Monday, March 19, 2007

Gadis Hari Ketujuh-Chapter 6

“TIDAK SAMA SEKALI!!!”

Mandletron membelalak kaget.

“Engkau tidak bercanda?”

“Tidak, Mandletron,” kata Pangeran tegas, “Lancetlon sendiri yang mengatakannya padaku. Aku juga tidak percaya tetapi Lancetlon berkata, “Benar, Pangeran. Untuk pembangunan ini, Tuan Puteri tidak perlu mengeluarkan uang sedikitpun. Tuan Puteri tidak perlu mengeluarkan uang untuk membayar para pekerja maupun saya.” Lancetlon meyakinkanku untuk mempercayainya.”

“Gadis ini benar-benar menakjubkan!” seru Mandletron.

Pangeran mengangguk.

“Ibumu akan senang sekali bila mendengarnya.”

“Karena itu aku tidak memberitahu kedua orang tuaku. Mereka pasti akan berkata, “Sayang engkau menjumpainya setelah ia bertunangan.” Kata-kata itu sungguh memerikan telingaku. Aku bosan mendengarnya.”

“Harus diakui, Eduardo. Sayang sekali engkau tidak menjumpainya sebelum ia bertunangan. Engkau tidak mau menikah dengan wanita manapun, tetapi aku tertarik untuk menikah dengan gadis yang katamu mempesona itu. Andai aku dapat berjumpa dengannya.”

“Aku juga berharap mempunyai kesempatan untuk berjumpa dengannya tetapi kurasa ia telah kembali ke kerajaannya.”

“Gadis ini mempunyai kekuasaan yang besar,” kata Mandletron.

“Aku setuju denganmu. Aku sendiri belum tentu bisa membuat Lancetlon meninggalkan banyak pekerjaannya tanpa ganti rugi. Aku juga belum tentu bisa mendatangkan banyak pekerja tanpa dibayar.”

“Aku benar-benar ingin berjumpa dengannya.”

“Aku juga ingin berjumpa lagi dengannya untuk mengucapkan terima kasihku. Tetapi kesempatan itu tidak ada lagi. Baik Tervis maupun Lancetlon mengatakan gadis itu tidak dapat kembali lagi karena masih banyak pekerjaan yang harus diselesaikannya.”

“Setidaknya Lancetlon bisa memberi informasi mengenai gadis ini.”

“Tidak,” kata Pangeran, “Seperti Tervis, Lancetlon tidak mengetahui apa-apa tentang gadis ini. Ketika kutanya siapa gadis yang ia panggil Tuan Puteri itu, ia menjawab, “Saya tidak banyak mengetahui dirinya, Pangeran.” Lancetlon juga terlalu sibuk untuk dimintai banyak keterangan.”

Sudah satu bulan Pangeran menangani masalah Pienlang, tempat itu telah mengalami banyak perkembangan yang memuaskan.

Tim medis yang dulu Pangeran bawa, sekarang telah ditarik kembali. Tervis juga telah kembali ke rumahnya. Di Pienlang, Pangeran meninggalkan dua orang dokter dan beberapa perawat.

Rumah besar yang dulu digunakan gadis itu untuk rumah sakit, ternyata gedung pertemuan Pienlang. Pangeran meminta Lancetlon untuk merenovasi tempat itu menjadi rumah sakit setelah penggalian anak sungai selesai.

Tanpa banyak bertanya, Lancetlon menyetujuinya,

“Saya telah berjanji pada Tuan Puteri untuk melakukan yang terbaik bagi Pienlang. Saya akan segera melaksanakannya saat ini juga walaupun penggalian anak sungai belum selesai.”

Pembangunan anak sungai yang diinginkan gadis itu juga mengalami banyak kemajuan. Para pekerja itu bekerja tanpa kenal lelah demi gadis itu. Siang malam mereka terlihat di jalur anak sungai buatan. Hingga satu bulan berlalu, penggalian anak sungai itu telah mencapai desa Pienlang. Beberapa hari lagi, penggalian akan diteruskan ke Herbranchts dan akhirnya dikembalikan lagi ke induk sungai.

Para geologis yang dikirim gadis itu telah menemukan sumber mata air bawah tanah. Lancetlon kemudian memerintahkan beberapa dari pekerja itu untuk menggali tempat yang disarankan para geologis.

Sumur-sumur telah bermunculan di desa Pienlang. Galian anak sungai juga telah mencapai tempat itu. Setelah anak sungai dilewatkan Herbranchts dan dikembalikan ke sungai, sekat pemisan antara air sungai dengan anak sungai buatan akan dibuka dan air akan mengalir deras.

Desa Pienlang tidak akan mengalami musim kemarau yang berkepanjangan lagi. Mereka akan hidup makmur sejak saat ini.

Setelah beberapa sumur selesai dibangun, penduduk memulai kegiatan mereka mengolah ladang. Kegiatan di Pienlang telah dimulai sejak kehidupan rakyat tempat itu membaik.

Telah sebulan lebih Pangeran menghabiskan hari-harinya di Pienlang. Artinya sudah sebulan lebih pula Pangeran memendam keingintahuannya yang tak terjawab. Selama itu Pangeran tidak pernah melihat gadis itu lagi.

Siapa gadis itu, hingga kini Pangeran tidak mengetahuinya.

Ingin Pangeran berkunjung ke kerajaan-kerajaan tetangga untuk menemukan gadis itu tetapi ia tidak bisa. Pienlang belum pulih benar. Walaupun ada Roger yang telah diperintahkannya untuk menangani Pienlang, Pangeran merasa lebih puas bila ia sendiri yang terjun ke Pienlang.

Di samping itu, Pangeran juga berharap suatu saat nanti ia dapat bertemu kembali dengan gadis asing itu.

“Sudah lama kita tidak berkuda bersama,” kata Mandletron, “Bagaimana bila besok kita berkuda ke Pienlang?”

“Ke Pienlang? Untuk apa?”

“Aku juga ingin bertemu dengan gadis itu.”

“Ia tidak ada di sana. Sejak aku datang, ia tidak pernah terlihat lagi.”

“Sudah lama kita tidak bertemu karena engkau selalu sibuk dengan urusan Pienlang. Sepanjang hari engkau berada di Pienlang hingga para gadis menangisi sikapmu.”

“Aku setuju dengan idemu selama engkau tidak mengungkit masalah gadis. Aku bosan mendengarnya.”

“Tetapi engkau tidak bosan untuk mendengar tentang gadis yang kautemui di Pienlang, bukan?"

“Aku ingin mengetahui siapa dia untuk memberikan ucapan terima kasihku yang sebesar-besarnya.”

“Terserah padamu, Eduardo, tetapi aku melihat kenyataan yang lain.” Sebelum Pangeran terbangkitkan kemarahannya, Mandletron berkata, “Jadi, engkau mau atau tidak?”

“Baiklah, besok pagi kita akan berkuda. Aku akan menyuruh Roger menangani Pienlang selama aku berkuda.”

“Rupanya engkau tidak bisa meninggalkan Pienlang walau hanya sehari.”

“Aku harus membantu mereka sampai tuntas.”

“Aku tidak sabar menanti esok hari. Semoga besok gadis itu datang lagi.”

“Ia adalah seorang putri, Mandletron. Ia memiliki banyak pekerjaan di kerajaannya sendiri daripada mengurusi kerajaan orang lain.”

“Tidak baik memadamkan harapan orang lain,” nasehat Mandletron. “Hari ini sudah akan berakhir. Sebaiknya aku pulang. Aku harus beristirahat banyak untuk bersiap menghadapi pacuan denganmu besok.”

“Aku pasti menang darimu.”

“Semoga tidak,” sahut Mandletron, “Selamat malam.”

Mandletron meninggalkan Istana.

Pangeran tersenyum membayangkan kekecewaan Mandletron esok hari. Teah sebulan lebih Pangeran berada di Pienlang tetapi sekalipun ia tidak pernah bertemu dengan gadis itu. Pernah suatu kali gadis itu datang, tetapi Pangeran tidak bertemu dengannya.

Saat itu hari sangat panas. Matahari bersinar sangat terik hingga tanah terasa membara. Tak sedikitpun angin bertiup.

Para pekerja telah kelelahan. Tangan mereka terus mencangkul tanah tetapi tenaga mereka banyak berkurang. Gerakan mereka tidak selincah pagi harinya. Mereka seperti mencangkul dengan malas-malasan.

“Hari ini sangat panas,” Lancetlon mengeluh, “Para pekerja menjadi cepat lelah. Kalau panas ini tidak segera berakhir, pembangunan saluran ini tidak akan selesai pada waktunya.”

“Mungkin kita harus membiarkan para pekerja beristirahat dan menikmati sesuatu yang menyegarkan. Terjun ke sungai di hari yang panas ini, tentu sangat menyegarkan,” usul Pangeran.

“Tepat sekali, Pangeran!” Lancetlon berseru, “Para pekerja memang membutuhkan istirahat. Alangkah menyegarkannya bila di hari sepanas ini kita berenang di sungai dan meminum sesuatu yang dingin.”

Lancetlon memperhatikan air sungai yang bersinar-sinar. Airnya yang biru jernih terus mengalir deras ke tempat yang sangat jauh. Air biru jernih itu mengundang setiap orang untuk terjun ke dalamnya dan menikmati kesegaran airnya di hari yang panas.

“Aku akan menyuruh juru masak membuat minuman yang menyegarkan untuk kalian,” Pangeran menawarkan dirinya.

“Tidak perlu merepotkan Anda, Pangeran. Saya bisa melakukannya sendiri.”

“Engkau harus mengawasi para pekerja.” Pangeran menepuk pundak Lancetlon dan meninggalkan tempat penggalian.

Pangeran bergegas menemui para juru masak yang sibuk memasak untuk makan siang.

“Hari sangat panas. Buatkan sesuatu yang menyegarkan untuk para pekerja,” perintah Pangeran.

“Kami akan segera membuatnya, Pangeran,” sahut wanita-wanita di sana. “Kami akan segera mengirimnya.”

“Mereka akan senang mendengarnya,” kata Pangeran lalu Pangeran kembali ke tempat para pekerja menggali.

Hari ini matahari di angkasa sungguh angkuh. Pagi tadi udara terasa sejuk. Matahari bersinar hangat – menyapa semua yang ada di bumi ini.

Pangeran menyeka keringat yang membasahi wajahnya. Punggung bajunya basah oleh keringat.

Cuaca hari ini sangat kejam.

Pangeran menengadah ke langit sambil melindungi matanya dari sinar matahari.

Langit tetap biru tetapi awan putih yang biasanya menaungi langit, tidak terlihat. Semua awan-awan putih bersembunyi entah di mana.

Pangeran tidak dapat menikmati kesegaran udara di bawah pohon ketika ia melewati rerimbunan pohon hutan.

Pohon-pohon sepertinya juga enggan mengeluarkan udara segarnya di udara sepanas ini. Daun-daunnya menunduk melindungi diri dari matahari yang terik.

Perlahan-lahan, terdengar suatu cangkul bertalu-talu membentuk lagu kerja.

Pangeran yakin ia sudah dekat dengan tempat para pekerja.

Lagu para pekerja terdengar nyaring dan penuh semangat.

Pangeran keheranan melihat para pekerja yang mendapatkan kembali semangat mereka. Tangan-tangan kekar mereka tanpa henti memukulkan cangkul. Udara yang panas tidak lagi terasa oleh mereka. Wajah-wajah kepanasan yang beberapa saat lalu ada di wajah mereka, digantikan oleh wajah riang.

“Apa yang baru saja terjadi?” tanya Pangeran kebingungan.

“Tuan Puteri baru saja datang. Beliau mampir dalam perjalanannya untuk melihat perkembangan pekerjaan kami,” jawab Lancetlon.

“Tuan Puteri?”

Lancetlon tersenyum.

Pangeran baru menyadari kelelahan di wajah Lancetlon telah digantikan oleh wajah ceria.

“Tuan Puteri mengkhawatirkan kami. Beliau memang orang yang lembut. Tetapi, Tuan Puteri mengeluh karena sifatnya itu. ‘Aku mempunyai banyak pekerjaan yang tidak bisa kutinggalkan tetapi aku merasa tidak tenang bila tidak menangani Pienlang sampai tuntas,’ katanya pada saya.”

“Ia tidak perlu cemas. Sudah ada aku yang menangani tempat ini.”

“Saya sudah mengatakan hal itu pada Tuan Puteri. Tuan Puteri berkata, ‘Aku tahu Pangeran dapat menangani Pienlang, tetapi sifatku ini membuatku tidak tenang. Aku selalu mengkhawatirkan kalian. Bila Pienlang telah pulih, aku baru akan merasa tenang.’ Tuan Puteri memang gadis seperti itu. Ia selalu penuh perhatian. Dan, bila ia menangani suatu masalah, ia baru akan merasa lega setelah masalah itu selesai.”

“Entah mengapa aku merasa ia tidak dengan sepenuh hati meninggalkan Pienlang dan menyerahkan masalah ini padaku.”

“Anda salah, Pangeran. Ketika memanggil saya, Tuan Puteri berkata,

‘Aku datang hanya untuk meminta bantuanmu. Selanjutnya, engkau akan bekerja sama dengan Pangeran. Semua masalah di Pienlang saat ini telah ditangani oleh Pangeran sendiri. Aku sungguh lega akhirnya ada orang Istana yang mengetahui keadaan Pienlang sehingga aku tidak perlu memunculkan diri untuk memberitahu mereka.’

Tuan Puteri benar-benar senang atas kedatangan Anda di Pienlang. Sudah sifatnya bila ia tidak merasa lega sebelum melihat sebuah masalah selesai. Tadi Tuan Puteri berkata, ‘Pangeran telah melakukan semuanya seperti yang aku harapkan. Seharusnya aku merasa lebih lega setelah menjumpai kalian hari ini.’

Bahkan, Tuan Puteri berkata, ‘Setelah hari ini, aku tentunya dapat dengan lebih tenang mencurahkan perhatianku pada pekerjaanku yang lain. Pienlang telah ditangani oleh Pangeran negeri ini.’

Anda tidak perlu khawatir Tuan Puteri tidak sungguh-sungguh menyerahkan masalah Pienlang pada Anda.”

“Ia menghindari pertemuan denganku,” gumam Pangeran.

Gumaman itu ditangkap oleh Lancetlon.

“Tidak, Pangeran. Tuan Puteri adalah gadis yang selalu sibuk. Jangankan Anda, saya sendiri selalu sulit menemui Tuan Puteri. Kalau bukan Tuan Puteri yang menemui saya, kami tidak akan pernah bertemu.”

“Aku telah banyak merepotkannya. Demi Evangellynn, ia meninggalkan urusan kerajaannya yang penting. Entah bagaimana kita bisa membalas kebaikkan hatinya.”

“Mungkin kita bisa mendirikan patungnya dan memujanya seperti dewi,” gurau Lancetlon.

Pangeran tersenyum membayangkan patung seorang gadis asing yang cantik berdiri di salah satu sudut di Schildi. Kemudian orang-orang akan bertanya siapa gadis yang dipuja-puja oleh Lancetlon itu.

Gadis misterius itu sangat aneh. Kedatangannya bisa membangkitkan semangat para pekerja yang telah menghilang. Kedatangannya mengusir panas menyengat matahari dari sekitar para pekerja. Ia adalah putri yang mampu membangkitkan semangat orang lain dengan kemunculannya.

“Gadis itu sangat aneh,” kata Pangeran sebelum ia jauh tertidur.

Pagi harinya, Pangeran terbangun dengan tubuh segar.

Tidur Pangeran sangat nyenyak. Pangeran merasa seperti baru saja terbangun dari tidur panjang.

Pangeran bergegas bangkit dari tempat tidur dan membasuh mukanya.

Secepat mungkin, Pangeran menuju Ruang Makan untuk sarapan.

Pangeran tidak menanti kedatangan kedua orang tuanya. Hari ini Pangeran ingin segera berkuda bersama Mandletron.

Telah lama ia dan Mandletron, kawannya sejak kecil, berkuda.

Perkembangan Pienlang sangat memuaskan. Dalam waktu singkat, kemajuan Pienlang telah terlihat.

Pangeran merasa bisa meninggalkan Pienlang untuk sehari.

Sebelum menuju kandang kuda, Pangeran mencari Roger.

Kepada pria itu, Pangeran berkata, “Katakan pada Lancetlon hari ini aku tidak dapat datang ke Pienlang karena aku mempunyai janji lain. Besok aku pasti akan datang lagi. Kuserahkan Pienlang padamu. Bila mereka membutuhkan bantuan, segera hubungi Barnett.”

“Baik, Pangeran.”

Pangeran melanjutkan langkahnya menuju istal di kebun belakang.

“Kuda untuk Anda telah kami siapkan, Pangeran,” sambut para pekerja istal.

“Terima kasih.”

Pangeran meloncat ke atas kudanya yang berbulu coklat mengkilat dan melaju secepat kilat ke Kastil Ollcyswe.

Penjaga gerbang yang mengenali Pangeran, segera menyambutnya, “Selamat pagi, Pangeran. Adakah yang bisa saya lakukan untuk Anda?”

“Selamat pagi. Aku mencari Mandletron.”

“Silakan masuk, Pangeran.”

“Terima kasih.”

Penjaga gerbang membuka gerbang untuk Pangeran.

Pangeran memacu kudanya hingga di depan kastil abu-abu itu.

Seorang pelayan segera muncul dari dalam rumah dan mengambil kuda Pangeran. Pelayan yang lain muncul untuk menyambut kedatangan Pangeran di pagi yang dini ini.

“Selamat pagi, Pangeran,” sambutnya, “Anda datang ke tempat ini pagi-pagi, ada keperluan apa?”

“Aku mencari Mandletron,” jawab Pangeran.

“Tuan Muda masih tidur, Pangeran.”

“Kemarin ia mengajakku untuk berkuda pagi-pagi, sekarang ia masih tidur. Aku akan membangunkannya.”

Pangeran memasuki kastil.

Sejak kecil, entah sudah berapa ratus kali Pangeran memasuki Kastil Ollcyswe. Segala tempat di kastil ini, Pangeran mengetahuinya. Sama seperti Mandletron yang mengetahui seluruh seluk beluk Istana Welyn.

Tanpa kesulitan, Pangeran menemukan kamar Mandletron.

Pangeran membuka pintu kamar Mandletron perlahan-lahan – tanpa menimbulkan suara. Kemudian dengan hati-hati, Pangeran mendekati ranjang tempat Mandletron berbaring.

Mandletron tidur dengan pulas. Matanya terpejam rapat. Di bibirnya tersungging sebuah senyum.

“Bangun. Hari sudah siang,” Pangeran mengguncang tubuh Mandletron.

Mandletron sama sekali tidak bergerak. Ia tetap tidur dengan pulas.

Dengan kesal, Pangeran menarik selimut Mandletron.

Dalam keadaan setengah sadar, Mandletron menggapai-gapai mencari selimut tebalnya yang hangat.

“Bangun! Hari sudah siang,” kata Pangeran.

Mandletron tidak mendengarkan. Ia melirik sebentar Pangeran. Mengetahui selimutnya dibawa Pangeran, Mandletron tidak peduli. Pria itu kembali tidur pulas.

“Kalau engkau tidak ingin bertemu dengannya, aku akan pergi sendiri. Selamat pagi.”

Pangeran melemparkan selimut ke tubuh Mandletron dan melangkah pergi.

“Mungkin nasibmu memang buruk tidak dapat bertemu dengan gadis yang kauimpikan dalam mimpimu. Sungguh sayang sekali,” Pangeran menggelengkan kepalanya dengan penuh penyesalan, “Gadis itu hanya muncul saat pagi.”

“Tunggu!!!”

Pangeran pura-pura tidak mendengar.

“Tunggu! Aku ikut denganmu!” seru Mandletron.

Pangeran sudah membuka pintu ketika Mandletron berteriak,

“EDUARDO, AKU IKUT DENGANMU!!”

“Oh… engkau sudah bangun?” Pangeran pura-pura terkejut.

“Sialan kau!” Mandletron melempar bantalnya.

Pangeran menangkapnya. “Cepat bangun kalau tidak ingin tertinggal kereta,” Pangeran melemparkan kembali bantal itu kepada tuannya dan meninggalkan kamar Mandletron.

Pangeran menuju pintu masuk.

“Mandletron sudah bangun, sebaiknya kalian segera menyiapkan sarapan untuknya. Jangan lupa kudanya.”

“Baik, Pangeran.”

Pelayan-pelayan itu segera menghilang ke dalam.

Pangeran mendekati kudanya.

Pelayan yang sedang menyikat bulu kudanya segera menghentikan pekerjaannya. “Silakan, Pangeran,” katanya sambil menyerahkan tali kendali kuda.

“Terima kasih.”

Pangeran tidak segera menaiki kudanya. Ia mengelus kudanya sambil menanti kemunculan Mandletron.

Selang beberapa waktu, Mandletron muncul di hadapan Pangeran dengan wajah lega.

“Aku kira engkau telah meninggalkanku.”

“Hampir,” Pangeran menciutkan kelegaan Mandletron.

Seorang pelayan bergegas mendekat bersama seekor kuda coklat. “Kuda Anda telah siap, Tuan Muda.”

Mandletron menerima kendali kudanya.

Pangeran naik ke punggung kudanya dan menanti Mandletron.

Mandletron naik ke punggung kudanya kemudian berseru, “Mari kita temui gadis itu!”

Mandletron memacu kudanya dengan kencang meninggalkan Ollcyswe. Pangeran segera mengejar di belakangnya.

Selama melalui Schildi, kedua pria itu saling mengejar.

Lari kuda mereka yang kencang meninggalkan debu di mana-mana. Orang-orang terbatuk-batuk oleh debu yang berterbangan itu tetapi tidak seorangpun di antara mereka yang mempedulikannya. Mereka terlalu sibuk dengan perlombaan mereka sendiri.

Pada awalnya, Pangeran dapat menyamai Mandletron tetapi lama kelamaan ia berhasil mendahului pria itu.

“Kejar aku kalau engkau bisa!” seru Pangeran mendahului Mandletron.

“Aku pasti bisa!” geram Mandletron.

Mandletron jengkel. Dalam mimpinya, ia berhasil mengalahkan Pangeran tetapi dalam kenyataannya, ia dikalahkan lagi. Sudah lama ia tidak berhasil membalas kekalahannya. Kekalahannya semakin bertumpuk seperti dendamnya untuk menang.

Mandletron mencambuk kudanya dan mempercepat larinya.

Sebulan tidak berlomba kuda, membuat Pangeran merasa agak kaku. Tetapi ia tetap tidak dapat dikalahkan oleh Mandletron yang tidak pernah berhenti berlatih untuk mengalahkannya.

Pangeran membawa kudanya meninggalkan Schildi dan terus berlari menuju daerah-daerah yang hijau di luar ibukota Evangellynn.

Rumah-rumah sepanjang tepi Schildi perlahan-lahan menghilang. Rerimbunan pohon di kedua tepi jalan, mulai menggantikan tempat rumah-rumah.

Angin segar bertiup di jalan dan menerbangkan debu-debu semakin tinggi.

Pangeran mencambuk kudanya untuk mempercepat lajunya.

Di belakang, Mandletron sudah kelelahan mengejar Pangeran. Perlahan-lahan, ia mulai tertinggal dari Pangeran.

Pangeran tidak lagi memperhatikan Mandletron yang telah tertinggal. Ia menikmati angin yang dengan kencang menerpa wajahnya ketika ia melajukan kudanya dengan kencang.

Tiba-tiba seseorang menyeberang dari rerimbunan pohon.

Pangeran terkejut. Ia cepat-cepat menarik tali kekang kudanya sebelum menabrak orang itu.

Ringkikan kuda mengejutkan orang itu. Ia berteriak kaget. Tangannya terangkat melindungi wajahnya.

Kuda berhenti tepat sebelum Pangeran menabraknya.

“Anda baik-baik saja?” tanya Pangeran khawatir.

Debu tebal yang menghalangi pandangan Pangeran, perlahan-lahan tersingkap. Pangeran tertegun melihat rambut hitam panjang menutupi wajah gadis itu.

Gadis itu menurunkan tangannya dan menggeleng perlahan.

Pangeran tertegun. Sepasang mata hijau cerah menatapnya dengan penuh rasa kaget. Wajah pucat itu tampak sangat cantik.

Gadis itu…

Gadis itu adalah gadis yang selama ini ingin ditemui Pangeran.

Gadis itu tersenyum pada Pangeran kemudian melanjutkan perjalanannya seolah-olah tidak terjadi apa-apa.

“Tunggu!” Pangeran melompat turun dari kudanya dan mengejar gadis yang berjalan cepat itu.

Gadis itu masuk ke dalam semak-semak tinggi.

“Jangan pergi!” seru Pangeran, “Saya ingin berbicara dengan Anda!”

Pangeran menyikap semak-semak tinggi itu. Dan, ia melihat gadis itu berada beberapa meter di depannya dengan seekor kuda putih yang indah.

“Tunggu!” Pangeran mengejar gadis itu.

Gadis itu melajukan kudanya dengan cepat tanpa mempedulikan panggilan Pangeran.

Pangeran tidak dapat mengejar gadis itu dengan kuda putihnya yang lincah. Ia tertegun melihat gadis itu semakin menjauh.

“Ada apa, Eduardo?” tanya Mandletron. “Kulihat kudamu di jalan.”

Pangeran menggelengkan kepalanya. “Tidak,” katanya, “Tidak ada apa-apa.”

“Kau yakin?”

“Ya, kecuali aku hampir saja menabrak seorang gadis.”

“Sungguh?” Mandletron tak percaya. “Karena itu jangan melajukan kudamu terlalu cepat sehingga aku tidak dapat mengejarmu,” Mandletron mengingatkan.

“Kuharap peristiwa ini tidak membuatku jera bertanding denganmu.”

Mandletron tersenyum mengejek. “Di mana gadis itu? Ia baik-baik saja?”

“Ia baik-baik saja. Aku berhasil menghentikan kudaku sebelum menabraknya tetapi aku tidak berhasil berbicara dengannya. Ia langsung pergi ke sini. Dan ketika aku tiba, ia telah menunggangi kudanya dan pergi jauh.”

“Luar biasa!” seru Mandletron kagum. “Dia masih bisa bertahan setelah hampir ditabrak kuda apalagi olehmu, sang Pangeran yang selama ini dipuja para gadis di Evangellynn? Sedikitpun ia tidak melirik padamu?”

Pangeran tidak menjawab.

“Tak kusangka ternyata ada juga gadis yang tidak tertarik padamu. Kupikir semua gadis di dunia ini selalu tertarik padamu.”

Pangeran tidak menyahut juga tidak menanggapi. Ia membiarkan Mandletron berkeliling dengan pikirannya sendiri.

“Ayo kembali ke Schildi,” Pangeran kembali ke tempat kudanya berada.

“Kembali!?” Mandletron tidak percaya, “Aku bahkan belum berhasil mengalahkanmu.”

“Hari sudah siang. Apakah engkau ingin meneruskan perlombaan ini sampai sore?” tanya Pangeran, “Sekarang sudah waktunya kita pulang untuk mengisi perut. Aku sudah lapar, entah denganmu.”

Mandletron diam mendengar bunyi-bunyi di perutnya. “Perutku merintih kelaparan,” keluhnya. “Aku akan kembali untuk mengisinya dengan penuh lalu kita kembali bertanding.”

“Aku bertaruh engkau tidur setelah makan kenyang.” Pangeran tertawa.

“Kali ini tidak!” Mandletron bersungguh-sungguh.

Kedua pria itu berjalan bersama ke tempat kuda mereka berada kemudian kembali ke Schildi.

Matahari semakin tinggi di langit ketika mereka tiba Schildi.

“Sungguh sial!” keluh Mandletron, “Aku tidak dapat bertemu dengan Putri itu.”

“Itu salahmu sendiri. Engkau tidak mau bangun pagi.”

“Salahmu juga,” Mandletron balas menuduh, “Engkau berjanji membawaku ke Pienlang tetapi engkau membawaku ke tempat yang aku sendiri tidak tahu.”

“Sudah lama aku tidak berkuda. Tiba-tiba saja aku ingin berlomba denganmu. Jangan lupa, engkau yang memulai pertandingan ini.”

“Baiklah, aku mengaku salah. Besok aku akan bangun lebih pagi. Aku berani menjamin besok aku telah siap sebelum engkau.”

Walaupun Mandletron berkata demikian, keesokan harinya tetap Pangeran yang lebih siap dulu.

Seperti kemarin, Pangeran segera menuju Ollcyswe setelah ia selesai sarapan. Yang berbeda adalah Mandletron sudah bangun ketika Pangeran tiba. Pria itu sedang memakan sarapannya ketika Pangeran menemuinya.

“Sial!” umpat Mandletron pada dirinya sendiri, “Aku kalah darimu sebelum perang.”

Pangeran tertawa.

“Habiskan makananmu lalu kita berangkat ke Pienlang.”

“Tentu,” kata Mandletron, “Engkau telah berjanji pada Roger untuk menemui kembali ke Pienlang hari ini.”

Seorang pelayan muncul dengan membawa segelas air jeruk.

“Silakan diminum, Pangeran,” katanya sambil meletakkan gelas itu di depan Pangeran.

Secepat kedatangannya, pelayan itu mengundurkan diri.

Pangeran menyilangkan tangan di meja. “Hari ini apa rencanamu?”

“Melihat keadaan di Pienlang. Aku ingin tahu seperti apa anak sungai yang dibangun oleh arsitektur terkenal Evangellynn. Aku ingin melihat hasil pekerjaan sang Putri. Siapa tahu aku beruntung bisa menemuinya.”

“Semoga,” gumam Pangeran.

Pangeran kembali teringat tingkah gadis itu kemarin. Gadis itu cepat-cepat pergi seakan-akan ingin menghindarinya. Pangeran merasa gadis itu tidak ingin menemuinya padahal Pangeran ingin sekali bertemu dengannya dan berbicara banyak.

Baru kali ini Pangeran merasa bagaimana bila mempunyai perasaan berat sebelah. Rasanya benar-benar menyakitkan dan mengecewakan.

Pangeran mengerti bila gadis itu ingin mencegah tunangannya cemburu. Gadis itu sangat cantik. Tak heran bila tunangannya selalu cemburu setiap gadis itu bersama lelaki lain.

Kalau Pangeran adalah tunangan gadis itu, Pangeran juga tidak akan membiarkan gadis itu bersama lelaki lain. Ia pasti akan merasa sangat cemburu bila melihat gadis itu bersama lelaki lain.

“Kita berangkat sekarang!”

Pangeran terkejut.

“Jangan mengulur waktu lagi! Kali ini aku tidak ingin kesiangan untuk menemui sang Putri yang cantik itu.”

Mandletron berjalan setengah berlari ke depan.

Pangeran mengusir semua bayangan tentang gadis itu di benaknya dan cepat-cepat mengikuti Mandletron. Semenjak bertemu gadis itu, Pangeran tidak pernah benar-benar merasa tenang. Ia selalu merasa dibayangi oleh gadis itu. Setiap saat Pangeran selalu memikirkannya dan membayangkan wajahnya yang cantik.

Pangeran mengeluh atas keadaannya saat ini yang seperti orang sakit parah.

Sejak melihat gadis aneh itu, ia selalu mudah melamun. Pikirannya dengan mudah melayang-layang tanpa tujuan.

Gadis itu seperti telah menghinoptisnya. Gadis itu seperti memenuhi seluruh pikiran Pangeran dan Pangeran tidak dapat membuangnya.

Mandletron sangat puas dan gembira ketika mereka tiba di Pienlang.

Langkah pertama yang dilakukannya ketika ia tiba di tempat itu adalah mendatangi rumah yang dijadikan rumah sakit oleh gadis itu.

“Luar biasa!” Mandletron kagum pada apa yang dilihatnya. “Tak kusangka di sini ada rumah sakit yang menyenangkan seperti ini. Aku akan betah tinggal sebulan di sini.”

Mandletron menatap dinding-dinding putihnya yang mengkilat. Dari pintu, terlihat ranjang-ranjang berjajar rapi di kanan kiri. Ruangan ini tidak terlalu besar tetapi juga tidak kecil.

Lorong panjang dari pintu terus menuju ke dalam ruang tempat para dokter berkumpul.

Dari jendela-jendela besar di dinding, terlihat hijau pohon. Angin yang segar terus mengalir ke dalam ruangan yang penuh warna putih itu.

Mandletron mengawasi lekat-lekat bentuk ruangan itu.

“Dulu tempat apa ini?”

“Tempat berkumpul penduduk,” jawab Pangeran, “Mengapa? Ada masalah?”

“Aku merasa tempat ini seperti gereja. Bukankah gereja juga mempunyai lorong panjang dari pintu ke dalam dan di kanan-kirinya adalah bangku umat.”

“Bukan, tempat ini bukan gereja. Lancetlon menyempurnakan apa yang telah dilakukan gadis itu. Gadis itu yang menata tempat ini seperti ini.”

Mandletron hanya termangu-mangu. Tiba-tiba ia berkata, “Di mana dia?”

“Dia siapa?” Pangeran kebingungan, “Gadis itu?”

Mandletron mengangguk penuh semangat.

“Apakah engkau lupa aku telah berulang kali mengatakan padamu bahwa ia tidak akan datang lagi ke tempat ini?”

“Aku yakin ia akan datang. Entah bagaimana, aku merasa yakin!” Mandletron mengepalkan tangannya. Matanya bersinar penuh keyakinan.

Pangeran hanya dapat mengangkat bahunya. Sudah lama ia berada di sini tetapi sebentarpun ia tidak melihat gadis itu.

“Akan kuantar kau ke tempat penggalian sungai.”

Mereka meninggalkan rumah sakit yang telah selesai diperbaiki Lancetlon itu.

Penggalian anak sungai telah meninggalkan desa Pienlang. Penggalian kini terarah menuju Herbranchts.

Setelah sebulan berada di Pienlang, para pekerja terus menggali dengan penuh semangat. Mereka tidak merasa bosan pada pekerjaan mereka yang melelahkan. Semua ingin menyelesaikan pekerjaan ini demi keinginan gadis itu. Semua ingin menyenangkan gadis yang selalu memberikan perhatiannya walau ia tidak pernah lagi datang ke Pienlang.

“Bagaimana perkembangannya, Lancetlon?” tanya Pangeran dari kejauhan.

“Semua berjalan lebih cepat dari yang direncanakan, Pangeran,” seru Lancetlon gembira, “Tuan Puteri pasti akan sangat senang.”

“Ke mana sungai ini akan kauarahkan?” tanya Mandletron.

“Tuan Puteri ingin kami mengarahkan sungai ini ke Herbranchts sebelum dikembalikan ke induknya.”

“Keadaan di Herbranchts seperti di Pienlang?”

“Tidak. Desa itu sudah makmur. Keadaannya jauh lebih baik daripada di Pienlang. Kalau Anda ke sana, Anda akan menjumpai desa itu menyerupai kota kecil daripada sebuah desa.”

Pangeran memperhatikan para pekerja. Tiba-tiba ia berkata, “Aku merasa pekerja ini lebih banyak dari yang kemarin-kemarin.”

“Anda orang yang jeli,” puji Lancetlon, “Para pekerja memang bertambah. Banyak penduduk Herbranchts yang datang membantu ketika mengetahui anak sungai ini akan digali melalui Herbranchts.”

“Dengan bantuan ini, aku yakin pekerjaan ini akan segera selesai.”

“Pasti, Pangeran.”

“Berbicara tentang Herbranchts, aku merasa heran. Kalau desa itu lebih makmur dari Pienlang, mengapa Putri kalian ingin anak sungai ini dilewatkan Herbranchts?”

“Saya kurang mengetahuinya. Tuan Puteri sangat sulit ditemui bahkan ia lebih sibuk dari saya yang kata orang adalah orang yang paling sibuk di Evangellynn.” Lancetlon tertawa geli. “Tuan Puteri adalah gadis yang tidak pernah berhenti bekerja. Sepanjang yang saya ketahui, ia selalu mempunyai banyak tugas.”

“Selain mengurusi Pienlang, ia masih harus mengurusi pekerjaan di kerajaannya sendiri.”

“Ayah dari kerajaan mana yang membiarkan putrinya berkeliaran seorang diri. Kalau benar ia secantik yang kalian katakan, aku takkan membiarkan ia berkeliaran di kerajaan orang lain.”

Pangeran tertegun menyadari kebenaran ucapan Mandletron.

“Tidak selalu sendirian,” bantah Lancetlon, “Pernah Tuan Puteri menemui saya bersama seorang pria. Saya juga sering melihatnya bersama beberapa pelayannya. Ayah gila mana yang akan membiarkan putri secantik itu berkeliaran sendirian.”

“Tidak ada,” sahut Mandletron.

“Aku ingin melihat keadaan Herbranchts.”

“Aku ikut!”

“Apakah engkau ingin menitipkan sesuatu?”

“Tidak, Pangeran. Semua yang kami butuhkan telah Anda siapkan, kami tidak kekurangan apapun.”

“Baiklah. Aku pergi melihat keadaan Herbranchts untuk membandingkannya dengan Pienlang.”

“Selamat pagi, Pangeran,” kata Lancetlon.

“Selamat siang.”

Pangeran dan Mandletron menunggang kembali kuda mereka dan menujuHerbranchts.

Keadaan desa itu benar-benar berbeda dengan keadaan Pienlang, seperti yang dikatakan Lancetlon.

Jalanan desa itu sudah rata. Di kanan kiri jalan, terdapat rumah-rumah yang indah. Rumah-rumah mewah turut menghiasi desa yang tak jauh lebih besar dari Pienlang itu.

Di beberapa tempat terlihat kaca-kaca toko kecil dengan tulisannya yang besar-besar. Di sudut lain, terlihat toko besar.

Kereta kuda berlalu lalang di jalanan yang ramai.

Penduduk berlalu lalang dengan baju mereka yang sederhana tetapi indah. Para pria memakai topi hitam yang tinggi dan para wanita mengenakan gaun yang panjang berumbai.

“Aku merasa seperti berada di kota daripada di desa,” komentar Mandletron.

“Desa ini sudah makmur. Mengapa gadis itu masih membelokkan sungai ke tempat ini?”

“Aku tidak mempunyai ide tentang itu. Jadi, jangan bertanya padaku.”

Kuda kedua pria itu berjalan dengan perlahan di sepanjang jalan Herbranchts yang besar dan ramai.

Mereka berhenti di sebuah bangunan besar. Di depan bangunan kayu itu terdapat tulisan besar yang berbunyi, ‘Toko Serba Ada. Anda dapat menemukan segala yang Anda perlukan di sini.’

“Kurasa ini adalah toko terbesar di sini.”

Pangeran memperhatikan bangunan tak bertingkat itu. Dari kanan ke kiri, bangunan itu membentang sejauh sepuluh meter dan dari depan ke belakang, membentang sejauh tujuh meter.

“Luasnya menyerupai toko-toko di kota,” Pangeran sependapat. “Tak heran bila Lancetlon mengatakan tempat ini jauh lebih menyerupai kota kecil daripada desa.”

Pintu toko itu terbuka. Seorang pria muncul dengan barang yang tingginya hampir menutupi pandangannya. Di belakangnya masih ada seorang pria yang membawa barang yang banyak pula. Mereka membawa barang-barang itu ke kereta yang berdiri tak jauh dari pintu.

“Penduduk desa ini juga kaya,” komentar Mandletron.

Seorang pria tengah baya muncul membawa sebuah kotak besar. Ia tersenyum pada seseorang yang mengikuti di belakangnya.

Dari belakang pintu, muncul seseorang bergaun jingga. Rambut hitam panjangnya, menutupi pinggangnya yang ramping. Matanya bersinar lembut bagaikan cahaya matahari pagi hari.

Pangeran tertegun.

Itulah gadis yang kemarin dilihatnya. Itulah sang Putri yang selama ini dibicarakan penduduk Pienlang.

Gadis itu tersenyum pada pria tengah baya itu. Mereka berbicara dengan penuh keakraban kemudian pria itu mengantar gadis itu ke kereta yang telah menanti di depannya.

Seorang pria berbaju hitam, telah berdiri di samping kereta kuda coklat itu.

Pria itu menyerahkan kotak besar yang dibawanya pada gadis itu.

Gadis itu mengangguk pada pria tua kemudian pria berbaju hitam itu membantunya naik ke dalam kereta.

Pria berbaju hitam itu kemudian duduk di samping kusir kuda.

Pria itu melambaikan tangan pada gadis itu ketika kereta mulai bergerak. Ia terus berada di depan pintu sampai kereta itu membelok di tikungan.

“Cantik sekali!” seru Mandletron setelah pria itu masuk kembali ke dalam toko. “Luar biasa! Baru kali ini aku melihat gadis secantik itu. Aku merasa aku sedang jatuh cinta.”

Tidak ada sahutan.

Tetapi, Mandletron tidak peduli ia terus berkata, “Tidak rugi aku bangun pagi dan berkuda bersamamu. Aku yakin malam ini aku tidak dapat tidur karena terus terbayang wajah cantiknya.”

Pangeran tidak mendengarkan apa yang dikatakan Mandletron. Dalam pikirannya terdengar kebingungannya sendiri.

Mengapa gadis itu bisa berada di sini? Apa yang dilakukannya di tempat ini?

Pangeran tiba-tiba turun dari kudanya.

Mandletron terkejut dan cepat-cepat mengejar Pangeran.

Pangeran memasuki toko itu.

Pria tengah baya yang tadi berdiri di depan meja kasir. Melihat kedatangan Pangeran, ia segera berkata, “Selamat datang, Tuan. Adakah yang bisa saya bantu?”

“Apakah Anda mengetahui siapa gadis yang baru Anda antar itu?”

“Gadis yang mana, Tuan?” pria itu kebingungan, “Pelanggan saya banyak.”

“Gadis yang baru saja Anda antar ke kereta kudanya. Gadis yang bergaun jingga itu dan berambut hitam,” Pangeran menjelaskan.

“Oh… Tuan Puteri yang Anda maksud.”

“Benar,” Pangeran tidak sabar.

“Tuan Puteri adalah salah satu pelanggan saya, Pangeran. Beliau sering membeli bahan makanan di sini untuk diberikan pada orang lain. Karena itu, saya tidak pernah mengambil untung darinya. Bahkan, saya sering ikut menyumbang. Tuan Puteri adalah gadis yang baik hati.”

Tanpa diminta, pria itu meneruskan ceritanya,

“Penduduk di sini semua mengenal Tuan Puteri. Sebab, Tuan Puteri banyak membantu kami ketika kami kesulitan seperti Pienlang. Karena itu ketika mendengar keadaan di Pienlang, kami banyak memberikan bantuan. Banyak dari pemuda kami yang ikut membantu menggali anak sungai. Saya mendengar Tuan Puteri menginginkan anak sungai itu digali melalui tempat ini agar kami terhindar dari bencana yang sama.”

“Bencana itu terjadi dua tahun lalu. Keadaan kami waktu itu sama seperti keadaan di Pienlang. Daerah ini memang sulit mendapatkan air. Kalau musim kemarau berlangsung lama, tempat ini akan mengalami musim kemarau yang berkepanjangan. Tuan Puteri tidak ingin hal ini terjadi lagi.”

“Ketika mendengar niat baik Tuan Puteri untuk menggali anak sungai bagi kedua desa ini, kami tidak mau tinggal diam. Para pemuda kami dan para pria yang masih kuat, berangkat ke sana tiap pagi untuk memberikan bantuan.”

Pangeran merasa pria itu telah berbicara terlalu menyimpang jauh. “Apakah Anda mengetahui siapa gadis itu?” katanya mengulangi pertanyaan.

“Gadis itu adalah putri yang menolong kami,” jawab pria itu.

“Maksud adalah saya adalah nama keluarga gadis itu.”

“Maafkan saya, Tuan. Saya tidak pernah menanyakannya. Saya hanya mengetahui para pelayan Tuan Puteri memanggilnya demikian.”

Pangeran kecewa mendengarnya.

“Gadis itu adalah Putri yang selama ini selalu kauceritakan?”

Pangeran terkejut.

“Benarkah itu?”

“Ya,” kata Pangeran. Pangeran menghadap pria itu dan berkata, “Terima kasih atas cerita Anda, Tuan. Selamat pagi.”

“Senang bisa membantu Anda, Tuan. Selamat pagi.”

Pangeran meninggalkan tempat itu dengan kecewa.

“Aku tidak menyangka Putri itu sangat cantik. Jauh lebih cantik dari yang kubayangkan.”

Pangeran tidak menyahut.

Wajah gadis itu ketika tersenyum tadi, kembali terlintas di matanya. Mata bersinar lembut.

Caranya memandang sekitarnya, sangat anggun. Ia menatap sekitarnya dengan penuh kelembutan.

Senyumannya sangat manis dan anggun. Ia terlihat sangat anggun ketika menundukkan kepala.

Langkah-langkah kakinya ringan tetapi tegas. Tubuhnya ketika berpaling ke kereta, sangat luwes bagaikan sekuntum bunga yang menari bersama angin. Gerakan tubuhnya sangat luwes. Lebih luwes dan lebih anggun dari bunga manapun.

Malam ini tidak hanya Mandletron yang tidak akan dapat tidur. Pangeran juga tidak akan dapat tidur karena di matanya selalu terlintas wajah gadis itu yang cantik.

No comments:

Post a Comment