Saturday, April 21, 2007

Kelembutan dalam Baja-Chapter 10

Ketika tiba di benteng, Kakyu melihat tenda ayahnya terang.

Dengan mengendap-endap, Kakyu memasuki tenda ayahnya.

Jenderal Reyn sangat terkejut melihat bayangan hitan memasuki tendanya dengan cepat.

Kakyu cepat-cepat melepas topengnya sambil berkata, “Ini aku, Papa.”

“Ke mana saja engkau?” selidik Jenderal Reyn. “Tidak tahukan engkau apa yang kautimbulkan dengan kepergianmu itu? Semua orang sekarang mencurigaimu sebagai mata-mata Kirshcaverish.”

“Aku tahu, Papa,” kata Kakyu, “Aku baru saja dari Hutan Naullie.”

“Hutan Naullie!?” Jenderal terkejut mendengarnya, “Apa yang kaulakukan di sana?”

“Aku berhasil mengetahui letak markas mereka dan aku telah menggambarkan jalan ke sana,” kata Kakyu sambil menyerahkan peta buatannya.

Jenderal Reyn memeriksa peta itu dengan teliti. Kemudian menatap putrinya dengan curiga.

“Percayalah, Papa,” kata Kakyu, “Aku bukan seorang dari mereka. Aku menelusuri sendiri setiap sudut Hutan Naullie sebelum aku menggambarkannya.”

“Aku percaya padamu, Kakyu,” kata Jenderal Reyn, “Baru kali ini aku merasakan ajaran yang diberikan Kenichi padamu bermanfaat.”

“Papa, engkau tahu Bleriot?”

“Bleriot?” kata Jenderal Reyn, “Tentu saja aku tahu. Ia seorang Jenderal tua yang buruk. Mengapa engkau tiba-tiba menanyakannya?”

“Ialah pemimpin Kirshcaverish,” kata Kakyu.

“APA!!?” Jenderal Reyn tidak percaya.

“Ketika berada di sana, aku mendengar seseorang menyebut Bleriot sebagai pemimpin mereka,” kata Kakyu menjelaskan.

“Jadi, selama ini ialah dalang pemberontakan ini,” Jenderal Reyn merenung, “Pantas saja kita selalu kesulitan menghadapi Kirshcaverish.”

“Mereka memasang banyak ranjau darat di sekitar tepi Hutan Naullie,” kata Kakyu, “Tetapi aku tidak mengeluarkannya. Aku hanya menggambarkannya dalam peta.”

Jenderal Reyn mengamati sejumlah tanda silang di peta sekitar tepi Hutan Naullie.

Jenderal Reyn mengangguk melihatnya.

“Aku juga telah menggambarkan semak-semak sekitar markas mereka yang cukup tinggi untuk tempat persembunyian mereka.”

Sekali lagi Jenderal Reyn hanya mengangguk berulang kali sambil mengamati peta buatan Kakyu.

“Aku akan memberitahu Jenderal Decker,” kata Jenderal Reyn.

“Aku ikut,” kata Kakyu.

“Tidak!” larang Jenderal Reyn, “Engkau sebaiknya tetap di sini hingga Jenderal lainnya percaya engkau bukan mata-mata mereka.”

“Bukankah lebih baik aku menemui Jenderal Decker dan menjelaskan masalah yang sebenarnya?”

“Apa lagi yang akan kaujelaskan padanya?” tanya Jenderal Reyn, “Joannie telah memperburuk keadaan dengan mengatakan engkau sering keluar masuk Hutan Naullie.”

“Joannie mengatakannya?” Kakyu tidak percaya.

“Ya, dan ia membuat Adna semakin mencurigaimu.”

“Aku akan menjelaskannya pada Jenderal Decker.”

“Ia tidak akan mempercayaimu, Kakyu.”

“Setidaknya aku telah mengatakan masalah yang sebenarnya kepadanya,” kata Kakyu, “Aku yakin Jenderal Decker akan mempercayaiku. Lagipula apa yang akan Papa katakan kalau Jenderal Decker bertanya dari mana asal peta itu?”

Jenderal Reyn terdiam karenanya. “Terserah engkau,” katanya mengalah.

“Sebaiknya Papa pergi dulu, aku akan menyusul,” kata Kakyu sambil menyelinap keluar.

Sebelum menemui Jenderal Decker, Kakyu menyempatkan diri untuk menemui Joannie.

Joannie sangat senang melihat adiknya muncul.

“Aku mencemaskanmu, Kakyu,” kata Joannie sambil memeluk Kakyu erat-erat.

“Bagaimana keadaanmu, Joannie?”

“Buruk sejak engkau pergi,” kata Joannie, “Aku terus menerus mengkhawatirkanmu. Dan semua orang di sini mencurigaimu sebagai mata-mata Kirshcaverish.”

“Jangan khawatir, Joannie,” kata Kakyu, “Mereka akan mengubah pendapat mereka setelah ini.”

“Apa yang akan kaulakukan, Kakyu?” tanya Joannie curiga.

“Aku akan menemui Jenderal Decker.”

“Kakyu!”

Lagi-lagi Kakyu telah pergi sebelum Joannie sempat mencegahnya.

Jenderal Reyn telah berada di tenda Jenderal Decker ketika Kakyu tiba.

Seperti Jenderal Reyn, Jenderal Decker juga terkejut ketika bayangan hitam tiba-tiba memasuki tendanya dengan cepat.

“Selamat malam, Jenderal Decker,” sapa Kakyu.

“Selamat malam, Kakyu,” kata Jenderal Decker, “Kata ayahmu engkau baru saja menyelidiki Kirshcaverish di dalam hutan dan mendapatkan posisi mereka.”

Kakyu mengangguk.

“Saya tahu semua orang mencurigai saya dan kedatangan saya di sini hanya untuk menjelaskan apa yang dikatakan kakak saya, Jenderal.”

“Aku mempercayaimu, Kakyu,” Jenderal Decker meyakinkan Kakyu.

“Sejak kecil saya memang sering keluar masuk Hutan Naullie, tetapi bukan untuk berhubungan dengan Jenderal Bleriot.”

“Bleriot?” tanya Jenderal Decker.

“Kata Kakyu, ialah pemimpin Kirshcaverish.”

Jenderal Decker termenung. “Pasti ia yang dulu merencanakan masuknya sekelompok orang ke dalam Istana,” katanya tiba-tiba.

“Aku juga berpikir begitu,” kata Jenderal Reyn, “Ia tidak mungkin membiarkan sekelompok orang bersenjata memasuki Istana kalau bukan ia yang merencanakannya.”

“Saya berharap Anda mempercayai peta yang saya buat itu, Jenderal Decker,” kata Kakyu, “Saya tidak pernah berhubungan dengan Kirshcaverish walau saya sering keluar masuk Hutan Naullie. Selama bertahun-tahun saya keluar masuk hutan, saya tidak pernah melihat adanya orang yang tinggal di sana. Baru sekitar setahun yang lalu, saya melihat mereka. Saya dan Kenichi tidak pernah melihat adanya kehidupan manusia di dalam Hutan Naullie sebelumnya.”

“Kenichi?” tanya Jenderal Decker ingin tahu.

Jenderal Reyn membiarkan putrinya menjelaskan sendiri masalah yang sebenarnya.

“Ia adalah guru saya,” kata Kakyu, “Ia sering mengajak saya ke Hutan Naullie untuk menurunkan ilmunya kepada saya.”

“Ilmu apa?” Jenderal Decker semakin ingin tahu.

“Seni membunuh rahasia dari Jepang, nin-jitsu,” jawab Jenderal Reyn.

“Apa itu?” tanya Jenderal Decker, “Aku tidak pernah mendengarnya.”

“Aku juga baru mendengarnya saat Kenichi mengatakannya,” kata Jenderal Reyn, “Tetapi ilmu itu benar-benar luar biasa. Siapapun yang mempelajarinya bisa membunuh musuhnya tanpa meninggalkan banyak jejak. Tetapi untuk mempelajari seluruh ilmu itu dibutuhkan waktu yang lama. Kakyu sejak kecil telah dididik olehnya.”

“Jadi karena itu Kakyu lebih tangguh daripada pemuda lain seusianya,” gumam Jenderal Decker.

“Saya tidak dapat berlama-lama di sini,” kata Kakyu sambil mengenakan kembali topengnya.

“Engkau mau ke mana lagi?” tanya Jenderal Reyn.

“Menyelesaikan tugas akhirku,” kata Kakyu.

Kakyu segera meninggalkan tenda Jenderal Decker sebelum seorang di antara mereka sempat mencegahnya.

Ketika Jenderal Decker dan Jenderal Reyn mengejar Kakyu, mereka hanya bisa terperangah melihat tidak tampakya bayangan Kakyu di sekitar tempat itu. Mereka juga tidak bisa menemukan Kakyu di sekitar tenda.

“Nin-jitsu memang benar-benar...,” Jenderal Decker tidak dapat mengutarakan kekagumannya.

“Tak heran ia bisa masuk Kirshcaverish seorang diri,” Jeneral Reyn sependapat.

“Benar-benar luar biasa!”

Tetap dengan mengendap-endap, Kakyu menuju tenda tempat Geinn disekap.

Kakyu segera menyelinap ke belakang tenda itu sebelum prajurit yang menjaga pintu tenda melihatnya.

“Geinn!”

Pria di dalam tenda itu terkejut mendengarnya. Dengan berbisik pula ia berkata, “Siapa itu?”

“Aku disuruh oleh Bleriot untuk mendapatkan informasi yang berhasil kaudapatkan,” kata Kakyu.

“Tuan Bleriot,” Geinn terdengar senang mendengarnya.

“Tetapi sebelumnya, ia ingin engkau menyebutkan kata sandimu,” kata Kakyu yang telah melihat setiap orang yang ingin memasuki markas Kirshcaverish, ditanyai kata sandi mereka oleh pria yang mengawasi sekitar pintu masuk.

“Tentu,” kata Geinn tanpa curiga.

Geinn segera menyebutkan kata sandinya kepada Kakyu. Tanpa curiga sedikitpun, pria itu mengatakan pula hasil yang telah didapatkannya.

“Aku akan memberitahu Bleriot secepat mungkin,” kata Kakyu, “Ia pasti akan segera mengirimkan orang untuk melepaskanmu.”

“Katakan pada Tuan Bleriot, aku tidak mengatakan apapun tentang kita kepada mereka.”

“Tentu,” kata Kakyu sambil tersenyum.

Kakyu segera meninggalkan tenda itu dan kembali ke dalam Hutan Naullie.

Untung saja Geinn tidak sempat kembali ke markasnya setelah berhasil memata-matai mereka.

Seperti yang dikatakan pria anggota Kirshcaverish itu, Geinn memang mata-mata yang tangguh.

Geinn mengetahui jumlah seluruh pasukan Kerajaan Aqnetta. Ia juga mengatakan kepada Kakyu tentang kekuatan benteng pasukan Kerajaan lengkap dengan menara-menara pengintainya yang diperkuat pasukan pemanah. Tak lupa ia mengatakan tentang adanya Tenda Perawatan di dalam benteng serta perawatnya yang cantik.

Geinn juga menambahkan Bleriot akan menyukai perawat itu.

Pria itu tidak sadar ia telah membuat Kakyu mengetahui kelemahan pemimpinnya.

Rupanya Bleriot menyukai perempuan cantik, dan Kakyu bisa memanfaatkannya untuk mengacaukan suasana di dalam markas Kirshcaverish sebelum pasukan Kerajaan Aqnetta datang.

Begitu melihat markas Kirshcaverish di depannya, Kakyu segera bersembunyi di antara semak-semak sebelum mencari kesempatan untuk memasuki markas itu.

Tiba-tiba Kakyu mendengar suara dahan pohon yang patah di belakangnya.

Kakyu segera memalingkan kepala melihatnya.

Ia terkejut melihat Adna atau Pangeran yang asli berdiri tak jauh di belakangnya.
Melihat seorang anggota Kirshcaverish yang mengarahkan senapannya ke arah Pangeran yang berdiri di tempat terbuka itu, Kakyu menjadi cemas.

Tanpa menanti apa-apa, Kakyu melompat ke arah Pangeran sambil melempar shurikennya ke arah sang penembak.

“Awas!” serunya.

Akibat tindakannya yang terburu-buru itu, lengan kanan Kakyu yang belum sembuh terkena akar pohon yang menggelantung.

Pangeran terlalu terkejut untuk menyadari suara kesakitan yang keluar dari bibir Kakyu.

Kakyu segera bangkit dan membantu Pangeran berdiri. Kemudian ia menariknya ke semak-semak yang tinggi.

Tak lama setelahnya, terdengar keributan di dalam markas Kirshcaverish dan terdengar desingan senapan.

Untung saja Kakyu cepat-cepat menjauhkan Pangeran dari tempat terbuka yang berbahaya itu.

“Pangeran bodoh,” kata Kakyu sambil menatap tajam wajah Pangeran Reinald.

Kakyu mengeluarkan busurnya dari punggungnya kemudian menarik sebatang panah kayu dari tempat anak panah.

Rencana Kakyu terpaksa dirubah karenanya.

Kakyu yang semula berniat mengacaukan perhatian Kirshcaverish dengan memasuki tempat itu sebagai seorang gadis, kini tidak dapat melakukannya lagi.

Pangeran Reinald pasti mengikutinya sejak tadi dan ia tidak membawa persiapan apapun.

Memang demikianlah yang terjadi pada Pangeran Reinald itu.

Ketika keluar dari tenda pengawalnya yang untuk sementara mengaku sebagai dirinya, Pangeran Reinald melihat bayangan hitam meninggalkan tenda Jenderal Decker yang terang.

Pangeran Reinald yang mudah curiga, menjadi curiga karenanya.

Ia terus mengikuti pemuda yang berpakaian serba hitam itu.

Tanpa mengatakan apa-apa, ia melihat pemuda itu bercakap-cakap dengan mata-mata Kirshcaverish yang ditawan dalam sebuah tenda yang dijaga ketat.

Melihat busur perak yang disandang pemuda itu, Pangeran Reinald yakin pemuda itu tak lain adalah Kakyu.

Kecurigaannya semakin memuncak dan ia memutuskan untuk mengikuti Kakyu.

Hingga tempat persembunyian markas Kirshcaverish, Pangeran berhasil tidak membuat Kakyu curiga. Tetapi setelahnya, ia bertindak ceroboh.

Ia ingin segera menangkap Kakyu sebelum gadis itu memasuki markas kelompoknya, hingga ia melupakan dahan-dahan yang berserakan. Akibatnya Kakyu menjadi tahu keberadaannya.

Melihat gadis itu menatap tajam di balik topengnya, Pangeran Reinald menduga gadis itu akan menangkapnya. Tetapi ia salah gadis itu melompat ke atasnya dan membuat mereka berdua terjatuh di tanah.

Kakyu mengeluarkan panah kayu khusus yang telah dibuatnya. Kakyu menghidupkan api di ujung panah yang telah dibuat sedemikian rupa hingga menyerupai obor.

Dengan menahan rasa sakit di lengan kanannya, dari antara dedaunan Kakyu mengarahkan panah api itu ke tenda tempat Kirshcaverish menyimpan senjata mereka.

Kakyu tidak berhenti dengan satu panah. Ia melakukannya berulang-ulang walau tangannya terasa semakin sakit.

Andaikan luka di lengan Kakyu itu tidak dekat dengan pundaknya, mungkin gadis itu tidak akan kesakitan.

Walau setiap kali menarik panah, lengan kanannya terasa sakit dan semakin sakit tiap detiknya, Kakyu terus membidikkan panahnya ke tenda-tenda Kirshcaverish yang penting.

Pangeran diam saja melihat gadis itu terus membidikkan panahnya. Ia tidak tahu harus berbuat apa. Kakyu telah menyelamatkannya. Sedangkan ia terus menuduh gadis itu sebagai mata-mata.

Pangeran mengawasi wajah Kakyu yang tampak dari topengnya. Wajah itu tetap menunjukkan ketenangannya walau keadaan tiba-tiba berubah. Wajah itu juga tidak menampakkan kecemasan.

Walaupun Kakyu lebih kuat dari gadis lain seusianya, ia tetap seorang gadis.

Kakyu memang dapat menahan rasa sakitnya tetapi lama kelamaan, ia kehilangan tenaganya juga. Kakyu memaksakan dirinya untuk melawan rasa sakitnya juga kelelahannya.

Pangeran Reinald melihat tangan Kakyu gemetar ketika ia menarik panah api yang keenam kalinya.

Pangeran Reinald sadar, ia harus membantu Kakyu.

Biar bagaimanapun kuatnya gadis itu, gadis itu pasti lelah setelah terus menerus membidikkan panahnya dengan cepat.

“Biar aku saja,” kata Pangeran Reinald sambil mengambil panah itu dari tangan Kakyu.

“Tidak.” Kakyu tetap mempertahankan busur itu.

“Tanganmu sudah gemetar seperti itu,” kata Pangeran Reinald sambil menarik panah itu.

Kakyu yang sudah tidak mempunyai kekuatan, tidak dapat berbuat apa-apa selain membiarkan Pangeran meneruskan pekerjaannya.

Melihat Pangeran Reinald juga ahli menggunakan panah, Kakyu duduk diam.

Baru kali ini Kakyu benar-benar merasakan sakit di lengan kanannya. Dengan tangan kirinya, Kakyu menutupi luka yang kembali mengeluarkan darah itu.

Untung pakaian Kakyu berwarna hitam. Kalau tidak, darah yang mengalir deras itu pasti akan membuat Pangeran Reinald tahu keadaannya.

Walaupun Kakyu duduk diam dan kesakitan, bukan berarti gadis itu berhenti memperhatikan Kirshcaverish di depannya.

Kakyu melihat Pangeran gerakan Pangeran yang terburu-buru membuat dedaunan yang melindungi mereka, tersikap. Sebagian oleh gerakan tangan Pangeran, sebagian oleh api dari panah api.

Seorang penjaga menara melihat cahaya api di antara semak-semak dan segera mengarahkan senapan ke arah itu.

Kakyu menyadari hal itu dan segera mendorong Pangeran.

Lagi-lagi Kakyu membuat mereka berdua terjatuh di tanah.

Tanpa merasa malu melihat wajah Pangeran yang sangat dekat dengan wajahnya sendiri, Kakyu berkata lirih di antara sakitnya, “Anda sangat ceroboh, Pangeran.”

Pangeran Reinald terkejut mendengarnya.

“Kau!?”

Kakyu mengabaikannya. “Sebaiknya kita mundur,” katanya sambil bangkit perlahan-lahan.

“Bagaimana engkau tahu?” tanya Pangeran Reinald curiga.

Menyadari Pangeran tengah memperhatikan dirinya, Kakyu mencegah tangan kirinya yang ingin menutup luka di lengan kanannya.

Dengan memaksakan diri, Kakyu mengambil busur dan anak panahnya yang terjatuh di dekatnya.

Pangeran Reinald mengikuti gerakan Kakyu.

Ketika membantu Kakyu memungut anak panahnya, Pangeran melihat lengan bajunya memerah.

Kakyu tidak sadar ketika mendorong Pangeran hingga terjatuh, ia membuat baju putih Pangeran menjadi merah dengan tangannya yang memerah oleh darah.

Pangeran terkejut melihat kemejanya memerah.

Dengan curiga, Pangeran melihat lengan kanan Kakyu yang tampak terjuntai lemah di samping tubuhnya.

Kakyu meninggalkan tempat itu melalui pepohonan tinggi di belakangnya.

Pepohonan itu melindunginya dari senapan Kirshcaverish, tetapi tidak dari kecurigaan Pangeran.

Melihat tangan kiri gadis itu juga memerah, Pangeran segera mendekati Kakyu. Tanpa mengulur waktu, ia segera menarik tangan kiri Kakyu.

“Apa yang terjadi padamu?”

Kakyu melepaskan tangannya. “Tidak ada apa-apa,” katanya tenang.

Pangeran Reinald menatap lengan kanan Kakyu yang tertutup oleh pakaian hitam. Dengan sinar remang-remang yang menerangi hutan, Pangeran Reinald melihat warna di sekitar lengan atas Kakyu lebih gelap daripada yang lain.

Pangeran Reinald menarik Kakyu ke sebatang pohon besar.

“Lenganmu terluka lagi,” katanya menuduh.

“Tidak apa-apa.”

“Apanya yang tidak apa-apa?” Pangeran Reinald jengkel melihat Kakyu tetap terlihat tenang, “Lukamu yang belum sembuh terbuka lagi, tetapi engkau tetap tenang. Malah memaksakan diri untuk memanah.”

“Jangan khawatir,” kata Kakyu tenang.

“Apanya yang jangan khawatir?” kata Pangeran Reinald cemas, “Engkau ini seorang gadis, Kakyu, bukan pria. Siapa yang tidak cemas melihatmu menahan sakit seperti ini.”

Pangeran Reinald menarik lengan Kakyu yang terluka.

Gerakannya yang tiba-tiba membuat Kakyu meringis kesakitan.

Pangeran menatap mata Kakyu yang tidak tertutup topengnya.

“Pakaian apalagi yang kaukenakan ini?” katanya, “Engkau tampak seperti pencuri.”

Dengan lembut, Pangeran meletakkan tangan kanan Kakyu di pangkuan gadis itu kemudian ia melepas topeng Kakyu.

Dengan keadaannya yang lemah, Kakyu tidak dapat berbuat apa-apa untuk mencegah pemuda itu.

Pangeran Reinald melihat sesuatu berwarna hitam terjulur dari pundak Kakyu, dan menariknya.

“Pedang apa lagi yang kaubawa ini?” katanya, “Engkau benar-benar ingin mencari mati. Sendirian masuk Hutan Naullie dengan perlengkapan yang aneh pula.”

Pangeran Reinald menyandarkan Kakyu di pohon sebelum kembali memeriksa lengan gadis itu.

“Bukankah saya salah satu dari mereka?” kata Kakyu lemah.

Pangeran memandang wajah Kakyu dengan sejumlah perasaan bersalah, “Maafkan aku. Aku seharusnya tidak menuduhmu seperti itu.”

“Aku masih sangat terkejut ketika itu. Aku bingung memikirkan mengapa engkau yang seorang gadis ini mengaku sebagai laki-laki hingga menjadi Kepala Keamanan Istana. Aku tidak tahu darimana datangnya tuduhan itu ketika engkau menolak usulku. Tetapi kemudian aku tahu lebih mudah mempercayai engkau mau melakukannya karena engkau mata-mata Kirshcaverish. Daripada membayangkan caramu menjadi Kepala Kemanan Istana.”

Pangeran terkejut ketika menyadari lengan kanan Kakyu basah oleh darah. “Sepertinya lukamu terbuka karena aku.”

Kakyu terkejut ketika Pangeran Reinald ingin melepaskan pakaian ninjanya. Dengan tangan kirinya yang terbebas, ia mendorong Pangeran menjauh.

“Tidak apa-apa, Kakyu,” katanya, “Aku hanya ingin memeriksa lenganmu.”

“Saya bisa melakukannya sendiri.”

“Dengan apa, Kakyu? Dengan tangan kirimu?” tanya Pangeran Reinald, “Tidak, Kakyu. Engkau tidak dapat melakukannya sendiri.”

“Tidak perlu,” cegah Kakyu.

Pangeran melihat wajah itu memerah.

“Aku tidak akan melakukan apa-apa. Aku hanya akan memeriksa lenganmu kemudian membalutnya lagi,” kata Pangeran Reinald lembut, “Aku janji tidak akan melihat yang lain selain lenganmu.”

Kakyu tidak ingin untuk kedua kalinya, Pangeran melihat tubuh gadisnya.

“Saya akan melakukannya sendiri,” cegah Kakyu.

“Tidak, Kakyu,” kata Pangeran lembut.

Kakyu heran melihat sikap Pangeran Reinald yang berubah total setelah tahu ia bukan mata-mata Kirshcaverish.

Tanpa memberi kesempatan pada Kakyu untuk menghindar, Pangeran menarik tubuh Kakyu ke dalam pelukannya dan dengan perlahan, ia melepaskan baju atasan gadis itu.

Kakyu tidak dapat berbuat apa-apa. Ia tahu saat ini ia terlalu lemah untuk melawan. Perlawanannya terhadap rasa sakitnya, telah menghabiskan tenaganya.

Sebagai seorang gadis, Kakyu merasa malu karena sikap Pangeran Reinald.

Pangeran Reinald memenuhi janjinya, selama melepas baju gadis itu, ia sama sekali tidak melihat gadis itu. Pandangan matanya terus terarah pada batang pohong di belakang gadis itu hingga baju itu terlepas dari tubuh Kakyu.

Pangeran Reinald menyampirkan baju itu di pundak Kakyu dan memeriksa lengan kanan Kakyu.

Dengan tangan kirinya, Kakyu menutup rapat-rapat tubuhnya dengan bajunya dan membiarkan Pangeran Reinald melepas perban lukanya.

Pangeran Reinald terkejut melihat luka itu kembali terbuka hingga perban putih itu menjadi merah.

Pangeran mengawasi wajah Kakyu yang lebih terkesan malu daripada menahan sakit.

Baru kali ini Pangeran menjumpai gadis seperti Kakyu yang mampu menahan luka separah itu. Bahkan tanpa membuat orang lain curiga, ia menggunakan tangannya yang terluka untuk memanah.

Sementara tangan kirinya memegang lengan Kakyu, tangan Pangeran yang lain mengambil kain penutup wajah Kakyu.

“Apa yang Anda lakukan?” tanya Kakyu cemas.

“Aku harus mengganti perban lukamu,” kata Pangeran, “Perban ini sudah harus diganti.”

Kakyu tidak ingin Pangeran menggunakan kain penutup wajahnya sebagai perban apalagi kain itu termasuk salah satu perlengkapan ninja yang diberikan Kenichi padanya. Tetapi...

Kakyu tahu, Pangeran Reinald benar.

Kakyu membiarkan pemuda itu membalut lengannya. Dan ia tetap tidak bergerak ketika Pangeran Reinald membantu mengenakan pakaiannya.

Tetap dengan kelembutan yang dimilikinya, Pangeran menyandarkan punggung Kakyu di batang pohon.

“Beristirahatlah.”

Kakyu memegang lengannya yang terluka dan bertanya, “Mengapa Anda mengaku sebagai Adna?”

“Aku tidak tahu harus berbuat apa selain itu. Aku dan Adna terpisah dalam perjalanan. Dan ketika aku tiba, aku mendapat kabar Adna telah pergi ke sini. Aku menduga Jenderal-Jenderal itu salah mengenali Adna. Mereka akan menduga Adna sebagai aku,” Pangeran Reinald menjelaskan, “Selain itu aku curiga kepadamu.”

“Curiga?”

“Engkau terlalu muda untuk menjadi Kepala Keamanan Istana, Kakyu. Kecurigaanku semakin memuncak ketika secara tidak sengaja, aku mengetahui engkau seorang gadis,” kata Pangeran Reinald, “Karena itu aku menuduhmu sebagai mata-mata.”

Kakyu tidak mengucapkan apapun.

Kecurigaan itu memang tidak salah, Kakyu menyadari ia memang terlalu muda untuk menjadi Kepala Keamanan Istana.

Sesaat sebelum menerima jabatan ini, Kakyu telah menolaknya tetapi semua orang memaksanya untuk menerimanya dan apalagi yang dapat dilakukan Kakyu saat itu selain menerimanya dengan setengah hati. Tetapi tidak ketika ia melaksanakan tugasnya.

Seluruh perhatiannya tercurah ketika ia mengatur keamanan Istana dan tidak pernah ada yang dilewatkan olehnya. Demi penghuni Istana Vezuza, Kakyu melaksanakan tugasnya dengan baik.

“Aku minta maaf. Tidak seharusnya aku menuduhmu seperti itu.”

“Anda tidak salah,” kata Kakyu, “Saya memang terlalu muda untuk jabatan sepenting ini.”

“Setelah melihat sendiri ketangguhanmu yang sering dibicarakan orang, aku yakin ayahku tidak memilihmu dengan sembarangan,” kata Pangeran Reinald, “Aku ingin tahu mengapa engkau bisa setangguh ini. Jauh lebih kuat dari pemuda seusiamu. Aku yakin engkau tidak belajar dari ayahmu. Dibandingkan dia, engkau lebih lincah dan lebih cepat dalam segala hal.”

Kakyu tidak ingin memuaskan keingintahuan Pangeran Reinald.

“Setelah ini apakah Anda tetap mengaku sebagai Adna?”

“Aku tidak tahu,” kata Pangeran Reinald, “Adna jatuh cinta pada kakakmu dan ia ingin membuat Joannie kagum padanya. Menurutmu, bagaimana sikap Joannie kalau ia mengetahui masalah ini?”

“Joannie mencintai Adna bukan karena gelarnya,” kata Kakyu tenang, “Bagi Joannie, Adna adalah pria impiannya. Seumur hidupnya Joannie selalu mencari pria yang seperti Papa. Saya yakin ia tidak akan mempermasalahkan hal ini.”

Pangeran Reinald diam saja.

Kakyu mengambil buntelannya yang diikatkannya pada pedangnya. Kakyu mengeluarkan senjata di dalamnya satu per satu.

Pangeran Reinald yang terus memperhatikan Kakyu, memungut salah satu benda yang berbentuk seperti skop kecil untuk berkebun itu dan berkata, “Senjata apa ini?”

Kakyu tidak menjawab pertanyaan itu. Ia terus menyibukkan diri dengan senjata-senjata itu.

Setelah mengeluarkan semuanya dan menyelinapkan beberapa di balik baju ninjanya, Kakyu melipat kain pembungkus itu.

Kakyu merintih sakit ketika ia mengangkat lengan kanannya.

Pangeran Reinald menatap tajam wajah Kakyu yang tetap terlihat tenang. “Gadis bodoh,” katanya, “Gerakanmu hanya akan membuat lukamu terbuka kembali.”

Pangeran Reinald mengambil kain itu dari tangan Kakyu dan membantu Kakyu mengikat rambut panjangnya dengan kain itu.

“Engkau tidak terlalu pintar untuk mengaku sebagai pria,” katanya sambil mengikatkan kain itu di rambut Kakyu, “Tidak ada pria yang berambut panjang, engkau tahu itu?”

“Mama tidak setuju saya memendekkan rambut,” kata Kakyu.

“Lalu mengapa ia membiarkan engkau bertingkah laku seperti pria?”

Kembali Kakyu tidak menjawab keingintahuan Pangeran.

Kakyu berdiri dan perlahan-lahan, ia mengintai markas Kirshcaverish.

Markas Kirshcaverish masih terbakar oleh api terutama api yang berasal dari tenda penyimpanan senjata.

Pangeran Reinald mengikuti Kakyu.

“Sekarang apa yang akan kita lakukan?” tanya Pangeran.

“Kita harus memanfaatkan keadaan,” kata Kakyu, “Kita akan menyerang mereka di saat mereka sibuk seperti ini.”

“Kita berdua?”

“Tidak,” Kakyu terus mengawasi markas yang terbakar itu, “Salah seorang dari kita harus kembali ke benteng dan memanggil pasukan untuk menyerbu saat ini juga. Dan yang lain terus mengacaukan Kirshcaverish.”

“Engkau yang akan pergi,” Pangeran Reinald memutuskan.

“Tidak,” Kakyu menolak.

“Engkau terluka, Kakyu,” kata Pangeran Reinald, “Aku tidak ingin engkau terluka lebih parah lagi.”

“Anda lupa, mereka mencurigai saya sebagai mata-mata?”

Kebenaran yang diucapkan dengan tenang itu membuat sebuah kata kasar terlompat dari mulut Pangeran.

“Ini semua gara-gara aku,” katanya menyesal, “Kalau saja aku tidak menuduhmu sedemikian rupa.”

“Pergilah,” kata Kakyu, “Saya akan memecahkan perhatian mereka.”

Pangeran memincingkan matanya dan bertanya tajam, “Apa yang dapat kaulakukan dengan lengan terluka seperti ini?”

Kakyu tersenyum. Ia mengetahui apa yang tidak diketahui Pangeran.

“Jangan khawatir,” katanya tenang, “Mereka tidak akan dapat melukai saya.”

“Benar, mereka tidak akan melukaimu,” kata Pangeran jengkel melihat ketenangan Kakyu, “Engkau juga tidak dapat melukai mereka dengan tangan terluka seperti ini.”

“Saya masih bisa menggunakan tangan kiri,” kata Kakyu.

“Jangan berharap aku akan setuju, Kakyu,” Pangeran Reinald menegaskan keputusannya, “Engkau ini seorang gadis, Kakyu. Hingga kapanpun aku tidak akan membiarkan engkau menantang bahaya sendirian.”

“Anda lupa tugas saya adalah melindungi setiap penghuni Istana?” kata Kakyu, “Walaupun sekarang kita tidak berada di Istana Vezuza, Anda tetap harus saya lindungi.”

“Lupakan tugas itu,” perintah Pangeran, “Saat ini engkau harus menuruti perintahku sebelum mereka mendapatkan kita.”

“Anda yang harus pergi,” Kakyu tetap bertahan dengan keinginannya, “Saya lebih mengenal setiap sudut hutan ini daripada Anda. Berhati-hatilah ketika Anda semakin mendekati benteng, banyak ranjau darat di sana.”

Pangeran Reinald memanfaatkan pesan Kakyu itu. “Pergilah, Kakyu. Aku tidak dapat menjamin aku akan selamat. Joannie mengatakan engkau sering keluar masuk hutan ini, aku yakin engkau lebih dapat menjaga diri daripada aku. Aku lebih aman di sini daripada harus kembali ke benteng. Aku tahu Jenderal Decker masih mempercayaimu. Adna juga sangat mempercayaimu.”

Kakyu tahu Pangeran Reinald benar.

Kemungkinan Pangeran Reinald untuk menghindari dari ranjau darat, lebih kecil dibandingkan Kakyu yang telah mengetahui letak ranjau-ranjau itu.

“Baiklah,” Kakyu mengalah.

“Bagus,” Pangeran Reinald puas, “Sekarang berikan panahmu padaku. Aku akan mengacaukan mereka.”

Kakyu tidak yakin Pangeran hanya akan mengacaukan Kirshcaverish dari jauh apalagi mengingat sifat tidak sabar Pangeran.

“Tidak,” Kakyu tidak ingin Pangeran menerobos markas Kirshcaverish sendirian.

Sebelum Pangeran mengatakan apa-apa, Kakyu segera menerobos kegelapan Hutan Naullie dan meninggalkan suara yang menggema di sekitar tempat itu, “Saya akan segera kembali.”

Tindakan Kakyu itu tentu saja membuat Pangeran Reinald yang ingin menyerbu masuk ke dalam markas Kirshcaverish, menjadi jengkel. Kini tanpa sebuah senjatapun, Pangeran Reinald tidak dapat berbuat apa-apa selain menanti kedatangan Kakyu.

No comments:

Post a Comment