggan berkenalan dengan siapapun padahal bukan demikian halnya. Mereka yang mengagumi Princess merasa segan pada keanggunan Princess. Mereka merasa diri mereka tidak cocok untuk menjadi teman Princess yang dalam pandangan mereka sangat mulia dan anggun. Mereka merasa diri mereka kecil di hadapan Princess yang selalu memancarkan kharisma.

Granny pernah berkata kepada Mrs. Wve, “Minerva mempunyai kharisma seorang putri sejati yang membuat ia disegani banyak orang.” Saat Granny mengatakan itu, ia sama sekali tidak tahu Princess Minerva memang seorang putri raja.

Di samping kharismanya yang menonjol itu, Princess memiliki senyum manis pada wajah bidadarinya yang akan membuat siapa saja tidak dapat melepaskan pandangan mata mereka dari wajah Princess Minerva.

Tutur kata Princess Minerva yang lemah lembut mampu membuat setiap orang mendengarkannya dengan penuh perhatian walaupun apa yang dikatakannya membosankan. Tetapi itu tidak akan pernah terjadi. Setiap orang senang berbicara dengan Princess Minerva. Setiap orang senang mendengarkan kata-katanya yang bijaksana dan tak jarang mengejutkan. Tingkah laku Princess Minerva yang selalu tenang membuat setiap orang semakin mengagumi dan menyayanginya. Namun di antara semua itu, banyak orang yang mengagumi mata Princess Minerva yang berwarna ungu jernih. Sekilas mata Princess memang tampak biru keungu-unguan tetapi semakin dipandang, mata itu semakin tempak berwarna ungu jernih. Kejernihan mata itu sebening suara Princess Minerva yang lemah lembut tetapi mampu membuat siapa saja mendengarkannya.

“Suara Minerva yang bening itu mampu mempengaruhi siapa saja,” demikian pendapat Pangeran.

Mungkin karena itulah Pangeran sering meminta bantuan Princess setiap kali ia menghadapi masalah yang sulit terutama bila berhubungan dengan masalah kerajaan. Dengan kebijaksanaan yang dimilikinya, Princess membantu memecahkan setiap persoalan betapapun sulitnya persoalan itu. seakan-akan persoalan seberat apapun menjati tidak ada artinya bila Princess yang mengatasinya.

Sedikit banya berkat Princess Minervalah Raja Croi I disegani dan disayang penduduk Kerajaan Zirva karena memperhatikan kehidupan rakyatnya. Princess yang jarang berada di Istana dan hidup di tengah-tengah masyarakat sebagai gadis biasa bukan sebagai putri raja, selalu kembali ke Istana Plesaides dengan setumpuk pesoalan yang menyangkut rakyat. Secara tidak langsung Raja mengetahui keadaan rakyatnya secara lebih terperinci daripada yang dilaporkan menteri-menteri.

Princess Minerva juga banyak memberikan bantuannya dalam setiap persoalan yang Princess bawa saat ia kembali ke Istana.

Bagi Mrs. Wve, Princess Minerva sangat berharga. Mrs. Wve sangat menyayanginya, ia rela melakukan apa saja baginya. Dan seperti orang-orang umumnya, ia merasa kecil di hadapan kharisma Princess Minerva sebagai seorang putri.

Tetapi Princess Minerva tetap saja seorang gadis yang masih polos yang perlu diperhatikan, tidak peduli sebesar apapun kharisma Princess Minerva mampu membuat orang lain merasa kecil di hadapannya.

Sejak Princess Minerva hilang semua orang di Istana mengkhawatirkan Princess hingga kini. Tetapi setelah mengetahui suhu tubuh Princess Minerva mulai turun, semua orang mulai tidak seberapa cemas dan mereka semakin berharap dan menantikan saat Princess sadar.

Tetapi Princess Minerva sendiri masih terus terbaring diam.

Suasana seperti ini benar-benar seperti dongeng putri tidur di mana Princess tertidur nyenyak dan semua orang menantikan saat Princess membuka matanya kembali dan menceriakan Istana.

No comments:

Post a Comment