Thursday, April 19, 2007

Kelembutan dalam Baja-Chapter 8

Seruan tegas itu membuat mereka berpaling pada Jenderal Reyn yang entah sejak kapan telah berdiri di dekat mereka.

“Tapi…”

Belum sempat Kakyu menyelesaikan kata-katanya, Jenderal Reyn telah berkata tegas, “Sekali aku mengatakan ‘Tidak!’ selamanya tetap ‘Tidak!’.”

Kakyu tidak mau berhenti berusaha demi kakaknya, Joannie. “Kita memerlukan seorang wanita untuk merawat luka prajurit yang terluka sementara kita memperkuat benteng kita.”

“Kakyu benar,” baru kali ini Adna mendukung Kakyu, “Kita memang membutuhkan seorang wanita. Kita tidak mungkin bisa merawat mereka setekun para wanita. Joannie bisa membantu tugas itu.”

“Tidak bisa!” Jenderal Reyn tetap berpegang pada keputusan awalnya, “Keadaan di luar terlalu bahaya bagi Joannie.”

“Jangan khawatir, Reyn,” Jenderal Decker yang telah berjanji tidak mencampuri urusan Jenderal Reyn dengan putrinya selama berada di sini, turut membujuk, “Di dalam benteng ini kita mempunyai lebih dari dua ribu seratus pasukan. Ditambah benteng yang kuat, Joannie akan tetap aman.”

“Saya mengerti kekhawatiran Anda, Jenderal,” Adna memperkuat kata-kata Jenderal Decker, “Kita tidak mungkin tidak dapat melindungi seorang wanita dengan pasukan sebanyak ini.”

Kakyu merasa tidak perlu berusaha membujuk ayahnya lagi. Adna dan Jenderal Decker telah membuat ayahnya bingung menentukan keputusannya.

“Aku telah berjanji padamu untuk tidak mencampuri segala keputusan yang kaubuat untuk Joannie selama berada di sini,” kata Jenderal Decker, “Tetapi kali ini pikirkan permintaan ini. Aku mengerti engkau mengkhawatirkan keselamatan putrimu, tetapi tenaga putrimu diperlukan untuk merawat prajurit yang terluka.”

Kakyu mendapatkan gagasan lain. “Kalau Papa mau, kita bisa menyuruh beberapa prajurit membantu Joannie sekaligus menjaganya.”

Jenderal Reyn menatap lekat-lekat wajah putranya.

Ide menyuruh Joannie merawat pasukan yang terluka memang tepat. Joannie bisa merawat mereka dengan bantuan beberapa prajurit lain yang juga akan menjaganya. Sementara itu prajurit lainnya akan memperkuat benteng mereka.

Bila mereka telah siap menyerbu Kirshcaverish atau mungkin juga sebaliknya, Kirshcaverish menyerbu benteng mereka, mereka telah siap dan benteng mereka akan cukup kuat untuk menahan serangan musuh.

Di samping itu, bila Jenderal Reyn tetap bersikeras dengan keputusannya itu, ia tidak pantas disebut Jenderal yang tangguh. Demi keselamatan putrinya, ia membiarkan para prajurit yang terluka tetap terluka.

Tidak ada yang dapat dilakukan Jenderal Reyn selain menyetujui usul itu. Jenderal Reyn tahu itu. “Baiklah, aku setuju.”

Jenderal Decker tersenyum puas. “Aku akan memilih beberapa prajurit yang akan membantu sekaligus menjaga Joannie.”

Sepeninggal Jenderal Decker, Jenderal Reyn berkata, “Aku tidak tahu apakah gagasanmu ini benar atau tidak, tetapi aku yakin engkau melakukannya dengan penuh perhitungan.”

“Tentu,” kata Kakyu sambil tersenyum.

Kakyu tidak tahu akan seperti apakah kakaknya nanti bila mengetahui berita gembira ini.

“Kurasa engkau pasti ingin memberitahu berita ini kepada kakakmu.”

Kakyu tahu kakaknya akan lebih gembira kalau ayahnya yang mengatakannya sendiri. “Lebih baik Papa sendiri,” katanya.

“Baiklah.”

Setelah Jenderal Decker, Jenderal Reyn pun meninggalkan Kakyu dan Adna.

Kakyu tidak tahu sampai kapankah Adna akan mengikutinya. Ia hanya tahu ia merasa terganggu karenanya.

Selama ini tidak ada orang yang selalu mengikuti Kakyu dan menganggu ketenangannya. Kalaupun ada, Kakyu tidak merasa terganggu. Tetapi orang ini lain. Entah apa yang diinginkannya, Kakyu tidak tahu tetapi sejak tadi ia merasa tidak enak terus diikuti Adna. Kakyu tidak tahu apakah perasaannya benar atau salah, tetapi sejak tadi ia merasa Adna mencurigainya.

Kakyu berharap itu hanya dugaannya saja. Mengenai Joannie, Kakyu berharap dugaannya benar.

Dan memang itulah yang terjadi.

Sejak diijinkan meninggalkan tendanya, Joannie sangat senang.

Kakyu yang semula berniat menemui Joannie setelah mendengar berita itu, ternyata tidak perlu melakukannya karena Joannie sendiri yang telah menemuinya di tendanya.

“Aku senang sekali, Kakyu,” kata Joannie begitu melihat Kakyu, “Papa mengijinkanku meninggalkan tenda.”

“Engkau keluar bukan untuk bersenang-senang,” Kakyu mengingatkan, “Engkau harus merawat prajurit-prajurit yang terluka.”

“Aku mengerti, Kakyu,” kata Joannie, “Aku tidak akan lupa.”

Kakyu menyibukkan diri dengan barang-barang bawaannya.

“Aku sangat berterima kasih padamu, Kakyu.”

Kakyu pura-pura tidak mengerti. “Untuk apa?”

“Engkau telah membujuk Papa untuk merubah keputusannya.”

“Bukan aku yang melakukannya,” kata Kakyu, “Jenderal Decker dan Adnalah yang membujuk Papa.”

Joannie membantahnya. “Kata Papa, engkaulah yang mula-mula membujuknya.”

“Kuharap engkau senang.”

“Tentu saja. Aku tidak sabar membayangkan bisa bercakap-cakap dengan Pangeran,” kata Joannie senang.

Kakyu melihat wajah Joannie semakin berseri-seri ketika membicarakan Pangeran. Dan ia diam saja menekuni pekerjaannya – membersihkan panah peraknya.

Hari-hari selanjutnya, Kakyu tetap menjadi pendengar yang baik bagi cerita Joannie.

Setiap ada waktu, Joannie selalu menemui Kakyu dan menceritakan segala sesuatu yang dilakukannya selama sehari itu. Tetapi tetap saja yang paling banyak laporannya adalah perjumpaannya dengan Pangeran. Joannie sering mengatakan Pangeran sering mengunjungi tenda Perawatan untuk menanyakan keadaan para prajurit.

Dengan setianya, Kakyu mendengarkan kata-kata Joannie yang semuanya diucapkannya dengan penuh perasaan cintanya. Bahkan di antara kesibukannya, Kakyu masih mau mendengarkan cerita kakaknya, Joannie.

Kakyu mengerti selain dirinya, tidak ada lagi yang menjadi teman Joannie.

Kalau di Quentynna House, tidak perlu diragukan lagi siapa yang menjadi kawan Joannie. Dalam segala hal, Joannie selalu bersama Vonnie, Marie juga Lishie. Keempat gadis itu selalu bermain bersama, bercanda bersama, bahkan saling bercerita tentang segala hal.

Hanya Kakyu sendiri yang tidak pernah terlibat dengan kegiatan kakak-kakaknya itu.

Kini tanpa Vonnie, Marie dan Lishie yang selalu menjadi teman bicara Joannie, Joannie merasa kesepian. Hanya Kakyu satu-satunya teman bicaranya.

Jenderal Reyn, ayah mereka, tidak dapat diharapkan untuk menjadi teman bicara yang baik di saat seperti ini. Kalau mereka di rumah, Jenderal Reyn akan menjadi seorang ayah yang baik dan penuh pengertian. Tetapi tidak demikian halnya di medan pertempuran seperti ini.

Dari setiap cerita Joannie, Kakyu mengetahui hubungan kakaknya dengan Pangeran semakin dekat. Joannie juga mengatakan Pangeran tidak hanya menanyakan keadaan prajurit yang terluka tetapi ia mulai bertanya tentang keluarga mereka. Joannie dengan perasaan senang selalu menjawab setiap pertanyaan Pangeran Reinald.

Melihat cara Joannie menceritakan Pangeran Reinald, Kakyu tahu kakaknya sangat mencintai Pangeran Reinald.

Melihat kakaknya semakin hari tampak semakin bahagia, Kakyu merasa senang. Kakyu merasa senang dapat membantu kakaknya yang disayanginya itu.

Keadaan di sekitar benteng dan hutan Naullie yang tenang selama beberapa hari terakhir ini memberikan angin baru bagi pasukan mereka.

Setiap hari Kakyu menerangkan keadaan Hutan Naullie kepada pasukan dan menyusun rancangan benteng yang kuat.

Dengan banyaknya orang di benteng, dalam waktu singkat benteng menjadi semakin kuat dibandingkan sebelumnya. Demikian pula pasukan Kerajaan Aqnetta.

Pada benteng yang menghadap Hutan Naullie, menara pengintai diperbanyak dan dilengkapi dengan pasukan pemanah. Pasukan pemanah itu sendiri baru dibentuk beberapa hari terakhir ini.

Dengan bahan-bahan dari hutan, Kakyu dibantu prajurit lain, membuat panah lengkap dengan anak panahnya.

Para Jenderal juga ambil bagian. Selain membantu Kakyu mengatur pasukan, mereka juga terus menyusun rencana pembaharuan benteng di samping rencana penyerbuan Kirshcaverish.

Kesibukan itu melupakan Kakyu pada perasaan tidak enak yang ditimbulkan pemuda yang selalu mengikutinya itu.

Tetapi tidak demikian halnya dengan Adna. Pemuda itu tidak melupakan kecurigaannya kepada Kakyu walau ia sendiri juga sibuk. Matanya selalu mengawasi gerak-gerik Kakyu untuk mencari sesuatu yang salah pada Kakyu.

Adna tidak dapat memastikan apa itu. Tetapi ia tidak dapat mengingkari, setiap melihat Kakyu, ia selalu merasa ada sesuatu yang salah pada pemuda itu yang menyebabkannya tampak tidak cocok menjadi Perwira.

Adna yang asli telah mengatakan apa yang salah itu tetapi Adna palsu tidak puas.

Berulang kali Adna asli mengatakan Kakyu tampak tidak cocok menjadi Perwira karena tubuhnya yang lebih kecil dibandingkan pemuda lain seusianya. Tapi tetap saja si Pangeran asli tidak puas.

Apa yang dapat dilakukan pengawal itu selain membiarkan majikannya mencari sendiri jawaban kecurigaan-kecurigaannya itu?

Ketenangan yang muncul dalam beberapa hari terakhir ini, buyar pada suatu pagi.

Entah apa yang menjadi sebabnya, tiba-tiba orang-orang di Tenda Perawatan berteriak-teriak.

Mulanya tidak ada yang mencurigai hal itu hingga muncul seorang pria sambil menodongkan sebilah pisau di leher Joannie.

Pasukan yang tidak siap menghadapi hal ini tidak dapat berbuat apa-apa apalagi saat itu Joannielah yang digunakan sebagai tameng pria itu.

Sambil berjalan mundur, pria itu berseru, “Kalau kalian maju, aku akan membunuhnya.”

Tidak ada yang berani berbuat apa-apa. Semua takut menghadapi Jenderal Reyn kalau tahu putrinya terluka.

Kakyu yang sibuk membersihkan panah peraknya, mendengar keributan itu dan segera keluar tendanya. Pandangan mata Kakyu segera menangkap kekacauan yang terjadi di sekitar Tenda Perawatan.

Pria tak dikenal itu terus menodongkan pisaunya kepada Joannie yang ketakutan sambil berjalan mundur.

Hingga pria itu semakin mendekati pintu benteng yang menuju Hutan Naullie, tidak ada yang berani berbuat apa-apa. Semua mengkhawatirkan keselamatan Joannie.

Melihat pria itu, Kakyu sadar kedatangan pria itu adalah karena kecerobohannya.

Ketenangan yang terjadi dalam beberapa hari terakhir ini, membuat pasukan Kerajaan Aqnetta menjadi lengah.

Walau Kakyu tetap waspada di tengah kesibukannya, ia tidak mengira ia akan kecurian seperti ini.

Kakyu sangat yakin pria itu adalah anggota Kirshcaverish yang bertugas memata-matai kegiatan mereka.

Entah bagaimana mata-mata itu masuk dan siapa yang pertama kali membongkar identitas mata-mata itu, Kakyu tidak tahu. Ia hanya tahu saat ini juga ia harus bertindak.

Tak sedetikpun yang dilewatkan Kakyu lagi.

Sementara semua sibuk mengawasi pria yang terus menyekap Joannie itu, Kakyu perlahan-lahan mendekati pria itu dan mencari posisi yang tepat.

“Lepaskan dia,” seru Pangeran Reinald khawatir.

“Tidak!” balas pria itu, “Aku tidak akan melepaskannya sebelum aku meninggalkan benteng ini dengan selamat.”

“Kami jamin engkau dapat meninggalkan benteng ini,” Pangeran Reinald berjanji, “Asal engkau melepaskan wanita itu.”

Kakyu memanfaatkan kesempatan ini.

Secepat mungkin Kakyu membidikkan panah yang terus dibawanya sejak ia meninggalkan tendanya.

Sesuatu berkilau yang melesat cepat, menyahut tangan pria yang sedang menghadapi Pangeran Reinald itu dan membuat pria itu melepaskan pisaunya.

Melihat pria itu sedang meringis kesakitan, Pangeran Reinald cepat-cepat menarik Joannie menjauh.

Dengan meremas persendian pundaknya yang terkena panah, pria itu berlari menerobos pintu benteng yang menghadap Hutan Naullie.

Secepat mungkin Kakyu menyahut seekor kuda dan meninggalkan benteng untuk mengejar pria itu.

Kakyu yakin pria itu tidak dapat pergi jauh dengan pundak yang terluka parah seperti itu.

Tak jauh dari tepi Hutan Naullie, Kakyu melihat pria tadi terbaring di bawah sebatang pohon.

Kakyu menduga pria itu pingsan karena pendarahannya yang cukup parah.

Dengan ketenangannya, Kakyu turun dari kuda dan mendekati pria itu. Perlahan-lahan Kakyu mendekati pria yang terbaring itu. Kakyu sangat terkejut ketika pria itu tiba-tiba menyabetkan pisaunya.

Untung Kakyu sempat menghindar sehingga yang kena hanya lengan kanannya. Tapi luka itu cukup dalam dan membuat darah segar segera mengalir cukup deras.

Kakyu yang semula berniat mencabut panah peraknya yang menancap di pundak pria itu, tidak menanti apa-apa lagi.

Kakyu tahu hanya itu yang dapat membuat pria itu tidak dapat pergi jauh.

Dengan menahan rasa sakitnya sendiri, Kakyu mencabut panah itu kuat-kuat.

Seperti dirinya, pria itu juga tidak menduga akan mendapat serangan mendadak seperti ini.

Dengan tercabutnya panah dari pundaknya, darah semakin mengalir deras dan membuat pria itu semakin kesakitan.

Pria itu menjerit-jerit menahan sakit yang luar biasa di persendian pundaknya.

Kakyu mendengar derap kaki kuda di belakangnya tapi ia tetap tidak berbuat apa-apa.

Tanpa berkata apa-apa, ia menatap wajah pria yang terus menjerit kesakitan itu.

“Engkau tidak apa-apa?” tanya Adna sambil menatap lengan baju Kakyu yang sobek dan kemerah-merahan.

“Aku tidak apa-apa,” kata Kakyu, “Kuserahkan dia padamu.”

Kakyu segera meninggalkan mereka sebelum Adna juga prajurit yang datang kemudian mengetahui lukanya.

Karena sejak terluka, Kakyu sama sekali tidak menyentuh lukanya, lengan baju Kakyu tidak tampak terlalu merah.

Kalaupun mereka melihat noda darah di lengan baju seragam Kakyu, mereka hanya akan menduga itu darah mata-mata itu.

Tanpa menanti pasukan membawa pria itu ke benteng, Kakyu meninggalkan tepi Hutan Naullie dan segera menuju tendanya.

Sebelum memasuki tendanya, Kakyu melihat masih banyak prajurit yang mengelilingi Joannie di depan Tenda Perawatan.

Kakyu hanya dapat menghela napas melihatnya.

Sebagai satu-satunya Joannie wanita di benteng, pasukan Kerajaan Aqnetta yang semuanya pria itu tentu saja memuja Joannie. Joannie bukan hanya cantik di mata mereka tetapi juga tampak penuh kasih sayang.

Kakyu sendiri sering tersenyum kalau mengetahui hal itu.

Andaikata mereka tahu apa yang membuat Joannie mau melakukan tugas yang sebelumnya tidak pernah dilakukannya itu.

Kakyu meletakkan panahnya di tanah yang telah dialasi kain kemudian duduk di sampingnya.

Kakyu melihat panah perak yang baru saja digunakannya itu.

Dulu sebuah anak panah telah digunakannya untuk menyelamatkan Raja Alfonso dan Putri Eleanor. Kini sebuah panah perak lagi digunakan untuk menyelamatkan. Kali ini bukan Raja Alfonso dan Putri Eleanor yang diselamatkan, melainkan Kerajaan Aqnetta.

Kakyu menyadari bahaya apa yang dapat menimpa mereka andaikata mata-mata itu berhasil menemui kelompoknya.

Dengan tangan kirinya, Kakyu mengamati panah perak itu.

Panah perak yang telah dikotori darah itu tidak akan dapat kembali seperti semula. Demikianlah yang terjadi pada panah perak yang dulu. Walaupun Kakyu telah berusaha keras untuk membersihkan panah itu, tetapi noda darahnya tetap ada.

Dari sebelas panah perak yang ada, kini hanya tinggal sembilan buah yang tetap bersinar indah. Dua lainnya sedikit memudar karena darah yang tidak dapat hilang dapi permukaannya.

Ketika hendak menyentuh panah perak itu dengan kedua tangannya, tangan kanan Kakyu membuat pemuda itu kesakitan. Kakyu sadar ia harus segera mengobati lukanya sebelum terlalu banyak darah yang keluar.

Kakyu meletakkan panahnya kemudian mencari kemeja seragam yang lain sebelum ia membuka kemeja yang telah kotor itu.

Gerakan Kakyu semakin perlahan ketika ia melepaskan lengan baju kanannya. Kakyu tidak ingin darahnya terlalu banyak mengotori seragam putih kebiru-biruan itu.

Tengah Kakyu sibuk membuka kemejanya perlahan-lahan, seseorang menerobos masuk.

Kakyu terkejut. Sama terkejutnya dengan pria itu.

No comments:

Post a Comment