Tuesday, March 20, 2007

Gadis Hari Ketujuh-Chapter 7

Pangeran merasa gila.

Setiap hari ia semakin sulit tidur karena gadis itu. Sejak pertemuan terakhir mereka, Pangeran tidak dapat memejamkan mata di malam hari.

Hatinya terus terusik oleh gadis itu. Gadis itu sangat luwes dan anggun tetapi ia tidak angkuh. Dengan penuh kelembutan ia membantu setiap orang tak peduli orang itu miskin atau tidak.

Semakin hari, mata Pangeran semakin merah karena kurang tidur.

Untuk berbaring di tempat tidur, sangat mudah bagi Pangeran tetapi untuk dapat memasuki dunia mimpi…

Pangeran benar-benar gila karena gadis itu.

Siapa gadis itu Pangeran tidak tahu. Apakah ia akan bertemu dengannya lagi, Pangeran juga tidak tahu.

Seminggu telah berlalu sejak perjumpaannya yang terakhir dengan gadis itu di Herbranchts. Bila seminggu lagi Pangeran bertahan dalam keadaan ini, matanya akan semakin membengkak seperti seekor katak.

Garis-garis hitam di sekeliling matanya mulai muncul.

Setiap malam, Pangeran merasa sangat lelah dan ingin segera tidur. Tetapi, ketika ia berbaring di ranjang, ia tidak dapat memejamkan mata. Ia selalu teringat pada gadis cantik yang telah memporak-porandakan seluruh pikirannya.

Pikiran Pangeran kusut. Ia tidak tahu bagaimana terbebas dari penyakit ingin tahu ini.

Andai saja ada dokter yang bisa menyembuhkan penyakit ini, Pangeran akan segera menemuinya.

Entah mengapa ia tidak pernah berhenti teringat pada gadis itu walau ia tahu pertemuannya kembali dengan gadis itu sangat mustahil.

“Gadis itu sulit ditemui.”

Itulah yang dikatakan Lancetlon padanya. Bahkan Lancetlon berkata, “Ia lebih sibuk dari saya.”

Lancetlon adalah orang yang selalu dicari oleh setiap orang yang ingin membangun atau memperbaiki rumah. Setiap hari, ia selalu mendapat pekerjaan baru.

Bila gadis itu lebih sibuk dari Lancetlon, ia tidak mempunyai banyak waktu untuk berbicara dengan Pangeran. Belum lagi gadis itu selalu menghindari Pangeran.

Pangeran tidak mengerti mengapa ia merasa gadis itu menghindari pertemuan dengannya. Apakah ia takut tunangannya cemburu atau ia enggan berjumpa dengan Pangeran?

Kecemburuan muncul di hati Pangeran setiap ia teringat pada tunangan gadis itu.

Pria itu sangat beruntung. Ia mendapatkan gadis tercantik di seluruh dunia dan juga gadis yang paling mempesona. Seluruh jiwa raga gadis itu mempesona setiap orang yang melihatnya.

Tua muda, semua mencintai gadis itu. Pria maupun wanita menyukainya. Walaupun ke manapun ia pergi selalu menarik perhatian para pria, takkan ada wanita yang dapat membenci gadis berhati lembut itu.

Pangeran melangkahkan kudanya semakin dalam ke desa yang tak pernah dikunjunginya itu.

Langkah kaki Pangeran tak berhenti seperti pikiran yang terus berkecamuk di kepalanya. Mata Pangeran memandang jalanan tetapi yang terlihat olehnya adalah wajah gadis itu. Wajah ovalnya yang cantik mempesona.

Kuda Pangeran berjalan dengan santai. Pangeran tidak memberi perintah apa-apa padanya. Ia berjalan selangkah demi selangkah dengan perlahan.

Dari kejauhan tampak seorang gadis bergaun nila berjalan bersama seorang anak.

Pangeran menatap lekat-lekat wajah gadis yang mendekat itu.

Tangan kanan gadis itu menggendong seorang anak kecil dan tangan kirinya menggandeng yang lain. Wajahnya tersenyum. Sinar senyumannya menakjubkan. Gadis itu seperti tidak hanya tersenyum dengan bibirnya tetapi juga dengan jiwanya.

Gadis itu berhenti di depan sebuah rumah lalu menurunkan anak dalam gendongannya. Gadis itu mencium dahi kedua anak itu lalu beranjak dari tempat itu.

Pangeran segera memacu kudanya mengejar gadis itu.

Gadis itu menuju sebuah kereta yang telah menantinya. Seorang pria berbaju hitam membuka pintu kereta untuknya dan membantunya naik sebelum duduk di samping kusir kuda.

Setelah gadis itu naik, kereta meluncur dengan cepat.

Pangeran tertegun melihat cepatnya gadis itu pergi.

Gadis itu datang secepat angin dan pergi lebih cepat dari kilat. Gadis itu selalu datang dan pergi dengan cepat.

Tiba-tiba terlintas dalam benak Pangeran bahwa gadis itu berasal dari kerajaan yang berbatasan langsung dengan Evangellynn.

Gadis itu tidak akan dengan mudah muncul di Evangellynn bila kerajaannya jauh dari Evangellynn. Kerajaan gadis itu pasti ada di antara kerajaan-kerajaan tetangga yang tepat berbatasan dengan Evangellynn.

Pangeran yakin ia akan dapat menemukan gadis itu di antara kerajaan-kerajaan tetangga.

Dengan penuh semangat, Pangeran membelokkan kudanya ke Schildi. Pangeran ingin segera menyelidiki silsilah kerajaan-kerajaan tetangga. Pangeran ingin segera mengirim dirinya sendiri untuk berkunjung ke negara-negara tetangga.

Pangeran tidak sabar menyusun rencana kepergiaannya ke negara-negara tetangga.

Setibanya di Istana Welyn, Pangeran segera meloncat turun dari kudanya dan berlari ke Ruang Perpustakaan.

Tanpa mempedulikan kebingungan penjaga perpustakaan, Pangeran mencari-cari buku di lemari-lemari perpustakaan yang tingginya memenuhi seluruh dinding ruang yang sangat luas itu.

Dengan asyiknya, Pangeran mencari silsilah kerajaan-kerajaan tetangga.

“Eduardo!”

Pangeran menghentikan kesibukannya mendengar panggilan ibunya.

“Apa yang kaulakukan di atas sana?” tanya Ratu dengan suara keras.

“Aku mencari buku,” jawab Pangeran dengan suara keras pula.

“Turunlah! Ada yang ingin kubicarakan denganmu.”

Pangeran menuruni tangga tinggi yang digunakan untuk mencari buku di tempat yang tinggi.

“Kemarilah. Kita akan berbicara di Viridis Cella.”

Pangeran mengikuti langkah Ratu dengan enggan. Pangeran dapat menduga apa yang akan dikatakan Ratu padanya.

Ratu akan menyuruhnya memikirkan pernikahan!

Sudah bosan Pangeran mendengar hal itu. Ia malas mendengar hal yang terus diajukan padanya itu.

Ratu membuka pintu dan membiarkan Pangeran masuk lebih dulu.

Pangeran dan Ratu duduk berhadap-hadapan.

Ratu diam mengawasi putranya sebelum akhirnya berkata, “Masalah Pienlang telah selesai?”

“Hampir,” Pangeran membenarkan, “Penggalian sungai hampir rampung. Lancetlon memperkirakan dalam waktu tiga minggu lagi, anak sungai itu akan rampung. Tetapi, melihat orang yang membantu terus bertambah, Lancetlon berpikir dua minggu lagi pekerjaan ini akan rampung.”

“Bagaimana dengan penduduk Pienlang?”

Pangeran keheranan mendengar pertanyaan Ratu. Biasanya ibunya hanya tertarik untuk mengetahui apakah ia jatuh cinta pada seorang gadis atau kapan ia akan menikah. Ibunya tidak pernah bertanya tentang pekerjaannya. Rajalah yang biasanya selalu bertanya tentang masalah ini.

“Keadaan rakyat sudah jauh lebih baik. Penduduk Herbranchts banyak memberikan bantuan bagi penduduk Pienlang. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan lagi. Penduduk Pienlang telah mulai mengolah lahan mereka dengan sumur-sumur yang dibangun. Penduduk yang sakit sudah hampir sembuh semua. Di rumah sakit masih terdapat beberapa orang yang penyakitnya parah. Tetapi sekarang mereka sudah jauh lebih baik.”

“Bagus,” kata Ratu, “Pekerjaanmu sangat memuaskan, anakku.”

Pangeran ingin tahu apa yang ingin dikatakan Ratu.

“Pienlang dapat dikatakan telah selesai. Engkau bisa mewakilkan tugasmu pada Roger, bukan?”

“Benar.”

“Bagus sekali,” Ratu puas. “Sekarang engkau bisa membantuku, bukan?”

“Tentu. Kapanpun Mama membutuhkan bantuan,” kata Pangeran kebingungan. Cepat-cepat Pangeran menambahkan, “Kecuali masalah pernikahan.”

“Tentu. Aku tidak akan membicarakan masalah pernikahan lagi. Aku sudah bosan. Aku tidak tahu bagaimana membuatmu mau menikah,” aku Ratu, “Aku hanya ingin mengingatkanmu pada tugas-tugasmu sebagai Putra Mahkota.”

“Sejak engkau menangani masalah Pienlang, aku melihat engkau semakin tidak menjaga kesehatanmu. Akhir-akhir ini aku melihat engkau semakin lesu. Kalau engkau lelah, beristirahatlah. Jangan biarkan dirimu sakit.”

“Aku baik-baik saja.”

“Satu hal lagi yang perlu kauperhatikan adalah engkau mempunyai banyak pekerjaan di luar Pienlang. Masalah Pienlang bia kaulimpahkan pada Roger dan sekarang waktunya engkau mengerjakan tugas-tugas kenegaraanmu. Dulu aku pernah berjanji akan memberimu kebebasan setelah bertemu putri keluarga Horthrouth. Tetapi kebebasan yang kuberikan itu tidak berlaku untuk selamanya. Satu setengah bulan sudah cukup.”

“Aku mengerti. Aku akan menyuruh Roger menggantikan aku menangani Pienlang. Dan, mulai besok aku akan mulai melaksanakan tugas-tugas kenegaraanku.”

“Aku senang mendengarnya. Besok pagi aku akan menyuruh pelayan mengantarkan jadwal kegiatanmu. Langkah pertama yang harus kaulakukan adalah berkunjung di beberapa tempat di Evangellynn. Sejak engkau mengetahui keadaan Pienlang, engkau mengabaikan keadaan di tempat lain. Ayahmu khawatir rakyat yang lain cemburu pada penduduk Pienlang yang mendapat banyak perhatianmu.”

“Aku mengerti kekhawatiran kalian. Besok aku akan memulai kunjunganku.”

“Jangan kecewakan aku pada hal ini,” Ratu mengingatkan, “Aku sudah cukup kecewa oleh sikap keras kepalamu. Jangan membuatku semakin kecewa. Engkau putraku yang bisa kubanggakan. Aku yakin akan hal itu.”

Ratu meninggalkan Pangeran sendirian di Veridis Cella.

Semangat Pangeran yang semula membara, menyusut. Pangeran sedih dengan keputusan Ratu tetapi Pangeran tidak dapat berbuat apa-apa.

Ratu benar. Ia telah mengabaikan daerah-daerah yang lain dan menganakemaskan Pienlang. Walaupun Pienlang telah dapat ditinggalkannya, Pangeran tetap menangani tempat itu. Ia tidak melihat pada daerah lain selain Pienlang.

Mulai besok, kesibukannya sebagai Putra Mahkota akan dimulai. Dan, ia tidak akan mempunyai waktu lagi untuk mencari sang Putri.

Pangeran berharap setelah mengunjungi daerah-daerah lain di Evangellynn, Raja akan menyuruhnya berkunjung ke kerajaan-kerajaan tetangga. Pangeran sangat mengharapkannya karena ia ingin sekali menemukan sang Putri. Pangeran ingin berjumpa dengannya untuk mengucapkan terima kasihnya yang dalam.

Pagi hari ketika Pangeran bangun, seorang pelayan datang dengan daftar kegiataan Pangeran.

Pangeran berganti baju dan bersiap-siap sarapan bersama kedua orang tuanya.

“Engkau sudah menerima jadwal kegiatanmu?” tanya Raja.

“Sudah.”

“Jangan sampai terlambat,” Ratu mengingatkan, “Jangan membuat mereka terlalu lama menanti kedatanganmu.”

“Baik, Mama,” jawab Pangeran tanpa semangat.

Pangeran merasa enggan memulai pekerjaannya, kesibukannya. Ia ingin mencari putri itu. Sebelum ia berhasil menemukannya, Pangeran tidak akan merasa lega. Ia merasa berhutang pada gadis itu dan ia perlu melakukan sesuatu untuk menebusnya.

Sesuatu apa, Pangeran tidak tahu. Ia tidak tahu apa yang masih belum dimiliki oleh putri secantik dia yang selalu disukai semua orang. Pangeran tidak tahu apa yang masih diinginkan Putri yang mempunyai segala sesuatu yang ia inginkan itu.

Tetapi, kelak bila Pangeran bertemu lagi dengannya, Pangeran akan melakukan segala sesuatu untuk membalas budi baik Putri itu pada rakyatnya. Pangeran akan melakukan segalanya untuk Putri yang luhur budi itu.

Pangeran mengucapkan janji itu berulang kali ketika kereta kuda membawanya ke tempat pertama yang harus didatanginya pagi ini.

Pertemuan-pertemuan yang dulu menjadi makanan sehari-hari Pangeran, sekarang terasa membosankan. Dulu Pangeran dengan senang hati menghadiri setiap pertemuan. Pangeran senang mengetahui apa yang sedang berkembang di kalangan rakyatnya.

Sekarang…

Entahlah. Pangeran sendiri tidak mengerti mengapa ia merasa sangat enggan untuk melakukan semua kegiatannya.

Belum ia melihat kegiatannya, ia telah merasa jenuh. Ingin Pangeran cepat-cepat menyelesaikan semua pertemuan hari ini dan segera ke Pienlang serta Herbranchts untuk mencari sang Putri.

Kejenuhan Pangeran ini mengingatkannya pada kejenuhannya pada saat ia harus menemui para gadis keluarga Horthrouth. Seperti saat itu, Pangeran ingin segera menyelesaikan tugasnya.

Belum satu pertemuanpun didatangi, tetapi Pangeran sudah merasa sangat lelah. Pangeran ingin mencari sang Putri di Herbranchts.

Seperti dulu, keinginan Pangeran dikurung oleh titah Ibunda Ratu.

Kereta yang membawa Pangeran akhirnya berhenti.

Banyak orang yang telah ebrada di depan menanti kedatangan Pangeran.

“Selamat pagi, Pangeran,” sambut seorang pria berjas hitam.

“Selamat pagi,” Pangeran berusaha bersikap seramah mungkin.

“Semoga perjalanan Anda ke sini nyaman.”

Pangeran memasuki Gedung Utama.

Di gedung ini sering diadakan pertemuan-pertemuan. Sering juga jamuan besar oleh suatu badan diadakan di tempat ini. Hari ini Pangeran datang untuk membuka acara diskusi para ahli ekonomi Evangellynn.

Dengan datangnya Pangeran, acara segera dimulai.

Mula-mula Heckock, pria yang tadi menyambut Pangeran sekaligus ketua panitia acara ini memberikan pidato panjang lebarnya.

“Terima kasih atas kehadiran kalian, para undangan yang terhormat pada acara ini. Terima kasih pula atas kehadiran Yang Mulia Pangeran Eduardo yang berkenan membuka acara ini. Dalam kesempatan ini, saya mewakili seluruh panitia mengucapkan selamat datang pada Anda semua. Semoga perjalanan Anda menyenangkan.”

Heckock memulai pidatonya dengan kata-kata yang menjemukan. Di manapun Pangeran berada, ia selalu mendengar kata-kata itu dalam kata-kata pertama pidato.

“Hari ini kita berkumpul di tempat ini untuk membicarakan beberapa masalah ekonomi kerajaan ini. Seperti yang kita lihat, perekonomian Evangellynn mengalami banyak kemajuan dalam beberapa tahun terakhir ini. Tetapi, masih banyak rakyat di luar sana yang menderita kemiskinan. Hari ini kita berkumpul untuk mencari jalan yang terbaik untuk lebih menyejahterahkan kerajaan ini dan membawanya pada kehidupan yang lebih makmur.”

“Tindakan lebih berarti daripada kata-kata seperti itu,” kata Pangeran pada dirinya sendiri, “Ketika melihat orang miskin di depan mereka, apakah mereka akan membantu? Aku yakin kalian akan merasa jijik. Lihatlah sang Putri! Ia tidak mempedulikan statusnya sebagai putri kerajaan. Tanpa rasa jijik ia mencium anak-anak miskin itu. Tanpa rasa takut, ia merawat orang-orang yang menderita itu. Tetapi apa yang dapat kalian lakukan dengan omong kosong ini?”

Pangeran tidak mendengar kelanjutan pidato pria itu. Ia kembali teringat saat ia melihat gadis itu berjalan bersama dua anak laki-laki dari desa kumuh.

Seperti yang selalu dilihat Pangeran, gadis itu tampak bersinar. Ia menggendong anak kecil tanpa perasaan terpaksa. Wajahnya berseri cantik saat itu.

Tubuh kedua anak itu kotor. Tubuh mereka penuh debu. Mereka seperti selepas bermain tanah. Tetapi, gadis itu tidak takut anak-anak kecil itu mengkotori gaun nilanya yang indah. Tanpa rasa jijik ia mencium dahi kedua anak itu dengan penuh kasih sayang.

Pangeran melihat sinar kasih sayang yang besar di mata gadis itu ketika ia menatap kedua anak itu.

Semua orang di dalam gedung bertepuk tangan sangat keras.

Pangeran terkejut. Ia melihat semua orang melihat padanya. Mengertilah Pangeran bahwa telah tiba saat baginya untuk memberikan pidato.

Pangeran berdiri dan menuju podium.

“Selamat pagi,” kata Pangeran membuka pidatonya, “Selamat datang bagi Anda semua. Saya sungguh berterima kasih pada Anda semua yang telah menyempatkan diri untuk datang. Saya hanya ingin menekankan beberapa hal.”

“Pertama, pertemuan ini adalah penting bagi Evangellynn. Apa yang Anda bicarakan dalam pertemuan ini, saya harap bisa membantu perkembangan Evangellynn. Saya sangat berharap seseorang menyampaikan pada Istana apa yang menjadi hasil dari pertemuan ini. Kedua dan yang terpenting, perkataan tanpa perbuatan adalah omong kosong. Beberapa saat lalu Heckock mengatakan tujuan pertemuan ini antara lain untuk meningkatkan kemakmuran Evangellynn terutama rakyat yang miskin. Tetapi saya mengatakan pertemuan ini sungguh tidak berguna bila kalian hanya berbicara. Tunjukkan perbuatan kalian yang benar-benar ingin membantu rakyat yang masih miskin. Tunjukkan! Jangan hanya berbicara tetapi tunjukkan pada dunia keinginan kalian untuk memperbaiki kehidupan ini!”

Semua yang ingin Pangeran katakan telah tersampaikan. Pangeran mengakhiri pidatonya dengan berkata,

“Dengan ini saya menyatakan Pertemuan Para Ahli Ekonomi Evangellynn yang kedua puluh resmi dibuka.”

Semua bertepuk tangan dengan meriah ketika Pangeran menuruni podium ke tempatnya semula.

Setelah acara ini dinyatakan dibuka oleh Pangeran, beberapa orang maju ke depan untuk memimpin pertemuan ini.

Pangeran mendengarkan ceramah panjang lebar di pertemuan para ahli ekonomi dengan jenuh. Pembicaraan mereka tidak pernah berubah. Selalu dan selalu yang dibicarakan kemajuan ekonomi Evangellynn dan ramalan mereka atas ekonomi yang mendatang.

Segala masalah ekonomi yang ada sampai yang akan muncul, dibicarakan dengan tuntas. Pertentangan pun tak terlewatkan. Pangeran tidak tertarik mendengar perdebatan yang panjang lebar ini. Pembicaraan ini hanya akan memperlambat kepulangan Pangeran di Istana.

Dulu Pangeran merasa tertarik mengikuti pembicaraan bahkan ia juga ikut memberikan pendapat. Sekarang ia lebih tertarik untuk ke Herbranchts.

Pangeran melakukan pekerjaannya dengan setengah hati.

Pembicaraan yang tiada berujung pangkal antar para ahli ekonomi membuat Pangeran merasa lelah. Hari telah siang. Sudah waktunya Pangeran meninggalkan tempat ini untuk menuju tempat lain.

Pangeran mendekat Heckock yang duduk tak jauh darinya.

“Acara ini sungguh menarik untuk diikuti tetapi sayang aku tidak dapat terlalu lama berada di sini,” bisik Pangeran.

Heckock segera berdiri. “Saya mengerti, Pangeran. Tentunya masih banyak kegiatan yang harus Anda lakukan. Saya akan mengantar Anda.”

“Tidak perlu. Aku yakin engkau ingin mengikuti acara ini dari awal sampai akhir.”

“Saya merasa senang dapat mengantar kepergian Anda,” Heckock melawan dengan sopan.

“Duduklah yang nyaman dan dengarkan pembicaraan ini. Aku tidak ingin menganggu yang lain.”

“Sesuai kehendak Anda, Pangeran,” Heckock mengalah.

Pangeran meninggalkan tempat itu. Semua orang sibuk mencurahkan perhatian pada pembicaraan yang semakin memanas hingga tak memperhatikan kepergiaan Pangeran.

Kereta kuda Istana terus menanti Pangeran di depan Gedung Utama.

Prajurit segera membuka pintu kereta ketika melihat kedatangan Pangeran bersama beberapa pengawalnya.

“Sekarang kita menuju Xelnyz,” prajurit memberitahu.

Pangeran mendengarkan dengan malas.

Biasanya, setiap kali selesai menyelesaikan suatu kegiatan, Pangeran selalu bertanya, “Sekarang kita ke mana?”

Lama kelamaan kebiasaan itu membuat Fahrein selalu memberitahu ke mana tujuan mereka selanjutnya sebelum Pangeran bertanya.

Fahrein tidak merasakan kejanggalan pada sikap Pangeran hari ini. Ia mengira Pangeran lelah.

Pangeran bersandar dengan malas. Ingin sekali ia menyuruh prajurit berbelok ke Pienlang. Tetapi ia telah berjanji pada Ratu untuk melepaskan Pienlang pada Roger.

Pangeran sudah tidak peduli lagi ke mana kereta membawanya. Ia hanya ingin segera menyelesaikan semua ini dan segera melanjutkan pencariaannya pada Putri asing itu.

Perjalanan kali ini lebih lama dari saat mereka meninggalkan Istana. Kali ini kereta membawa Pangeran ke Xelnyz yang letaknya 100 mil dari Schildi.

Kereta perlahan-lahan melambatkan jalan dan akhirnya berhenti.

Pangeran tidak menanti prajurit membukakan pintu baginya. Ia ingin segera menyelesaikan kegiatan hari ini dan menghibur diri di Pienlang. Mungkin hari ini di sana Pangeran akan bertemu dengan Putri yang telah memenuhi seluruh isi kepalanya itu.

Fahrein terkejut pintu kereta tiba-tiba dibuka sebelum ia membukanya.

Pangeran keluar dari dalam kereta dengan wajahnya yang menahan kebosanan.

Melihat dua orang suster mendekat, Pangeran cepat-cepat memasang wajah tersenyum.

“Selamat datang, Pangeran,” sambut seorang suster yang telah tua. “Semoga perjalanan Anda menyenangkan.”

“Terima kasih,” kata Pangeran.

“Perkenalkan saya adalah Suster Theodore yang mengepalai Panti Asuhan Popolo. Saya bertanggung jawab atas semua kegiatan di Panti Asuhan ini. Ini adalah Suster Bernadetta.”

“Mari saya antar berkeliling, Pangeran,” kata suster itu pula.

Seorang suster yang masih muda memapah suster tua itu dengan hati-hati.

“Anda tidak perlu repot-repot mengantar saya,” kata Pangeran, “Saya tidak ingin merepotkan Anda. Sebaiknya Anda beristirahat. Saya melihat Anda kurang sehat.”

Suster tua itu tersenyum lembut. “Selama saya masih hidup, saya mampu melakukannya.”

Suster lanjut usia itu melangkah dengan hati-hati mengantar Pangeran ke dalam gereja tua itu.

“Ini adalah gereja tempat kami biasa mengadakan misa. Saat ini pastor sedang pergi sehingga ia tidak dapat menyambut Anda.”

“Tidak perlu dipikirkan. Saya mengerti kesibukan Anda semua.”

Pangeran melihat beberapa anak yang berdiri di samping altar. Mereka bernyanyi lagu-lagu pujian dengan penuh semangat.

“Mereka adalah anak-anak yang bertugas menyanyi lagu gereja dalam tiap misa. Setiap anak kami latih untuk menjadi anggota paduan suara dan mereka bertugas sesuai jadwal yang kami atur.”

Pangeran mendengarkan tetapi pikirannya melayang-layang jauh.

Kedua suster itu mengantar Pangeran ke bagian belakang gereja.

“Inilah tempat anak-anak itu dirawat,” kata Suster Theodore. “Di sini kami menampung anak-anak yang malang itu.”

Tidak ada pembatas antara gereja dengan panti asuhan selain sebuah pintu kayu coklat yang seperti siap hancur.

Pangeran melihat banyak anak bermain-main di dalam ruangan. Tempat itu cukup luas. Tetapi tidak cukup luas untuk menampung anak-anak banyak itu.

“Setiap tahun, banyak anak yang masuk ke tempat ini tetapi anak yang diadopsi sangat sedikit. Bila keadaan ini terus berlangsung, kami khawatir tidak mampu menampung semua anak-anak malang ini. Saat ini kami sudah mengalami kesulitan dalam menampung mereka,” kata Suster Bernadetta.

“Kami berencana membangun sebuah bangunan di samping tempat ini untuk menampung mereka. Tempat ini sudah terlalu sesak untuk anak-anak,” kata Suster Theodore, “Anak-anak selalu membutuhkan tempat yang luas untuk bermain.”

Walaupun anak-anak itu kekurangan tempat untuk bermain kejar mengejar, mereka tampak senang. Walaupun anak-anak itu harus duduk di lantai dan bermain dengan mainan sederhana, wajah mereka berseri-seri.

Di dalam ruangan itu tampak dua orang suster yang kewalahan menjaga anak-anak yang jumlahnya sekitar lima puluh itu.

“Kami juga kekurangan orang untuk merawat mereka,” jelas Suster Bernadetta. “Tetapi dalam waktu dekat ini, bantuan akan datang. Biara pusat telah mengirimkan orang untuk membantu kami.”

“Sekarang akan saya tunjukkan tempat belajar anak-anak,” kata Suster Theodore.

Mereka terus melangkah semakin ke dalam.

“Kami mengajari anak-anak dengan cara yang sederhana. Kami tidak mampu memberikan pendidikan yang baik untuk mereka. Untuk membiayai kehidupan mereka, kami menanti bantuan orang lain. Anda perlu melakukan sesuatu untuk anak-anak ini,” kata Suster Theodore sambil berjalan.

Pangeran mengangguk.

Kedua suster itu menunjukkan semua tempat pada Pangeran. Ruang belajar yang sederhana dengan beberapa kursi, ruang makan yang kecil dengan meja panjang dikelilingi puluhan kursi, ruang perpustakaan dengan buku-buku agama yang tebal. Semua mereka tunjukkan pada Pangeran.

Seperti yang dikatakan Suster Theodore, tempat ini luas tetapi tidak cukup untuk menampung lebih dari 130 anak yang tiap tahunnya terus bertambah. Untuk itu ia mengatur pemakaian setiap tempat secara bergiliran.

Saat Pangeran melihat Ruang Belajar, beberapa anak sedang belajar di ruangan itu tetapi beberapa saat lagi mereka akan berganti giliran dengan anak yang lain. Sayang sekali anak-anak yang ingin mengetahi banyak itu tidak dapat menggunakan waktu sepanjang hari untuk belajar. Mereka harus rela mengalah dengan teman-teman mereka.

Seorang guru yang didatangkan dari tempat lain mengajari anak-anak itu. Semula, kata Suster Theodore, hanya ada seorang suster yang mengajar anak-anak sepanjang hari. Tetapi sejak tahun lalu beberapa guru didatangkan dari luar untuk mengajar anak-anak. Mereka mengajar secara bergiliran dan suster yang semua menjadi guru itu bisa mencurahkan perhatiannya pada perawatan anak-anak.

Kedua suster itu mengantar Pangeran ke sebuah ruangan sangat luas dengan ranjang-ranjang berderet rapi. Lima lajur tempat tidur memenuhi ruangan itu dan membuatnya tampak sesak.

“Tempat ini adalah ruang tidur anak-anak. Karena terbatasnya tempat, kami terpaksa mengumpulkan mereka di tempat ini. Anak-anak terpaksa tidur seranjang dengan teman mereka. Sebab masih ada teman mereka yang tidak bisa tidur berdua dengan yang lain.”

Pangeran melihat beberapa anak berbaring tak berdaya di tempat tidur. Sementara itu banyak tempat tidur kosong yang rapi.

“Mereka adalah anak-anak yang sejak lahir cacat fisik. Mereka tidak dapat meninggalkan tempat ini. Selain anak-anak yatim piatu, kami juga menerima anak-anak yang cacat. Setiap minggu ada seorang dokter yang khusus didatangkan untuk memeriksa mereka dan anak-anak lain bila ada yang sakit,” jelas Suster Theodore pula.

Mata Pangeran yang menjelajahi ruangan luas itu tertumbuk pada rambut hitam panjang yang bergelombang di samping tempat tidur di seberang ruangan. Rambut hitam yang bergelombang pada bagian bawah itu membangkitkan perasaan ingin tahu Pangeran.

Seperti mengetahui apa yang ada di benak Pangeran, Suster Theodore berkata, “Ia adalah gadis yang banyak membantu kami. Tanpa dia, kami tidak akan dapat bertahan hingga hari ini. Selain memberikan bantuan barang dan uang, ia juga membantu kami merawat…”

Suster Theodore belum menyelesaikan kalimatnya, Pangeran telah meninggalkannya.

Pangeran mendekati gadis itu. Perasaannya tidak keruan ketika ia semakin mendekati rambut hitam yang menutupi gadis bergaun coklat muda itu.

Pangeran ingin segera berlari mendekat tetapi ia juga ingin berjalan perlahan-lahan hingga gadis itu tidak mengetahui kedatangannya dan tidak sempat menghindar.

Pangeran ingin memanggil gadis itu tetapi ia tidak ingin gadis itu mengetahui kedatangannya.

Pangeran ingin bergegas tetapi ia juga ingin menahan langkahnya.

Pangeran menyeberangi ruangan itu dengan hati-hati. Ia tidak ingin menimbulkan bunyi sedikitpun yang dapat menyadarkan gadis itu akan kedatangannya.

Ketika akhirnya Pangeran tiba tepat di belakang gadis itu, Pangeran kebingungan. Pangeran tidak tahu harus berbuat apa. Untuk pertama kalinya dalam hidupnya, Pangeran tidak tahu harus melakukan apa. Ia bingung. Harus memanggil gadis itu atau menepuk bahunya atau mengajaknya berbicara.

Sementara itu dua suster berdiri di ambang pintu dengan kebingungan. Beberapa pengawal Pangeran yang terus mengikutinya, juga tidak tahu harus mendekat atau tetap di tempat.

No comments:

Post a Comment