Wednesday, April 25, 2007

Kelembutan dalam Baja-Chapter 14

Ketika Kakyu tiba, hari sudah siang.

Pasukan Kerajaan Aqnetta yang telah mengetahui semua kebenaran yang selama ini terselubung, tampak gembira dan semakin gembira karena tak lama lagi mereka dapat kembali kepada keluarga mereka masing-masing.

Suasana gembira di benteng tidak membuat Kakyu ikut merasa senang.

Gadis itu masih terlarut dalam kesedihannya atas kematian Kenichi.

“Perwira!” seru seseorang memanggil, “Perwira!”

Seruan riang itu membuat Kakyu berhenti.

“Anda sudah mengetahuinya, Perwira?” tanya Kapten Gwen, “Pangeran yang selama ini kita kenal bukan Pangeran Reinald yang asli. Adnalah Pangeran yang asli.”

Kakyu diam saja mengetahui Pangeran Reinald akhirnya memutuskan untuk membenarkan kekeliruan besar ini. Dan ini berarti Joannie juga telah mengetahuinya.

Apapun yang dilakukan Joannie ketika mendengar kebenaran ini tampaknya tidak terlalu buruk. Kegembiraan pasukan yang bukan hanya karena mereka akan pulang, cukup memberikan tanda pada Kakyu.

Joannie dapat menerima kenyataan ini dengan bijaksana.

Apapun yang telah terjadi selama ia tidak ada, Kakyu tidak tertarik untuk tahu. Ia hanya tahu sekarang semua tampak senang dan tidak ada yang tampak terganggu oleh kebenaran yang terungkap itu.

“Kami mengucapkan selamat pada Anda, Perwira,” kata Kapten senang, “Tak lama lagi Anda akan mempunyai kakak ipar.”

Kakyu diam saja. Ia sudah menduga Joannie akan segera menemui orang lain setelah mengetahui yang sebenarnya. Karena ia tidak ada, Joannie pasti telah menemui Jenderal Reyn.

“Jenderal Reyn juga tampak senang sekali dengan berita ini,” tambah Kapten Gwen.

“Di mana Jenderal Reyn?” tanya Kakyu tiba-tiba.

Kapten itu menduga Kakyu akan menanyakan lebih terperinci pada ayahnya tetapi ia tidak tahu tujuan Kakyu yang sebenarnya.

“Sejak tadi Jenderal Reyn berbicara dengan Adna dan Lady Joannie.”

Kakyu tidak tertarik untuk mengetahui lebih banyak lagi. Ia hanya ingin meminta ijin ayahnya bukan untuk yang lain.

“Terima kasih,” katanya singkat.

Tanpa menghiraukan prajurit yang mengucapkan selamat atas pertunangan kakaknya dan Adna di hadapan Jenderal Reyn dan para Jenderal lainnya, Kakyu terus berjalan ke tenda Joannie.

Melihat tenda Joannie ramai, Kakyu merasa ragu-ragu.

Kakyu tahu untuk saat ini sebaiknya ia tidak menemui Jenderal Reyn hanya untuk mengatakan keinginannya. Tetapi Kakyu tetap memasuki tenda itu untuk mengucapkan selamat pada Joannie.

Seperti biasa, Joannie berseru memanggil adiknya begitu melihatnya muncul.

Tanpa memberi kesempatan pada Kakyu, Joannie segera memeluk adiknya.

“Selamat, Joannie,” kata Kakyu perlahan. “Ini hadiah terbesar bagi Mama.”

“Ya, Mama pasti senang,” Joannie setuju, “Mama pasti tidak percaya dengan semua ini. Aku sendiri juga hampir tidak percaya dengan ini semua. Ini bagai keajaiban bagiku.”

Seperti biasa, Kakyu diam saja.

“Aku tidak percaya ia juga mencintai aku, Kakyu. Padahal selama ini ia tidak pernah memperhatikan aku.”

“Ia selalu memikirkanmu, Joannie.”

Joannie masih belum melepaskan pelukannya, “Aku harus berterima kasih padamu, Kakyu. Kalau bukan karena engkau, Pangeran… oh bukan Adna, tidak akan mengatakan segalanya padaku.”

Kakyu tersenyum.

Joannie akhirnya melepaskan Kakyu. Dengan tersenyum bahagia, ia berkata, “Pasti tidak ada yang menduga aku berada di sini dan akhirnya aku menemukannya.”

Kakyu beralih pada ayahnya yang juga tampak sangat senang kemudian pada Adna.

“Akhirnya engkau mengatakannya,” katanya singkat.

“Semua berkat Anda,” Adna merendah, “Kalau Anda tidak memarahi saya dan Pangeran waktu itu, Pangeran tidak akan mengambil keputusan ini.”

“Kakyu marah?” tanya Joannie tak percaya, “Ia bisa marah?”

“Benar, ia marah tetapi tidak seperti yang kaubayangkan,” kata Adna sambil tersenyum, “Kalau ia marah, ia tidak seperti Pangeran. Ia mempunyai cara yang lembut untuk menunjukkan kemarahannya.”

Seperti biasa, tidak ada tanggapan dari Kakyu.

“Terima kasih, Kakyu,” kata Joannie senang, “Kalau engkau tidak memarahi Pangeran keras kepala itu, Adna tidak akan berani membenarkan kesalahpahaman ini.”

“Pangeran tidak seperti itu, bukankah demikian Perwira?”

Kakyu hanya mengangkat bahunya.

Jenderal Reyn yang sejak tadi memperhatikan ucapan Adna berkata, “Sebaiknya mulai sekarang engkau berhenti memanggilnya Perwira, Adna. Bukankah tak lama lagi ia akan menjadi adikmu?”

“Sebaiknya memang begitu, Adna,” timpal Joannie.

“Sudahlah, sekarang kita bukan membicarakan itu,” kata Jenderal Erin, “Sekarang kita harus memberi selamat pada kedua orang ini.”

Kakyu tahu ia tidak dapat berlama-lama di tempat ini sementara pasukan Kerajaan Aqnetta yang lain juga lengah. Dengan kelicikannya, Bleriot bisa saja memanfaatkan kelengahan ini untuk kabur.

Kakyu mendekati Jenderal Reyn dan berbicara sepelan mungkin, “Aku ingin mengawasi Bleriot.”

“Untuk apa, Kakyu?” tanya Jenderal Reyn, “Ia sudah terikat dan tidak akan dapat meloloskan diri.”

Kakyu terpaksa berbohong, “Aku hanya ingin menemuinya sebentar.”

Kakyu bukannya tidak senang oleh kegembiraan kakaknya, tetapi ia tahu ia tidak dapat berada di sana. Dunia yang ramai seperti itu bukan dunia yang disukainya. Ia lebih suka menyendiri daripada berada di keramaian.

Jenderal Reyn mengerti keinginan Kakyu. “Aku tahu engkau tidak senang dengan keramaian,” katanya, “Pergilah.”

Joannie mendengar percakapan itu tetapi ia tidak mengatakan apa-apa. Seperti ayahnya, ia mengetahui sifat Kakyu.

Tanpa mempedulikan orang-orang yang melihatnya pergi, Kakyu berlalu dari tenda itu.

Seperti yang dikatakannya pada ayahnya, ia ke tempat Bleriot berada. Kakyu tidak menemui pria itu, ia hanya berada dalam jarak yang cukup jauh untuk mengawasi pria tua itu.

Sementara pasukan lain dengan bersemangat membongkar tenda-tenda, Kakyu terus berdiri di tempatnya – memperhatikan Bleriot yang mengumpat marah.

Karena semangat para prajurit yang meluap-luap itu, pekerjaan membongkar tenda berlangsung tidak lama. Dengan segera, tepi Hutan Naullie tampak kosong lagi. Yang tersisa hanyalah tembok-tembok kayu yang menjadi batas benteng mereka lengkap dengan menaranya.

Pasukan Kerajaan Aqnetta semakin tidak sabar karenanya.

Ketika akhirnya Jenderal Tertinggi Kerajaan Aqnetta memerintahkan kepada para prajurit untuk berangkat ke Chiatchamo, semua tampak senang. Tanpa diperintah dua kali, semua prajurit telah meninggalkan tempat mereka masing-masing dan kembali ke Chiatchamo.

Atas ijin ayahnya, Kakyu berangkat lebih cepat dari yang lain. Kakyu ingin menemui keluarga Halberd dulu sebelum menuju Chiatchamo.

Ketika berangkat, Kakyu menyadari tidak ada orang yang mengikutinya tetapi semakin mendekati Parcelytye, ia semakin merasakan keberadaan orang lain yang mengikutinya. Tetapi Kakyu tidak mau berhenti untuk memeriksa siapakah yang mengikutinya itu.

Kakyu yakin tidak akan ada orang yang mau repot-repot mengikutinya selain Pangeran Reinald yang selalu ingin mencari sesuatu pada dirinya.

Entah apa yang ingin dicari Pangeran itu pada Kakyu. Ia telah menemukan jawaban atas kecurigaannya dan ia juga telah mengetahui sedikit tentang Kakyu.

Apakah ia ingin Kakyu bercerita lebih banyak lagi? Kalau memang itu yang diinginkannya, Pangeran sudah tahu ia takkan mendapatkan lebih banyak dari saat ini. Kakyu telah mengatakannya.

Apapun yang diinginkan pemuda itu, Kakyu tidak peduli. Ia juga berpura-pura tidak tahu akan keberadaannya di belakangnya.

Pangeran Reinald cukup pandai mengikuti orang tetapi tidak untuk Kakyu.

Seolah-olah tidak mengetahui apa-apa, Kakyu terus memacu kudanya dengan santai ke Parcelytye.

Kakyu tidak peduli apakah nanti ia akan terlambat atau tidak.

Jenderal Reyn telah memberinya ijin dan ia pasti mengerti kalau ia nanti datang lebih lambat dari mereka. Raja Alfonsopun pasti mengerti kalau ia datang terlambat.

Tidak ada yang perlu dikhawatirkan lagi saat ini.

Semua masalah telah selesai.

Kirshcaverish telah tertumpas. Joannie telah menemukan pria impiannya dan ia sendiri telah mengetahui dengan pasti mengenai hilangnya Kenichi.

Yang ingin dilakukan Kakyu saat ini hanya menemui keluarga Halberd untuk memberitahukan berita baik ini.

Kalau Pangeran Reinald curiga, itu semua terserah padanya. Kakyu tahu ia tidak melakukan kesalahan apapun dan tidak ada yang perlu disalahkan dari perbuatannya ini.

Tanpa kesulitan, Kakyu menemukan rumah baru Halberd di Parcelytye.

Kakyu tidak mungkin salah mengenali rumah itu. Dulu ia dan Putri Eleanorlah yang mengantar keluarga Halberd ke rumah baru mereka.

Ketika semakin mendekati rumah Halberd, beberapa anak terlihat bermain di halaman rumah kecil itu.

Kakyu turun dari kudanya dan mendekati anak-anak itu.

“Apakah Halberd ada?” tanyanya pada seorang anak yang dikenalinya sebagai putra tertua Halberd.

Tanpa menjawab pertanyaan Kakyu, anak itu berlari ke dalam rumah dan berteriak, “Ayah, ada prajurit yang mencari Ayah.”

Kakyu tersenyum mendengarnya.

Anak itu sepertinya telah lupa pada dirinya dan menyebutnya prajurit.

Entah bagaimana reaksi Halberd ketika mendengar anaknya berkata seperti itu. Yang pasti pria itu pasti terkejut dan ketakutan.

Selama ini ia tidak pernah didatangi seorang prajuritpun juga setelah ia pindah ke Parcelytye, kini tiba-tiba ada seorang prajurit yang datang.

Seperti dugaan Kakyu, Halberd datang dengan wajah ketakutan. Begitu juga istrinya yang keluar menyusul.

“Selamat sore,” sapa Kakyu.

Halberd terkejut melihat yang datang ternyata Kakyu. “Selamat sore, Tuan.”

“Di mana aku dapat menambatkan kudaku?”

“Berikan pada saya, Tuan.”

Halberd mengambil tali kendali kuda itu dari Kakyu kemudian mengikatnya pada pagar kayu yang mengelilingi kebunnya.

“Saya tidak menduga Anda akan datang, Tuan.”

Kakyu hanya tersenyum. Tidak ada yang perlu dijelaskan mengenai kedatangannya yang mendadak ini.

“Masuklah, Tuan,” ajak Imma.

Kakyu mengikuti wanita itu masuk ke dalam rumah.

“Silakan duduk,” kata Halberd yang baru masuk.

“Anda mau minum apa, Tuan?”

“Terima kasih, Imma, tetapi saya tidak lama. Saya hanya ingin menyampaikan tentang tertumpasnya Kirshcaverish.”

Yang pertama kali terkejut mendengar berita itu di antara suami istri itu adalah Halberd.

“Benarkah itu?” tanyanya tak percaya.

Kakyu mengangguk.

“Akhirnya kita bisa tenang,” kata Imma, “Kita tidak perlu khawatir mereka akan menyerang kerajaan ini sewaktu-waktu.”

“Bagaimana dengan kami, Tuan?” tanya Halberd cemas, “Apakah kami dapat kembali ke Farreway?”

“Aku tidak tahu,” jawab Kakyu jujur. “Semua keputusan ada pada Paduka.”

“Farreway sudah aman. Apakah Paduka masih tetap tidak mengijinkan kami kembali?” tanya Halberd cemas, “Sudah beberapa generasi keluarga saya yang menempati tanah keluarga itu.”

“Kalau kita pindah ke sana, bagaimana dengan rumah ini?” tanya Imma.

Halberd menatap istrinya dengan bingung. “Aku tidak tahu.”

Kakyu memutuskan untuk membantu keluarga ini. “Aku akan membicarakannya dengan Paduka.”

“Ya, itu yang paling baik,” sahut Imma.

“Apakah tidak apa-apa, Tuan?”

Kakyu tersenyum dan dengan penuh pengertian ia berkata, “Jangan khawatir.”

“Kami benar-benar merepotkan Anda. Dulu Anda yang mengurus kepindahan kami ke sini sekarang Anda pula yang mengurus kepindahan kami ke tanah leluhur kami.”

“Kami tidak tahu bagaimana harus berterima kasih pada Anda, Tuan. Anda banyak membantu kami,” tambah Imma, “Kalau dulu Anda tidak menyelamatkan kami, mungkin kami tidak ada di sini saat ini.”

“Sudahlah.”

Jawaban singkat itu membuat mereka tersenyum. Walau lama tidak berjumpa ternyata Kakyu tetap seorang pemuda yang pendiam – pemuda itu tidak terpengaruh oleh kecerewetan Putri Eleanor juga saudara-saudaranya.

Kakyu berdiri.

“Anda akan pergi?” tanya Imma.

Kakyu mengangguk.

“Mengapa Anda tidak menginap di sini saja?” bujuk Halberd, “Sebentar lagi hari mulai gelap.”

“Maafkan saya,” kata Kakyu singkat.

Dengan diantar kedua suami istri itu, Kakyu meninggalkan rumah Halberd yang jauh lebih besar dari rumahnya yang di Farreway.

Sebelum menaiki kudanya, Kakyu menyempatkan diri untuk melihat kebun Halberd.

Kebun Halberd sudah mulai menguning di awal musim gugur ini.

Dulu ketika pindah ke tempat ini, tempat ini masih merupakan lahan kosong. Tetapi sekarang tempat ini telah terlihat penuh tanaman.

Halberd memang petani yang rajin namun sayang ia terpaksa meninggalkan lahan pertaniannya yang subur di Farreway hanya karena Kirshcaverish. Tetapi Halberd sudah dapat mengatasi kehidupan sulitnya di Parcelytye.

Dengan bantuan Raja Alfonso, Halberd mengolah lahan kosong itu menjadi tanah pertanian yang subur dan menghasilkan hasil panen yang cukup untuk menghidupi keluarganya.

Kalau Halberd pindah ke Farreway, berarti lahan pertanian di Parcelytye akan tak terurus dan berarti pula Halberd harus memulai awal dari lagi sebelum ia bisa menikmati hasil panennya.

Sejak ditinggalkan pemiliknya, lahan pertanian Halberd di Farreway, tidak ada yang mengolahnya. Para prajurit yang menggunakan tempat itu sebagai base mereka sebelum Kirshcaverish mulai mengganas, juga tidak ada yang merawat tempat itu.

Ketika pergi ke Farreway, Kakyu menyempatkan diri untuk melalui rumah Halberd. Dan Kakyu melihat lahan itu kelihatan tandus di awal musim panas ini dan tak terurus.

Apapun nanti yang terjadi pada keluarga Halberd, semuanya serba merepotkan. Tidak kembali ke Farreway berarti meninggalkan tanah leluhur. Kembali ke Farreway berarti harus memulai segalanya dari awal lagi.

Kakyu tidak tahu bagaimana keputusan Raja Alfonso pada masalah ini tetapi ia tahu Raja Alfonso akan memikirkan jalan keluar yang terbaik.

Dari Parcelytye, Kakyu memacu kudanya ke arah barat ke sisi Hutan Naullie di kaki Pegunungan Alpina Dinaria yang memanjang di barat laut perbatasan Kerajaan Aqnetta.

Apapun yang ada di pikiran Pangeran Reinald yang terus mengikutinya, Kakyu tidak peduli. Bukan ia yang meminta Pangeran untuk mengikutinya tetapi Pangeran sendiri yang mengikutinya.

Sebagai orang yang mengikuti, Pangeran mau tidak mau harus mengikuti orang yang diikutinya tak peduli ke manapun perginya ia.

Tanpa mempedulikan hari yang semakin gelap, Kakyu terus menuju Hutan Naullie. Kakyu ingin bermalam di sana sebelum besok pagi mengejar pasukan Kerajaan Aqnetta.

Kakyu yakin dengan kecepatan mereka serta tahanan yang mereka bawa, pasukan Kerajaan Aqnetta malam ini belum mencapai sepertiga perjalanan. Kemungkinan besar mereka akan tiba dalam dua hari bahkan bisa lebih.

Walau semangat mereka untuk segera tiba sangat besar, mereka masih harus mengawasi Kirshcaverish yang tentu akan mempersulit perjalanan. Dengan hambatan itu, pasukan Kerajaan Aqnetta mau tidak mau tidak dapat berjalan lebih cepat dari yang mereka harapkan. Dan Kakyu masih mempunyai banyak waktu untuk pergi ke tempat yang ingin ia datangi.

Ketika Kakyu meninggalkan benteng tadi pagi, pasukan masih belum bersiap-siap.

Saat itu waktu masih menunjukkan pukul setengah sembilan pagi dan pasukan masih belum selesai membongkar tenda-tenda yang jumlahnya cukup banyak itu. Mereka juga belum mempersiapkan tahanan mereka.

Ketika melewati Vjaya, Kakyu tidak melihat adanya pasukan di sana. Dan itu memperkuat keyakinan Kakyu.

Vjaya merupakan kota yang sering dilalui orang-orang. Kota itu sangat ramai karena letaknya yang di tengah-tengah wilayah Kerajaan Aqnetta.

Jalan terdekat dari Chiatchamo ke Farrewaypun melalui kota kecil yang ramai itu. Demikian pula dari Parcelytye ke sisi Hutan Naullie terdekat.

Tanpa mempedulikan Pangeran Reinald yang terus mengikutinya, Kakyu mempercepat laju kudanya. Kakyu tidak ingin kemalaman di jalan.

Ketika akhirnya ia tiba di Hutan Naullie, Kakyu terus menerobos kelebatan Hutan Naullie dengan kudanya.

Kakyu tidak hanya mengenal Hutan Naullie yang berada di dekat Farreway saja, ia telah mengenal seluruh hutan itu. Dan ia tahu Hutan Naullie di sisi inilah yang paling jarang semak-semaknya. Yang sering dijumpai hanya pohon tinggi dan batu-batu besar. Di antara batu-batu itu ada sebuah gua yang cukup besar untuk tempat berteduh.

Gua itu letaknya tak jauh dari tepi hutan.

Kakyu semakin memperlambat kudanya ketika ia semakin mendekati tempat gua itu berada.

Tanpa kesulitan, Kakyu menemukan gua itu.

Ia menambatkan kudanya pada sebatang pohon sebelum ia mengumpulkan kayu dan membuat api di dalam gua.

Dengan cahaya itu, Kakyu yakin Pangeran Reinald tidak akan tersesat dan dapat menemukannya.

Sambil menanti kedatangan Pangeran, Kakyu melepaskan tas perlengkapannya dari pelana kudanya dan membawanya masuk.

Lama Kakyu menanti Pangeran, tetapi ia tidak muncul juga. Kakyu yakin Pangeran tidak tersesat tetapi untuk memastikannya, ia melihat keadaan di luar gua.

Kakyu tersenyum ketika inderanya mengatakan ada orang di sekitar situ.

Rupanya Pangeran Reinald benar-benar ingin mengikuti Kakyu tanpa membuatnya tahu. Sayangnya Pangeran tidak tahu Kakyu telah mengetahui keberadaannya.

Karena tidak ingin Pangeran sakit oleh angin malam musim panas yang dingin, Kakyu mendekati Pangeran dengan perlahan. Walaupun tahu Pangeran tidak akan senang bila mengetahui rencananya gagal.

Kakyu memanjat pohon kemudian mencari tempat Pangeran.

Dari tempatnya berada, Kakyu dapat melihat Pangeran duduk di atas kudanya tanpa melepaskan mata dari gua tempat ia bermalam yang terang.

Kakyu ragu-ragu apakah ia sebaiknya tetap pura-pura tidak tahu atau ia harus mengajak Pangeran masuk ke dalam gua.

Pangeran yang harga dirinya tinggi itu pasti akan marah bila kali ini ia gagal mengelabuhi Kakyu. Berulang kali Kakyu telah menyinggung harga dirinya dan membuatnya kesal. Kali ini pasti Kakyu akan membuatnya marah bila ia menampakkan wujudnya.

Kalau Pangeran Reinald dibiarkan dalam udara dingin seperti ini, ia bisa sakit.

Kakyu ragu tindakan apa yang harus dilakukannya. Meninggalkan atau mengajak masuk Pangeran.

Demi kesehatan Pangeran, Kakyu memutuskan untuk membuatnya jengkel untuk kesekian kalinya.

“Selamat malam, Pangeran.”

Pangeran Reinald terkejut. Ia mengenali suara itu tetapi ia tidak tahu di mana gadis itu berada.

“Di mana engkau?” tanya Pangeran.

Sebagai jawabannya, Kakyu melompat turun dari atas pohon.

Pangeran Reinald kaget melihat Kakyu yang tiba-tiba muncul di depannya itu. “Bagaimana engkau tahu?”

Untuk membuat Pangeran tidak marah, Kakyu terpaksa berbohong, “Saya tidak sengaja melihat Anda.”

Pangeran Reinald memincingkan matanya. “Benarkah?” tanyanya tak percaya.

“Kalau Perwira sepertimu tidak sengaja melihatku, aku tidak percaya,” kata Pangeran Reinald sambil tersenyum, “Aku lebih percaya kalau engkau mengatakan sejak tadi engkau telah tahu bahwa aku mengikutimu.”

Kakyu diam saja.

“Aku benar, bukan?”

Tidak ada jawaban dari Kakyu.

“Kurasa diammu itu berarti ya,” kata Pangeran Reinald, “Aku tahu engkau menyalakan api cukup besar itu untuk tidak membuatku tersesat. Engkau juga menanti aku muncul, bukan?”

Kakyu masih tidak menjawab.

“Karena aku telah ketahuan, kurasa tidak ada gunanya lagi aku bersembunyi,” kata Pangeran Reinald sambil turun dari kudanya.

Kakyu berjalan tanpa mengatakan apa-apa diikuti Pangeran.

Pangeran menambatkan kudanya di samping kuda Kakyu kemudian mengikuti gadis itu ke dalam gua yang hangat.

“Ternyata di dalam sini memang sehangat dugaanku.”

Kakyu duduk di salah satu sudut gua. Kakyu menyibukkan diri dengan barang-barangnya.

“Lenganmu bagaimana?”

Kakyu menengadahkan kepalanya. Wajah Pangeran yang sangat dekat itu membuat Kakyu terkejut. Entah kapan Pangeran Reinald mendekatinya.

“Tidak apa-apa,” jawab Kakyu singkat.

“Sungguh?” tanya Pangeran tak percaya, “Setelah memacu kuda secepat itu, lenganmu tidak apa-apa?”

Kakyu mengangguk.

Dalam menghadapi Kakyu, Pangeran Reinald tidak pernah mudah percaya. Entah mengapa ia tidak tahu. Pangeran Reinald memegang lengan Kakyu.

Kakyu terkejut tetapi ia tidak dapat melepaskan lengannya dari pegangan yang kuat itu.

Seperti yang sering dilakukannya akhir-akhir ini, Pangeran Reinald memeriksa luka Kakyu dengan teliti. Melihat tidak ada yang perlu dikhawatirkan, Pangeran melepaskan lengan gadis itu.

“Kurasa engkau memang benar.”

Kakyu tidak menanggapi suara lega itu.

“Siapa mereka?”

“Siapa?” tanya Kakyu pura-pura tidak tahu.

“Orang yang kaudatangi itu.”

“Halberd.”

Jawaban singkat itu tidak memuaskan Pangeran, tetapi sekarang Pangeran sudah tahu percuma ia terus mendesak Kakyu. Pangeran bukan orang yang mudah putus asa. Ia masih punya cara lain untuk mengetahui apa yang ingin diketahuinya.

“Mengapa engkau ke sana?”

Lagi-lagi Kakyu menjawab singkat. “Berbicara.”

“Tentang?”

“Kirshcaverish.”

Pangeran terkejut tetapi ia tidak menampakkannya, “Bahwa mereka sudah berhasil ditumpas?”

Kakyu hanya mengangguk.

“Apa hubungan mereka dengan Kirshcaverish?” tanya Pangeran Reinald ingin tahu.

Kakyu tahu pertanyaan itu tidak mengharapkan jawaban darinya, tetapi ia memutuskan untuk menjawabnya walau dengan singkat.

“Korban Kirshcaverish.”

Jawaban itu membuat Pangeran Reinald teringat pada cerita Adna. Pengawalnya itu pernah menceritakan tentang kehebatan Kakyu saat ia untuk pertama kalinya mengetahui keberadaan Kirshcaverish.

Kedatangan Kakyu di rumah baru Halberd pasti untuk memberitahukan kabar baik ini bagi mereka.

“Sekarang lebih baik Anda berisitirahat.” Kakyu memecahkan perhatian Pangeran Reinald.

“Engkau sendiri juga harus beristirahat,” kata Pangeran.

Sebagai jawabannya, Kakyu menyandarkan kepalanya di dinding gua yang dingin. Kakyu tahu Pangeran tidak akan berisitirahat kalau ia tidak tidur. Dengan pura-pura tidur, Kakyu berharap Pangeran lekas tidur.

Sejak mengetahui kematian Kenichi yang disayanginya, Kakyu selalu bersedih walau ia tidak pernah menampakkannya. Setiap malam, ia selalu membayangkan saat menyenangkan bersamanya.

Saat-saat menyebalkan ketika dulu ia dilatih dengan keras, kini menjadi kerinduan tersendiri bagi Kakyu. Tidak ada lagi orang yang dapat memberikan latihan sekeras Kenichi.

Dulu bagi Kakyu, berlatih dengan Kenichi adalah suatu tantangan terbesar yang kadang terasa menyebalkan dan ingin membuatnya lari tetapi kini semuanya berubah. Saat-saat itu menjadi suatu kenangan yang paling menyenangkan.

Kakyu tidak tahu kapan ia tertidur, tetapi ketika ia membuka matanya, ia melihat langit mulai tampak kelabu – pertanda hari semakin menjelang pagi.

Melihat Pangeran Reinald masih tertidur di mulut gua, Kakyu memutuskan untuk keluar tanpa membuatnya terbangun.

Perlahan-lahan Kakyu meninggalkan gua menuju sungai yang mengalir tak jauh dari tempat itu.

Setelah membersihkan diri dengan air jernih yang menyejukkan itu, Kakyu duduk termenung di sebuah batu di tepi sungai.

Melihat air yang terus mengalir itu, Kakyu teringat kata-kata Kenichi. “Kehidupan ini bagaikan air yang mengalir. Ada susah, ada senang, ada ketenangan, ada riak. Seperti air, suatu saat hidup ini akan mencapai batasnya tetapi ia akan berputar kembali.”

Kenichi percaya adanya reinkarnasi dan ia sering yakin orang baik akan bereinkarnasi sebagai manusia dan orang jahat bereinkarnasi sebagai binatang. Kakyupun percaya.

Bagaimanapun juga kehidupan Kenichi setelah ini, Kakyu percaya ia tetap akan menjadi orang yang baik hati dan penuh kasih sayang.

Seperti yang telah sudah-sudah, Kakyu segera berhenti memikirkan Kenichi sebelum ia menjadi semakin sedih. Untuk menghilangkan kesedihan hatinya, Kakyu memikirkan sikap yang harus dilakukannya setelah semua kejadian ini.

Yang pasti sebentar lagi keluarga mereka akan mengadakan pesta perkawinan antara Joannie dan Adna.

Mengenai dirinya sendiri, Kakyu tidak tahu. Apakah ia tetap melanjutkan tugasnya sebagai Kepala Pengawal Istana setelah Pangeran Reinald tahu ia seorang gadis ataukah ia akan menjelaskan kepada semua orang terutama ayahnya bahwa ia tidak dapat melanjutkan semua ini.

Tetapi Kakyu tidak dapat melakukan pilihan kedua itu. Jenderal Reyn akan menjadi sedih karenanya. Sejak Kakyu lahir, ia telah dididik menjadi seorang pemuda dan Jenderal Reyn sendiri sepertinya lupa Kakyu adalah seorang gadis bukan anak laki-laki.

Keputusan Pangeran setelah ini, hingga kini belum terlihat. Pangeran Reinald pun tidak tampak memikirkannya. Ia seperti sudah melupakan masalah besar ini. Atau mungkin ia hanya menganggap masalah ini masalah kecil?

Kakyu tidak tahu dan ia bingung pada tindakan yang harus dilakukannya setelah ini.

Kalau ia tetap meneruskan menjadi Kepala Keamanan Istana, ia akan tampak canggung kalau bertemu Pangeran yang telah mengetahui segalanya. Tetapi kalau ia melepaskannya, belum tentu Raja Alfonso membiarkannya. Belum lagi sikap ayahnya.

“Berpikirlah dengan tenang, maka masalahmu akan terpecahkan.”

Pesan Kenichi yang tiba-tiba bergaung di telinganya itu membuat Kakyu tahu apa yang sebaiknya dilakukan olehnya.

Selama ini ia bersikap tenang seolah-olah berada dalam dunianya sendiri yang sepi, mengapa kali ini ia harus kebingungan hanya karena terbongkarnya rahasia yang telah terpendam selama delapan belas tahun lebih ini?

Sebaiknya memang begitu. Tetap melakukan tugasnya dan bersikap tenang seperti biasanya. Bukankah Pangeran Reinald telah berjanji untuk tidak mengatakannya pada siapapun?

Seorang Pangeran tidak mungkin mengingkari janjinya semuda itu. Kakyu yakin.

Tetapi kemudian Kakyu merasa ragu kembali.

“Apakah aku terus bisa setenang ini?” pikirnya. Kakyu ragu, setelah apa yang terjadi, ia masih sering merasa malu pada Pangeran Reinald. Kadang walau ia tidak menampakkannya, ketenangannya tiba-tiba hilang.

Kakyu merasakan ia bukan lagi ia yang dulu. Dirinya yang sekarang sangat mudah hilang ketenangannya dan yang lebih parah ketenangan itu lebih mudah hilang kalau Pangeran yang dihadapannya. Kakyu tahu sikap Pangeran Reinald yang lembutlah yang menyebabkannya. Sikap itu telah membangkitkan jiwa gadis yang selama ini tertidur.

Kakyu tidak tahu pasti apakah dengan yang ia rasakan ini dapat dikatakan ia mempunyai perasaan lebih pada Pangeran. Tetapi jiwa gadisnya yang mulai bangkit itu, membenarkan pernyataan itu.

Kenichi pernah berkata, “Cinta dapat menghancurkan orang tetapi juga dapat membuat orang bahagia.” Saat itu Kakyu baru saja membacakan sebuah berita yang berisi seorang pemuda nekat mencuri demi cintanya pada gadis yang sangat menyukai kemewahan.

Kakyu ingin tahu apakah benar cinta yang menyebabkan ketenangannya mudah hilang akhir-akhir ini.

Matahari mulai menyinari bumi. Dan artinya Kakyu harus segera mengejar pasukan Kerajaan Aqnetta yang lain.

Pangeran masih tertidur ketika Kakyu memasuki gua.

Perlahan-lahan, Kakyu merapikan tempat itu dan mengikatkan tasnya ke pelana kudanya.

Kuda-kuda terus merumput tanpa menghiarukan Kakyu yang sibuk. Mereka tampak asyik dengan sarapan pagi mereka.

“Mau ke mana engkau pagi-pagi seperti ini?”

Kakyu yang sibuk merapikan pelana kudanya, segera memalingkan kepalanya.

“Selamat pagi, Pangeran,” katanya tanpa melepaskan tangannya yang terus sibuk membenarkan tali kekang kudanya.

“Mau ke mana engkau?” Pangeran mengulangi pertanyaannya.

“Mengejar yang lain.”

“Mengejar yang lain?” ulang Pangeran dengan keheranan, “Engkau ini sebenarnya ingin berbuat apa? Engkau meninggalkan pasukan yang lain lalu sekarang ingin mengejar mereka?”

Kakyu menanggapi kebingungan Pangeran.

“Kalau engkau telah menyelesaikan masalah pribadimu, kukira tidak ada masalah lagi yang harus kukhawatirkan,” kata Pangeran sambil lalu.

Kakyu mendengar kata-kata itu, tetapi ia tidak memikirkannya.

Tanpa diberitahu Kakyu, Pangeran menuju arah datangnya suara air mengalir. Tak lama kemudian, ia telah duduk di punggung kudanya.

Kakyu tidak berbicara apa-apa sepanjang jalan. Pikirannya hanya terpusat pada pandangan matanya yang terus memperhatikan sekeliling kalau-kalau pasukan Kerajaan Aqnetta terlihat.

Pangeran sendiri pagi itu tidak tertarik untuk mengajak Kakyu bicara. Baginya Kakyu tampak masih sulit diajak bicara pagi itu. Tetapi rasa ingin tahu yang terus mendorongnya, tidak dapat membuatnya bertahan diam lagi.

“Engkau masih sakit hati?” tanyanya tiba-tiba

“Sakit hati?” tanya Kakyu kebingungan.

“Engkau juga mencintai Adna juga bukan?”

Kakyu terkejut hingga tidak dapat berbuat apa-apa. Ia terus menatap wajah Pangeran Reinald yang penuh rasa ingin tahu.

Kediaman Kakyu membuat Pangeran sadar ia telah berbuat salah. Ia memang tahu bagaimana menghadapi seorang gadis tetapi tidak untuk gadis satu ini, yang menyamar sebagai laki-laki.

Tiba-tiba Kakyu tertawa geli.

Pangeran kebingungan melihatnya.

“Jadi inikah yang ada dalam pikiran Anda sejak tadi?” kata Kakyu tanpa dapat menahan senyum gelinya.

Pangeran jengkel melihat senyum yang seperti mengejek itu, “Apakah aku salah?”

Kakyu tahu perasaan Pangeran dan ia berusaha keras menahan rasa gelinya. Dengan tenang, ia menjelaskan, “Walaupun dalam beberapa hal kami berbeda, tetapi saya tidak cukup bodoh untuk tahu siapa yang baik untuk siapa.”

“Maksudmu engkau rela Adna bertunangan dengan Joannie?”

“Tepatnya hampir seperti itu,” kata Kakyu, “Sejak awal, saya hanya tidak jatuh cinta pada Adna. Joannie yang jatuh cinta padanya bukan saya.”

Sekarang giliran Pangeran Reinald yang dibuat kebingungan, “Lalu mengapa engkau segera keluar setelah mengetahui Adna dan kakakmu baru bertunangan?”

Kakyu ingat kejadian itu. Ia sempat melihat wajah curiga Pangeran Reinald saat itu tetapi ia tidak pernah memikirkannya lebih jauh terutama sampai pada hal ini.

“Tidak ada alasan bagi saya untuk tidak menyukai keduanya,” kata Kakyu tanpa memberikan alasan yang sebenarnya.

Pangeran Reinald tidak percaya dan ia tidak berhenti mencari tahu kebenarannya. “Lalu apa yang kaupikirkan tadi pagi di tepi sungai?”

Kakyu tidak dapat memberitahukannya tetapi ia tahu ia harus agar kesalahpahaman ini hilang. “Kenichi.”

“Bukankah telah kukatakan padamu untuk tidak memikirkannya terus menerus?” suara menyelidik Pangeran berubah menjadi kelembutan, “Ia memang telah pergi tetapi ia akan terus hidup dalam dirimu.”

“Saya mengerti.”

“Lalu apa lagi yang kaupikirkan?” Pangeran kembali menyelidik, “Aku yakin engkau tidak hanya memikirkan Kenichi.”

Kakyu tidak menjawab.

“Mengapa engkau tidak mengatakan yang sebenarnya padaku?” Pangeran membujuk Kakyu, “Engkau mencintai Adna bukan?”

Kakyu kembali memperhatikan wajah Pangeran Reinald. Untuk kedua kalinya ia tidak dapat menahan tawa gelinya mendengar kesalahpahaman itu.

“Mengapa engkau tertawa? Apakah ada yang lucu?”

“Tidak ada,” Kakyu cepat-cepat menanggapi suara jengkel itu, “Anda harus mengerti Pangeran, setelah apa yang selama ini saya lakukan untuk mereka.”

“Setahuku yang kaulakukan untuk mereka hanya satu yaitu memarahiku untuk mengembalikan posisiku dan Adna. Selain itu engkau hanya sering bertanya untuk dirimu sendiri.”

Kakyu kembali diam dan Pangeran semakin tidak sabar. Pangeran menghentikan kudanya kemudian menarik tali kekang kuda Kakyu sehingga kuda itu juga ikut berhenti.

“Aku tidak tahu bagaimana membuatmu berbicara tetapi aku ingin engkau mengatakannya segalanya.”

“Sekarang juga!” tambahnya dengan tegas.

Kalimat yang bernada perintah itu membuat Kakyu mau tidak mau harus menjelaskan semuanya.

“Saya sering menanyakan Adna kepada Anda bukan untuk diri saya tetapi untuk Joannie,” Kakyu kembali tersenyum geli, “Kalau Anda mengira saya jatuh cinta pada Adna, maafkan saya.”

Pangeran memandang tajam wajah Kakyu. Matanya yang menyipit menyelidik ke dalam senyum geli yang menghiasi wajah cantik Kakyu.

“Sudahlah, Pangeran,” kata Kakyu, “Jangan menghukum saya seperti ini.”

“Menghukum?” tanyanya keheranan.

“Jangan membuat saya sakit perut hanya karena harus menahan tawa.”

Mata menyipit itu terus menatap tajam wajah Kakyu.

“Saya benar-benar tidak mempunyai perasaan apa-apa kepada Adna selain rasa sayang kepadanya sebagai kakak,” Kakyu meyakinkan Pangeran Reinald, “Apakah mungkin seorang pemuda seperti saya mencintai pemuda yang lain?”

“Tetapi engkau seorang gadis bukan laki-laki,” sahut Pangeran Reinald.

Senyum yang menghiasi wajah Kakyu hilang karenanya.

“Hingga kapan engkau akan terus seperti ini? Engkau tidak bisa menjadi laki-laki seumur hidupmu.”

Kakyu sendiri tidak tahu hingga kapan ia harus terus seperti ini dan selama ini ia tidak menyesali kehidupannya. Ia menyukai kehidupannya yang penuh tantangan ini.

No comments:

Post a Comment