Thursday, March 15, 2007

Gadis Hari Ketujuh-Chapter 2

Hari kedua tiba.

Sang gadis tiba tepat setelah makan pagi usai. Pangeran mengantarnya ke Ruang Tahta untuk menemui orang tuanya sebelum berdua dengannya sepanjang hari.

Gadis hari kedua ini sangat mirip dengan Carmen. Mereka bagai anak kembar.

“Engkau sangat mirip dengan kakakmu,” ujar Ratu, “Andai kalian berdua ada di sini, akan sangat sulit membedakan kalian.”

“Anda terlalu melebihkan, Paduka Ratu. Anda pasti dapat membedakan kami berdua sebab kakak lebih cantik dari saya. Banyak yang pada mulanya berkata kami seperti anak kembar, tetapi setelah kami berdiri berdampingan, mereka baru tahu kami memiliki perbedaan. Anda juga akan menyadarinya bila bertemu kami berdua sekaligus.”

“Kalian semua sangat cantik hingga sukar dipilih siapa yang paling cantik. Itulah yang kudengar.”

“Saya kira yang Anda dengar salah, Paduka Raja. Banyak yang berkata adik bungsu saya paling cantik dari kami semua. Tetapi ada pula yang mengatakan kakak paling cantik. Pendapat semua orang berbeda-beda.”

“Aku tidak dapat menilai sekarang. Aku belum bertemu kalian semua. Setelah aku bertemu kalian semua, aku boleh menentukan siapa yang tercantik?”

“Tentu saja, Paduka Raja. Saya akan menantikan saat itu. Saya yakin Anda juga akan mengatakan dia yang paling cantik di antara kami semua karena ia memang sangat manis. Anda akan senang memandangnya. Semua orang senang melihatnya. Melihat anak itu merupakan suatu pekerjaan yang tidak membosankan.”

“Sebaiknya kami tidak menahanmu terlalu lama di sini. Aku yakin engkau sudah tidak sabar menanti saat ini.”

Ratu menatap Raja ketika mereka pergi. “Gadis itu cantik seperti kakaknya.”

“Tetapi mereka berbeda. Carmen lebih pendiam daripada Emilie.”

Ratu mengangguk tetapi Pangeran berpendapat lain. Carmen maupun Emilie baginya sama saja. Mereka sama-sama membosankan dan membuatnya jenuh.

Satu hari terasa bagian jutaan tahun bagi Pangeran. Pangeran tidak tahu hari ini lebih lama dari kemarin atau hari ini lebih membosankan dari kemarin.

Sepanjang saat Emilie tiada henti-hentinya berbicara. Emilie lebih parah dari Carmen. Wanita satu ini selalu berbicara tiap detiknya. Entah mengapa ia tidak kehabisan nafas karena terus menerus berbicara? Pangeran yang mendengarkan saja merasa hidupnya telah berakhir.

Sehari lagi Pangeran disuruh bersama wanita seperti ini, Pangeran yakin ia akan mati karena bosan.

“Kemarin Carmen bercerita banyak hal tentang Anda. Mulanya saya mengira ia terlalu berlebihan tetapi ternyata ia tidak salah. Anda benar-benar membuat setiap orang kagum pada Anda,” kata Emilie ketika melihat sekelompok wanita berbisik-bisik sambil melihat mereka.

Emilie yakin para wanita itu iri padanya. Mereka tidak bisa mendekati Pangeran karena hari ini Pangeran adalah miliknya.

“Apa yang ia katakan tentangku?” tanya Pangeran tanpa rasa tertarik.

Emilie bersemangat untuk menceritakan segala perkataan Carmen. “Kata Carmen Anda sangat mengagumkan. Anda mampu membuat setiap orang tunduk pada Anda dengan suara Anda. Anda adalah pria paling tampan yang pernah ditemuinya. Ia sangat mengagumi Anda. Hanya Anda yang mampu membuat Carmen tampak berseri seperti itu. Saya yakin setelah mendengar cerita Carmen, saudara-saudara saya yang lain tidak sabar untuk segera bertemu dengan Anda.”

“Akupun tidak sabar untuk segera bertemu dengan kalian semua,” tambah Pangeran.

“Benarkah itu?” tanya Emilie tak percaya, “Saudara-saudara saya akan sangat senang mendengarnya. Mereka akan tidak sabar lagi untuk bertemu Anda setelah mendengar hal ini. Saya yakin Shelvy akan semakin mempersiapkan diri untuk bertemu Anda besok.”

Pangeran tidak menanggapi.

“Di antara kami semua, hanya Coudy yang paling ingin segera bertemu Anda. Setiap saat ia selalu berkata mengapa aku terlahir sebagai anak ke enam?”

Emilie tertawa. Seperti wanita-wanita lainnya, ia menutupi mulutnya ketika tertawa.

“Pada saat ini ia sangat ingin dilahirkan sebagai anak pertama tetapi pada saat yang lain ia ingin dilahirkan sebagai anak terakhir. Dalam keluarga kami, anak terakhir selalu mendapat kasih sayang yang terbanyak karena ia merupakan yang terakhir.”

Pangeran tidak tertarik untuk mendengar cerita Emilie tentang keluarganya. Ia tertarik mendengar bunyi serangga saat matahari mulai terbenam. Seluruh kebosanan Pangeran hilang ketika matahari telah tenggelam dan malam mulai menyelimuti langit.

Dengan tidak sabar, Pangeran menanti waktu makan malam tetapi penantian hari itu terasa sangat panjang dan menjemukan.

“Malam sudah tiba,” kata Emilie penuh sesal, “Saya merasa baru saja tiba di sini tetapi sekarang sudah malam. Tak lama lagi saya akan pulang. Sebelum waktu berakhir, saya ingin mengatakan sesuatu.”

Pangeran yakin tanpa diberi ijin Emilie akan melakukannya.

“Sejak kecil saya tidak pernah membayangkan akan pergi ke Istana. Istana adalah tempat yang paling mengagumkan yang pernah saya datangi. Saya tidak pernah bermimpi akan merasakan sehari di Istana ini. Dulu saya sering melihat Istana tetapi tidak berani membayangkan seperti apa rupa dalam Istana. Kalau saya dulu membayangkannya, saya yakin bayangan saya tidak akan sama dengan apa yang saya lihat. Mama selalu berkata pada saya bahwa Istana adalah tempat yang paling indah di negeri ini. Tidak seorangpun yang tidak ingin ke Istana. Istana adalah tempat yang paling indah juga paling menakutkan. Anda tahu sebabnya?”

Pangeran diam tak menjawab.

“Sebab di sini adalah tempat tinggal Raja. Semua orang tunduk pada Paduka Raja. Semua ingin bertemu Raja tetapi takut. Entah mengapa mereka merasa takut tetapi itulah adanya. Mungkin ketakutan itu muncul akibat mereka merasa berdosa pada Raja.”

Pangeran hanya memandangnya tanpa rasa tertarik. Satu-satunya hal yang membuat Pangeran merasa tertarik adalah kenyataan bahwa waktu terus berjalan walau dengan lambat.

Gadis hari kedua terasa begitu menjemukan bagi Pangeran tetapi gadis ketiga lebih parah lagi. Pangeran tidak menyukainya. Ingin sekali Pangeran mengatakannya tetapi ia harus menahan perasaannya.

Cara berjalannya membuat sakit mata. Dagunya diangkat tinggi-tinggi dan dadanya dibusungkan. Matanya memandang lurus. Tangannya memegang kipas merah. Langkah-langkahnya pendek.

Bagi Pangeran, cara jalannya seperti seekor siput yang senantiasa berjalan perlahan-lahan sambil mengangkat matanya tinggi-tinggi agar tidak terinjak orang lain.

Ketika ia tiba, tangannya sudah terulur sebelum Pangeran mengulurkan tangan. Mata hijaunya memandang lurus ketika Pangeran mencium tangannya.

“Sungguh suatu kehormatan bagi saya Anda mau menyambut kedatangan saya di sini,” Shelvy membalas ucapan selamat datang Pangeran.

Entah mengapa Pangeran merasa nada bicara Shelvy aneh. Dalam suaranya seperti terdapat keinginan untuk selalu dihormati dan dikagumi.

Sangat aneh bagi Pangeran ketika Raja berkata,

“Daripada kakak-kakakmu, engkau lebih tegas. Tidak ada keraguan sedikitpun dalam kata-katamu.”

Pangeran ingin mengusir Shelvy pulang. Pangeran jemu melihat wanita seperti Shelvy. Wanita-wanita kaya selalu seperti itu. Mereka angkuh dan memandang rendah sekitarnya. Mereka tidak mau peduli pada orang lain dan hanya sibuk dengan kecantikan mereka sendiri.

Setiap saat mereka memikirkan gaun baru seperti apa yang akan mereka kenakan untuk esok hari. Perhiasan apa yang akan mereka pamerkan pada teman-teman mereka. Tatanan rambut apa yang akan membuat mereka semakin menarik.

Shelvy sangat cantik dengan mata hijaunya yang dipadu dengan gaun hijau pula. Rambutnya ditata rapi menurut model terbaru. Shelvy tampak segar seperti musim semi. Wajah bulat telurnya bersinar ceria.

Ketika Ratu memuji kecantikannya, ia dengan nada kurang senang berkata,

“Pandangan orang berbeda. Setelah melihat adik-adik saya, Anda akan berkata mereka lebih cantik dari saya.”

Ratu tertawa mendengarnya. “Kalian kakak beradik sama-sama suka merendahkan diri. Kalian selalu mengatakan adik kalian lebih cantik dari kalian. Sebenarnya siapakah yang paling cantik dari kalian?”

Kecantikan Shelvy membuat para pria terpukau dan para gadis iri. Para pria memandang iri pada Pangeran dan para gadis memandang iri pada Shelvy.

Orang-orang selalu memandang penuh ingin tahu kepada mereka. Mereka ingin mengetahui apa yang dibicarakan Pangeran dan Shelvy, tetapi mereka tidak berani mendekat. Selalu, setiap ada yang mendekat, prajurit pengawal Pangeran cepat-cepat menghadang orang itu.

Pengawal pribadi Pangeran telah mendapat titah dari Ratu untuk mencegah seorangpun mendekati Pangeran selama seminggu ini terlebih bila Pangeran sedang bersama seorang dari Pelangi Evangellynn itu.

Ratu sangat keras menekankan titahnya itu. Tiap pagi ia selalu mengulangi titahnya dan mengancam mereka. Bila seorang dari para Pelangi itu mengeluh karena diganggu, mereka akan mendapatkan hukuman darinya. Ratu juga memerintahkan mereka untuk berada lebih dari lima meter di belakang Pangeran.

Keseriusan Ratu untuk membuat Pangeran tertarik pada seorang dari Pelangi Evangellynn yang menjadi harapan terakhirnya, membuat pengawal pribadi Pangeran takut. Mereka benar-benar melaksanakan apa yang ditugaskan pada mereka.

Ke mana pun Pangeran pergi, mereka mengikuti lima meter lebih di belakang. Mereka selalu waspada pada setiap orang dan berjaga-jaga bila ada yang berusaha mendekat.

Sikap mereka itu membuat Pangeran merasa penjagaan terhadapnya diperketat. Pangeran semakin merasa dikurung dalam rumahnya sendiri.

Setiap sarapan, Pangeran mengingatkan Ratu akan janjinya untuk membiarkannya lepas setelah ia menemui ketujuh gadis itu. Ratu pun selalu mengingatkan Pangeran agar bersikap ramah pada para gadis itu.

Sikap saling mengingatkan itu hanya disambut dengan senyum oleh Raja. Tidak seperti Ratu, Raja tidak terlalu tertarik untuk menjodohkan Pangeran dengan seorang dari para Pelangi Evangellynn yang memukau seluruh pria di kerajaan ini.

Tugas Raja hanyalah menyambut para gadis itu di Ruang Tahta.

Sedangkan Ratu merasa wajib mengawasi putranya terus menerus. Ratu tahu bila putranya tidak diawasi, ia pasti akan kabur meninggalkan gadis hari itu.

Pangeran benar-benar tidak dapat berbuat apa-apa selain dengan sabar menemani Shelvy. Pangeran berharap gadis esok hari lebih baik daripada hari ini.

Sekedar untuk berbasa-basi, ketika makan siang selesai, Pangeran berkata, “Kuharap makanan yang disediakan membuatmu puas.”

“Harus saya akui makanan buatan koki Istana lebih enak daripada koki kami.”

“Kokimu harus belajar pada kokiku.”

Shelvy diam berpikir. “Anda benar,” katanya sesaat kemudian, “Suatu hari nanti bila Anda mengijinkan, saya akan menyuruh koki saya belajar pada koki Istana.”

“Kapanpun aku akan mengijinkan.”

“Terima kasih, Pangeran. Saya akan menantikan saat itu.”

“Setelah ini Anda ingin ke mana?”

“Saat ini saya tidak ingin ke mana-mana. Hari susah siang dan terik. Saya tidak senang pada cuaca panas seperti ini.”

“Sebaiknya kita berada di dalam Istana. Aku akan mengajakmu ke tempat paling sejuk di dalam Istana.”

“Saya tidak akan sabar melihat tempat itu.”

Pangeran segera mengantar Shelvy ke tempat yang ia maksudkan.

Ruangan itu berdinding hijau segar. Atap hanya menaungi sebagian dari ruang yang dikelilingi dinding hijau tinggi.

Tiga meter dari pintu, tidak ada lagi lantai marmer yang mengkilap. Rumput-rumput hijau segar menjadi permadari ruangan luas itu. Berbagai tumbuhan tinggi rendah tumbuh dengan indahnya.

Sebuah kolam air terjun kecil terdapat di tengah-tengah taman. Airnya yang jernih berkilau-kilau tertimpa sinar matahari yang terik. Di sekelilingnya tumbuh bunga-bunga yang berwarna-warni.

“Indah sekali!” seru Shelvy, “Belum pernah saya melihat taman di dalam rumah seperti ini.”

“Taman ini didirikan untuk keadaan seperti ini. Di sini kita hanya akan merasa sejuk tanpa kepanasan. Fungsi lain Viridis Cella ini adalah sebagai tempat istirahat untuk keluarga kerajaan yang sakit dan bosan terus berada di kamar.”

“Viridis Cella?” Shelvy kebingungan, “Apa itu?”

“Nama ruangan ini,” jawab Pangeran kesal. “Dari bahasa Latin, artinya Ruang Hijau.”

“Pantas saya tak pernah mendengar kata aneh itu,” kata Shelvy tanpa rasa bersalah.

Pangeran dibuat jemu oleh Shelvy. Semua wanita adalah sama di mata Pangeran. Mereka hanya tahu bagaimana menjaga kecantikkan mereka sendiri. Tidak seorang wanitapun yang menarik untuk diajak berunding.

Bagi Pangeran, wanita adalah makhluk yang cantik tetapi juga membosankan. Termasuk di antaranya ketujuh gadis anak keluarga Horthrouth yang menarik seluruh pria di Evangellynn.

“Ruang ini cukup menyejukkan. Memang lebih baik berada di sini daripada di taman. Udara di luar sangat panas. Membuat saya merasa terpanggang.”

Shelvy mengamati sekeliling.

“Tak diragukan semua keluarga kerajaan senang bersantai di tempat yang sejuk dan indah ini. Sayang, tempat ini tidak dibuka untuk umum.”

Pangeran harus menahan diri untuk tidak berkata, “Tutup mulutmu! Aku bosan mendengar cara bicaramu yang mengejek itu.”

“Kasihan kakak-kakak saya, mereka tidak sempat berkunjung ke ruang ini. Mereka akan sangat iri ketika mendengar cerita saya.”

Pangeran mendengarkan dengan jemu.

Shelvy duduk di sebuah kursi.

Dengan malas Pangeran duduk di kursi sebelahnya dan memandang jemu taman di depannya.

Seorang pelayan muncul.

“Silakan diminum. Air jeruk yang dingin ini akan membuat suasana semakin sejuk.”

“Kami bisa kedinginan karenanya. Udara di sini sudah sangat sejuk.”

Pangeran menatap Shelvy dengan tajam lalu berkata, “Terima kasih. Aku memang membutuhkan ini untuk mendinginkan kepalaku.”

Pelayan itu membungkuk sambil menjauh.

“Anda marah kepada dia?”

Pangeran tidak menjawab. Ia terus meneguk minumannya hingga habis.

“Minum saja air jeruknya,” jawab Pangeran, “Minuman ini sangat cocok untuk siang sepanas ini.”

“Dan mendinginkan sikapmu yang sombong itu,” tambah Pangeran pada dirinya sendiri, “Kuharap.”

Satu hari lagi Pangeran bersama wanita seperti Shelvy, Pangeran akan mati karena marah yang dipendam.

Wanita semacam Shelvy adalah jenis wanita yang selalu ingin ditampar Pangeran. Bila bukan karena Ratu berpesan berulang kali padanya untuk bersikap ramah Pangeran para putri keluarga Horthrouth, Pangeran sudah tak tahu apa yang terjadi.

Setiap hari, Pangeran merasa harinya semakin bertambah lama. Makin dirasakan, satu menit makin terasa berjam-jam. Tetapi hari apapun pasti ada akhirnya demikian pula hari yang penuh kekesalan ini.

Hingga ketika akan pulang, Shelvy tetap bersikap angkuh. Dadanya terus membusung seolah-olah ia tidak pernah kenal lelah. Dagunya terus terangkat tanpa kenal lelah. Pandangan matanya terus memandang dingin sekelilingnya.

Kereta kuda keluarga Horthrouth telah menanti di depan pintu ketika mereka berdua keluar.

Shelvy mengangkat tangannya.

Pangeran meraihnya dengan malas dan menciumnya. “Selamat malam, Lady Shelvy.”

“Selamat malam, Pangeran. Saya sangat senang dapat menemani Anda sepanjang hari ini.”

Pangeran tidak ingin memberi komentar.

Komentar itu akan disimpannya hingga hari ketujuh saat Ratu memintanya. Hingga hari ketujuh, Pangeran akan terus mengumpulkan semua komentarnya dan ia akan memberikannya pada Ratu. Kemudian Ratu tidak akan pernah mendesaknya lagi.

No comments:

Post a Comment