Thursday, April 26, 2007

Kelembutan dalam Baja-Chapter 15

Kakyu tidak terlihat di Ruang Besar yang menjadi tempat keluarga Quentynna mengadakan pesta itu. Dan sepertinya tidak ada yang menyadarinya.

Semua yang hadir dalam pesta pernikahan itu, tampak sibuk dengan Joannie dan Adna yang baru menikah pagi tadi.

Pernikahan ini memang cukup mengejutkan karena penyelenggaraannya tak lama setelah Raja Alfonso mengumumkan segala sesuatu tentang Kirshcaverish kepada rakyat. Tetapi tidak ada yang bisa menentang keinginan Lady Xeilan untuk segera melihat putrinya bahagia.

Mungkin satu-satunya wanita yang tidak peduli pada tertumpasnya kelompok pemberontak itu hanya Lady Xeilan seorang.

Sejak mengetahui segala yang terjadi, Lady Xeilan memang terkejut tetapi ia lebih bahagia dan menjadi tidak sabar untuk menyelenggarakan pernikahan putrinya. Karena sikapnya itu, Lady Xeilan bukan hanya membuat semua orang di Quentynna House sibuk tetapi juga menghebohkan Raja Alfonso.

Raja Alfonso yang ingin menyelenggarkan pesta untuk menyambut kemenangan melawan Kirshcaverish ini terpaksa mengundurkan niatnya. Raja yang bijaksana itu mengerti dibandingkan tertumpasnya Kirshcaverish, Lady Xeilan lebih bahagia dengan berita pertunangan Joannie. Raja tahu Lady Xeilan akan mengundangnya ke pernikahan mereka, dan ia cukup bijaksana untuk tidak menyelenggarakan pesta kemenangan di dekat pesta perkawinan mereka.

Di tengah kebahagiaan itu, hanya Pangeran Reinald yang tampak gelisah. Beberapa saat yang lalu ia melihat Kakyu tetapi sekarang ia tidak tampak lagi. Di manapun gadis itu berada, yang pasti ia berada di tempat yang tak terduga.

Kegelisahan Pangeran Reinald menarik perhatian Raja Alfonso.

“Mengapa engkau gelisah?”

“Tidak ada apa-apa.”

“Aku tidak terlalu tua untuk mengetahui kegelisahanmu, Reinald.”

Pangeran tidak punya pilihan lain selain mengaku. “Aku tidak melihat Kakyu.”

Seperti baru menyadari, Raja bergumam, “Benar…. Aku juga baru sadar aku tidak melihatnya sejak tadi. Kakak-kakaknya yang lain ada di sini tetapi ia sendiri yang tidak nampak. Ke mana perginya?”

Pangeran juga tidak tahu ke mana perginya Kakyu.

“Kalian melihat Kakyu?”

Kedua pria yang sibuk mencari Kakyu di keramaian pesta, terkejut karenanya.

“Kalian melihat Kakyu atau tidak?” Putri Eleanor berkata dengan tidak sabar.

“Tidak,” jawab Raja Alfonso, “Engkau ada perlu dengannya?”

“Banyak,” jawab Putri Eleanor yakin, “Aku ingin ia mengantarku berkeliling Quentynna House. Kalian tahu bukan aku belum pernah ke sini?”

“Biar saya yang mengantarkan Anda, Tuan Puteri,” Lady Xeilan yang kebetulan mendengar percakapan itu menawarkan bantuan.

“Tidak… tidak perlu,” Putri Eleanor cepat-cepat menolak, “Saya tidak ingin merepotkan Anda.”

“Sama sekali tidak, Tuan Puteri,” kata Lady Xeilan sambil tersenyum, “Saya akan senang sekali mengantarkan Anda mengelilingi rumah ini.”

“Tidak perlu, Lady Xeilan,” kata Raja Alfonso, “Anda jangan semakin merepotkan diri Anda dengan putri saya. Lagipula Eleanor tidak akan mau selain Kakyu sendiri yang mengantarnya.”

“Kakyu,” ulang Lady Xeilan, “Aku akan mencarinya.”

“Tidak perlu, Lady Xeilan.”

Percuma saja Raja Alfonso ingin menahan Lady Xeilan yang sudah menerobos keramaian orang-orang itu.

“Lihatlah hasil perkerjaanmu, Eleanor,” kata Pangeran Reinald, “Engkau memang senang membuat siapa saja repot.”

“Aku tidak tahu kalau Lady Xeilan juga mendengarkan tadi,” kata Putri Eleanor manja.

“Semakin kuperhatikan, engkau semakin terlihat manja,” kata Pangeran Reinald, “Aku heran bagaimana Kakyu tetap tenang walaupun engkau cerewet seperti ini?”

“Ia memang hebat,” Putri Eleanor mengakui dengan bangga, “Cuma ia yang bersikap tenang kepadaku.”

“Kukira, Eleanor, hanya Kakyu seorang yang dapat bertahan dengan kemanjaanmu itu,” kata Raja Alfonso.

“Aku juga tidak meragukannya,” Pangeran Reinald menambahi dengan yakin.

Dalam perjalanan pulang ke Chiatchamo, seperti ayah dan adiknya, Pangeran Reinald juga tergoda untuk meruntuhkan ketenangan Kakyu tetapi gadis itu tetap tenang dalam dunianya. Sepertinya gadis itu akan selalu begitu walaupun ada meriam yang meletus di depannya.

Semakin melihat Kakyu bertahan dalam dunianya, Pangeran Reinald semakin tergoda untuk meruntuhkan ketenangannya.

Untung saja Ratu Ylmeria belum mengetahui hal ini. Kalau ia tahu, entah apa yang akan dilakukannya. Suami dan kedua anaknya ternyata senang mempermainkan Kakyu.

“Mama di mana?”

“Sedang berbicara dengan Adna dan Joannie,” jawab Pangeran.

“Aku akan ke sana.”

“Ya, pergilah ke sana dan jangan menganggu kami,” Pangeran Reinald pura-pura mengusir adiknya.

Seperti yang diharapkan Pangeran, Putri Eleanor jengkel mendengarnya. “Engkau jahat,” katanya manja lalu ia berlalu pergi.

“Jangan kaugoda terus dia.”

“Tidak apa-apa, Papa. Aku senang melihatnya seperti ini. Tak pernah kukira ia akan menjadi semakin manja setelah kepergianku.”

“Adikmu itu semakin manja sejak engkau pergi dan aku hampir dibuat pusing karenanya. Ylmeria sendiri juga tidak tahu bagaimana mengajari Eleanor bersikap sebagai Lady.”

“Dapat kutebak Eleanor sangat jengkel ketika Kakyu bersikap tenang terhadapnya.”

Raja tersenyum. “Tepat sekali. Dan kurasa bukan hanya ia saja yang jengkel tetapi juga aku. Seumur hidupku belum pernah aku melihat pemuda setenang dia. Aku berbicara panjang lebar, tetapi ia hanya menanggapinya dengan dua tiga patah kata. Aku heran melihatnya.”

“Dan akan semakin heran kalau tahu ia bukan permuda seperti yang Papa kira, tetapi seorang gadis,” tambah Pangeran Reinald dalam hatinya.

“Aku heran mengapa sejak tadi Kakyu belum muncul juga.”

Pangeran tidak menjawabnya. Matanya terus mencari Kakyu dalam keramaian pesta itu.

Pangeran tidak mengerti mengapa Kakyu tidak hadir dalam pesta perkawinan kakaknya. Bukankah ia sendiri yang mengatakan ia tidak jatuh cinta pada Adna? Atau mungkin saat itu Kakyu berbohong padanya?

Tidak henti-hentinya Pangeran memikirkan hal itu. Hingga pesta yang seharusnya dinikmatinya, membuatnya gelisah. Dan tetap gelisah ketika akhirnya ayahnya memutuskan untuk pulang.

Tak heran kalau keesokan paginya Pangeran sudah menanti kedatangan Kakyu di depan teras.

Begitu melihat Kakyu datang, Pangeran Reinald segera menghampirinya.

“Selamat pagi, Pangeran,” sapa Kakyu yang baru datang.

“Pagi,” sahut Pangeran Reinald singkat.

Suara yang mengandung maksud itu tidak membuat Kakyu merasa terganggu.

“Ke mana engkau kemarin malam?”

“Rumah,” jawab Kakyu dengan tenangnya.

Pangeran Reinald menarik lengan Kakyu sehingga Kakyu mau tidak mau harus berhenti dan menatap wajah Pangeran yang geram.

Kakyu tidak mengerti mengapa wajah itu seperti itu. Ia tidak merasa telah melakukan kesalahan.

“Engkau bohong,” tuduh Pangeran, “Kemarin aku tidak melihatmu.”

Kemarin malam Kakyu memang berada di Quentynna House bahkan ketika pesta itu diselenggarakan tetapi ia tidak berada di Ruang Besar. Keluarganya mengerti ia tidak menyukai keramaian dan tidak berusaha menahannya dalam pesta itu.

Kakyu telah menunjukkan kegembiraannya dengan mengikuti jalannya pernikahan Joannie di Gereja. Dalam pesta itupun, Kakyu juga hadir walau hanya sebentar.

Setelah merasa cukup lama berada di pesta di mana ia disibukkan oleh para wanita yang berusaha menganggunya, Kakyu menyendiri di Ruang Perpustakaan di lantai dua. Dan Kakyu terus berada di sana sampai pesta itu selesai.

Kakyu merasa ia harus menjelaskan masalah ini. “Kemarin saya berada di Ruang Perpustakaan.”

“Engkau bohong!”

“Tidak,” kata Kakyu tenang.

“Engkau bohong,” Pangeran bersikeras dengan tuduhannya, “Aku tahu engkau juga jatuh cinta pada Adna. Engkau tidak perlu membohongiku karena aku tahu aku tidak salah.”

Untuk kedua kalinya Pangeran mengutarakan hal itu dan seperti dulu, Kakyu tersenyum geli karenanya.

Kakyu tidak mengerti dari mana Pangeran mendapat kesimpulan itu dan mengapa Pangeran terganggu dengannya. Kalau ia memang mencintai Adna – seperti yang dikatakan Pangeran Reinald – Pangeran Reinald tidak perlu merasa terganggu. Bukankah ia tetap melakukan tugasnya dengan baik?

Bahkan ketika semua pasukan yang kembali dari Pegunungan Alpina Dinaria, sibuk menceritakan pengalaman mereka, Kakyu tetap menjalankan tugasnya dengan baik.

Kakyu memang sering mendapat pertanyaan seperti “Apa yang terjadi di sana?”; “Engkau tidak apa-apa bukan?” juga berbagai macam permintaan untuk menceritakan pengalamannya selama berada di garis depan. Tetapi Kakyu tidak pernah menjawabnya. Satu-satunya jawaban yang diberikannya atas semua pertanyaan itu hanyalah, “Tanyalah yang lain.”

Tidak perlu diragukan lagi jawaban itu membuat semua orang yang bertanya padanya menjadi jengkel. Dan tanpa ditebakpun setiap orang tahu Kakyu tetap tenang.

Bagi Kakyu tidak ada gunanya lagi menceritakan apa yang sudah diceritakan orang lain. Bukankah banyak dari mereka yang sudah tahu apa yang terjadi?

Tidak sesaatpun Kakyu melalaikan tugasnya yang telah dilalaikan olehnya dengan pergi ke Pegunungan Alpina Dinaria.

Tetapi herannya Kakyu tidak berusaha mengatakan alasannya menyendiri dalam Ruang Perpustakaan ketika pesta itu berlangsung. Kakyu malah bertanya, “Berapa kali saya harus mengatakannya pada Anda, Pangeran? Saya hanya menyayangi Adna sebagai kakak, tidak lebih dari itu.”

“Hentikan!” Pangeran tiba-tiba mengurung Kakyu pada dinding dengan kedua tangannya, “Sudah kukatakan jangan membohongiku.”

Kakyu tidak mengerti di mana letak kesalahannya. “Mengapa Anda marah, Pangeran?” tanya Kakyu tenang, “Bukankah hal ini tidak ada hubungannya dengan Anda?”

Pertanyaan tenang itu tepat hingga membuat Pangeran tidak dapat menjawabnya. Pangeran melepaskan tangannya dari dinding dan membiarkan Kakyu melaluinya.

Kakyu benar. Ia seharusnya tidak marah seperti ini. Masalah ini bukan urusannya. Tetapi dirinya tidak berhenti memikirkan hal itu.

Pangeran Reinald merasa seperti orang gila karenanya. Ia telah mencampuri masalah yang di luar wewenangnya. Dan celakanya masalah ini adalah masalah Kakyu, gadis yang selalu tenang.

Apakah Adna memang benar, ia cemburu pada gadis itu atau lebih tepatnya pada Adna?

Pangeran pusing memikirkannya tetapi ia bukan orang yang mudah menyerah. Ia akan terus memikirkan sebabnya walau ia menjadi gila karena perasaan dan pikirannya yang kacau.

Tetapi Pangeran tidak dapat melakukannya seperti harapannya. Belum lama ia berjalan-jalan di halaman sambil berpikir keras, seorang prajurit menyampaikan panggilan ayahnya.

Pangeran Reinald tahu kedatangannya di Ruang Baca sangat diharap oleh ayahnya, dan ia segera berangkat walau pertanyaan itu masih terus bergaung di dalam kepalanya.

Melihat Kakyu juga berada di sana, Pangeran Reinald menjadi ingin tahu masalah penting apakah yang akan dibicarakan ayahnya dengannya.

“Ada apa, Papa?”

“Aku hanya ingin bertanya bagaimana pendapat kalian kalau aku mengadakan pesta kemenangan.”

“Kurasa tidak ada masalah. Bagaimana denganmu Kakyu?”

“Tidak ada masalah.”

“Bagus,” kata Raja Alfonso sambil tersenyum, “Sekarang bagaimana pendapatmu tentang masalah ini, Reinald?”

“Masalah apa, Papa?”

“Aku baru saja mendengar permintaan Eleanor dan aku telah memikirkannya masak-masak. Kurasa tidak ada salahnya menyetujui permintaannya.”

“Permintaan apa, Papa? Jangan berteka-teki.”

Raja Alfonso mengacuhkannya. “Bagaimana pendapatmu tentang Eleanor, Kakyu?”

“Ia putri yang cantik,” kata Kakyu jujur, “Sikapnya yang manja pasti membuat pria manapun menyukainya.”

Raja tersenyum puas. “Rupanya keputusanku ini tidak salah.”

“Keputusan apa, Papa?” Pangeran Reinald tidak sabar dengan teka-teki ini.

“Aku memutuskan untuk memberikan hadiah istimewa kepada Kakyu sebagai penghargaanku atas keberhasilannya menumpas Kirshcaverish,” Raja masih berteka-teki.

Kakyu mulai dapat melihat apa yang hendak dikatakan Raja. Sebelum Raja mengatakan maksudnya, Kakyu cepat-cepat berkata, “Maafkan saya, Paduka. Saya tidak dapat.”

“Mengapa tidak, Kakyu?” tanya Raja Alfonso heran, “Bukankah engkau juga menyukai Eleanor? Kurasa engkau dan Eleanor akan menjadi pasangan yang cocok.”

“Tidak mungkin, Papa,” daripada Kakyu, Pangeranlah yang lebih gencar menolaknya. “Papa tidak mungkin melakukan hal itu.”

“Ada apa, Reinald?” Raja Alfonso kebingungan, “Mengapa engkau seperti ini? Bukankah engkau sendiri yang kemarin berkata hanya Kakyu yang dapat mengatasi kemanjaan Eleanor.”

“Tetapi masalahnya lain,” Pangeran Reinald bersikeras.

“Aku heran, Reinald, engkau tidak berhubungan dengan masalah ini tetapi engkau menolaknya. Kakyu sendiri belum menanggapinya.”

“Saya tidak dapat, Paduka.”

Raja Alfonso heran. Mengapa keduanya tidak menyetujui keputusannya.

“Mengapa tidak, Kakyu? Bukankah engkau yang berjasa atas tertumpasnya Kirshcaverish?”

“Bukan saya, Paduka, tetapi para Jenderal.”

“Mereka mengatakan engkaulah yang paling berjasa dan aku melihat tidak ada salahnya kalau aku menyerahkan putriku kepadamu sebagai penghargaanku atas jasamu.”

“Maafkan saya, Paduka.”

Pangeran Reinald heran melihat Kakyu tetap tenang walau tahu ia tidak akan mungkin bisa menikah dengan Eleanor. Akan aneh sekali kalau seorang gadis menikah dengan gadis.

Melihat ayahnya tidak akan berhenti membujuk Kakyu, Pangeran Reinald merasa ia harus membantu Kakyu.

Pangeran mengajak Raja Alfonso menjauh.

Melalui tirai merah yang memisahkan Ruang Baca dengan Ruang Perpustakaan kecil, Pangeran Reinald mengintip Kakyu yang tetap berdiri tenang.

“Papa tidak mungkin melakukan hal gila ini.”

“Hal gila apa, Reinald?” Raja Alfonso kebingungan, “Bukankah Kakyu dan Eleanor memang cocok?”

Pangeran Reinald merasa ia harus melanggar janjinya demi menyelesaikan masalah ini. “Ia tidak bisa menikah dengan Eleanor dan tidak akan pernah bisa.”

Raja Alfonso hanya dapat menatap putranya dengan kebingungan.

“Kakyu tidak seperti yang Papa kira. Ia…,” Pangeran ragu-ragu tetapi akhirnya ia mengucapkannya juga, “Ia itu seorang gadis.”

“Gadis!?” Raja terkejut mendengarnya. Prajurit yang selama ini dipujinya ternyata seorang gadis.

“Benar, ia bukan seperti yang kita semua kira.”

“Bagaimana engkau mengetahuinya?”

“Aku waktu itu tidak sengaja melihat tubuh gadisnya. Aku sama sekali tidak tahu sebelumnya.”

Raja memandang curiga sehingga Pangeran harus meyakinkannya. “Sungguh. Aku sama sekali tidak sengaja. Waktu itu aku datang untuk mengobati lengannya yang baru terluka tetapi aku sama sekali tidak mengira akan…”

“Akan melihat dadanya,” sahut Raja Alfonso.

Pangeran mengangguk.

Raja Alfonso terdiam sambil terus menatap wajah putranya yang menahan perasaan malu. Dapat dibayangkan Raja bagaimana perasaan Reinald ketika itu.

“Engkau menyukai Kakyu?” tanya Raja Alfonso penuh selidik.

“Aku? Aku menyukai gadis tenang-tenang dingin sepertinya? Jangan berpikir yang aneh-aneh. Mana mungkin aku menyukai gadis setenang itu hingga berkesan dingin.”

“Kakyu tidak seperti itu, Reinald. Walaupun ia tampak tenang dan tidak senang keramaian, ia seorang yang ramah.”

“Tidak senang keramaian?”

“Benar, Kakyu tidak pernah menyukai keramaian.”

Pangeran diam – sibuk berpikir.

“Mengapa ia menjadi laki-laki?”

“Aku tidak tahu. Kakyu tidak pernah mau mengatakannya walau aku sering bertanya,” kata Pangeran Reinald, “Tetapi kurasa ini ada hubungannya dengan Jenderal Reyn.”

“Jenderal Reyn?”

“Jenderal Reyn tidak punya anak laki-laki. Dapat dibayangkan betapa kecewanya dirinya.”

Raja Alfonso heran. “Lalu mengapa ia memilih Kakyu?”

“Aku tidak tahu. Sekarang kumohon jangan mengatakan hal ini pada Kakyu juga kepada yang lain. Aku telah berjanji padanya untuk tidak mengatakannya pada siapapun.”

“Tetapi engkau baru saja melanggar janjimu.”

“Aku terpaksa melakukannya. Aku tidak mungkin membiarkan seorang gadis menikah dengan gadis.”

“Sepertinya aku juga harus memegang janjimu.”

Pangeran Reinald mengangguk. “Hingga semua pertanyaan ini terjawab, aku tidak ingin Kakyu marah kepadaku hanya karena aku melanggar janjiku.”

“Jangan khawatir, Reinald. Aku juga tidak akan mengatakannya pada siapapun,” Raja mengintip Kakyu di balik tirai, “Aku heran mengapa gadis sepertinya bisa menjadi setangguh itu bahkan lebih tangguh dari pemuda lain seusianya.”

“Aku juga ingin tahu,” Pangeran Reinald mengakui, “Papa tidak marah pada Kakyu juga keluarga Parcelytye bukan?”

“Marah? Mengapa aku harus marah?”

“Karena mereka telah membohongi Papa.”

Raja tersenyum sambil melirik pada Kakyu. “Untuk apa aku marah kalau seorang gadis bisa setangguh itu? Sepertinya mulai saat ini aku tidak boleh menganggap remeh wanita.”

Pangeran Reinald lega mendengarnya. Ia tidak perlu mengkhawatirkan keselamatan gadis yang dicintainya.

“Apa!?” Pangeran Reinald terkejut menyadari kenyataan itu. Ini sangat aneh beberapa saat yang lalu ia masih mengatakan tidak mungkin ia jatuh cinta pada Kakyu yang tenang-tenang dingin, tetapi beberapa detik yang lalu ia baru saja mengatakannya. Ini benar-benar aneh, tetapi keanehan selalu terjadi dalam cinta. Bukankah demikian?

Belum selesai masalah yang ada, sekarang malah muncul masalah yang lain. Tetapi karenanya Pangeran tahu ia marah kepada Kakyu karena ia cemburu. Benar, ia cemburu pada Adna.

“Apa katamu tadi?”

“Tidak…,” elak Pangeran Reinald, “Tidak ada.” Kemudian untuk mengalihkan perhatian ayahnya, ia berkata, “Aku hanya berpikir apa yang akan kita katakan pada Eleanor. Kita tidak mungkin mengatakan tentang ini.”

Raja terdiam. Dalam diamnya ia sibuk berpikir. “Entahlah,” katanya menyerah, “Yang pasti Eleanor tidak akan senang mengetahui hal ini.”

“Pasti.”

“Ia pasti akan menuntut alasan dariku sedangkan aku sendiri tidak tahu apa yang harus kukatakan selain kebenaran ini. Tetapi jangan khawatir, aku tidak akan mengatakannya. Bukankah aku telah berjanji padamu?”

“Katakan saja aku tidak setuju. Nanti ia akan minta penjelasan dariku,” usul Pangeran Reinald.

“Apa engkau benar-benar bersedia dibuat repot oleh Eleanor?” selidik Raja Alfonso.

“Ia adikku, Papa. Mana mungkin aku keberatan?”

“Baiklah,” Raja Alfonso menganggap masalah ini telah selesai, “Sekarang bagaimana denganmu?”

“Aku?”

“Aku tidak terlalu tua untuk mengetahuinya, Reinald. Jangan lupa aku juga pernah muda,” Raja Alfonso berkata dengan nada memperingati.

“Aku yakin engkau sedikit banyak tertarik padanya,” kata Raja sambil melirik Kakyu yang tetap tenang menanti, “Kalau aku masih muda, aku juga pasti akan tertarik pada gadis hebat sepertinya. Ia cerdas, tenang, juga lincah. Yang pasti ia bukan gadis yang mudah terkalahkan.”

“Aku ingin semuanya jelas. Aku ingin tahu mengapa ia menjadi laki-laki. Aku ingin tahu siapa Kenichi. Aku ingin tahu segalanya tentang dia.”

“Kurasa kita akan membuatnya curiga kalau kita terlalu lama di sini,” kata Raja Alfonso.

Bersama-sama mereka keluar dari tempat itu ke hadapan Kakyu yang berdiri dengan tenangnya.

“Baiklah, Kakyu,” kata Raja, “Aku tidak akan memaksamu lagi. Reinald telah membujukku.”

“Terima kasih, Paduka.”

“Sekarang kita hanya perlu merundingkan pesta itu,” tiba-tiba Raja Alfonso merasa ragu-ragu, “Kalian setuju bukan?”

“Tentu,” kata Pangeran Reinald.

Raja melihat Kakyu.

Sebagai jawabannya, Kakyu berkata, “Tidak ada alasan untuk tidak setuju.”

“Kakyu, dapatkah engkau meninggalkan kami?” kata Pangeran Reinald, “Aku ingin berunding dengan Papa. Nanti aku akan memberitahumu kapan pesta itu diadakan sehingga engakau bisa mulai mengaturnya.”

Kakyu memandang curiga kepada Pangeran Reinald tetapi ia tidak mengatakan apa-apa. Kakyu tidak tahu apakah Pangeran Reinald mengingkari janjinya atau tidak, tetapi ia berterima kasih atas bantuannya.

Kakyu tersenyum padanya.

Segera setelah Kakyu mengundurkan diri dari ruangan itu, Pangeran berkata, “Ada yang ingin kubicarakan, Papa.”

Raja duduk dengan sikap mendengarkan.

“Menurutku Kakyu tidak bisa selamanya seperti ini. Bagaimana menurut Papa?”

“Aku berpikir juga tidak baik kalau Kakyu terus menerus menjadi laki-laki. Ia tidak akan dapat menemukan kebahagiaannya juga tidak dapat menjadi dirinya sendiri.”

“Aku sering mengatakannya pada Kakyu, tetapi ia tidak pernah menjawabnya. Menurut Papa, apakah mungkin Kakyu akan tetap menjadi laki-laki sampai Jenderal Reyn sendiri yang membebaskannya dari tugasnya ini?”

“Kurasa memang demikian. Kakyu sangat berbakti pada orang tuanya terutama ayahnya. Engkau tahu sendiri bukan bagaimana dia berusaha keras untuk dapat berangkat ke Hutan Naullie? Aku akan membujuk Jenderal Reyn.”

“Kita tidak bisa membujuk Jenderal Reyn, Papa. Aku khawatir, Jenderal Reyn tidak akan senang mengetahui hal ini.”

“Kukira tidak, Reinald. Jenderal Reyn itu perwira yang berjiwa besar, tentu ia akan memahami masalah ini. Yang penting, engkau tidak perlu mengkhawatirkan hal ini. Aku yang akan menyelesaikannya. Yang perlu kauurus hanya adikmu dan Kakyu.”

Pangeran tidak tahu apakah benar ini jalan yang terbaik untuk membuat Kakyu kembali ke kehidupannya yang seharusnya. Tetapi ayahnya tidak mungkin melakukannya tanpa yakin akan hasilnya.

“Jangan lupa janjimu, Reinald,” Raja Alfonso mengingatkan.

“Janji?” tanya Pangeran Reinald keheranan.

“Engkau berjanji pada Kakyu akan memberitahu kapan pesta kemenangan ini akan diadakan.”

“Tentu. Kapan Papa akan mengadakannya?”

“Aku juga belum sempat memikirkannya. Kurasa tiga atau empat minggu lagi. Waktu itu cukup untuk mempersiapkan pesta ini bukan?”

“Kalau Kakyu yang menanganinya, aku yakin dalam waktu seminggupun pesta ini siap dilaksanakan.”

“Aku juga tidak ragu,” kata Raja sambil tersenyum.

Sekarang semua masalah dengan pertunangan Kakyu dan Eleanor yang ditawarkan Raja Alfonso telah selesai. Masalah terbesar Pangeran Reinald saat ini hanya bagaimana membuat Kakyu menghentikan semua penyamarannya ini.

Setiap ada kesempatan, Pangeran Reinald selalu berusaha mendekati Kakyu untuk membuatnya mengatakan segalanya juga membujuknya. Tetapi kesempatan yang benar-benar bermanfaat itu tidak pernah ada.

Setiap hari mereka sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing. Entah Kakyu yang sibuk mengatur keamanan Istana Vezuza atau Pangeran Reinald yang sibuk dengan kemarahan Putri Eleanor.

Kalaupun mereka bertemu, percakapan yang terjadi hanya sebentar. Kakyu juga segera pergi ketika mendengar pertanyaan yang selalu sama. Seperti sore ini ketika ia bertemu Pangeran di koridor Istana.

“Hingga sekarang engkau belum mengatakannya padaku, Kakyu.”

Kakyu diam saja.

“Kumohon, Kakyu, untuk kali ini saja jangan terlalu pendiam,” bujuk Pangeran Reinald lembut, “Aku ingin engkau menjawab semua pertanyaan-pertanyaanku yang belum engkau jawab.”

Kakyu hanya memandang Pangeran. “Saya tidak bisa.”

“Engkau bisa, Kakyu. Aku tahu engkau bisa hanya engkau saja yang tidak mau mengatakannya.”

Kakyu kembali diam.

“Katakan kepadaku mengapa engkau memilih menjadi laki-laki? Aku tahu engkau juga tidak ingin selamanya seperti ini.”

Kalau dulu Pangeran Reinald mengatakannya, hal itu salah. Dari dulu Kakyu senang menjadi laki-laki yang bebas bergerak daripada wanita yang tidak bebas. Tetapi sekarang hal itu benar.

“Katakanlah padaku, Kakyu. Mengapa engkau menjadi laki-laki? Aku ingin tahu semuanya.”

Kali ini Pangeran tidak berusaha menekan Kakyu. Ia membujuk Kakyu dengan lembut dengan harapan bisa membangkitan jiwa gadis yang terkubur dalam penyamarannya selama bertahun-tahun.

Tanpa perlu dibujukpun, jiwa seorang gadis Kakyu telah muncul. Jiwa itu muncul sejak Pangeran bersikap lembut padanya di malam menegangkan di Hutan Naullie. Malam di mana Pangeran memeriksa luka Kakyu dengan penuh kelembutan dan sikap hati-hati.

Seperti yang sudah-sudah, Kakyu tidak menjawab pertanyaan-pertanyaan itu. Ia hanya berlalu pergi setelah berkata, “Maafkan saya.”

Pangeran yang telah berjanji pada dirinya sendiri untuk tetap bersikap sabar dalam menghadapi Kakyu, tak urung jengkel juga. Pangeran tahu hingga kapanpun ia tetap merasa jengkel oleh sikap Kakyu yang seperti ini, tetapi anehnya ia menyukainya. Bagi Pangeran, sikap ini seakan-akan menjadi tantangan tersendiri yang harus dipecahkannya di samping sikap tenang gadis itu.

Pangeran Reinald melanjutkan perjalanannya dengan perasaan gemas. Entah bujukan apa lagi yang harus dilakukannya untuk membuat Kakyu berbicara banyak seperti saat ia sibuk memikirkan Kirshcaverish.

Seperti mereka yang lebih lama mengenal Kakyu, Pangeran Reinald hanya pernah sekali mendengar Kakyu berbicara banyak. Hanya sekali yaitu saat ia mengkhawatirkan keberadaan pasukan di Hutan Naullie. Hanya itu dan setelahnya Kakyu kembali menjadi gadis yang pendiam dan tenang.

Yang lebih parah dari yang pernah diketahui Pangeran, Kakyu telah menjadi gadis tenang yang sangat dingin. Tak heran kalau di saat semua orang mengatakan Kakyu adalah pemuda yang dingin-dingin tenang, Pangeran mengatakan sebaliknya Kakyu adalah gadis yang tenang-tenang dingin.

Sudah berulang kali ia mencoba membujuk Kakyu tetapi Kakyu tetap keras kepala. Segala cara mulai dari yang bernada perintah sampai bujukan lembut tidak berhasil mempengaruhi gadis itu. Andaikan Pangeran Reinald tahu betapa ia telah membuat Kakyu merasa kacau, ia pasti tidak akan melepaskan kesempatan itu.

Kejengkelan Pangeran itu terus tampak di wajah tampannya ketika ia menuju Ruang Rekreasi yang khusus untuk keluarga kerajaan.

Begitu melihat ayahnya berada di sana, Pangeran segera berkata, “Bagaimana membuat Kakyu berbicara banyak?”

“Percuma saja, Reinald. Lebih baik engkau melupakan keinginanmu itu. Aku, Alfonso, juga Eleanor telah mencobanya ratusan kali tetapi ia tetap tidak bisa berbicara sebanyak yang kita harapkan.”

Jawaban itu membuat Pangeran Reinald menyadari keberadaan ibunya di ruangan itu. Rupanya karena Ratu Ylmeria duduk di pojok dinding sisi pintu, Pangeran yang langsung masuk itu tidak melihatnya.

“Ada yang perlu kautanyakan padanya?”

“Tidak,” Pangeran Reinald berbohong pada Ratu Ylmeria. Cukup sekali Pangeran Reinald mengingkari janjinya.

“Katakan saja, Reinald. Ylmeria sudah mengetahuinya juga.”

“Mama?” ulang Pangeran Reinald sambil menatap tak percaya pada Raja dan Ratu bergantian.

Ratu Ylmeria membenarkan kalimat itu dengan berkata, “Aku juga terkejut ketika mengetahui ia itu seorang gadis.”

“Telah kukatakan padamu, Reinald, Kakyu sangat berbakti kepada orang tuanya. Dan hanya Jenderal Reyn saja yang membuatnya mengatakan segala-galanya,” kata Raja Alfonso, “Aku akan membicarakannya dengan Reyn nanti. Lagipula nanti aku ada pertemuan dengan para Jenderal itu untuk membicarakan masalah Kirshcaverish dan hukuman yang harus diberikan pada mereka.”

“Masalah itu belum selesai?” tanya Pangeran Reinald tak percaya. “Bukankah sudah sebulan lebih berlalu sejak kedatangan kami?”

Sejak tiba di Istana Vezuza, Pangeran Reinald memang tidak pernah tahu lagi secara persis apa yang terjadi pada Bleriot dan kelompoknya. Pangeran bukannya tidak mau mengurusi masalah itu, tetapi Raja Alfonso tidak mengijinkannya untuk ikut.

“Engkau sudah banyak berusaha,” kata Raja Alfonso waktu itu, “Sisanya biar aku yang mengerjakannya.”

“Jangan kaukira semudah itu menyelesaikan masalah sebesar ini,” Raja Alfonso merasa jengkel mendengar suara yang lebih mirip ejekan daripada tak percaya itu, “Butuh bukti-bukti yang cukup dan kuat sebelum mengajukan mereka ke pengadilan.”

“Apakah kejahatan mereka selama ini belum cukup?”

“Belum cukup untuk membuktikan mereka itu pemberontak. Apa yang mereka lakukan seperti pada keluarga Halberd dapat digolongkan dalam tindakan ancaman.”

Pangeran Reinald tidak puas dengan penerangan itu. “Tetapi itu sudah cukup untuk membawa mereka ke pengadilan, bukan?”

Ratu Ylmeria yang sejak tadi diam mendengarkan, menghela napas melihatnya. “Kurasa Kakyu memang cocok untukmu yang tidak pernah bersabar.”

Perhatian Raja Alfonso teralihkan karena perkataan yang tulus dari lubuk hati seorang ibu. “Maksudmu, Ylmeria?”

“Reinald sangat cepat marah dan ia tidak pernah mau bersabar sedangkan Kakyu gadis yang sangat tenang. Kalau Kakyu yang harus menghadapi Reinald, kurasa mereka tidak akan banyak bertengkar. Kakyu pasti dapat dengan sabar dan tetap tenang menenangkan Reinald,” kata Ratu Ylmeria sambil menatap lekat-lekat wajah putranya, “Kurasa kalau mereka menikah, kita tidak perlu khawatir, Reinald akan banyak bertengkar dengan istrinya. Terlebih lagi dalam memerintah kerajaaan ini, ia tidak akan bersikap sembrono dengan Kakyu sebagai pendampingnya.”

Raja Alfonso ikut menatap lekat-lekat wajah Pangeran yang pura-pura jengkel untuk menyembunyikan perasaannya yang sebenarnya.

“Jangan berpikir yang tidak-tidak. Tidak mungkin itu terjadi antara aku dan gadis yang tenang-tenang dingin itu,” Pangeran Reinald mengelak.

“Jangan membohongi aku, Reinald,” Ratu memperingatkan, “Seorang ibu tidak mungkin salah melihat perasaan anaknya. Engkau tahu bukan seorang ibu mempunyai hubungan batin yang sulit dijelaskan, dengan anak-anaknya.”

“Tidak perlu mengelak, Reinald,” Raja Alfonso ikut menggoda Pangeran Reinald, “Kakyu memang cantik walau ia memakai pakaian seragam Kepala Pengawal Istana.”

“Sebaiknya kalian tidak mengatakannya pada Eleanor,” kata Pangeran Reinald memperingati juga untuk mengalihkan perhatian kedua orang tuanya.

“Bukankah sebaiknya Eleanor diberitahu juga?”

“Tidak, Mama. Aku tahu Eleanor tidak akan tinggal diam setelah mengetahuinya. Ia pasti akan segera menanyakannya langsung pada Kakyu dan itulah yang ingin kuhindari.”

“Ia akan semakin sedih kalau ia tahu,” kata Ratu Ylmeria sendu, “Aku tidak dapat membayangkan seperti apa rupanya kalau tahu ini semua.”

“Sekarang ataupun nanti ia diberitahu, ia pasti sedih dan kecewa, Ylmeria.”

“Sekarang bukan itu masalahnya,” kata Pangeran Reinald, “Masalah utamanya adalah bagaimana membuat Kakyu benar-benar menyadari ia bukan laki-laki tetapi wanita? Bagaimana membuat ia menyadarinya?”

Ratu Ylmeria diam menatap putranya. Tanpa diberitahupun, jiwa keibuannya telah berkata putranya mengharapkan itu demi dirinya sendiri. Dengan tersenyum, ia berkata, “Semua tergantung padamu juga, Reinald.”

Pangeran Reinald hanya dapat menatap ibunya dengan bingung.

“Bagaimanapun juga Kakyu itu seorang gadis. Sedikit banyak ia mempunyai jiwa seorang gadis. Hanya bagaimana engkau memanfaatkan jiwa yang selama ini tersembunyi dan membuatnya muncul lebih besar dari yang sebelumnya.”

“Aku telah mencobanya tetapi Kakyu terlalu keras kepala untuk dibujuk.”

“Aku merasa telah berulang kali mengatakan padamu Kakyu itu sangat berbakti pada orang tuanya. Walau apapun yang terjadi, ia tidak mungkin mau mengatakan sesuatu yang membuat segala ini menjadi jelas. Terutama padamu yang seorang Pangeran. Ia pasti tidak mau mencelakakan keluarga juga kedua orang tuanya.”

“Tetapi Papa tidak akan menghukum mereka bukan?”

“Benar, aku tidak akan melakukannya. Dan aku telah berjanji padamu.”

“Bagaimanapun juga hal ini dapat dikatakan sebagai suatu penipuan, Reinald. Bukan hanya kepada seorang Raja tetapi juga kepada rakyat Kerajaan Aqnetta.”

Raja Alfonso mengangguk membenarkan.

“Kalian tidak akan menghukum mereka bukan? Walaupun berbohong, Kakyu banyak berjasa.”

Pangeran Reinald tidak dapat membayangkan apa yang akan dilakukan kedua orang tuanya dengan pernyataan itu. Tetapi ia dapat membayangkan bukan hanya membayangkan tetapi juga sangat yakin pada tindakan yang akan dilakukannya bila kekhawatirannya itu terjadi. Ia akan menentang kedua orang tuanya dan itu tidak perlu diragukan lagi.

Raja Alfonso tersenyum melihat kekhawatiran itu. “Jangan khawatir. Harus berapa kali aku mengatakan hal itu padamu, Reinald? Aku tidak akan menghukum mereka. Apakah aku harus menghukum seorang gadis yang telah berjasa begitu besar pada Kerajaan Aqnetta? Seorang gadis saja bisa setangguh itu. Bayangkan kalau semua gadis juga seperti Kakyu. Kerajaan kita pasti akan menjadi semakin kuat.”

Pangeran Reinald tidak tahu apakah ia harus diam dengan keyakinan ayahnya atau harus memberitahunya. Yang paling baik memang tidak memberitahunya sehingga Kakyu tetap aman. Tetapi kalau tidak diberitahu, ayahnya akan kecewa di kemudian hari kalau tahu yang sebenarnya.

“Masalahnya, Papa tidak menyadari perbedaan antara ketangguhan Kakyu dengan Jenderal Reyn.”

“Aku telah melihatnya, Reinald. Aku yakin Kakyu lebih tangguh daripada ayahnya sendiri waktu seusia dirinya. Aku tidak tahu bagaimana Jenderal Reyn mengajari putrinya tetapi ia benar-benar tangguh dan memiliki kemampuan yang tidak dapat diduga seberapa batasnya.”

Pangeran Reinald merasa hal itu sudah cukup untuk saat ini. Ia sendiri belum tahu banyak tentang ilmu yang dipelajari Kakyu. Dan pasti ia tidak tahu harus menjelaskan apa pada ayahnya yang pasti akan banyak bertanya.

No comments:

Post a Comment