Thursday, May 10, 2007

Gadis Misterius-Chapter 12

“Aku tidak percaya!” seru Lady Debora dari atas tempat tidurnya.

Maria yang sibuk merapikan meja rias segera memalingkan wajahnya dan menatap heran kepada wanita itu.

Lady Debora mengangkat tinggi-tinggi koran yang dibacanya dan kemudian membacanya kembali.

“Lihatlah ini, Maria. Aku tidak dapat mempercayainya,” kata Lady Debora sambil menyerahkan koran itu pada Maria.

Maria menerima koran itu dan melihat di halaman terdepan koran itu tertulis sederet huruf yang besar.


PRINCESS MINERVA MENGHILANG



Seluruh warga Xoechbee sedang berduka karena menyebarnya kabar yang mengatakan Princess Minerva yang mereka sayangi menghilang. Tidak ada yang tahu dari mana asal berita angin itu. Selain itu beredar pula kabar yang menyatakan Raja dan Ratu menjadi sedih karenanya dan Ratu jatuh sakit ketika mendengar berita ini.

Kabar lain menyatakan Princess menghilang dalam kecelakaan kereta. Saat itu Princess dalam perjalanan pulang dari Castil yang berada di balik Death Rocks menuju Istana bersama pengasuhnya. Dalam kecelakaan itu, pengasuh Princess dan kusir kuda mengalami luka-luka yang cukup parah tetapi mereka masih dapat diselamatkan sedangkan Princess sendiri menghilang dalam kecelakaan itu.

Keberadaan Princess Minerva yang hanya diketahui oleh warga Xoechbee membuat seluruh warga kota itu menjadi gempar ketika kabar ini menyebar.

Sebagian dari Kerajaan Zirva yang tidak mengenal Princess bertanya-tanya siapakah Princess Minerva itu? Tetapi hingga kini pihak Istana masih belum mengatakan apa-apa untuk menjelaskan apa yang telah dan tengah terjadi saat ini dan mengapa Princess Minerva tidak pernah terlihat hingga saat ini?

Dari seorang yang kami tanyai, kami mendapat informasi bahwa Princess jarang berada di Xoechbee sehingga menyebabkan ia jarang terlihat. Dari penduduk Xoechbee yang lain, kami mendapat keterangan bahwa untuk menjaga kesehatannya, maka Princess sering menghabiskan waktunya di luar Xoechbee.

Pangeran Alcon yang mendapat banyak pertanyaan dari rakyat sewaktu ia mengunjungi penjara bawah tanah juga tidak berkata apa-apa. Ia hanya tersenyum.

Tetapi dari seorang polisi yang menjaga penjara itu, berkata, “Seluruh polisi dan tahanan yang berada di penjara ini juga bertanya hal yang sama kepada Pangeran tetapi beliau hanya tersenyum saja. Kami semua, polisi dan tahanan, sangat menyayangi Princess, beliau amat baik dan kami merasa sedih ketika Princess dikabarkan menghilang.”

Seorang warga yang cukup berpengaruh di Xoechbee yang enggan disebut namanya mengatakan, “Warga Xoechbee dan penghuni penjara bawah tanah Xoechbee telah memutuskan suatu tindakan tanpa menanti keterangan dari pihak Istana. Kami memutuskan untuk mencari Princess di Death Rocks. Tetapi karena sulitnya perjalanan untuk mencapai Death Rocks, kami memutuskan untuk menyediakan hadiah bagi siapa saja yang berhasil menemukan Princess yang kami sayangi tersebut.”

Ketika ditanya bagaimana bila pihak Istana melarang tindakannya, ia mengatakan, “Kami tidak takut apa yang akan dilakukan oleh Istana. Mengapa hingga kini mereka tidak segera menangani urusan yang sangat penting ini?”

Pria itu juga mengatakan, “Saya pernah sekali bertemu dengan Princess dan saya terpesona padanya. Saya akan selalu mengingat Princess. Siapapun yang bertemu dengan Princess tidak akan dapat melupakannya, mereka akan segera menyayanginya karena kebaikan hati yang ditunjukkannya.”

Ketika ditanya bagaimana ciri-ciri Princess, pria itu berkata, “Princess memiliki rambut pirang dan wajah yang cantik, selebihnya sukar dikatakan. Tetapi yang pasti, Princess selalu disayang siapa pun.”

Pria itu menegaskan siapa pun yang menemukan orang yang tak dikenal diharapkan segera mengatakannya kepada dirinya agar bisa dikenali apakah itu benar Princess atau bukan.


Maria melipat kembali koran itu dan menyerahkannya kepada Lady Debora.

“Bagaimana? Luar biasa bukan?” kata Lady Debora, “Aku pernah mendengar tentang Princess dalam pesta dansa keluarga Blueberry. Bayangkan, Maria bila aku berhasil menemukan Princess. Aku akan mendapat hadiah yang sangat banyak.”

“Tetapi, Tuan Puteri, Anda tidak pernah bertemu Princess dan siapa yang akan mengantar Anda ke sana? Death Rocks sangat jauh dari sini,” kata Maria.

“Princess pasti bisa segera cocok denganku, aku yakin itu dan jangan ikut campur urusanku, Maria. Dengan siapa aku akan pergi, itu bukan urusanmu. Sekarang cepat panggil Mr. Liesting, aku mempunyai rencana.”

Maria meninggalkan Lady Debora dan segera memanggil Mr. Liesting yang seperti biasanya sibuk membersihkan halaman.

“Ada apa, Maria?” tanya Mr. Liesting ketika melihat Maria mendekat.

“Tuan Puteri memanggil Anda,” jawab Maria.

“Baiklah, aku akan segera ke sana.”

Tak lama kemudian, Maria kembali lagi ke kamar Lady Debora bersama Mr. Liesting. Sebelum memasuki ruangan itu, Maria mengetuk pintunya dan mendapat sambutan yang penuh semangat dari Lady Debora. Wanita itu sudah turun dari tempat tidurnya. Ia sedang menyisir rambutnya di depan meja rias.

“Mr. Liesting, aku ingin engkau segera menyampaikan surat ini,” katanya sambil menyerahkan sehelai surat.

“Baik, Tuan Puteri,” kata Mr. Liesting sambil menerima surat itu.

Setelah Mr. Liesting meninggalkan kamar itu, Lady Debora berkata, “Sekarang bantu aku, Maria. Jangan lamban seperti itu. Aku harus sesegera mungkin bersiap-siap.”

Maria segera melayani wanita itu dengan terampil.

Kali ini Maria tidak banyak mengatakan apa-apa tentang pendapatnya, perhatian Maria terpecah karena berita itu.

Maria merasa sedih karena berita itu. Ia merasa kasihan pada seluruh warga Xoechbee yang kehilangan Princess yang mereka sayangi.

Ketika Maria telah menyelesaikan tugasnya, Lady Debora segera meninggalkan kamarnya. Kemudian Maria merapikan kamar Lady Debora.

Tak lama kemudian, Lady Debora muncul lagi dengan wajah yang kesal.

“Ada apa, Tuan Puteri?” tanya Maria.

“Aku tidak percaya!” kata Lady Debora marah.

Maria terkejut melihat kemarahan Lady Debora yang baru pertama kali ini dilihatnya. Walaupun wanita itu sering marah-marah padanya, tetapi baru kali ini ia melihat wajah Lady Debora penuh dengan kemarahan.

“Ada apa?” tanya Baroness Lora yang tiba-tiba muncul mendengar teriakan kemarahan putrinya, “Apa yang kaulakukan pada anakku, Maria?”

“Saya tidak melakukan apa-apa,” jawab Maria.

Lady Debora membalik badannya dan memeluk ibunya, “Aku tidak percaya, Mama. Alexander menolak ajakanku.”

“Apa yang terjadi?” tanya Baroness Lora tak mengerti, “Ke mana engkau akan mengajak Alexander di hari sepanas ini?”

Maria mengambil surat kabar yang diletakkannya di tempat tidur Lady Debora dan menyerahkannya kepada Baroness Lora.

Baroness Lora menerimanya dengan kasar. Dan seperti halnya Lady Debora, ia membelalak terkejut ketika membaca berita yang tertulis di halaman depan koran itu.

“Luar biasa! Bayangkan bila kita menemukan Princess terlebih dulu, kita akan mendapat hadiah yang sangat besar,” kata Baroness Lora.

“Itulah Mama yang ingin aku lakukan. Tetapi Alexander menolak ajakanku, ia mengatakan lebih baik kita menunggu berita selanjutnya karena mungkin saja Princess sudah ditemukan atau berita itu hanya kebohongan saja.”

Baroness Lora terdiam. “Mungkin Alexander ada benarnya. Death Rocks bukan tempat yang mudah ditempuh, tempat itu sangat terjal. Aku pernah mendengarnya dari Papamu, katanya tempat itu sangat berbahaya.”

“Tetapi, Mama, bagaimana bila kita didahului oleh orang lain. Aku tidak ingin orang lain mendahuluiku. Aku ingin menjadi sahabat karib Princess dan bila mungkin aku ingin menjadi istri Pangeran.”

“Pasti menyenangkan sekali bila engkau menjadi Ratu. Tetapi berbahaya bila engkau pergi ke tempat itu tanpa rencana lebih dulu,” kata Baroness Lora.

Maria ingin mengatakan sesuatu tetapi ketika melihat tatapan Baroness Lora yang penuh kemarahan kepada dirinya, ia tidak jadi mengatakannya.

“Sekarang biarkanlah Alexander yang merencanakannya dan kita akan menanti berita selanjutnya,” kata Baroness Lora menenangkan putrinya.

“Baiklah, Mama.”

Walaupun Lady Debora telah menyetujui usul ibunya, tetapi sepanjang hari itu Lady Debora tidak dapat melepaskan bayangannya dari kemungkinan itu.

Sepanjang hari Lady Debora tampak sangat gelisah seperti ingin segera menanti hari esok tiba.

Maria juga tidak dapat melepaskan pikirannya dari pembicaraan kedua wanita itu.

Ia tidak tahu apa yang akan dilakukan Alexander bila mengetahui hal ini.

Sejak Alexander mengundang mereka ke rumahnya, Maria tahu pria itu menyadari sesuatu yaitu dirinya tidak sebanding dengan Lady Debora maka ia memilih Lady Debora.

Sering kali ia berusaha mengusir perasaan itu, tetapi ia tidak dapat melakukannya. Dugaan itu terus terngiang di benaknya.

Di samping itu ia juga tidak dapat membiarkan Lady Debora memasuki Death Rocks dengan sembarangan. Terlalu berbahaya memasuki Death Rocks dengan sembarangan, tempat itu adalah tempat suci bagi suku Deady.

Tetapi ia tidak dapat mengatakannya kepada Lady Debora maupun Baroness Lora karena kedua wanita itu tidak mempercayai mitos.

Satu-satunya harapannya untuk mencegah Lady Debora mendekati tempat itu adalah Alexander. Maria tidak berharap dapat melakukannya saat Alexander mengajak mereka pergi seperti kebiasaannya akhir-akhir ini sejak pesta itu.

Apa yang diduga Maria memang benar. Ia sama sekali tidak dapat berbicara dengan Alexander tanpa kehadiran Lady Debora.

Lady Debora sama sekali tidak mau meninggalkan Alexander. Tangannya terus menggandeng mesra tangan Alexander.

Selama perjalanan ke Blueberry House, Maria sama sekali tidak melihat ke Alexander maupun ke Lady Debora. Ia merasa hatinya bergejolak karena suatu perasaan yang tak dikenalnya setiap kali ia melihat kedua orang itu.

Hari ini Maria sama sekali tidak dapat berhenti memikirkan berita yang dibacanya di koran tadi pagi. Tulisan-tulisan itu terus terbayang di matanya.

Perhatian Maria yang biasanya selalu terpaku pada keindahan Sungai Alleghei yang mereka lalui kini tampak menerawang. Tidak ada yang nampak di mata Maria selain pandangannya yang menerawang.

“Hingga kapan engkau akan duduk di sana?”

Maria terkejut mendengar pertanyaan itu. Ia segera menyadari kereta yang mereka tumpangi telah sampai di House.

Maria segera turun dan kereta dan seperti biasanya ia segera pergi ke Ruang Perpustakaan setelah mengantar Lady Debora menemui Duchess di Ruang Besar.
“Hari ini aku mempunyai kejutan untukmu,” kata Alexander.

Maria memandang tak mengerti kepada Alexander yang hanya tersenyum.

Alexander masih tersenyum ketika ia membukakan pintu Ruang Perpustakaan untuk Maria.

Maria melihat seseorang duduk di depan Duke. Ia merasa pernah melihat pria yang duduk membelakangi pintu itu.

Kedua orang itu segera menghentikan percakapan mereka ketika Maria dan Alexander memasuki ruangan itu.

Maria terkejut ketika pria yang duduk di depan Duke memalingkan kepalanya.

Pria itu berdiri dan menyambut Maria.

Sebelum Maria sempat berkata apa-apa, pria itu menarik tangan Maria dan menciumnya.

“Senang dapat berjumpa dengan Anda lagi, Mr. Townie,” kata Maria dengan tersenyum.

“Aku juga senang dapat berjumpa denganmu, Maria,” kata Trown Townie.

Trown Townie mengamati wajah Maria. “Aku tidak percaya gadis inilah yang kutemui di pesta dansamu, Shaw. Ia jauh lebih cantik dari yang kulihat. Dan matanya membuatku merasa kagum,” kata Trown Townie.

“Telah kukatakan kepadamu ia memiliki mata yang sangat indah. Mata ungu yang bening dan jernih,” kata Duke.

“Aku percaya jika saat itu Maria tidak mengenakan topeng, ia akan jauh lebih menarik perhatian tamu-tamu. Matanya benar-benar mengagumkan,” kata Trown Townie.

“Anda terlalu berlebihan, Mr. Townie. Tidak ada yang menarik dari mata saya, Anda sendiri yang membuatnya terasa menarik,” kata Maria merendah.

“Duduklah, Maria. Jangan kaubiarkan Trown membuatmu terus berdiri,” kata Duke.

Trown Townie menarikkan kursi untuk Maria. Maria mengangguk dan tersenyum kepadanya kemudian duduk.

“Hari ini aku mempunyai kabar yang pasti akan membuat kalian merasa terkejut,” kata Trown Townie antusias.

“Kabar apa?” tanya Duke.

Trown Townie segera menjawab cepat dan penuh semangat, “Princess hilang!”

Duke tertawa mendengar jawaban itu. “Engkau terlambat. Hari ini seluruh penduduk Kerajaan Zirva mengetahui berita itu. Lihatlah ini.”

Trown Townie mengambil koran yang diberikan Duke padanya. Setelah membaca koran itu, Trown Townie mengeluh.

“Aku terlambat. Aku terburu-buru berangkat ke sini tadi pagi sehingga tidak sempat membaca koran,” keluh Trown Townie, “Maksudku menjadi orang pertama yang memberi tahu kalian mengenai kabar ini ternyata koran ini telah mendahuluiku. Tetapi tidak apa, aku yakin kalian pasti masih bingung dengan berita ini.”

“Ya, aku memang bingung. Mengapa ini semua bisa terjadi,” kata Duke sambil menunjuk koran.

“Aku mendengar berita hilangnya Princess ini ketika aku kembali ke Xoechbee. Saat itu masyarakat ribut sehubungan dengan menyebarnya kabar hilangnya Princess Minerva. Kudengar dari beberapa orang, Princess sedang dalam perjalanan pulang dari Foentza saat itu.”

“Aku tahu itu. Di koran telah disebutkan,” sela Duke.

“Aku juga tahu tetapi diam dan dengarkanlah apa yang akan kukatakan ini karena kalian pasti akan terkejut mendengarnya seperti halnya aku ketika mengetahuinya,” kata Trown Townie.

“Baik. Teruskan ceritamu, aku tidak akan menyela,” kata Duke.

“Saat itu seharusnya Princess tidak berada di Foentza.”

“Mengapa Princess berada di Foentza? Bukankah seharusnya ia berada di Istana Plesaides pada musim semi?” kata Duke.

Trown Townie terkejut. “Dari mana engkau mengetahuinya?”

“Mathwe yang mengatakannya kepadaku,” jawab Duke.

Sekali lagi Trown Townie mengeluh, “Tidak ada lagi yang akan kuceritakan kepada kalian. Semua yang semula akan mengejutkan kalian ternyata telah kalian ketahui.”

“Bagaimana keadaan pengasuh Princess dan kusir kudanya?” tanya Maria cemas.

“Kudengar mereka terluka cukup parah tetapi tidak ada yang perlu dikhawatirkan selain hilangnya Princess. Luka-luka kedua orang itu telah sembuh tetapi sang putri belum ditemukan,” kata Trown Townie.

Maria merasa bingung pada perasaan lega yang muncul di dadanya setelah mendengar jawaban itu.

Alexander memanfaatkan keheningan yang muncul di antara mereka, “Kurasa percakapan kita hari ini cukup. Aku ingin mengajak Maria pergi bila kalian tidak keberatan.”

“Tentu tidak,” kata Duke dan Trown Townie bersamaan.

“Ayo, Maria,” kata Alexander sambil membantu Maria berdiri.

Maria mengikuti Alexander tanpa banyak berkata apa-apa.

“Kita akan ke mana?” tanya Maria pada akhirnya.

“Aku ingin mengajakmu berkuda. Selama engkau berada di Obbeyville, engkau tidak pernah berkuda, bukan?” kata Alexander.

“Tetapi saya tidak tahu apakah saya bisa berkuda,” kata Maria cemas.

“Jangan khawatir. Kita akan membuktikannya,” kata Alexander.

Maria diam saja bahkan ia tetap diam ketika mereka bertemu dengan Lady Debora dan Duchess yang sedang melangkah meninggalkan Ruang Besar.

Lady Debora memandang curiga pada Maria.

Alexander menyadari hal itu dan segera berkata, “Di sini engkau rupanya. Aku baru saja menyuruh Maria untuk mencarimu. Tetapi ia tidak dapat menemukanmu, maka aku membantu Maria mencarimu.”

“Mengapa engkau mencariku?” tanya Lady Debora.

“Aku ingin bertanya apakah engkau mau berkuda denganku? Kurasa sayang sekali bila kita melewatkan hari yang indah ini,” kata Alexander.

Lady Debora tersenyum senang, “Tentu saja bila Duchess tak keberatan aku meninggalkannya.”

Duchess cepat-cepat berkata, “Tidak, aku sama sekali tidak keberatan. Pergilah, Al benar sayang sekali bila hari secerah ini dilewatkan begitu saja.”

“Mari kira pergi,” kata Alexander.

Lady Debora melirik tajam ketika Maria juga mengikuti mereka.

Alexander cepat-cepat bertindak sebelum Lady Debora merasa semakin curiga, “Aku memintanya untuk ikut dengan kita. Kurasa ada baiknya kita mengajaknya.”

Lady Debora pura-pura tersenyum senang padahal di dalam hatinya ia merasa jengkel karena gangguan yang ditimbulkan oleh Maria.

Lady Debora memalingkan pandangannya dari Maria dengan angkuh dan ia segera merangkulkan tangannya di lengan Alexander.

Maria berusaha mengalihkan pandangannya dari pemandangan yang membuatnya merasa tidak enak itu.

Alexander menyuruh pelayan menyiapkan kuda bagi mereka.

Sambil menanti, Maria memperhatikan halaman Blueberry House yang tampak indah dengan daun-daun yang mulai menguning.

“Engkau tidak ikut berkuda?” tanya Alexander.

“Terima kasih tetapi saya khawatir saya tidak dapat mengendarai kuda,” jawab Maria.

“Cobalah dulu. Siapa tahu engkau dapat,” kata Alexander.

Maria menggelengkan kepalanya lagi.

Lady Debora yang telah duduk di atas kuda berkata, “Biarkanlah ia, Alexander. Ia pasti tidak dapat mengendarai kuda. Lebih baik kita segera berangkat selagi hari masih belum terlalu panas.”

Alexander tidak mempedulikan ucapan Maria, ia terus mencoba membujuk Maria. “Cobalah, Maria.”

“Tuan Puteri benar, Tuan Muda. Lebih baik Anda berdua segera berangkat selagi hari masih belum terlalu panas,” kata Maria menolak bujukan Alexander.

“Aku tidak tega membiarkanmu terus berdiri di sini sambil menanti kami. Lebih baik engkau duduk di depanku selagi aku mengendalikan kuda,” kata Alexander.

“Tidak. Saya lebih suka menanti di sini.”

“Aku tidak tega membiarkanmu berdiri di sini, Maria.”

“Tidak apa-apa. Saya dapat menanti di dalam.”

“Sudahlah, Alexander. Ia tidak mau ikut, jangan engkau paksa,” kata Lady Debora jengkel.

Sekali lagi Alexander mengabaikan Lady Debora, “Bila engkau tidak ikut, Maria, aku tidak jadi pergi.”

Maria terkejut mendengar perkataan Alexander dan sebelum Lady Debora sempat berkata apa-apa, ia segera bertindak.

“Baiklah, saya akan ikut. Saya tidak akan ikut di kuda Anda, saya akan naik kuda lain.”

Jawaban yang diberikan Maria membuat Alexander tersenyum senang dan Lady Debora menahan marah.

Tanpa mempedulikan Lady Debora yang sejak tadi memendam kemarahannya, Alexander segera menaikkan Maria ke atas kuda.

Maria merasa gaun pelayan yang dikenakannya terasa menganggu ketika ia berada di atas kuda.

Tetapi perasaan itu segera digantikan perasaan lain yang tiba-tiba muncul saat ia mulai menyentakkan tali kendali kuda itu.

Mula-mula Maria seperti halnya Alexander dan Lady Debora, merasa terkejut melihat kemampuannya mengendarai kuda.

Tetapi tak lama kemudian Maria merasakan kerinduan yang akhir-akhir ini sering muncul di dadanya.

Maria merasa rindu pada masa lalunya pada kenangan-kenangan masa kecilnya yang terlupakan. Maria ingin sekali segera mengingat semuanya tetapi sepertinya semua masa lalunya takkan pernah muncul kembali.

Maria telah lama berada di Obbeyville dalam keadaan hilang ingatan tetapi hingga kini ia tidak dapat mengingat apa pun. Hanya potongan-potongan kecil dari masa lalunya saja yang pernah muncul dalam benaknya tetapi tetap tidak dapat diingat Maria.

No comments:

Post a Comment