Saturday, May 12, 2007

Gadis Misterius-Chapter 14

Panggilan Mrs. Vye terus bergema di telinga Maria.

Mula-mula panggilan itu terdengar jelas, “Maria… Maria… Maria.” Tetapi tak lama kemudian panggilan itu terdengar lain.

Maria berusaha menangkap panggilan yang terasa tak asing lagi di telinganya itu.

“Maria… Maria… Mar… Ma… Mi… Miner… Minerva… Princess Minerva…. Bangun Princess. Anda berkata ingin melihat matahari terbit dari puncak Death Rocks.”

Princess Minerva membuka matanya perlahan-lahan dan melihat langit yang mulai memerah di sekitar Holly Mountain.

“Indah sekali, Mrs. Wve.”

“Tentu saja, Princess Minerva. Ini pertama kalinya Anda melihat matahari terbit dari Death Rocks di musim semi,” kata Mrs. Wve.

“Aku ingin waktu berhenti di sini agar aku dapat terus melihat keindahan ini. Tetapi bila keinginanku itu terkabul, segalanya akan berubah bukan?”

Mrs. Wve tertawa mendengarnya. “Para dewa pasti akan berkenan memberi kesempatan kepada Anda untuk melihat pemandangan ini."

Mrs. Wve memperhatikan Princess Minerva yang asyik memandang langit di belakang Holly Mountain yang mulai terang.

“Sayang sekali tahun ini kita tidak dapat pulang ke Istana,” kata Mrs. Wve.

Princess Minerva menatap sedih pada Mrs. Wve, “Maafkan aku, Mrs. Wve. Sebenarnya aku juga ingin pulang tetapi aku tidak dapat. Andai Al menuruti pesanku, kita pasti dapat pulang ke Istana tahun ini.”

“Jangan berkata seperti itu, Princess Minerva. Pangeran pasti sedih, ia melakukannya karena ia menyayangi Anda.”

“AKu mengerti, Mrs. Wve. Aku sedang berpikir bagaimana aku membuat semua menteri dan semua orang di Istana kebingungan karena aku tiba-tiba memutuskan tidak pulang ke Istana tahun ini.”

“Semua orang pasti kecewa, Princess. Anda tiba-tiba memutuskan untuk pergi ke Castil Yonga,” kata Mrs. Wve.

Princess Minerva tersenyum, “Aku percaya padamu, Mrs. Wve. Aku menyesal telah membuat mereka semua kecewa tetapi mereka telah mengetahui sebelumnya bahwa aku tidak ingin diadakan pesta besar. Aku telah menegaskannya sebelumnya. Sebulan sebelum aku kembali, aku telah mengirim surat itu tetapi mereka tetap mempersiapkannya.”

“Kami semua ingin merayakan secara besar-besaran pesta ulang tahun Anda yang kedelapan belas, Princess.”

“Aku tahu, Mrs. Wve. Tetapi mereka mengabaikan permintaanku, maka aku juga tidak dapat disalahkan bila secara tiba-tiba aku meminta Durant mengarahkan kereta ke Castil Yonga,” kata Princess Minerva.

“Saat itu kita belum memasuki kota Xoechbee, jadi kita masih beruntung. Tidak ada penduduk yang menyadari Anda membelokkan arah kereta sehingga mereka tidak sempat mencegah Anda.”

“Al sangat marah ketika ia tiba di Castil, Mrs. Wve.”

“Itu wajar, Princess, Anda telah membuat semua rencananya gagal.”

Princess Minerva tersenyum, “Al mengatakan aku adalah pengacau rencana orang lain nomor satu di Kerajaan Zirva. Katanya, aku telah membuat Istana gempar ketika surat keduaku dari Death Rocks tiba, mereka yang telah mempersiapkan pesta untukku terpaksa membatalkannya.”

“Saya merasa geli ketika melihat Pangeran lebih marah daripada Raja maupun Ratu,” kata Mrs. Wve.

“Itu tidak aneh, Mrs. Wve. Ialah yang merencanakan semua ini.”

Princess Minerva tersenyum ketika membayangkan kembali kemarahan kakaknya karena Princess Minerva yang akan dikejutkan ternyata telah mengejutkan kakaknya terlebih dulu.

“Mengapa engkau diam-diam pergi ke Castil?” tanya Alcon saat melihatnya.

“Karena aku tidak ingin ada pesta besar untuk ulang tahunku,” jawab Princess Minerva sambil tersenyum manis.

Walaupun Alcon ingin sekali memeluknya tetapi ia tetap tidak melakukannya. “Ini ulang tahunmu yang kedelapan belas, Minerva. Dan setelah ini kami tidak dapat memanggilmu putri kecil lagi. Karena itu kami ingin merayakannya dengan besar-besaran.”

“Al, aku telah menulis surat kepadamu sebulan yang lalu.”

“Ya, aku telah menerimanya tetapi aku tidak dapat melakukan apa yang kauminta.”

Princess Minerva tersenyum lagi, “Karena engkau tidak dapat menolakku dan karena engkau tidak ingin aku merayakan ulang tahunku yang kedelapan belas ini dengan pesta biasa, maka engkau diam-diam merencanakan pesta besar itu dan mengusahakannya agar aku tidak tahu sebelum ulang tahunku.”

Alcon mengangguk, “Dari mana engkau mengetahuinya?”

“Aku telah menduga sebelumnya ketika aku melihat suasana di Xoechbee berbeda dari biasanya. Aku merasa kota itu lebih meriah dibandingkan sebelumnya, maka kemudian aku meminta Durant mengantarku ke sini,” kata Princess Minerva.

Alcon tersenyum menuduh, “Dan engkau membuat aku kebingungan ketika menerima suratmu yang menjelaskan engkau tidak pulang ke Istana tahun ini tetapi ke Castil Yonga.”

Princess Minerva tersenyum melihat kemarahan kakaknya yang hampir meledak.

“Dan karena itu pula aku terpaksa membatalkan semua rencanaku dan akhirnya harus ikut mengungsi ke Castil Yonga untuk merayakan ulang tahunmu.”

Alcon menatap menuduh wajah adiknya, “Selain itu aku juga harus membatasi orang yang kuundang ke pestamu.”

“Maafkan aku, Al. Tetapi engkau tahu aku tidak suka menjadi pusat perhatian,” kata Princess Minerva, “Karena itu pula tahun ini aku tidak ke Istana seperti biasanya.”

“Tidak apa-apa, Minerva. Seharusnya aku yang minta maaf bukan engkau,” kata Alcon sambil memeluk adiknya. “Sejak tadi aku ingin sekali melakukan ini tetapi aku masih harus marah kepadamu,” kata Alcon sambil tersenyum.

“Aku tahu engkau akan marah bila bertemu denganku, Al.”

“Sayang sekali kita tidak dapat mengundang banyak orang,” kata Alcon, “Sebenarnya Castil ini sangat luas tetapi sayang Death Rocks sangat terjal dan sulit didekati sehingga aku hanya dapat mengundang sedikit orang yang berani mengambil resiko jatuh di sana selain itu aku masih harus menghadapimu bila aku berani mengundang banyak orang ke Castil ini.”

“Al, aku senang engkau masih ingat apa yang kukatakan,” kata Princess Minerva sambil mempererat pelukannya.

Alcon tertawa, “Aku pasti ingat semua yang kaukatakan. Aku masih ingat ceritamu tentang tebing itu.”

“Engkau selalu merebut Minerva,” tegur Raja yang sejak tadi diam memandang kedua putranya.

Ratu tersenyum melihat kejengkelan suaminya, melihat kemesraan yang ditunjukkan kedua putranya.

Alcon menahan adiknya yang ingn menyambut kedua orang tuanya. Ia tersenyum nakal kepada ayahnya ketika ia membopong adiknya memasuki Castil.

Princess Minerva masih memperhatikan matahari yang mulai menunjukkan keseluruhan dirinya ketika tiba-tiba kereta berguncang sangat keras.

“Apa yang terjadi, Mrs. Wve?” tanya Princess Minerva.

“Saya tidak mengerti, Princess. Saya akan menanyakannya pada Durant,” kata Mrs. Wve.

Sebelum Mrs. Wve bertanya, Durant telah berseru, “Jangan khawatir! Kerikil di sini sangat besar tetapi aku bisa mengatasinya. Kalian berpegangan saja.”

“Anda harus berpegangan yang erat, Princess,” kata Mrs. Wve.

Princess Minerva menuruti perkataan Mrs. Wve. Ia memegang erat-erat tepi jendela tanpa melepaskan matanya dari matahari yang semakin nampak bulat.

Tiba-tiba kereta yang ditumpanginya miring dan sesudah itu segalanya berjalan dengan cepat.

Princess Minerva merasa pintu di sampingnya membuka. Ia tidak siap menghadapi itu dan merasakan tubuhnya terhempas keluar dari kereta itu. Ia melihat Mrs. Wve mengulurkan tangannya berusaha untuk menariknya.

Princess Minerva juga mengulurkan tangannya tetapi jarak mereka terlalu jauh sehingga tangan mereka tidak dapat saling bersentuhan. Menyadari hal itu, Princess Minerva tersenyum pada Mrs. Wve dan Durant yang diikuti tertiupnya tubuhnya oleh angin keras yang tiba-tiba bertiup.

Sebelum segalanya menjadi gelap, Princess Minerva melihat matahari bersinar kemerahan seperti darah di ufuk timur dan ia merasa tubuhnya sangat ringan. Ia juga melihat keretanya terjatuh dari tepi Death Rocks tetapi dahan pohon yang tumbuh di sisi tebing itu menahan kereta itu.

Princess Minerva memalingkan kepalanya ke puncak Holly Mountain yang selalu terlihat megah kemudian menutup matanya dan merasakan tubuhnya yang terus meluncur ke bawah.

Sebelum semuanya benar-benar menjadi gelap, Princess Minerva masih memanggil nama seseorang.

“Maria! Maria!”

Suara orang yang terus menerus memanggilnya membuat Princess Minerva tersadar.

Ketika Princess Minerva membuka matanya, Princess Minerva tidak tahu di mana ia berada. Princess Minerva melihat sekeliling ruangan itu dan melihat seorang wanita duduk dengan cemas di sisi tempat tidurnya.

“Engkau baik-baik saja, Maria?” tanya wanita itu.

“Maria?” ulang Minerva bingung. Perlahan-lahan ingatannya kembali. Ia ingat ia telah terdampar di tempat ini dan ditemukan oleh Mrs. Vye. Ia telah berada dalam perlindungan wanita itu sebagai seorang gadis yang hilang ingatan bernama Maria.

Sekarang ia berada di kamarnya di pondok Mrs. Vye, wanita yang telah menjaganya selama ia tidak dapat mengingat masa lalunya.

Princess Minerva mengangguk perlahan.

“Oh, syukurlah. Aku sangat cemas ketika melihat engkau jatuh dari ujung tangga itu. Apakah engkau yakin engkau baik-baik saja, Maria?”

Sekali lagi Princess Minerva mengangguk perlahan.

“Tunggulah di sini, Maria. Aku akan melihat apakah Mr. Liesting telah kembali,” kata Mrs. Vye, “Setelah memanggil beberapa orang untuk membawamu ke sini, ia segera pergi memanggil dokter.”

“Tidak perlu!” bentak seseorang yang tiba-tiba membuka pintu kamar.

Princess Minerva tidak terkejut ketika melihat Baroness Lora berdiri dengan wajah yang penuh dengan kemarahan dan kemenangan.

Sebaliknya Mrs. Vye terkejut sekali ketika melihat wanita itu muncul dengan wajahnya yang menakutkan.

“Sekarang juga engkau harus meninggalkan rumahku,” kata Baroness Lora, Engkau telah mendengar sendiri dari anakku, ia tidak ingin melihatmu lagi.”

“Tetapi…,” sela Mrs. Vye.

“Sekarang juga!” kata Baroness Lora dengan lantang.

“Tetapi, Yang Mulia, ia baru saja jatuh dari tangga,” kata Mrs. Vye yang mulai marah.

“Itu kesalahannya sendiri mengapa ia berani merusak rencana putriku dan sekarang ia harus meninggalkan rumah ini. Aku tidak sudi memelihara orang yang tidak berguna lagi.”

“Tetapi Maria belum dapat mengingat masa lalunya,” kata Mrs. Vye.

Princess Minerva mendengar nada kemarahan yang ditahan oleh Mrs. Vye. Ia mengulurkan tangannya hendak menenangkan wanita itu tetapi kepalanya yang tadi terbentur tangga sewaktu ia jatuh, tiba-tiba sakit membuat ia terpaksa menarik kembali tangannya.

“Apa hubungannya denganku? Sejak semula aku memang telah mengatakan ia bukan gadis baik-baik tetapi karena putriku menginginkan ia tinggal maka aku mengijinkan dia tinggal. Tetapi sekarang putriku tidak lagi membutuhkannya. Dan itu artinya ia harus pergi.”

“Ke mana Maria harus pergi?”

“Aku tidak peduli. Sekarang juga ia harus meninggalkan rumahku. Aku tidak ingin wanita murahan di rumahku,” bentak Baroness Lora.

Mrs. Vye ingin membela Maria lagi tetapi wanita itu telah mendahuluinya.

“Lakukan sekarang juga! Ingat aku yang berkuasa di sini sekarang,” kata Baroness Lora sambil membanting pintu.

“Jangan kaudengarkan wanita itu, Maria,” kata Mrs. Vye, “Aku tidak akan membiarkan ia menyakitimu.”

Walaupun Mrs. Vye telah berkata seperti itu tetapi Princess Minerva membuat keputusan lain.

“Tolong panggilkan kereta untuk saya, Mrs. Vye,” kata Princess Minerva.

“Untuk apa, Maria? Ia tidak akan dapat menyakitimu selama aku masih ada,” kata Mrs. Vye bersikeras.

“Mrs. Vye, tolong jangan bersikeras lagi. Anda telah mendengar sendiri mereka tidak ingin melihat saya lagi. Tolong panggilkan kereta untuk saya,” kata Princess Minerva.

Mrs. Vye terdiam.

Princess Minerva menggunakan kesempatan itu untuk membujuk Mrs. Vye lagi, “Tolonglah, Mrs. Vye. Saya membutuhkan kereta itu sekarang juga.”

“Aku tahu,” kata Mrs. Vye tiba-tiba, “Engkau dapat pergi ke Blueberry House. Tuan Muda Alexander pasti dapat membantumu.”

Mendengar nama itu disebut, hati Princess Minerva terasa pilu.

Bagaimana ia dapat meminta bantuan kepada pria yang juga menolak bertemu dengannya, dengan pria yang membuat hatinya hancur.

“Tolonglah, Mrs. Vye,” kata Princess Minerva tanpa mengatakan yang lain.

“Tunggulah sebentar, Maria. Aku pasti akan menemukan kereta kuda untukmu,” kata Mrs. Vye.

Setelah kepergian Mrs. Vye, Princess Minerva bangkit dari tempat tidur.

Kepalanya yang masih terasa sakit membuat ia tidak dapat bergerak dengan bebas. Dengan perlahan-lahan ia berusaha mendekati almari.

Sambil menanti kedatangan Mrs. Vye, ia mengganti gaun pelayan yang dikenakannya dengan gaun putih milik Lady Debora yang belum pernah dipakainya.

Ketika ia melihat gaun merah muda pemberian Alexander, ia menangis.

“Sekarang semuanya telah jelas, Al hanya mencintai Lady Debora,” katanya pilu sambil menyentuh gaun itu.

Princess Minerva segera menyeka air matanya ketika mendengar suara Mrs. Vye di depan pondok. Setelah menutup kembali almari itu, ia segera membuka pintu kamarnya.

Mrs. Vye terkejut ketika melihat Princess Minerva berdiri di dekat pintu.

“Apakah engkau akan pergi sekarang?” tanyanya.

Princess Minerva tersenyum. Walaupun hatinya sedih, tetapi ia tetap dapat tersenyum manis seperti biasanya. “Anda telah mendengar apa yang dikatakan Baroness Lora.”

“Tunggulah aku, Maria. Aku ikut denganmu,” kata Mrs. Vye.

“Saya akan senang sekali, Mrs. Vye. Tetapi perjalanan yang akan saya lakukan ini sangat jauh,” kata Princess Minerva.

“Tidak apa-apa, Maria. Aku tidak ingin engkau pergi sendirian dalam keadaan seperti itu,” kata Mrs. Vye bersikeras.

“Saya baik-baik saja, Mrs. Vye.”

Tiba-tiba kepala Princess Minerva yang tadi terbentur kembali terasa pening. Princess Minerva memegang pegangan pintu.

Princess Minerva memegangnya dengan sangat erat sehingga jari-jarinya tampak memutih. Rambut panjang Princess Minerva menutupi wajahnya yang tiba-tiba memucat.

Mrs. Vye mendekati Princess Minerva dan memegang tangannya, “Ada apa denganmu, Maria? Engkau pucat sekali.”

Princess Minerva memaksa dirinya menggeleng, “Tidak apa-apa, Mrs. Vye. Saya baik-baik saja.”

“Engkau yakin, Maria?” kata Mrs. Vye tak percaya, “Aku ikut denganmu.”

Princess Minerva menyentuh tangan Mrs. Vye yang memegang tangannya dan berkata, “Tidak, Mrs. Vye. Perjalanan ini sangat jauh.”

“Justru karena jauh itulah, maka aku harus ikut. Aku tidak ingin sesuatu yang tak kuharapkan terjadi padamu. Aku akan ikut denganmu sekali pun engkau akan menuju ujung dunia,” kata Mrs. Vye bersikeras.

“Tidak, Mrs. Vye. Semua orang yang ada di sini membutuhkan Anda.”

Princess Minerva melepaskan pegangannya pada pintu kamarnya dan mulai melangkahkan kaki.

“Ke mana engkau akan pergi, Maria?”

Princess Minerva menjawab pertanyaan itu dengan tersenyum. “Kusir kuda itu telah menanti saya, Mrs. Vye. Saya tidak boleh membuatnya menunggu saya terlalu lama.”

Ketika Princess Minerva membuka pintu depan pondok itu, Mrs. Vye tiba-tiba berseru,

“Tunggu, Maria. Aku akan ikut. Aku tidak peduli ke mana engkau akan pergi. Aku akan dan harus ikut denganmu. Aku tidak dapat membiarkan engkau pergi dalam keadaan seperti itu. Engkau bisa sakit dalam perjalanan nanti.”

“Semua orang di sini membutuhkan Anda, Mrs. Vye,” kata Princess Minerva mengingatkan.

“Tidak akan ada yang membutuhkan aku. Yang Mulia pasti senang bila aku dapat meninggalkan tempat ini. Sejak dulu ia sangat mengharapkan aku pergi jauh dari Obbeyville.”

“Bagaimana dengan Mrs. Fat, Mrs. Dahrien, dan Mr. Liesting?”

Mrs. Vye terdiam. “Mereka memang akan kehilangan diriku bila aku pergi tetapi mereka akan memarahiku bila membiarkanmu pergi dalam keadaan seperti ini. Mereka pasti mengerti. Aku dapat menemui mereka lagi setelah mengantarmu.”

“Bagaimana bila Anda tidak dapat kembali?” tanya Princess Minerva.

Mrs. Vye terdiam lagi.

Princess Minerva memanfaatkan keheningan itu untuk membuka pintu dan berkata, “Selamat tinggal, Mrs. Vye. Maafkan saya yang telah merepotkan Anda selama ini.”

Princess Minerva melangkahkan kakinya meninggalkan pondok Mrs. Vye.

“Apakah Anda dapat mengantarkan saya ke tempat yang sangat jauh dari sini?” tanya Princess Minerva kepada kusir kuda yang berdiri di depan pintu kereta.

“Ke mana Anda akan pergi?” tanya kusir kuda itu.

“Saya ingin pergi ke Xoechbee,” jawab Princess Minerva.

Pekikan terkejut di belakangnya membuat Princess Minerva membalikkan badannya.

“Engkau akan ke sana? Tunggulah aku,” kata Mrs. Vye.

Sebelum Princess Minerva berkata apa-apa untuk mencegah wanita tua itu, Mrs. Vye telah berlari ke dalam rumah.

Princess Minerva kebingungan. Ia tidak tahu harus berbuat apa. Apakah ia harus menunggu atau pergi sebelum Mrs. Vye muncul.

Sebelum Princess Minerva memutuskan tindakannya, Mrs. Vye telah muncul dengan membawa sebuah mantel yang tebal di tangannya.

Princess Minerva hendak mengatakan sesuatu tetapi Mrs. Vye telah mendahuluinya.

“Eido, engkau mau mengantarkan Maria, bukan?” kata Mrs. Vye.

“Tentu, Mrs. Vye.”

“Tempat itu sangat jauh. Anda terpaksa meninggalkan keluarga Anda bila Anda bersedia,” kata Princess Minerva.

“Jangan khawatir, Miss. Saya tidak mempunyai keluarga lagi, kedua orang tua saya telah meninggal sejak saya masih kecil dan satu-satunya orang yang merawat saya sejak kematian orang tua saya juga baru meninggalkan saya,” kata pria itu.

Princess Minerva terpana, “Maafkan saya.”

“Tidak apa-apa, Miss. Naiklah dan saya akan segera mengantarkan Anda.”

Pria itu hendak membantu Princess Minerva naik tetapi Princess Minerva menolakkanya. Princess Minerva memilih untuk menaiki kereta itu sendiri daripada dibantu.

Mrs. Vye mengikuti Princess Minerva naik ke kereta.

Princess Minerva terkejut. “Mrs. Vye, Anda?”

“Sekarang engkau tidak dapat lagi melarangku, Maria. Aku harus ikut denganmu. Perjalanan yang kautempuh ini sangat jauh,” kata Mrs. Vye dengan tersenyum.

“Bagaimana dengan keluarga Sidewinder, Mrs. Vye?”

“Jangan khawatir, Maria. Aku telah menjelaskannya kepadamu, mereka tidak akan merasa kehilangan aku.”

“Tetapi bagaimana dengan Mrs. Fat, Mrs. Dahrien, dan Mr. Liesting?”

Mrs. Vye memegang tangan Maria. “Sudahlah, Maria. Mereka pasti akan mengerti lagipula setelah mengantarmu aku dapat menemui mereka lagi. Sekarang duduklah yang nyaman dan pejamkan matamu. Engkau tampak semakin pucat.”

Mrs. Vye duduk di samping Princess Minerva dan berkata kepada kusir kuda, “Mari kita berangkat, Eido.”

Kereta mulai bergerak perlahan meninggalkan pondok Mrs. Vye.

Princess Minerva memandangi pondok Mrs. Vye yang mulai menghilang di balik Sidewinder House.

Matanya terus mengawasi Sidewinder House yang semakin mengecil dan akhirnya menghilang. Saat itu ia tahu sangat kecil kemungkinan ia dapat ke tempat ini lagi, tempat yang telah merebut tempat di hatinya.

Sejak tinggal di Obbeyville, Princess Minerva tahu ia tertarik dengan keindahan tempat ini. Dengan pohon-pohonnya yang mulai menguning di awal musim panas. Dengan bunga zinnianya yang indah.

Princess Minerva tahu ia akan merindukan Sidewinder House dan suasananya yang penuh kegembiraan di tengah pelayan lainnya dan kemarahan-kemarahan baik Baroness Lora maupun Lady Debora yang telah menjadi bagian dari hidupnya selama tiga bulan terakhir ini.

Ia akan kehilangan semua yang telah menjadi bagian kehidupannya di Obbeyville. Keindahan Obbeyville tak akan dapat dilihatnya lagi.

Princess Minerva tidak akan dapat melihat wajah Obbeyville di musim panas lagi. Ia tidak akan dapat melihat lagi keindahan bunga zinnia yang bermekaran di tepi Sungai Alleghei. Ia tidak akan dapat melihat halaman Sidewinder House yang ditatanya bersama Mr. Liesting. Tidak juga dedaunan yang selalu berserakan di atas rumput yang menguning. Ia tidak akan dapat menemui Ityu lagi dan bercerita banyak tentang mitos-mitos yang ingin diketahui anak itu. Princess Minerva juga tahu ia tidak akan dapat bermain lagi dengan anak-anak Obbeyville di tepi Sungai Alleghei yang selalu bersinar.

Princess Minerva menutup matanya sebelum air matanya menetes. Tetapi ia segera membukanya lagi ketika bayangan seseorang muncul saat ia menutup matanya.

Dari semua rasa kehilangan yang turut bersamanya, Princess Minerva merasa paling kehilangan Alexander. Sejak menyadari ia mencintai pria itu, Princess Minerva tidak pernah mengharapkan cinta Alexander. Ia mengerti bila Alexander memilih Lady Debora daripada dirinya. Walaupun Lady Debora mirip dengan ular betina yang buas tetapi tidak dapat disangsikan lagi kecantikan wanita itu. Lady Debora sangat cantik secantik ibunya, Baroness Lora. Tidak mengherankan bila Alexander mencintainya.

Kata-kata kasar Alexander yang ditujukan kepadanya dengan penuh kemarahan masih terngiang jelas di telinga Princess Minerva. Masih terbayang jelas bagaimana wajah Alexander yang dipenuhi kemarahan.

Mata Alexander yang dingin tampak semakin dingin. Mata itu menatap tajam padanya dan mengiringi kata-katanya yang menyayat hatinya, seakan-akan Alexander tidak hanya melukainya melalui kata-kata saja tetapi juga melalui tatapannya yang tajam.

Wajah Alexander yang biasanya selalu tersenyum tampak sangat menakutkan.

Terkenang saat-saat bahagianya dengan Alexander, Princess Minerva ingin menangis. Tetapi Princess Minerva juga tahu tidak ada yang dapat dilakukannya untuk mengembalikan saat-saat itu.

Ketika Alexander berkata tajam ‘Aku tidak ingin melihatmu lagi’ dengan penuh kemarahan, Princess Minerva tahu pria itu benar-benar tidak mengharapkan lagi dan tidak pernah ingin bertemu lagi dengannya.

Princess Minerva tahu walaupun ia dapat kembali ke Obbeyville di hari-hari yang akan datang, tetapi saat itu akan sangat berbeda dengan saat-saat yang telah ia lalui di Obbeyville.

Ia tidak akan dapat menemui Alexander lagi walaupun ia ingin bertemu dengannya. Alexander pasti akan menolak bertemu dengannya. Princess Minerva percaya Alexander akan memilih untuk pergi jauh daripada bertemu dengannya, gadis yang dianggapnya hina.

Princess Minerva semakin sedih bila ia mengingat wajah Duchess yang penuh kasih sayang seperti ibunya juga Blueberry House yang indah dengan bunga-bunga mawarnya dan pintu gerbang putihnya yang megah.

Princess Minerva bisa saja tetap tinggal di Obbeyville tanpa mengatakan ia telah mengingat semua masa lalunya, tetapi ia tidak dapat mengabaikan ibunya yang dikabarkan jatuh sakit.

Princess Minerva tidak dapat mengabaikan perasaan rindunya pada kakaknya, Pangeran Alcon dan semua orang yang ada di Istana Plesaides. Apalagi pengasuhnya, Mrs. Wve yang pasti juga akan merasa sangat kehilangan dirinya.

Princess Minerva tahu ia harus kembali ke Istana Plesaides agar tidak membuat Mrs. Wve terutama Durant, kusir kuda yang mengantarkannya ketika kecelakaan itu terjadi merasa bersalah karena telah menyebabkan kecelakaan itu terjadi sehingga ia menghilang.

Princess Minerva menutup matanya yang mulai membasah dan mencoba tertidur serta berhenti memikirkan kesedihan yang tidak akan dapat dengan mudah dihapuskan dari hatinya.

No comments:

Post a Comment