Friday, March 16, 2007

Gadis Hari Ketujuh-Chapter 3

Akhirnya hari ketujuh tiba.

Tak seperti biasanya, Pangeran cepat-cepat menyelesaikan sarapannya dan berdiri di depan menanti kedatangan sang gadis ketujuh. Pangeran ingin hari ini segera berlalu dan setelah itu ia bebas.

Pangeran tak sabar menanti berakhirnya hari ketujuh yang membosankan ini.

Dalam benak Pangeran telah tersusun rapi daftar kegiatan yang akan dilakukannya esok hari dan seterusnya. Besok pagi hingga hari-hari berikutnya, Pangeran akan bersenang-senang dengan kawan-kawannya tanpa perlu mendengarkan ceramah Ratu.

Mulai besok pagi, Pangeran akan mengadakan suatu perjalanan yang selama ini diinginkannya. Perjalanan berkeliling tanpa pengawal dan tanpa nasehat panjang lebar dari ibunya.

Seminggu lamanya ia menahan kebosanan dan kejemuan. Esok tiba saatnya untuk melepas semua itu dengan kegembiraan. Tak cukup seminggu untuk melepas semua kejenuhan itu.

Sesuai janjinya, Ratu takkan melarangnya. Raja juga membiarkannya. Ini adalah perjanjian antara orang tua dan anak sebelum Pangeran menyetujui usul Ratu yang membosankan.

Kereta keluarga Horthrouth tiba.

Pangeran tak sabar ingin segera mengajak gadis ketujuh itu menemui orang tuanya. Semakin cepat memulai hari yang menyebalkan ini akan semakin cepat pula mengakhirinya.

Kusir kuda membuka pintu kereta dan seseorang keluar dari dalam.

Pangeran tertegun melihat Earl.

“Selamat pagi, Pangeran,” sapa Earl.

“Selamat pagi.” Pangeran heran melihat yang datang hanya Earl.

“Saya ingin bertemu orang tua Anda bila Anda tidak keberatan.”

“Tidak, tentu saja tidak,” sahut Pangeran.

Seperti Pangeran, Raja dan Ratu terkejut melihat yang datang pada hari ketujuh adalah Earl.

“Di mana putrimu?” tanya Ratu.

“Itulah yang ingin saya bicarakan, Paduka,” Earl merasa bersalah, “Ia tidak dapat hadir memenuhi undangan Anda.”

“Mengapa?” tanya Ratu.

“Ia jatuh sakit.”

“Sayang sekali,” Ratu kecewa, “Aku telah lama menantikan saat berjumpa dengan putri ketujuh yang katanya paling cantik. Kuharap ia segera sembuh.”

“Terima kasih, Paduka.”

“Ia sakit tetapi tidak berarti Eduardo tidak dapat bertemu dengannya, bukan?”

Earl kebingungan menatap Ratu.

“Eduardo, hari ini engkau ikutlah Earl menjenguk putrinya. Temani dia sepanjang hari ini di Clypst.”

Pangeran membelalak kaget. Baru saja ia merasa senang karena tidak harus bertemu dengan gadis ketujuh. Ratu benar-benar membuat ia tidak bisa merasa senang terlalu lama.

“Maafkan hamba, Paduka,” Earl tampak semakin bersalah, “Hamba tidak ingin menghalangi Anda tetapi Pangeran tidak akan bisa bertemu putri hamba.”

“Mengapa?” tanya Raja keheranan, “Saat ini putrimu beristirahat di rumah.”

Earl kebingungan dan bersalah, “Pangeran tidak akan dapat menemui putri saya. Ia tidak mau ditemui siapa pun ketika ia jatuh sakit.”

Mereka terhenyak kaget.

“Mengapa!?” tanya Ratu tak percaya.

“Entahlah, Paduka Ratu. Hamba sungguh menyesal tidak dapat mengatur putri hamba sendiri. Walaupun Pangeran ingin menjenguknya, saya khawatir ia tidak mau. Putri saya sakit cukup parah dan saya khawatir Pangeran tertular.”

Ratu menatap Earl dengan tak percaya.

“Entah mengapa ia tiba-tiba jatuh sakit. Kemarin ia masih terlihat segar tetapi pagi ini ia jatuh sakit dan tidak mampu meninggalkan tempat tidurnya.”

“Sayang sekali,” desah Ratu, “Padahal ia adalah gadis tercantik di Evangellynn yang kuharap bisa menarik perhatian putraku ini.”

“Apakah kalian telah memanggil dokter?”

“Sudah, Paduka. Untuk sementara waktu ini, kami tidak berani mempertemukan putri kami dengan Pangeran. Kami tidak ingin Pangeran tertular.”

“Aku mengerti kecemasanmu. Aku juga mengerti keinginan putrimu,” kata Ratu bijaksana, “Banyak gadis yang tidak ingin terlihat lemah di hadapan orang lain. Kuharap ia segera sembuh dan dapat menemui putraku.”

Ratu melirik Pangeran. “Aku yakin putraku mau menanti hingga saat itu tiba.”

Pangeran tak peduli. Diam-diam ia bersyukur gadis itu sakit sehingga ia tak perlu menemuinya.

Earl tertegun melihat sikap Ratu. Ratu mengerti apa yang terjadi dan ia sama sekali tidak tampak marah.

“Aku yakin dalam waktu dekat ini putrimu akan sembuh dan dapat bertemu dengan putraku.”

“Mungkin…,” jawab Earl ragu-ragu.

“Sejujurnya, aku merasa sangat kecewa,” ujar Raja, “Aku ingin sekali bertemu dengan ketujuh putrimu. Aku telah berjanji pada Emilie untuk membandingkan siapa yang paling cantik di antara mereka. Tanpa bertemu putri bungsumu, aku tak bisa menilai. Kata Emilie, ia adalah gadis yang paling cantik.”

“Demikianlah yang dikatakan banyak orang. Tetapi ada pula yang mengatakan Carmen yang paling cantik. Pendapat tiap orang berbeda-beda.”

“Tetapi mereka benar dalam satu hal. Putri-putrimu semuanya cantik dan mempesona.”

“Anda terlalu berlebihan, Paduka Raja.”

“Putri bungsumu adalah gadis yang tercantik di antara putri-putrimu yang lain. Aku yakin Eduardo akan jatuh cinta pada pandangan pertama,” kata Raja. “Aku tidak salah, bukan?”

“Saya pikir juga demikian, Paduka. Banyak pria yang jatuh cinta padanya ketika mereka bertemu dengannya.”

“Ia pasti gadis yang sangat mempesona!”

Raja mengeluh lagi. “Sayang ia tidak datang. Aku ingin sekali berjumpa dengannya.”

Arah pembicaraan mereka membuat Pangeran merasa jenuh. Gadis ketujuh tidak datang artinya ia bisa memajukan rencananya.

“Maaf saya tidak bisa menemani Anda lebih lama lagi. Silakan Anda berbicang-bincang dengan orang tua saya, Earl.”

“Silakan, Pangeran.”

“Mau ke mana engkau?”

“Menagih janji,” Pangeran menatap ibunya penuh kepuasan.

Dengan hati lega Pangeran melangkah meninggalkan Ruang Tahta. Pangeran merasa seperti seekor burung yang baru saja dilepaskan dari kurungannya.

Orang-orang kebingungan melihat Pangeran sendirian. Mereka tahu hari ini adalah hari terakhir Pangeran bersama Pelangi Evangellynn.

Pangeran tersenyum puas tanpa mempedulikan sekitarnya.

Dengan langkahnya yang lebar, Pangeran cepat tiba di istal.

Penjaga kuda kebingungan melihat Pangeran.

“Siapkan kudaku,” perintah Pangeran.

Pangeran menghilang dari istal. Ia berjalan cepat ke kamarnya untuk berganti baju. Dalam waktu singkat, Pangeran telah muncul di depan Istana dengan pakaian berkudanya.

Kuda untuk Pangeran telah siap menanti di depan pintu. Tanpa menanti siapapun, Pangeran melajukan kudanya dengan kencang.

Seluruh pengawal Pangeran telah mengetahui sang gadis ketujuh tidak datang. Dengan demikian Pangeran memajukan semua rencana bersenang-senangnya tanpa seorang pengawalpun.

Ratu telah memberikan bendera putih atas keinginan Pangeran sebelum Pangeran bertemu dengan Carmen. Tidak perlu menanti ijin dari orang tua Pangeran untuk melepas kepergian Pangeran seorang diri.

Hati Pangeran sungguh gembira. Akhirnya seminggu yang membosankan ini telah terlewatkan.

Udara siang terasa sejuk bagi Pangeran. Sinar matahari yang terik terasa hangat baginya.

“Inilah kebebasan!” seru Pangeran pada alam.

Tak akan pernah ia menghargai kebebasan lebih besar daripada hari ini. Seluruh rantai yang selama seminggu ini terasa membelenggu seluruh tubuhnya, lepas. Beban berat di hatinya hilang. Kejemuan di kepalanya hangus dalam kegembiraannya.

Pangeran memacu kudanya dengan cepat.

Tidak dipedulikannya orang-orang yang kebingungan melihat ia mengendalikan kudanya seperti kesetanan. Tidak didengarnya keluhan orang-orang yang terkena debu yang mengepul akibat lari kudanya.

Pangeran hanya peduli pada perasaannya yang sedang bergembira ini.

Jalan yang dilewati Pangeran terus membawanya ke sebuah desa kecil di pinggir kota.

Pangeran melihat kerumunan rumah-rumah kumuh itu tetapi tidak mempedulikannya. Ia terus melaju dengan kencang.

Hari ini ia ingin merasakan kenikmatan berkuda. Berkuda seorang diri tanpa pengawal, tanpa teman, tanpa penganggu, dan tanpa wanita-wanita yang membosankan.

Ketika tiba di dalam desa, Pangeran ingin mempercepat laju kudanya tetapi ia tidak dapat melakukannya. Jalanan sangat berbahaya. Banyak batu-batu besar di tanah yang tak rata itu.

Tanah coklatnya memerah dan kering. Rumput-rumput bersinar dengan malas. Ladang-ladang penduduk kering hingga tanahnya berkerak.

Pangeran keheranan. Saat ini bukan musim kemarau yang panjang. Ini adalah musim gugur yang penuh hujan.

Pandangan Pangeran menyapu sekelilingnya. Desa ini seperti desa mati. Tidak tampak seorang pendudukpun yang bekeliaran. Tidak ada anak-anak yang selalu bermain di siang hari. Suasananya sungguh sunyi sepi.

Pangeran melajukan kudanya dengan perlahan-lahan.

Di depan rumah-rumah, Pangeran melihat orang-orang duduk di tanah dengan lesu. Mereka tampak kurus dan tak terawat. Pakaian mereka lusuh dan kusut. Wajah mereka sayu dan pucat. Tubuh mereka kurus kering.

Pangeran turun dari kudanya dan menghampiri seorang pria yang duduk bersandar di depan gubuk kecil.

“Apa yang terjadi pada tempat ini?” tanya Pangeran.

“Musim kemarau yang panjang melanda tempat ini. Sungai-sungai mengering sejak bulan lalu dan hujan tidak mau turun walau hanya setetes.”

“Bukankah sekarang sudah musim gugur?” Pangeran keheranan.

Pria tua itu tersenyum mengejek. “Apa yang kauketahui tentang musim, Anak Muda? Engkau jangan terlalu berpegang pada kepercayaanmu, Tuhanlah yang berkuasa di alam ini. Bila ia mengatakan tempat ini harus mengalami musim kemarau, itulah yang akan terjadi.”

“Jangan karena suatu hal, engkau menyamakan semuanya,” pria tua itu memberi nasehat.

Pangeran mendengarkan dengan penuh perhatian.

“Lihatlah tempat ini. Di kejauhan tampak hutan lebat, tetapi tempat ini kering seperti padang pasir. Tidak sebatang tumbuhan pun yang mau tumbuh di sini. Makanan terus berkurang. Wabah penyakit akhirnya menyerang.”

“Kami sungguh beruntung masih ada yang mau memperhatikan kami.”

Pangeran melihat rumah-rumah yang lain.

Tiba-tiba Pangeran melihat rambut hitam tergerai dari balik sebuah rumah. Ujung gaun putihnya menyentuh tanah yang kering tetapi sepertinya ia tidak mempedulikannya. Ia terus menghilang di belakang rumah itu. Pangeran keheranan. Ia ingin mengetahui siapa gadis itu.

“Ia adalah penolong kami,” pria tua itu seperti mengetahui apa yang dipikirkan Pangeran. “Tanpa dia, kami takkan bertahan hingga saat ini.”

“Aku sungguh prihatin pada keadaan kalian. Aku akan berusaha membantu semampuku,” janji Pangeran sebelum meninggalkan pria itu.

Pangeran cepat-cepat menuju rumah tempat gadis berambut hitam itu menghilang.

Tak tampak seorang gadispun di tempat itu. Pangeran mencarinya di sekeliling tempat itu tetapi ia tidak melihat gadis bergaun putih itu.

Pangeran keheranan melihat sekeliling. Gadis itu menghilang secepat Pangeran melihatnya. Mungkin gadis itu telah pergi dengan kereta kudanya.

Pangeran segera menuju tempat ia menambatkan kudanya dan bergegas mengejar gadis itu.

Sepanjang jalan yang disusuri Pangeran, tak tampak sebuah kereta kudapun. Pangeran terus memacu kudanya dengan kencang tetapi ia tidak melihat gadis bergaun putih di jalan.

Pangeran keheranan. “Apakah ia seorang malaikat?”

Pangeran tidak dapat menjawab pertanyaannya itu. Ia memacu kudanya kembali ke Istana. Ia telah berjanji pada pria itu untuk membantunya dan ia akan menepatinya.

Karena masalah ini, rencana Pangeran untuk bersenang-senang terpaksa ditunda. Daripada bersenang-senang, masalah rakyat lebih penting baginya. Ia masih bisa bersenang-senang di kemudian hari tetapi nyawa penduduk desa itu belum tentu bertahan sampai esok.

Mereka kelaparan, kedinginan, dan juga kesakitan. Mereka yang lebih membutuhkan perhatian pada saat ini daripada kejemuannya yang perlu diobati dengan bersenang-senang.

Secepat kepergiannya, secepat itu pula Pangeran memacu kudanya kembali ke Istana Welyn.

Setengah berlari, Pangeran menuju Ruang Tahta.

“Apa yang membuatmu kembali secepat ini?” tanya Ratu keheranan.

“Ada masalah penting yang ingin kukatakan.”

“Engkau menemukan seorang gadis?” tanya Ratu tertarik.

“Tidak. Aku menemukan penduduk yang memerlukan perhatian besar,” sahut Pangeran kesal.

“Katakan apa yang terjadi pada mereka,” ujar Raja.

“Mereka mengalami musim kemarau yang panjang. Makanan mereka habis dan sekarang mereka terserang wabah penyakit. Kalau mereka tidak segera ditangani, banyak korban yang akan mati. Aku khawatir wabah itu akan menyebar ke daerah lain.”

“Ada kejadian sebesar itu dan tidak seorangpun yang melaporkannya padaku?” Raja geram.

“Tempat itu sangat jauh dari kota dan cukup tersembunyi di balik hutan.”

“Baiklah, kita akan melakukan banyak hal untuk mereka. Pertama, aku akan mengirim makanan ke tempat itu dan dokter. Tugas ini kuserahkan padamu. Engkau yang mengetahui tempat itu dan mengetahui apa tepatnya yang terjadi di sana.”

“Baik!”

“Lihatlah sekelilingmu kalau ada gadis cantik yang menarik hatimu!” pesan Ratu.

“Aku tidak akan melakukannya,” sahut Pangeran, “Tidak akan! Gadis-gadis adalah makhluk yang paling membosankan.”

“Eduardo!” pekik Ratu, “Ingatlah engkau adalah Putra Mahkota dan sudah waktunya engkau menikah. Apa jadinya kerajaan ini bila engkau tidak mempunyai keturunan?”

“Aku pergi menangani Desa Pienlang,” Pangeran mengacuhkan Ratu.

“Anak ini selalu begini tiap kali diajak bicara tentang pernikahannya,” keluh Ratu.

“Aku pusing memikirkannya. Ketujuh gadis tercantik di Evangellynn pun dianggapnya jelek. Ia benar-benar tidak mempunyai selera pada wanita.”

Sesering apa pun Ratu mendesak putranya untuk menikah, Pangeran tetap tidak peduli. Semua kata-kata Ratu bagaikan angin lalu baginya. Seumur hidup Pangeran tidak tertarik untuk menikah.

Walau Pangeran mendengar keluhan-keluhan orang tuanya, pendiriannya tidak berubah. Pangeran menyukai masa sendirinya tanpa seorang gadispun.

Seminggu yang penuh kejemuan telah berlalu. Tanpa beban, Pangeran melangkah di dalam Istana. Di dalam hati dan pikirannya kini yang ada hanya keinginan untuk membantu rakyat desa itu yang menderita.

Pangeran bergegas meraih kudanya – meninggalkan Istana.

Orang pertama yang ditemui Pangeran adalah Menteri Kesehatan.

“Selamat siang, Pangeran,” sambut Menteri itu terkejut akan kehadiran Pangeran yang mendadak di kantornya. “Adakah yang dapat saya lakukan untuk Anda?”

“Engkau bisa mempersiapkan dokter sebanyak-banyaknya dalam waktu dekat?”

“Untuk apa, Pangeran?”

“Ada penduduk desa yang terkena wabah penyakit dan membutuhkan bantuan saat ini juga. Mereka tidak dapat menanti lebih lama lagi. Sekurang-kurangnya aku membutuhkan sepuluh dokter untuk memeriksa mereka. Aku ingin dokter spesialis dan dokter umum ikut denganku besok pagi.”

“Saya akan segera menjalankan perintah Anda, Yang Mulia.”

“Engkau bisa mengumpulkan mereka besok pagi?” tanya Pangeran, “Beserta obat-obatan dalam jumlah banyak.”

“Saya akan menyiapkan tim medis yang terbaik untuk mereka, Pangeran.”

“Aku menanti mereka di Hall,” kata Pangeran puas, “Bila diperlukan, kalian juga dapat membawa barang-barang bersih. Tempat yang akan kita datangi adalah suatu daerah kumuh yang cukup terpencil.”

“Saya mengerti, Pangeran.”

Pangeran tersenyum senang.

Selanjutnya, ia akan menemui Menteri Kesejahteraan Rakyat. Pria itu akan mendapat tugas berat darinya yang harus dilakukan dalam waktu singkat.

Seperti Jerver, Alman terkejut melihat kedatangan Pangeran yang tak terduga.

“Aku mempunyai tugas besar untukmu, Alman.”

“Hamba siap melaksanakan perintah Anda, Yang Mulia.”

“Sebelum malam, aku ingin engkau mengumpulkan makanan sebanyak mungkin untuk kita berikan pada penduduk desa yang kelaparan dan terserang wabah penyakit. Sejak musim kemarau lalu, penduduk desa Pienlang telah mengalami kekeringan. Hingga kini hujan belum turun di tempat mereka. Mereka telah kehabisan makanan dan mereka membutuhkan banyak bahan makanan.”

“Saya akan segera mengumpulkan makanan yang sehat untuk mereka.”

“Aku juga ingin engkau mempersiapkan barang-barang bersih untuk merawat mereka seperti selimut, tempat tidur dan segala yang mungkin dibutuhkan Jerver. Engkau bisa bertanya padanya apa saja yang diperlukannya.”

“Saya akan segera bertanya padanya,” kata Alman, “Berapa banyak yang kita butuhkan, Pangeran?”

“Kita membutuhkannya dalam jumlah besar. Jangan lupa, mereka adalah orang-orang sakit yang kelaparan.”

Pangeran diam berpikir.

“Kalau kita tidak mempunyai cukup persediaan makanan untuk mereka atau barang-barang, kita bisa meminta bantuan Barnett. Aku akan menemuinya sekarang juga.”

Pangeran beranjak ke pintu. Sebelum menghilang ke balik pintu, Pangeran berkata,

“Besok pagi-pagi, aku ingin semuanya telah siap di Hall.”

“Saya akan melakukan yang terbaik, Pangeran.”

Pangeran tersenyum lalu menghilang dari balik pintu dan menuju pintu ruang kerja Menteri Sosial.

“Barnett!” panggil Pangeran sambil membuka pintu.

Menteri tua itu meloncat dari balik meja kerjanya. “P… Pangeran, Anda membuat saya terkejut.”

Pangeran hanya tersenyum. Ia berjalan cepat ke meja kerja Barnett dan menatap lekat-lekat mata pria tua itu.

“Aku mempunyai tugas untukmu,” Pangeran mendekatkan tubuhnya ke Barnett. Kedua tangannya menempel di meja kerja Barnett – menyangga tubuhnya.

Barnett mundur kebingungan dan ketakutan.

“Engkau bisa membuat pengumuman secepat mungkin dan mengumpulkan bantuan secepat mungkin?”

“Saya akan berusaha, Pangeran.”

“Aku tidak ingin mendengar kata ‘akan’,” Pangeran berkata tegas, “Aku ingin kepastian.”

“Saya tidak dapat memastikannya, Pangeran. Semuanya tergantung pada kesukarelaan rakyat.”

“Baiklah,” Pangeran mengalah.

Pangeran duduk di depan Barnett.

“Aku ingin engkau membuat pengumuman. Bunyinya kira-kira seperti ini:

Sebuah desa terlanda kelaparan dan wabah penyakit. Tanah-tanah kering dan retak. Tumbuhan tidak satupun hidup di sana. Di saat kita bergelimangan air, mereka hidup tanpa air. Keadaan ini telah berlangsung sejak musim kemarau lalu. Musim kemarau berkepanjangan menimbulkan bencana kelaparan di sana yang akhirnya menyebabkan wabah penyakit.

Saat ini pemerintah sedang berusaha menanganinya. Untuk memperlancar pemberian bantuan, pemerintah sangat mengharapkan bantuan saudara-saudara sekalian.

Mereka dan Anda adalah rakyat Evangellynn. Sudah sepantasnya Anda membantu mereka. Segala macam bantuan dibutuhkan penduduk desa itu. Bila hati Anda terketuk untuk membantu mereka, kirimkanlah bantuan Anda ke Hall Istana Welyn. Kami atas nama penduduk desa Pienlang mengucapkan terima kasih atas kebaikan hati Anda.

Bagaimana menurutmu, Barnett?”

“Pengumuman ini pasti berhasil mengetuk hati semua orang,” puji Barnett, “Anda menggambarkan keadaan mereka dengan sangat jelas.”

“Segera buat dan sebarkan. Aku ingin bantuan itu segera terkumpul sehingga besok pagi bisa kubawa ke sana. Sekarang aku harus mempersiapkan kereta untuk dibawa besok.”

“Saya akan segera membuat pengumuman itu, Pangeran.”

Pangeran menyukai kesibukan barunya ini. Kesibukan ini jauh lebih menyenangkan daripada menemani ketujuh Pelangi Evangellynn.

Sepintas, kesibukan ini lebih melelahkan daripada menenami Pelangi Evangellynn. Tetapi menemani gadis-gadis keluarga Horthrouth yang menyebalkan itu jauh lebih melelahkan.

Pangeran menanti hingga Barnett selesai menulis pengumuman.

“Silakan, Pangeran,” Barnett menyerahkan pena pada Pangeran.

Pangeran segera menandatangi pengumuman itu.

“Segera pasang pengumuman ini di kota dan bacakan di segala sudut Evangellynn.”

“Baik, Pangeran.”

Pangeran meninggalkan gedung tempat kerja Menteri Sosial dalam kesibukan yang luar biasa.

Barnett segera memanggil prajurit untuk membawa pengumuman itu ke kota-kota dan memasang satu di pusat kota Schildi.

Di gedung lain, Menteri Kesejahteraan Rakyat sibuk memerintahkan bawahannya untuk mendata segala keperluan yang diperlukan penduduk Pienlang juga keperluan tambahan yang dibutuhkan tim medis.

Alman mengumpulkan semua barang yang bisa disiapkan dalam waktu dekat dan segera memerintahkan bawahannya mengirimnya ke Istana.

Dokter-dokter terbaik Evangellynn dipanggil. Berbagai macam obat-obatan dikumpulkan dan dikirim ke Hall.

Tiga jam setelah Pangeran menurunkan perintahnya, Hall Istana mulai ramai. Banyak orang berlalu-lalang membawa makanan maupun obat-obatan.

Di tengah Hall yang luas, tertumpuk perlahan-lahan berbagai macam barang.

Pangeran memandangi kesibukan itu dengan gembira.

Ketika barang-barang itu sudah cukup banyak, pelayan-pelayan Istana mengangkatnya ke dalam kereta barang yang disiapkan Pangeran.

Lalu lalang orang-orang terus bertambah. Semakin banyak orang yang datang membawa bantuan.

Pengumuman yang dibuat Pangeran telah membawa hasil. Mereka yang mendengarnya segera mengumpulkan segala yang mereka miliki yang dapat disumbangkan pada penduduk Pienlang.

Kesibukan di Hall memancing keingintahuan orang-orang di Istana.

“Apa yang terjadi?” pertanyaan itu bergaung di mana-mana.

Ratu yang kebetulan mendengarnya dengan tersenyum berkata, “Eduardo ingin menolong penduduk Pienlang yang kelaparan. Ia mengumpulkan semua bantuan yang bisa dikumpulkan dari rakyat Evangellynn dan akan membawanya ke Pienlang besok pagi.”

“Pienlang?”

“Tempat itu cukup tersembunyi di balik lebatnya hutan, itu kata Eduardo,” kata Ratu, “Melihat kesibukan ini, aku percaya penduduk desa itu akan tertolong.”

“Saya juga ingin membantu.”

“Tentu. Siapa saja bisa menyalurkan bantuan.”

Wanita-wanita yang berbincang-bincang dengan Ratu segera membungkuk dalam-dalam lalu bergegas pergi.

Pembicaraan Ratu dengan cepat tersebar di seluruh Istana.

“Kaudengar itu?” tanya seorang gadis.

“Pangeran hendak membantu penduduk Pienlang. Kalau kita juga ikut membantu, mungkin Pangeran akan tertarik pada kita.”

“Ya, engkau benar. Kurasa aku harus segera mengumpulkan segala yang bisa kusumbangkan.”

“Akupun tak mau ketinggalan olehmu. Kita akan bersaing merebut hati Pangeran.”

Gadis-gadis itu menghilang dari Istana.

Pangeran puas melihat bantuan terus bergulir. Ia yakin besok pagi ia akan membawa kejutan besar bagi penduduk Pienlang. Kejutan yang tak pernah dibayangkan oleh penduduk desa itu.

Pangeran mengawasi kesibukan itu dari ujung tangga.

Banyak orang datang membawa bantuan. Pelayan-pelayan Istana dengan sigap mengepak barang-barang itu kemudian mengangkatnya ke kereta yang telah dipersiapkan di belakang Istana.

Tiba-tiba Pangeran melihat lambaian rambut hitam. Pangeran teringat pada gadis yang dilihatnya sekilas di Pienlang.

Pangeran terus mengawasi gadis itu.

“Tidak,” katanya pada dirinya sendiri, “Ia bukan gadis itu. Rambut gadis itu panjang dan mengkilap, tidak sependek itu.”

Pangeran yakin gadis yang dilihatnya bukan gadis yang ditemuinya di Pienlang.

Gadis yang dilihatnya saat ini mengenakan gaun sutra kuning yang mencolok. Walau tak melihat keseluruhan, Pangeran melihat ujung gaun gadis di Pienlang berwarna putih yang lembut.

Pria tua itu mengatakan gadis itu telah membantu mereka. Artinya, besok mereka mungkin masih bisa bertemu lagi.

Gadis itu…

Pangeran tidak mengenal gadis itu juga tidak mengetahuinya. Pangeran juga tidak melihatnya. Ia hanya melihat lambaian ujung rambutnya yang hitam mengkilat dan gaunnya yang putih. Tetapi gadis itu menimbulkan perasaan ingin tahu Pangeran.

Pangeran ingin tahu mengapa gadis itu mau berada di tempat sekumuh itu dan penuh dengan wabah penyakit.

“Bantuan sangat banyak, Pangeran.”

Pangeran terkejut. Lamunannya buyar.

“Ya,” sahutnya cepat-cepat, “Besok pagi kita akan membawa kejutan bagi penduduk Pienlang. Mereka akan senang sekali dengan apa yang kita bawa untuk mereka.”

“Tak saya sangka bantuan akan datang sebanyak ini dalam waktu singkat.”

“Aku khawatir kereta yang kita sediakan tidak cukup. Carilah kereta barang lain, Roger. Kalau tidak memungkinkan untuk menambahnya, kita terpaksa membawanya dua atau mungkin tiga kali.”

“Baik, Pangeran.”

Pangeran kembali mengawasi kesibukan di Hall.

“Aku bangga padamu, Nak.” Seseorang menepuk pundak Pangeran. “Dalam waktu singkat engkau telah berhasil mengumpulkan bantuan sebanyak ini. Istrimu pasti bangga padamu.”

“Gadis-gadis sombong itu?” ejek Pangeran, “Jangan berharap seorangpun dari mereka menjadi istriku. Aku tidak sudi.”

“Kulihat banyak gadis yang ikut menyumbang.”

“Jangan membuatku geli, Papa. Mereka menyumbang untuk menarik perhatianku.”

Ratu yang baru datang sedih mendengar cara bicara Pangeran yang penuh perasaan jijik.

“Engkau terlalu sinis memandang wanita, Eduardo. Aku beruntung engkau tidak memandangku serendah pandanganmu pada yang lain.”

“Mama lain dari wanita yang lain. Tak ada lagi wanita seperti Mama di dunia ini.”

“Gadis seperti apakah yang kauinginkan?” tanya Raja ingin tahu.

“Tidak seorang gadis pun yang kuinginkan!”

Pangeran bosan diajak berbicara tentang makhluk yang paling menjijikannya di dunia ini. Seorang gadis adalah makhluk yang memuakkannya. Mereka adalah satu-satunya mahkluk yang tidak ingin didekati Pangeran.

“Tak seorang gadispun akan kudekati. Aku tidak akan tertarik pada mereka. Tidak satu pun!” janji Pangeran tegas.

No comments:

Post a Comment