Tuesday, April 24, 2007

Kelembutan dalam Baja-Chapter 13

Menjelang pagi, Pangeran Reinald yang berjalan di tepi sungai yang mengalir di lembah itu, melihat seseorang dalam pakaian hitam duduk termenung di batang pohon dekat sungai.

Tanpa ragu sedikitpun, Pangeran segera menghampirinya.

“Ke mana saja engkau?” tanya Pangeran geram.

Kakyu yang sejak tadi masih sibuk merenung, terkejut. Ia tidak menyadari kedatangan Pangeran hingga Pangeran meremas kedua lengannya dan mengguncangkan tubuhnya dengan geram – tak kalah dengan suaranya.

Lengan kanannya yang belum sembuh, membuat gadis itu kembali kesakitan tetapi ia tidak mau menunjukkannya. Malah dengan sikap tenangnya, ia berkata, “Tidak dari manapun.”

Pangeran Reinald tidak segera melepaskan Kakyu, malahan ia menarik gadis itu hingga berdiri dan mengguncangkan tubuhnya semakin keras. “Jangan bohong kepadaku! Semalaman aku mencarimu tetapi aku tidak menemukanmu di sekitar sini.”

Kakyu tidak merasa ia berbohong. Sejak meninggalkan tenda utama Kirshcaverish, ia memang duduk termenung di tepi sungai ini dan membiarkan pikirannya terus mengalir seperti aliran sungai itu.

Semalaman Kakyu memikirkan Kenichi. Kenangan-kenangannya bersama Kenichi hingga kesedihannya tatkala mengetahui pria tua itu telah meninggalkannya, bukan kembali ke Jepang seperti yang diduganya.

Kediaman Kakyu membuat Pangeran Reinald jengkel. “Jawab aku!” perintahnya sambil mempererat genggamannya.

Sikap Pangeran itu membuat Kakyu tidak mampu menahan sakit lagi.

Suara kesakitan yang muncul dari bibir gadis itu membuat Pangeran Reinald menyadari sikap kasarnya.

Pangeran Reinald segera melepaskan lengan Kakyu. “Maafkan aku,” katanya, “Aku sangat marah hingga aku lupa pada lukamu.”

Kakyu hanya menggeleng dengan memegang lukanya yang kembali terasa nyeri.

Melihatnya, Pangeran Reinald menjadi cemas. “Engkau tidak apa-apa?” tanyanya khawatir.

“Tidak,” jawab Kakyu singkat – tanpa menunjukkan rasa sakitnya.

Pangeran Reinald tidak percaya. “Duduklah.”

Dengan kedua tangan Pangeran yang memegang kedua pundaknya, Kakyu tidak dapat berbuat apa-apa selain menuruti perintah itu.

Kemudian Pangeran memeriksa lengan Kakyu dengan teliti.

“Untunglah,” katanya lega, “Lukamu tidak terbuka kembali. Aku tidak tahu harus berbuat apa kalau lukamu sampai terbuka kembali gara aku lagi.”

Kakyu kembali memandangi aliran sungai seperti sebelum Pangeran datang.

Pangeran duduk di samping Kakyu. “Ke mana saja engkau semalam?” tanyanya dengan nada yang jauh berbeda dengan sebelumnya.

“Di sini.”

“Mengapa aku tidak dapat menemukanmu?” tanya Pangeran Reinald tetap dengan sabar, “Aku telah mencarimu di sekitar lembah ini.”

“Entahlah.”

Pangeran Reinald menyadari gadis di sampingnya itu telah kembali menjadi seorang gadis tenang yang sangat pendiam. Tetapi ia bukan Pangeran Reinald yang keras hati kalau ia menyerah semudah ini.

“Mungkin karena pakaianmu yang hitam itu, aku tidak melihatmu. Pakaianmu pasti telah menyamarkanmu di kegelapan malam.”

“Mungkin,” kata Kakyu singkat – hanya untuk kesopanan.

Pangeran Reinald melihat Kakyu yang terus menatap lurus pada aliran sungai.

Entah mengapa Pangeran tiba-tiba merasa Kakyu akan tampak sangat cantik kalau ia mengenakan gaun selayaknya gadis lain. Mungkin karena semua orang di Kerajaan Aqnetta berpendapat putri Jenderal Reyn semuanya cantik dan memiliki keunikan tersendiri.

Tetapi bagi Pangeran Reinald, hanya Kakyu yang paling unik.

“Aku turut sedih,” kata Pangeran tiba-tiba, “Aku telah mengetahui dari ayahmu kalau Kenichi itu gurumu.”

Tidak ada jawaban apapun dari Kakyu.

“Aku tahu engkau sedih tetapi engkau tidak boleh terus menerus seperti ini. Kenichi pasti tidak senang kalau ia melihatmu terus bersedih seperti ini.”

“Saya tahu.”

“Kalau engkau tahu, mengapa engkau terus duduk di sini? Masih banyak yang harus kaulakukan selain duduk termenung di sini.”

Kakyu kembali diam seribu kata.

“Engkau juga masih harus menjelaskan ini semua kepadaku.”

“Menjelaskan apa?” tanya Kakyu.

Kakyu tidak merasa ia telah menyembunyikan sesuatu dari Pangeran Reinald. Pangeran Reinald sendiri telah tahu ia bukan seorang pria seperti anggapan orang lain. Ia hanya seorang gadis yang menyamar sebagai pria. Pangeran sendiri juga tahu apa yang dilakukannya sebelum pasukan Kerajaan Aqnetta datang.

“Semuanya,” kata Pangeran Reinald, “Mulai dari engkau menjadi seorang pria hingga Kenichi. Siapa Kenichi? Mengapa engkau menjadi seorang pria? Tidak satupun yang boleh terlewat.”

“Anda telah mengetahuinya.”

“Aku tidak tahu, Kakyu. Karena aku tidak tahu itulah, aku bertanya. Segera jawab sebelum aku mulai marah.”

Kakyu terus menatap aliran sungai di depannya. Ia tidak takut pada kemarahan Pangeran, tetapi ia tahu ia tidak bisa terus menerus dalam keadaan seperti ini.

Sejak dulu Kenichi telah berkata pasti akan ada saatnya bagi Kakyu untuk menjadi dirinya sendiri bukan seorang pemuda seperti yang diinginkan ayahnya.

“Kenichi seorang Jepang.”

“Aku tahu. Aku pernah mendengar temanku menggunakan bahasa yang kaupakai tadi itu. Aku mengerti sedikit tentang Jepang juga bahasanya, tetapi aku belum pernah mendengar tentang ninja.”

“Engkau harus menjelaskan tentang itu juga,” tambah Pangeran, “Tidak dengan singkat.”

“Ninja seperti seni bela diri tetapi sebenarnya ia seni membunuh. Seni yang sangat berbahaya bila digunakan untuk kejahatan tetapi bila digunakan untuk kebaikan, akan menjadi kekuatan tersendiri. Kekuatan yang tak terkalahkan.”

“Sangat menakutkan,” komentar Pangeran.

Kakyu mengangguk.

“Seorang ninja dapat menjadi pembunuh bayaran yang menakutkan tetapi di Jepang, ninja ini sangat terorganisir dan tidak sembarangan mereka membunuh. Hanya untuk keperluan tertentu saja, mereka muncul. Seperti seorang samurai, ninja memiliki hukum. Mereka tidak boleh mengajarkan ilmu ini kepada orang lain di luar Jepang. Seseorang yang ketahuan mengajarkan ilmu ini pada orang lain, akan dihukum mati.”

“Mengapa Kenichi mengajarimu?”

Kakyu termenung.

Dengan perlahan, ia berkata, “Papa menemukan Kenichi di tepi pantai dalam keadaan pingsan. Karena kasihan padanya, Papa membawanya ke Quentynna House dan memintanya tinggal di sana.”

“Hingga saya lahir, tidak seorangpun yang dapat mengerti kata-kata Kenichi. Kenichi sendiri hanya mengerti sedikit bahasa Inggris. Mungkin karena saya lahir beberapa hari setelah ia berada di Quentynna House, ia sangat menyayangi saya.”

Kakyu berhenti sesaat. Kesedihan kembali memenuhi hatinya, kenangan-kenangan bersama Kenichi masih terbayang jelas dalam dirinya.

Pangeran Reinald menyadari kesedihan Kakyu. Ia tidak ingin Kakyu menjadi semakin sedih dan ia ingin menghentikan gadis itu tetapi Kakyu telah melanjutkan ceritanya,

“Ia seperti kakek bagi saya,” kata Kakyu menahan perasaan sedihnya, “Karena setiap hari terus bersamanya, saya menjadi mengerti bahasanya. Dia bercerita banyak kepada saya.”

Kakyu teringat pada cerita-cerita Kenichi. Tentang legenda-legenda Jepang, tentang kebudayaan Jepang hingga bagaimana ia bisa terdampar di perairan Kerajaan Aqnetta.

Kenichi mengatakan ia sedang dalam perjalanan kembali ke Jepang ketika kapalnya diserang badai. Badai itu begitu ganasnya hingga menyebabkan kapalnya karam. Ia tidak tahu bagaimana keadaan yang lain hingga saat itu. Ia hanya tahu ia telah terdampar di sini. Dan ia tidak tahu apakah ia bisa kembali ke Jepang, negeri timur yang jauh.

Darinya Kenichi pula Kakyu tahu banyak tentang ninja dengan keempat simbolnya dan senjata-senjata rahasianya.

Ninja memiliki banyak senjata rahasia di antaranya shurikiken, saie, surigama. Tetapi yang paling terkenal dan merupakan tanda seorang ninja adalah shurikiken.

Senjata berwarna hitam dan berbentuk berbentuk bintang empat. Keempat sisi bintang yang menonjol sangat runcing seperti pedang dan akan sangat mematikan musuh.

Sedangkan Saie bentuknya seperti trisula dewa laut Yunani, Poseidon, tetapi saie lebih kecil dan pendek.

Di samping itu masih ada senjata lain yang juga dimiliki seorang samurai. Bedanya, pedang seorang samurai tidak berbentuk kotak pada ujungnya sedangkan pedang seorang ninja yang disebut ninja-to itu berbentuk kotak pada ujung pegangannya – antara mata pedang dan pegangannya.

Dalam nin-jitsu, seni membunuh rahasia itu dikenal simbol-simbol yang menyatukan kekuatan utama. Jen, Ritsu, Saie, dan Szeng.

Dalam seni ini juga dikenal adanya sihir yang disebut kobadera. Sihir untuk menimbulkan halusinasi pada musuh. Juga ada ‘Ing tong jiutsu’ yang merupakan kemampuan menghilang serta membuat musuh takut dan lumpuh.

“Mengapa engkau diam saja?”

“Tidak apa-apa,” Kakyu cepat-cepat menyahut. “Saya sudah mengatakan semuanya pada Anda” tambahnya.

“Belum. Belum semuanya.”

Semua yang perlu dikatakan telah dikatakan oleh Kakyu dan tidak ada yang terlewat. Kalau Pangeran Reinald ingin mengetahi lebih banyak lagi, Kakyu tidak dapat mengatakannya. Demi ayahnya juga demi orang lain.

Kakyu dapat membayangkan seperti apa sikap orang-orang kepadanya bila mereka tahu ia menguasai seni yang sangat berbahaya yang juga memiliki unsur sihir.

Selama ini Kakyu telah sangat berhati-hati untuk tidak menggunakannya. Tadi Kakyu terpaksa menggunakan ilmu Kobadera-nya untuk membuat halusinasi pada kelima ninja palsu Bleriot juga pada Bleriot sendiri.

Kakyu mempengaruhi pikiran mereka untuk membuat mereka seakan-akan melihat sesuatu yang menakutkan.

Tadi Kakyu menggunakannya dalam keadaan kacau saat pasukan yang lain sibuk dengan sisa-sisa pemberontak itu hingga tidak seorangpun dari mereka yang menyadarinya. Andai mereka menyadarinya, mereka pasti ikut ketakutan seperti Bleriot.

Bleriot pasti telah mengetahui tentang seni nin-jitsu itu dari Kenichi tetapi ia tidak akan mengetahui lebih banyak dari Kakyu.

Kakyu yakin Kenichi tidak akan semudah itu menceritakan segalanya kepada Bleriot. Kenichi tidak akan melanggar aturan untuk kedua kalinya.

Walau begitu Bleriot sepertinya cukup tahu tentang Kobadera. Mendengarnya saja, tadi ia sudah pucat pasi. Bleriot sepertinya pernah melihat ilmu sihir itu.

Apa yang dilakukan Kakyu pada Bleriot tentu tidak sebaik Kenichi tetapi setidaknya ia dapat membuat Bleriot ketakutan hingga tidak dapat berbuat apa-apa.

Walaupun begitu, Kakyu tetap bertanya, “Apa yang terlewatkan?”

Ketenangan gadis itu yang menunjukkan ia tidak merasa melewatkan apapun, membuat Pangeran Reinald jengkel, “Engkau belum mengatakan mengapa engkau menjadi seorang pria?”

Kakyu kembali terdiam.

Apakah baik mengatakan kesedihan ayahnya ketika mengetahui putra bungsunya yang diharapkannya seorang laki-laki ternyata seorang bayi perempuan. Bayi dengan tangisannya yang keras seperti pria dan rambut merah yang bersinar seperti api.

“Wajah bayi yang baru lahir itu menampakkan kekuatan,” demikian yang dikatakan Kenichi pada keluarganya sesaat setelah Kakyu lahir dengan bahasa Inggrisnya yang terbata-bata dan agak kacau.

“Jawablah,” desak Pangeran. “Tidak seorang gadispun yang tanpa alasan mau menjadi laki-laki apalagi sampai muncul di garis depan medan perang sebagai Perwira.”

“Maafkan saya,” kata Kakyu sambil menjauh.

Kakyu masih belum dapat mengatakan segalanya kepada Pangeran Reinald. Ia masih merasa berat untuk mengatakan kesedihan ayahnya setelah harapan terakhirnya untuk mempunyai putra, hilang.

Tindakan Kakyu itu tentu saja membuat Pangeran Reinald jengkel tetapi Pangeran itu tidak dapat berbuat apa-apa untuk menghentikan Kakyu yang telah menghilang di balik semak-semak itu.

Setelah meninggalkan Pangeran, Kakyu segera menemui ayahnya.

Atas ijin ayahnya, ia kembali ke benteng untuk menemui Joannie. Ada suatu urusan yang harus diselesaikannya dengan kakaknya.

Pertama-tama ia harus menghilangkan kecemasan Joannie lalu ia akan menanyakan perasaan kakaknya pada Adna.

Tanpa kesulitan, Kakyu mencapai benteng dan segera mencari Joannie di tendanya.

“Kakyu!” seru Joannie senang, “Ke mana saja engkau? Bagaimana keadaan ayah? Bagaimana dengan Pangeran? Kirshcaverish bagaimana?”

Kakyu sudah terbiasa mendengar pertanyaan yang seperti peluru tiada henti itu. “Kami semua baik-baik saja dan Kirshcaverish telah tertumpas. Sekarang kami masih membersihkan tempat itu.”

“Pangeran bagaimana?”

“Pangeran juga baik-baik saja,” Kakyu memberitahu, “Tidak ada korban jiwa yang jatuh. Pasukan kita hanya terluka demikian pula Kirshcaverish. Mereka semua dapat tertangkap.”

“Untunglah,” kata Joannie lega, “Aku ingin ke sana. Bawalah aku ke sana.”

“Tidak,” Kakyu mencegah, “Papa memerintahkanmu untuk tetap di sini.”

“Tetapi aku ingin menemani Papa,” Joannie merajuk.

Kakyu menatap lekat-lekat Joannie. Ia tidak dapat membayangkan bagaimana sikap kakaknya kalau tahu Pangeran Reinald yang dikenalnya selama ini bukan Pangeran asli.

Apakah Joannie akan bersikap manja seperti ini atau bersikap dewasa?

“Aku ingin ke sana, Kakyu,” desak Joannie.

“Mereka tak lama lagi akan datang,” kata Kakyu.

Joannie semakin merajuk seperti anak kecil karena penolakan Kakyu.

“Joannie,” kata Kakyu hati-hati, “Bagaimana perasaanmu pada Pangeran Reinald?”

Perhatian Joannie teralihkan karenanya, “Engkau sudah tahu, Kakyu, aku sangat mencintai Pangeran.”

“Andaikata Pangeran membohongimu, bagaimana?”

“Pangeran tidak mungkin melakukannya padaku, Kakyu. Ia pria yang jujur.”

“Aku tahu,” kata Kakyu.

Kakyu bukan hanya sekali atau dua kali saja menanyakan tentang pria itu pada Pangeran Reinald yang asli. Dan tidak hanya sekali saja, Kakyu memuji pria itu di depan sang Pangeran yang asli. Dari semua perkataan Pangeran, Kakyu tahu Adna memang pria yang baik dan penuh pengertian.

Adna tentu sudah mengenal sifat Joannie tetapi Joannie belum tentu dapat menerima kenyataan bahwa Adna selama ini telah menyamar sebagai Pangeran Reinald.

Walau penyamaran itu bukan karena kesalahan Adna sendiri, kalau Joannie menerimanya dengan sikap kekanak-kanakannya, Joannie bisa menjadi sangat marah dan akan fatal akibatnya bagi Adna yang juga mencintai Joannie.

“Andaikan, Joannie,” kata Kakyu.

“Andaikan ia membohongiku, ia tentu punya alasan sendiri,” kata Joannie bijaksana, “Aku pasti akan mendengarkannya.”

Walau kakaknya telah mengatakan sikapnya dengan penuh keyakinan, Kakyu tidak yakin sikap Joannie akan seperti yang dikatakannya kalau ia tahu yang sebenarnya.

Demi hubungan kedua orang itu, Kakyu memilih untuk tidak mengatakan apapun kepada Joannie. Adna harus menjelaskan sendiri masalah ini pada Joannie.

Kakyu bukan apa-apa di antara mereka. Ia hanya orang yang membantu Joannie mendapatkan ijin untuk meninggalkan tendanya dan mencari informasi tentang pria itu.

“Apa yang sebenarnya terjadi, Kakyu?” tanya Joannie cemas.

Kakyu menjawab singkat, “Aku hanya bertanya.”

“Engkau memang aneh, Kakyu,” komentar Joannie.

Kakyu tidak menanggapi.

“Kapan mereka datang, Kakyu?”

“Tidak tahu.”

“Aku ingin ke sana.”

Untuk kesekian kalinya, Joannie mendesak Kakyu. Dan untuk kesekian kalinya pula, Kakyu menolak keinginan Joannie.

“Aku akan menanti mereka.”

Kakyu segera pergi tanpa memberi kesempatan pada Joannie untuk mencegahnya.

“Jangan biarkan ia meninggalkan tempat ini,” perintahnya pada prajurit yang diperintahkan untuk menjaga Joannie.

“Baik,” jawab mereka.

Kakyu segera menuju tendanya dan mengganti pakaian hitamnya dengan seragam ketentaraannya.

Dengan pakaian seragam pengawal Istananya, Kakyu kembali meninggalkan benteng. Kali ini Kakyu tidak menuju perkemahan Kirshcaverish. Ia menuju lembah terdalam di Hutan Naullie yang dikatakan Bleriot.

Kakyu hanya berdiri di ujung lembah itu tanpa melakukan apa-apa. Matanya terus menatap dasar lembah yang tertutup lebatnya pepohonan di kanan kiri kaki lembah.

Di dasar yang tidak tampak itulah Bleriot membuang tubuh Kenichi yang sebelumnya telah diracuninya.

Kakyu tidak tahu bagaimana cara Bleriot meracuni Kenichi yang sangat tangguh itu. Tetapi Kakyu tahu Bleriot melakukannya dengan kelicikannya.

Kelicikan pria itu patut dicurigai mulai saat ini hingga mereka tiba di Chiatchamo. Bleriot tidak boleh lepas dari pengadilan yang akan meminta pertanggung jawabannya atas semua kesalahannya.

Kakyu berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak membiarkan pria itu meloloskan diri.

Tidak ada air mata kesedihan yang tampak di wajah Kakyu.

Kakyu telah dididik baik oleh ayahnya maupun Kenichi untuk menjadi seorang pemuda yang tegar. Sesedih apapun dirinya, sesulit apapun rintangan yang dihadapinya, Kakyu harus tegar.

Pangeran Reinald benar tidak ada gunanya ia terus bersedih seperti ini.

Kenichi telah pergi untuk selama-lamanya dan tidak ada yang dapat mengembalikannya. Bleriot telah merampas Kenichi dari Kakyu tetapi Kakyu telah memiliki kenangan indah bersama Kenichi yang tidak dapat dirampas siapapun.

Kenangan itu akan terus hidup dalam diri Kakyu dan menghidupkan kembali Kenichi dalam diri Kakyu. Kenichi akan terus hidup dalam diri Kakyu.

Kakyu diam – menikmati angin yang di puncak lembah yang membelai tubuhnya.

Berapa lama ia berada di sana, Kakyu tidak peduli. Ia hanya ingin merasakan kehadiran Kenichi di tempat ini terutama dalam hatinya.

Sinar matahati siang yang menyinarinya, membuat Kakyu menyadari ia sudah lama meninggalkan benteng.

Sebelum ada yang mencarinya, Kakyu segera kembali ke benteng.

Ketika Kakyu tiba, pasukan juga sudah kembali bersama semua tahanan mereka.

“Perwira!” panggil Kolonel Abel.

Kakyu yang baru saja memasuki pintu masuk benteng, segera berhenti.

“Jenderal Decker mencari Anda,” katanya.

“Terima kasih.”

Kakyu segera menuju tenda Jenderal Decker.

“Selamat siang, Jenderal,” sapa Kakyu.

“Rupanya engkau sudah datang,” kata Jenderal Decker senang.

Kakyu diam menanti Jenderal Decker mengatakan keperluannya.

“Menurutmu kita membawa Kirshcaverish yang jumlahnya banyak itu dengan diikat atau kita naikkan ke kereta?”

“Terserah Anda, Jenderal.”

“Bantulah aku, Kakyu,” kata Jenderal Decker, “Dua-duanya sama-sama merepotkan. Kalau kita menaikkan mereka ke kereta, kita tidak punya banyak kereta untuk menampung mereka. Tetapi kalau kita membiarkan mereka berjalan, kita akan kesulitan kalau mereka tiba-tiba berontak.”

“Maafkan saya, Jenderal Decker. Sebaiknya Anda merundingkannya dengan Jenderal yang lain atau dengan Pangeran Reinald sendiri,” kata Kakyu.

“Aku juga hendak melakukan itu,” kata Jenderal Decker, “Tetapi sebelumnya aku ingin tahu pendapatmu.”

“Maafkan saya, Jenderal.”

“Baiklah, aku mengerti,” kata Jenderal Decker sambil tersenyum. “Engkau kalau tidak diperlukan membuat masalah tetapi kalau diperlukan diam saja.”

Kakyu membalas senyuman itu kemudian meninggalkan tempat itu.

Tidak baik kalau Kakyu terus menerus banyak mengambil keputusan. Masih banyak Jenderal yang lebih kuat darinya dan masih banyak di antara mereka yang tahu apa yang harus mereka lakukan.

Bagi Jenderal yang telah mengenal Kakyu, tidak masalah kalau Kakyu terus yang mengambil peran. Tetapi Jenderal lain akan berkata lain. Kakyu tidak ingin menimbulkan perselisihan di antara dirinya dengan Jenderal-Jenderal itu.

Ayahnya juga tidak akan senang bila tahu ia membuat perselisihan.

Selama ini ia telah menarik diri dari umum juga dan tidak menampakkan apapun. Sekarang ia juga tidak akan melakukannya.

Kakyu ingin terus berada dalam dunianya yang tenang.

Tetapi saat ini ia harus meninggalkan dunianya itu demi Joannie.

Kakyu menuju tenda Adna.

“Mau ke mana lagi engkau?” tanya Pangeran Reinald geram.

Kakyu diam saja melihat Pangeran Reinald masih marah kepadanya. Dengan tenang ia berkata, “Menemui Adna.”

“Ia tidak ada di sana.”

Kakyu menduga Adna sedang berbicara dengan Joannie. Dan ia akan memberi kesempatan padanya untuk menyelesaikan masalahnya dengan Joannie.

Kembali sebelum Pangeran Reinald mencegahnya, Kakyu segera pergi.

Tetapi kali ini Pangeran Reinald telah bersiap-siap untuk mengikuti Kakyu. Dengan langkahnya yang lebar, ia mengikuti Kakyu yang terus berjalan seolah-olah tidak ada apa-apa.

Kakyu ingin kembali ke lembah.

Pangeran Reinald terkejut ketika Kakyu tiba-tiba berhenti.

“Ada apa?”

Kakyu tidak mengatakan apa-apa. Ia hanya berbalik kembali.

Pangeran Reinald melihat Adna sedang berbicara Joannie di dekat tepi Hutan Naullie. Ia memalingkan kepalanya pada Kakyu yang telah berjalan menjauh dan segera mengikuti Kakyu sebelum kehilangannya.

“Engkau cemburu?” tanya Pangeran Reinald menyelidik.

“Tidak,” jawab Kakyu singkat.

Pangeran Reinald tidak berhenti menyelidik. Tidak setelah Kakyu sering menanyakan tentang Adna kepadanya. “Lalu mengapa engkau pergi seperti gadis yang sedang cemburu?”

“Hormatilah mereka,” katanya singkat.

Pangeran Reinald menghadang Kakyu. “Jawab dengan jujur,” perintahnya tegas.

“Untuk apa,” kata Kakyu.

Pangeran Reinald tidak menangkap maksud Kakyu dengan perkataannya, “Engkau harus mengatakannya.”

“Untuk apa saya cemburu?”

“Karena engkau juga mencintainya, bukan?”

Kakyu tidak ingin menjelaskan apapun pada Pangeran. “Sudahlah, Pangeran. Lebih baik Anda menemui Jenderal Decker. Ia membutuhkan bantuan Anda.”

“Tidak bisa,” kata Pangeran Reinald keras kepala, “Selama ini engkau terus menerus berkelit. Sekarang engkau harus menjelaskan semuanya. Tadi pagi engkau belum menjelaskan semua yang ingin kuketahui.”

Seseorang melalui mereka.

Walau tidak melihat wajah Joannie, tetapi melihat cara berjalan kakaknya, Kakyu yakin Joannie sedang gembira. Entah apa yang membuat ia sangat gembira hingga tidak menyadari keberadaannya dan Pangeran Reinald yang asli.

Kakyu menjadi curiga karenya. Ia yang sangat mengenali watak kakaknya tahu Joannie tidak mungkin sesenang itu setelah mengetahui dirinya telah dibohongi.

Kakyu melepaskan diri dari cengkeraman Pangeran Reinald dan segera menemui Adna.

“Engkau belum mengatakannya?”

Adna yang sibuk berpikir terkejut mendengar pertanyaan itu. Ia segera membalikkan badan.

“Selamat siang, Perwira, Pangeran,” sapanya.

Kakyu kembali mengulangi pertanyaannya tetapi kali ini dengan tajam.

Kakyu melihat keragu-raguan dan kebimbangan di wajah Adna.

“Saya tidak dapat melakukannya,” jawabnya, “Pangeran masih belum mengijinkan saya membenarkan kekeliruan ini.”

Kakyu ganti menatap Pangeran Reinald. “Apa lagi yang ingin kauselidiki?”

“Banyak,” jawab Pangeran santai.

“Semuanya telah kukatakan padamu.”

“Tidak. Belum semuanya. Engkau selalu segera menghilang sebelum selesai menjawab pertanyaanku.”

Kakyu hanya dapat menghela napasnya melihatnya. Ia tidak dapat memberitahu apa-apa lagi pada Pangeran dan ia akan tetap pada pendiriannya.

Dengan mengacuhkan Pangeran, Kakyu kembali memperhatikan Adna. “Joannie tidak akan marah kalau engkau mengatakannya. Walau kadang ia kekanak-kanakan, ia tahu apa yang harus dilakukannya.”

“Saya mengerti.”

“Selesaikan masalah ini.”

“Saya juga ingin segera menyelesaikan kesalahpahaman ini sebelum Lady Joannie mengetahuinya. Saya tidak ingin Lady Joannie semakin marah kalau saya terlalu lama membohonginya tetapi Pangeran belum mengijinkan saya.”

“Kalian tidak bisa selamanya seperti ini.”

“Saya tahu, Perwira. Saya juga telah mengatakannya pada Pangeran, tetapi Pangeran tidak mau membenarkan kesalahpahaman ini,” kata Adna, “Kesalahpahaman ini memang bukan masalah yang kecil tetapi keputusan tetap di tangan Pangeran.”

“Terserah kalian.”

Kakyu segera berlalu.

Adna terlalu patuh pada Pangeran Reinald. Hingga Pangeran Reinald sendiri yang memutuskan untuk membenarkan semua ini, Adna pasti tidak akan berani mengatakan apapun pada Joannie.

Entah hingga kapan Adna akan membohongi Joannie. Dan Pangeran Reinald yang menjadi penyebabnya.

Pangeran Reinald heran melihat Kakyu pergi begitu saja tanpa berusaha membujuk lagi.

“Adna, apakah engkau benar-benar ingin memberitahu semuanya pada Joannie?” tanya Pangeran.

“Benar, Pangeran,” jawab Adna jujur, “Saya tidak ingin terlalu lama membohongi Lady Joannie. Ia sangat cantik dan saya khawatir akan ada pria lain yang merebutnya dari saya. Tetapi saya tidak dapat bertindak sekehendak saya dalam keadaan seperti ini. Citra Anda akan rusak kalau sampai saya salah berbuat sesuatu.”

Semalamam Pangeran Reinald tidak dapat tidur. Ia terus merenungkan kemarahan Kakyu setelah meninggalkannya dan Adna. Juga kata-kata Adna.

Kalau Joannie sampai marah kepada Adna, tentu ia akan merasa sangat bersalah kepada pengawalnya itu. Tetapi kalau semua telah menyadari kesalahpahaman ini, belum tentu ia memiliki banyak waktu untuk berbicara dengan Kakyu. Juga belum tentu gadis itu mau berbicara banyak.

Sejak Kirshcaverish tertumpas, Kakyu telah kembali menjadi seorang gadis yang tenang dan pendiam.

Sekarang saja sudah sulit membuatnya berbicara banyak apalagi nanti. Tetapi semudah apapun sekarang, Kakyu tetap tidak akan berbicara apa-apa. Tidak ada bedanya.

Dengan banyak pertimbangan akhirnya Pangeran Reinald memutuskan untuk menuruti keinginan Kakyu juga Adna.

Begitu fajar menyingsing, Pangeran Reinald segera menemui Adna.

“Adna, lakukan apa yang ingin kaulakukan. Engkau boleh mengatakan segalanya pada Joannie juga kepada yang lain.”

“Benarkah, Pangeran?” tanya Adna senang.

“Kapan aku pernah berbohong?” kata Pangeran Reinald jengkel.

Adna sangat senang karenanya. Orang yang pertama kali diberitahu kebenaran itu adalah Joannie.

Dengan harap-harap cemas, ia memberitahu Joannie. Tetapi seperti yang telah diduga Kakyu, Joannie tidak tampak marah.

Mula-mula wanita itu terkejut hingga tidak dapat berbuat apa-apa. Perlahan-lahan ia mulai memahami masalah yang sebenarnya dan ia tidak menyalahkan Adna atas semua ini.

Setelah Joannie tahu, seluruh orang di benteng juga tahu.

Orang yang paling terakhir tahu adalah Kakyu.

Gadis itu sejak dini hari telah ke lembah tempat tubuh Kenichi dibuang.

Dengan karangan bunga di tangannya, Kakyu menatap lembah itu. Lama ia berdiri terpaku di sana sebelum akhirnya ia mengucapkan selamat tinggal pada Kenichi.

Kakyu tidak tega membiarkan Kenichi terus berada di dasar lembah yang curam itu tetapi ia tidak dapat berbuat apa-apa. Ia memang bisa turun ke dasar lembah tetapi untuk naik, ia harus berusaha keras. Kakyu sendiri tidak yakin apakah ia berhasil naik bila ia berada di dasar lembah itu.

Hingga pagi menjelang Kakyu hanya berdiri terpaku di sana – tak ada yang dilakukannya selain menatap dasar lembah yang curam sambil mengenang Kenichi kembali.

Kakyu tahu hingga kapanpun ia tidak akan dapat melupakan kesedihannya atas kepergian Kenichi. Kakyu menyesal dulu ia tidak memaksa ikut ketika Kenichi meminta ijin pada keluarganya untuk ke Hutan Naullie.

Kalau dulu Kakyu juga bersamanya, Kakyu tentu dapat membantu Kenichi. Tetapi waktu itu Kakyu hanya menuruti perintah Kenichi untuk tetap tinggal di Quentynna House tanpa memaksa Kenichi sebelumnya.

Penyesalan itu sudah terlambat, sekarang Kenichi sudah pergi dan tidak akan kembali lagi.

Kakyu teringat pesan Pangeran Reinald untuk tidak selalu bersedih. Kenichi pasti tidak akan senang melihat Kakyu terus bersedih dan terus merasa bersalah.

Lima tahun lalu ketika pergi ke Hutan Naullie, Kenichi tampak senang. Dengan keras, ia melarang Kakyu untuk ikut.

Kenichi telah meninggalkan Quentynna House dengan perasaan senang dan Kakyu tidak boleh membuat pria tua itu menjadi sedih karena ia terus menerus seperti ini.

Dengan menahan perasaan sedihnya, Kakyu berkata lirih, “Selamat tinggal, Kenichi.”

Suara lirih itu segera terbawa angin bersamaan dengan bunga yang Kakyu lemparkan ke dasar lembah.

Selesai mengucapkan selamat tinggal pada Kenichi, Kakyu masih belum bergerak dari tempatnya. Ia masih merasa berat untuk meninggalkan guru, juga kakek yang disayanginya.

Angin yang terus menerpa tubuh Kakyu seakan-akan ingin mengingatkan Kakyu pada pasukan Kerajaan Aqnetta yang ingin segera pulang.

Sejak kemarin pasukan Kerajaan Aqnetta telah bersiap-siap pulang. Hari ini mereka akan selesai membongkar tenda dan siap meninggalkan benteng lengkap dengan tahanan mereka.

Dengan berat hati, Kakyu meninggalkan tempat itu.

No comments:

Post a Comment