Monday, March 26, 2007

Gadis Hari Ketujuh-Chapter 12

Nelly menunjuk kerumunan para lelaki di pintu. Sesaat kemudian tampak seorang gadis berusaha keras meninggalkan kerumunan itu. Ia mengatakan sesuatu dengan tegas pada orang-orang yang mengerumuninya itu dan terus melangkah.

“Sheba! Sebelah sini, Sheba!” panggil Coudy.

Gadis itu mendekat.

“Sungguh menyesal aku membuka kerudung ini sebelum bersembunyi,” gerutu gadis itu sambil membuka kain katun yang menutupi rambut hitamnya.

Pangeran tertegun mendengar suara gadis itu. Suara itu…

Ia pernah mendengar suara itu di suatu tempat. Suara lembut itu menghantui pikiran Pangeran. Pangeran ingin melihat wajah gadis itu tetapi para gadis keluarga Horthrouth telah mengerumuninya.

“Salah engkau sendiri menjadi gadis cantik,” kata Shelvy.

“Kupikir dengan tidak berangkat dengan kalian, aku tidak akan mendapat masalah. Ternyata, aku salah. Lain kali, aku akan berpakaian seperti seorang wanita Arab sehingga tak satupun tahu siapa yang datang.”

“Engkau pasti akan tetap tampak menonjol,” celetuk Emilie pula.

“Lihatlah engkau,” Carmen merapikan rambut adiknya, “Dengan apa engkau ke sini hingga tatanan rambutmu sudah berantakan?”

“Aku berkuda ke sini.”

“Engkau bercanda!?” seru para gadis itu terkejut.

“Tidak,” Sheba menjawab dengan tenang, “Hanya itu caranya aku bisa menapaki jalan masuk hingga ke Hall ini sampai akhirnya aku ketahuan.”

“Sudah para gadis, jangan banyak berbicara lagi,” hardik Countess, “Tidakkah engkau ingin memperkenalkan dirimu pada Paduka, Sheba?”

Gadis-gadis itu menepi.

Sang putri bungsu menatap Paduka Raja dengan senyumannya yang cantik. “Selamat malam. Perkenalkan saya adalah putri bungsu keluarga Horthrouth.”

Pangeran terkejut. Pandangan matanya tidak lepas dari wajah gadis itu.

Wajah yang cantik itu dihiasi senyum manis yang selama ini dikenalnya. Mata hijau bening itu adalah warna mata yang terindah yang selama ini sering ditatapnya. Wajah gadis itu mirip. Tidak, tidak hanya mirip. Tetapi gadis itu adalah gadis yang sama dengan gadis yang dicintainya!

Pangeran tidak percaya. “Tidak!” hardik suara hatinya, “Ia bukan gadis itu. Ia adalah makhluk menjijikkan yang selama ini kubenci!”

Walaupun Pangeran berkata seperti itu tetapi apa yang dilihatnya tidak berkata seperti itu.

Sinar mata yang lembut itu adalah milik gadis yang dicintainya. Senyum cantik yang menawan itu adalah senyum yang dicintainya. Suara lembut gadis itu adalah suara yang mengantarkan mimpi-mimpinya. Rambut hitam yang bercahaya itu adalah cahaya di dalam hatinya.

Gadis itu tersenyum lembut dengan sinar mata hijaunya yang menghanyutkan perasaan. Ia berdiri dengan anggun tanpa rasa takut di hadapan Raja. Ia membalas pandangan mata Raja dengan pandangan lembut tetapi penuh keberanian.

Gaun putihnya yang berenda-renda merah tampak sangat manis dengan kulitnya yang kekuningan. Rambut hitamnya terikat rapi di sisi kepalanya dan jatuh dengan lembut di bahunya yang telanjang.

Kain satin kuning yang menjadi kerudungnya, menutupi tangannya yang terbalut sarung tangan putih.

Raja tertawa gembira. “Luar biasa!” katanya senang, “Engkau benar, Emilie. Adik bungsumu memang cantik sekali. Aku terpesona olehnya.”

“Saya benar bukan,” Emilie gembira, “Semua orang mengatakan ia yang paling cantik di antara kami. Lihatlah wajahnya yang selalu berseri ini. Aku iri sekali. Andai aku punya kulit yang kuning kecoklatan seperti dia.”

“Karena kalian tidak mau keluar bersamaku. Kalian senang berdiam di dalam rumah daripada bermandikan cahaya matahari yang indah.”

“Maaf saja, aku tidak tahan panas,” balas Coudy.

“Anak-anak, tidak malukah kalian bertengkar di hadapan Paduka Raja dan Paduka Ratu?”

“Tidak ada alasan yang jelas untuk merasa malu, Papa,” jawab Sheba, “Kalau malu pada kenyataan, lebih baik merubahnya.”

“Maafkan dia, Paduka. Ia memang seperti ini,” Countess merasa tidak enak.

Raja menanggapinya dengan tertawa riang. “Hebat! Hebat sekali! Engkau sangat berani. Aku menyukaimu.”

“Gadis secantik engkau mengapa tidak mau sering muncul,” kata Ratu tiba-tiba.

“Itulah yang tidak disukainya, Paduka Ratu,” jawab Nelly, “Sheba tidak senang menjadi pusat perhatian seperti itu tadi.”

“Tetapi ia selalu menjadi pusat perhatian di mana pun ia berada,” timpal Janet.

Pangeran menatap gadis itu. Sinar matanya menunjukkan perasaan tidak senang yang dulu pernah dilihat Pangeran ketika ia memujinya.

“Karena itukah engkau tidak senang datang ke pesta-pesta?”

Gadis itu tersenyum – membiarkan Raja mencari sendiri jawabannya.

“Sebenarnya, dulu waktu tiba gilirannya menemui Pangeran, Sheba tidak sakit tetapi ia tidak menghilang,” kata Shelvy.

“Menghilang!?”

“Benar, Paduka Raja. Saat itu Sheba menghilang dan ia baru pulang beberapa hari setelahnya,” Earl merasa bersalah, “Saya tidak bermaksud membohongi Anda. Saat itu saya sedang putus asa. Saya tidak tahu harus berkata apa pada Anda. Sehari sebelum tiba gilirannya, saya telah mengingatkannya. Tetapi pagi hari saat tiba gilirannya, ia menghilang. Tak seorangpun mengetahui di mana ia berada. Ia sering menghilang dan tidak pulang selama berhari-hari.”

“Apa saja yang kaukerjakan selama itu?” tanya Raja tertarik.

“Ia membantu orang-orang yang miskin,” lagi-lagi Emilie menyahut.

“Di antara putri-putri kami, hanya ia yang paling berbeda,” kata Countess, “Daripada menggunakan uang untuk membeli baju mewah, ia lebih senang menggunakannya untuk membantu orang lain. Daripada datang ke pesta, ia lebih senang berkumpul dengan orang-orang miskin.”

“Benarkah itu?” Ratu tidak percaya.

“Benar, Paduka,” sekarang Janetlah yang menjawab, “Hilangnya ia saat ia harus bertemu Pangeran itu membuat ia menemukan Pienlang. Ia bukannya menemui Pangeran malah menemui penduduk Pienlang.”

“Ia merampok rumah kami,” Nelly tersenyum menatap Sheba.

“Semua barang bekas yang tak terpakai di rumah, dibawanya ke Pienlang.”

“Bukankah itu lebih baik daripada membiarkannya tertumpuk di gudang?” tanya Sheba dengan kepolosan anak kecil.

“Karena itu ketika Pangeran mengumpulkan bantuan untuk penduduk Pienlang, kami tidak dapat ikut menyumbang,” jelas Carmen, “Ia tidak hanya mengumpulkan dari rumah tetapi juga dari kerabat kami dan teman-teman kami.”

“Pienlang?” Raja berpikir keras. “Sepertinya aku pernah mendengarnya.”

“Jadi, engkaulah orang yang telah mendahului Eduardo,” kata Ratu.

“Tidak, Paduka Ratu,” bantah Sheba, “Tidak ada kata mendahului untuk membantu orang lain.”

“Mengapa engkau tidak mau menemui putraku malah memilih ke Pienlang?”

“Sejak awal ia memang tidak tertarik untuk menemui Pangeran,” kata Countess, “Ketika semua saudara-saudaranya berseru gembira karena bisa bertemu Pangeran, ia menghilang. Ketika ia mengetahuinya, ia tidak menunjukkan kegembiraannya. Ia tidak tampak senang dengan berita itu.”

“Dalam satu keluarga selalu ada yang paling aneh,” kata Ratu.

“Maafkan putri saya ini, Paduka.”

“Tidak apa-apa. Aku merasa senang ternyata ada gadis seperti ini di kerajaanku. Aku berharap semua gadis seperti dia. Sangat cantik tetapi penuh cinta kasih. Aku tak perlu bertanya lagi mengapa banyak orang yang menyukaimu.”

“Ia tidak hanya cantik tetapi juga manis,” keluh Earl, “Karena itu saya tidak pernah dapat menolak permintaannya.”

“Terutama bila ia membujuk dengan manis,” tambah Countess.

“Aku yakin semua pria mau melakukan apapun demi engkau.”

“Saya tidak menyukai kata-kata itu, Paduka Raja,” kata Sheba jujur, “Maaf bila saya menyinggung perasaan Anda tetapi itulah kenyataannya.”

Pangeran sudah dapat menduga jawaban itu. Sebelumnya ia pernah mendengar sendiri gadis itu berkata seperti itu.

“Lancetlon tampaknya sangat mengagumi Anda. Saya tak heran ia segera menyanggupi permintaan Anda dengan meninggalkan semua pekerjaannya yang lain.”

“Maafkan saya, Pangeran, bila Anda berkenan jangan berkata seperti itu lagi. Saya tidak senang mendengarnya. Kedengarannya seperti saya memanfaatkan pria-pria untuk mendapatkan keinginan saya.”

“Bukan. Bukan itu maksud saya,” kata Pangeran cepat-cepat. Setelah itu Pangeran cepat-cepat mengganti pokok pembicaraan. Pangeran tidak ingin gadis itu berpikir bagi Pangeran ia sama seperti para Pelangi Evangellynn yang dibencinya itu.

“Engkau tidak hanya berani tetapi juga penuh keterusterangan. Aku menyukainya.”

“Gadis sepertimu tentunya sudah mempunyai kekasih,” kata Ratu menyayangkan, “Kekasihmu tentu sangat beruntung bisa memiliki gadis yang cantik seperti engkau bukan hanya wajah tetapi juga hati. Aku ingin tahu siapakah pria yang beruntung itu?”

“Sheba!”

Seketika gadis itu menoleh. Ia tersenyum gembira melihat kedatangan pria itu. “Irvainz!” Sheba menyambut kedatangan pria itu dengan pelukannya.

Hati Pangeran panas terbakar cemburu. Ia ingin sekali memisahkan kedua orang itu dan berkata dengan lantang, “Ia adalah milikku!”

“Aku bersyukur sekali engkau datang.”

“Ketika mendengar engkau akan datang, aku sudah tahu engkau akan mengalami kesulitan. Oleh karena itu aku datang khusus hanya untukmu.”

“Aku senang sekali.” Sheba menoleh dan dengan tersenyum berkata, “Selamat malam.”

Irvainz membawa gadis itu pergi.

Pangeran menatap lekat-lekat kepergian sepasang orang itu dengan penuh kecemburuan yang membakar hatinya. Tak sengaja Pangeran melihat sinar aneh di mata Carmen.

“Sungguh beruntung pria itu. Siapakah dia?”

“Ia adalah cucu Duke Xellz,” kata Countess, “Sejak dulu mereka memang akrab.”

“Mereka adalah pasangan yang serasi. Sekarang aku mengerti mengapa Sheba tidak berminat menemui Eduardo. Sayang sekali, sungguh sayang sekali.”

Countess merasa bersalah mendengar nada bicara Ratu.

“Maafkan saya,” kata Pangeran tiba-tiba, “Saya permisi dulu.”

“Mau ke mana engkau?” tanya Ratu.

“Aku ingin berjalan-jalan sebentar,” jawab Pangeran sambil berlalu.

Pangeran ingin meredakan panas kecemburuan di dalam hatinya. Sekarang jelaslah semuanya. Gadis itu mengatakan ia tidak mempunyai tunangan tetapi ia telah memiliki seorang kekasih.

Irvainz adalah pria yang tampan dan gagah. Ia pasti membuat Sheba benar-benar mencintainya.

Sudah tertutup harapan bagi Pangeran untuk merebut cinta gadis itu. Ketika bersamanya Sheba selalu tampak kebingungan dan selalu panik bila disentuhnya. Tetapi ia tidak panik ketika bersama Irvainz, malah dengan mesranya memeluk Irvainz.

Pangeran cemburu besar!

Api kecemburuan membakar hatinya.

Tiba-tiba Pangeran melihat Irvainz membawa Sheba ke tempat gelap yang terlindung dari pandangan orang lain.

Pangeran ingin tahu apa yang akan dilakukan Irvainz pada Sheba. Bila sampai pria itu memperlakukan Sheba dengan tidak baik, Pangeran akan menghajarnya.

Pangeran mengikuti kedua orang itu.

Irvainz membersihkan sebuah bangku panjang kemudian menyuruh Sheba duduk di sana. Mereka berbicara sebentar lalu Irvainz kembali ke Hall pesta.

Dari tempat persembunyiannya, Pangeran melihat kepergian Irvainz. Pangeran melihat Irvainz menghilang di dalam kerumunan orang lalu ia mendekati Sheba.

Sheba mendengar langkah-langkah kaki mendekat. “Siapakah itu?” tanyanya.

Pangeran hanya menatap gadis itu. Ia tidak tahu harus berkata apa.

“Selamat malam, Pangeran,” Sheba pertama kali menyapa, “Silakan duduk, Pangeran.”

“Apakah dia tidak akan marah?”

“Siapa? Irvainz?” tanya Sheba, “Irvainz tidak akan marah. Ia hanya membantu menyembunyikan saya.”

Sheba tersenyum. “Ia adalah teman yang baik. Ia selalu membantu saya setiap kali saya mempunyai kesulitan. Ia mengetahui saya tidak senang dikerumuni orang, karena itu ia menyembunyikan saya di sini.”

Pangeran ragu-ragu. Tiba-tiba ia merasa sangat bersalah. Di hadapan gadis itu sendiri ia telah menjelek-jelekkan para putri keluarga Horthrouth yang juga kakak-kakaknya juga dirinya sendiri.

“Silakan duduk, Pangeran,” kata Sheba, “Apakah Anda tidak lelah terus menerus berdiri? Bila Anda terus berdiri dan orang-orang di dalam itu mengetahui saya berada di sini, Irvainz akan marah pada Anda.”

Pangeran duduk di samping Sheba. Ia tidak tahu apa yang harus dikatakannya.

Sheba juga tidak berusaha mengajak Pangeran berbicara. Ia diam menatap orang-orang.

“Mengapa engkau tidak mengatakannya padaku?” tanya Pangeran tiba-tiba.

“Bila saat itu saya mengatakannya, apakah Anda akan percaya?” Sheba balas bertanya.

Pangeran terdiam. Dengan pikirannya yang seburuk itu tentang para Pelangi Evangellynn terutama sang gadis bungsu, ia pasti tidak akan percaya. Gadis ini berbeda dengan gadis dalam pikirannya. Jauh sangat berbeda.

Kedua orang itu terdiam. Tidak ada yang berusaha berbicara.

Kesunyian ini mencengkam perasaan bersalah Pangeran. Pangeran merasa serba salah. Ia ingin mengajak gadis itu berbicara tetapi tidak tahu apa yang harus dibicarakannya. Sebelumnya ia bisa berbicara segala hal dengan gadis itu tanpa perasaan aneh seperti ini.

Pangeran merasa tidak enak.

Gadis itu juga berdiam diri. Ia tidak mempunyai hal untuk dibicarakannya.

Di kejauhan seseorang memperhatikan kedua orang itu dengan penuh keingintahuan. Tanpa sepengetahuan Pangeran, Ratu mengikutinya sejak ia meninggalkan keluarga Horthrouth.

Sebagai seorang ibu, Ratu merasakan keanehan pada putranya setelah kepergian Sheba bersama Irvainz.

Ratu tahu Pangeran tidak menyukai para gadis keluarga Horthrouth. Pangeran sangat membencinya, Ratu juga tahu. Tetapi Pangeran tidak penah meninggalkan mereka sebelum Ratu benar-benar memberinya ijin.

Malam ini sikapnya sangat aneh. Ia tahu Ratu mengharapkan ia mengajak seorang dari para gadis keluarga Horthrouth untuk berdansa dengannya. Pangeran tahu Ratu tidak akan mengijinkannya meninggalkan keluarga Horthrouth sebelum ada ijin darinya. Tetapi…

Pangeran meninggalkan keluarga itu begitu saja dan menganggap mereka seolah tidak ada.

Siapapun pria itu, tak peduli dia Pangeran yang keras hati atau bukan, pasti akan jatuh cinta pada gadis secantik Sheba.

Ratu sendiri merasa bila ia adalah seorang laki-laki, ia akan jatuh cinta pada gadis itu pula. Gadis cantik itu pemberani juga penuh kelembutan. Kecantikkannya benar-benar serasi dengan kecantikan hatinya.

Wajahnya yang cantik saja telah mempesona apalagi bila ditambah kecantikkan hatinya yang jarang ditemui terutama pada gadis-gadis muda.

Ratu mengaku kalah pada Sheba. Dulu sewaktu ia masih muda, ia sangat gembira setiap ada undangan tertuju padanya. Tanpa pikir panjang, ia merengek pada orang tuanya untuk dibelikan gaun indah yang akan dikenakannya dalam pesta itu.

Sheba sangat berbeda dengan Ratu. Ia tidak tertarik pada pesta-pesta yang gemerlapan dengan para wanitanya yang cantik-cantik dan para pria yang tampan. Ia tidak tertarik dengan gaun-gaun indah yang mahal.

Ratu mengagumi Sheba. Dalam pikirannya, andai gadis seperti itu menjadi seorang Ratu, ia pasti akan menjadi Ratu yang baik dan dicintai rakyat. Cantik, tegas, berani, lembut dan penuh belas kasih.

Ratu sangat kecewa ketika melihat Sheba pergi bersama Irvainz. Ia begitu mengharapkan gadis itu bisa meluluhkan kekerasan hati Pangeran.

Seperti yang dikatakan orang-orang, putri bungsu keluarga Horthrouth adalah putri yang paling cantik di antara semua putri yang lain. Ia adalah gadis yang sangat cantik. Kecantikkannya tidak dapat terlukiskan oleh pelukis terkenal manapun. Wajahnya yang cantik bisa dilukiskan dengan sangat indah tetapi tidak ada seorangpun yang bisa menggambarkan hatinya yang lebih halus dari kapas.

Ratu tertarik melihat dua orang itu duduk di kegelapan. Sejak tadi mereka tidak bergerak. Ratu tidak dapat melihat apa yang sedang dilakukan Pangeran dan Sheba. Ratu menduga Pangeran sedang berbicara dengan gadis menarik itu.

Kegembiraan meluap-luap di hati Ratu. Akhirnya ada juga seorang gadis yang dapat meluluhkan kekerasan hati Pangeran. Ratu teringat pada Irvainz, cucu Duke Xellz. Kembali kekecewaan menyerang Ratu.

Kedua orang itu tidak diganggu siapapun sejak tadi. Irvainz juga tidak muncul untuk mengusir Pangeran. Itu berarti pria itu tidak terlalu peduli pada Sheba.

Harapan kembali muncul. Bagaimana hubungan Sheba dan Irvainz, masih belum jelas. Countess tadi hanya mengatakan kedua orang itu akrab sejak dulu tetapi tidak berarti mereka berdua adalah sepasang kekasih.

Ratu mencari-cari Countess.

Ratu menemukan Countess berbicara dengan suaminya dan beberapa pasang orang di tepi lantai dansa.

“Anda tidak berdansa?” Ratu memulai pembicaraan.

“Terima kasih, Paduka Ratu. Kami sudah lelah berdansa,” jawab mereka.

“Malam ini masih panjang. Nikmatilah pesta ini selagi waktu masih panjang.”

“Kami sangat menikmati pesta ini, Paduka.”

Ratu tersenyum. “Countess, bisakah kita berbicara sebentar.”

“Tentu, Paduka.”

“Maafkan saya, saya ingin berbicara berdua dengan Countess,” kata Ratu sambil tersenyum.

Countess mengikuti langkah Ratu.

Ratu mengajak Countess ke serambi tempat ia tadi melihat kedua orang itu.

“Bagaimanakah hubungan Sheba dengan Irvainz?” tanya Ratu tiba-tiba. “Apakah mereka saling mencintai?”

“Saya kurang mengetahui tentang hal itu, Paduka,” jawab Countess, “Sejauh yang saya ketahui, Irvainz dan Sheba sangat akrab. Mereka seperti kakak adik. Irvainz selalu menjaga Sheba dari laki-laki yang tidak disenangi Sheba.”

“Mereka bukan kekasih?” tanya Ratu lagi.

“Sepertinya tidak, Paduka. Saya tidak mengetahuinya dengan pasti, tetapi perasaan saya mengatakan mereka bukan sepasang kekasih. Bila mereka saling mencintai, tentu Sheba telah mengatakannya pada saya. Selama ini ia tidak pernah membicarakan tentang itu.”

“Berarti masih ada kesempatan,” gumam Ratu senang. “Sekarang lihatlah itu.”

Ratu menunjuk kedua orang yang masih tidak berpindah dari tempat itu.

Countess berusaha mencari yang dimaksudkan Ratu.

“Lihatlah dua orang yang sedang duduk di depan semak-semak tinggi itu,” kata Ratu sambil mengarahkan telunjuknya kepada dua orang itu.

“Siapakah yang ada di sana, Paduka?” tanya Countess.

“Mereka adalah Sheba, putrimu dan Eduardo, putraku,” jawab Ratu bersemangat.

Countess tidak percaya. Ia menatap lekat-lekat kedua orang itu dan berusaha melihat sepasang wajah dalam kegelapan itu.

“Menurutmu bagaimana?”

Countess tidak dapat menjawab. Tempat mereka berada sangat gelap dan ia tidak dapat melihat dengan jelas siapa yang ada di sana. Tetapi melihat bentuk tubuh mereka dan baju mereka, Countess tahu mereka adalah seorang wanita dan seorang pria.

“Dari sini aku bisa melihat sinar cinta di mata Eduardo,” Ratu berkata seperti berada dalam dunia bayangan.

Countess keheranan menatap Ratu. Ia tidak bisa melihat apapun di kegelapan sana selain sosok dua orang. Ia tidak dapat melihat wajah Pangeran apalagi sinar matanya.

“Aku yakin sekali Eduardo jatuh cinta pada Sheba,” mata Ratu bersinar-sinar bahagia.

“Menurut saya, Anda…”

“Aku benar, bukan?” potong Ratu gembira, “Akhirnya ada juga gadis yang bisa meruntuhkan kekeraskepalaan Eduardo.”

Countess tidak dapat berkata apa-apa. Ia tadi ingin mengatakan, “Menurut saya, Anda terlalu berlebih-lebihan.” Sekarang Countess tidak tahu harus berkata apa. Ia tidak ingin membuat Ratu yang tengah bergembira ini kecewa.

“Menurutmu apakah Sheba akan menerima bila Eduardo melamarnya?”

Countess terkejut hingga tidak dapat berkata apa-apa.

Ratu tidak sabar menanti jawaban Countess.

“Apakah Pangeran dapat menerimanya bila Anda tiba-tiba memutuskan ia harus melamar Sheba?” Countess bertanya hati-hati – takut membuat kegembiraan Ratu hancur.

“PASTI!” kata Ratu bersemangat, “Ia pasti bisa menerimanya. Tidakkah engkau lihat sinar cinta di matanya yang sangat indah itu?”

Countess kebingungan melihat dua orang di kegelapan itu. Ia memincingkan mata – berusaha keras melihat sinar mata Pangeran.

“Oh, aku tidak sabar melihat pernikahan kedua orang itu,” Ratu bergumam.

Countess tidak tahu lagi harus berkata apa. Ia kebingungan.

Kemunculan Sheba memang selalu membawa kekejutan. Ini bukan pertama kalinya Sheba membuat kejutan saat ia menghadiri pesta.

Saat Sheba masih dua belas tahun, Countess pernah mengajaknya ke pesta temannya. Kemunculannya yang pertama kali itu menggemparkan teman-temannya juga para undangan yang lain karena kecantikkannya.

Sejak kecil kecantikkan Sheba telah terlihat jelas. Dan, dengan semakin dewasanya dia, kecantikkannya semakin tampak menonjol. Sheba yang cantik manis membuat teman-temannya menyukainya. Apalagi Sheba sangat berani. Ia tidak takut berada di tengah-tengah orang dewasa. Ia bersikap sangat ramah dan manis – membuat siapapun terpukau.

Keanggunan Sheba dan tutur katanya yang sangat sopan, memukau semua orang. Sikapnya yang penuh tata krama itu membuat semua menduga Sheba adalah seorang Putri kerajaan yang kebetulan berada di rumah Countess.

Tetapi, sejak itu Sheba menghindari pesta. Ia tidak senang dikerumuni orang-orang yang mengaguminya. Tidak satu pestapun yang didatanginya setelah itu. Banyak undangan ditujukan untuknya tetapi tidak satupun dibukanya.

Selalu, setiap ada undangan, Sheba menghilang. Tetapi kemunculannya selalu dinantikan setiap pria yang memujanya.

Karena itu semua orang mengatakan ketujuh warna pelangi jarang muncul bersamaan.

Sungguh kesempatan yang sangat langka untuk melihat para Pelangi Evangellynn bersama-sama.

Penghuni Clypst sendiri jarang melihat ketujuh gadis itu berkumpul bersama apalagi orang luar. Sheba adalah satu-satunya penghuni Clypst yang jarang muncul. Ia jarang berada di rumah.

Apakah Sheba mau menerima lamaran Pangeran?

Countess tidak tahu. Selama ini ia tidak tahu siapakah pria yang dicintai Sheba sebab sejauh ini Countess melihat Sheba berusaha menghindari pria-pria yang mengejar cintanya. Kepada Irvainz saja ia mau mendekat tetapi alasannya jelas bagi Countess.

Irvainz adalah teman para gadisnya. Pria itu bagai kakak bagi putri-putrinya terutama Sheba yang selalu mengandalkan Irvainz setiap ia mempunyai masalah dengan pria yang mengejar cintanya.

Tiba-tiba Pangeran berdiri.

“Apa yang akan dilakukannya?” tanya Ratu pada Countess.

“Saya tidak tahu, Paduka.”

Pangeran meninggalkan Sheba.

“Anak bodoh! Apa yang dilakukannya? Mengapa ia meninggalkan gadis itu sendirian?” Ratu marah-marah, “Apa ia tidak takut kalau Sheba diajak pria lain? Tahu rasa engkau kalau Sheba pergi dengan pria lain.”

“Saya menyarankan Anda lebih tenang, Paduka. Sepertinya Pangeran mengambilkan minum untuk Sheba,” Countess berusaha menenangkan.

Sesaat kemudian Pangeran terlihat mendekati Sheba dengan dua gelas anggur putih di tangannya.

Pangeran memberikan gelas itu pada Sheba.

“Terima kasih, Pangeran.”

Pangeran kembali duduk di samping Sheba dan tidak tahu harus berkata apa.

Sheba memainkan gelas itu dengan tangannya. Ia memutar-mutar gelas itu dan menatap permukaannya yang beriak.

Pangeran bingung. Baru kali ini ia bingung menghadapi seorang wanita. Ia tidak tahu apa yang harus dikatakannya.

Pangeran menatap tangannya.

“Ah!”

Pangeran terkejut.

“Ada apa?” tanyanya cemas, “Apa yang terjadi?”

Sheba tersenyum sambil memandang ke atas. “Salju turun.”

Pangeran melihat sebutir salju putih jatuh di antara mereka. Sesaat kemudian turun butir yang lain.

“Sebaiknya kita masuk ke dalam.”

Sheba memandang orang-orang di Hall tanpa rasa tertarik.

Pangeran mengerti Sheba tidak ingin dikerumuni pria penggemarnya seperti ketika ia datang tadi. Pangeran ingin mengatakan, “Mendekatlah kemari. Akan kuhangatkan dirimu,” tetapi ia ragu-ragu. Ia merasa serba salah untuk mengatakan semua itu.

Sheba mengangkat selendang kuningnya menutupi bahu dan lehernya.

Tangan Pangeran terulur membantu gadis itu merapikan rambutnya yang tertarik oleh selendangnya.

“Terima kasih, Pangeran,” Sheba tersenyum manis.

Pangeran terkejut menyadari apa yang dilakukannya. Ia merasa serba salah.

“S… sama-sama.”

Sheba tidak dapat menahan senyum gelinya melihat wajah Pangeran yang memerah seperti anak kecil.

“Ada apa?” tanya Pangeran kebingungan. “Ada yang salah?”

“Anda,” jawab Sheba, “Anda sangat manis seperti seorang anak kecil.”

Pangeran malu. Baru kali ini ada gadis yang terus terang mengatakan hal itu padanya. “Apakah bagimu aku adalah anak kecil?” Pangeran pura-pura marah.

“Tidak. Sikap Anda yang barusan yang menunjukkan hal itu,” Sheba berterus terang.

Pangeran melihat Sheba tidak mempermasalahkan semua kata-kata Pangeran. Ia bersikap wajar seperti biasanya.

Kemarin sebelum Pangeran mengetahui siapa dia, Sheba juga seperti ini. Bila ia melihat Pangeran terlalu serius, ia menggoda Pangeran. Kadang Pangeran yang pertama menggoda Sheba. Mereka saling menggoda.

Pangeran senang menggoda Sheba karena bila gadis itu digoda sedikit saja, maka rona merah di wajahnya akan semakin memerah dan membuatnya semakin manis.

Sheba mempermainkan gelas di antara kedua tangannya. Ia mendekatkan tangannya ke dekat mulutnya dan meniupnya. Awan putih muncul setiap kali ia menghembuskan nafasnya.

Pangeran ingin sekali memeluk Sheba dan menghangatkannya.

“Minumlah anggur Anda, kemudian Anda akan merasa hangat.”

Sheba meminum sedikit anggurnya. Matanya memandang ke depan Hall. Saat itulah Sheba melihat gerakan-gerakan aneh di serambi yang menghadap taman.

Pangeran mengikuti arah pandangan Sheba. “Siapakah yang Anda lihat?”

“Tidak ada,” jawab Sheba, “Sepertinya saya harus pergi sekarang.”

“Anda akan kembali secepat ini?” tanya Pangeran sebelum sempat menyembunyikan kekecewaannya.

Sheba tersenyum pada Pangeran tetapi matanya melirik pada Ratu dan ibunya di serambi. Sheba tidak tahu sejak kapan kedua orang itu memperhatikannya dan Pangeran tetapi ia melihat kakak-kakaknya juga ikut mendekat melihat kelakuan kedua orang itu yang aneh.

Entah sadar atau tidak, sikap Ratu dan Countess telah menarik perhatian orang lain. Ratu dan Countess membungkuk di antara semak-semak dan bersikap seperti pencuri sedang mengintip rumah buruannya.

Sebelum ada yang menyadari bahwa Ratu dan Countess memperhatikannya, dan sebelum pria lain mengetahui keberadaannya, Sheba harus meninggalkan tempat ini. Sheba tidak ingin mendapat kesulitan ketika pulang.

“Lebih baik pulang pertama kali daripada yang terakhir,” jawab Sheba.

“Anda akan pulang sendiri dengan kuda Anda itu?” tanya Pangeran.

Sheba mengangguk. “Di manakah saya bisa meletakkan gelas ini, Pangeran?”

“Letakkan saja di sini. Nanti pelayan akan mengambilnya,” kata Pangeran.

Sheba meletakkan gelas itu di kursi dan berdiri.

Pangeran mengikuti perbuatan Sheba. “Saya akan mengantar Anda.”

“Tidak perlu, Pangeran. Anda adalah tuan rumah di sini. Anda tidak boleh meninggalkan tamu Anda.”

“Anda juga tamu saya,” balas Pangeran, “Saya khawatir membiarkan Anda pulang sendiri.”

“Saya mempunyai banyak orang yang akan menjaga saya di manapun saya berada.”

“Saya akan lebih tenang setelah mengantarkan Anda hingga ke rumah.”

“Saya tidak ingin merepotkan Anda.”

“Anda tidak merepotkan saya,” Pangeran bersikeras. “Saya akan mengantar Anda pulang. Besok saya akan menyuruh orang mengantar kuda Anda.”

Kecemasan Pangeran akan keselamatan Sheba mengalahkan perasaan bersalahnya. Pangeran menarik tangan Sheba dan menuntunnya ke istal belakang istana.

“Keluarkan kuda nona ini,” perintah Pangeran.

“Baik, Pangeran.”

Para penjaga kuda itu segera mengeluarkan kuda putih yang tadi dinaiki Sheba.

Sebelum Sheba berkata apa-apa, Pangeran telah mengangkatnya dan mendudukkan gadis itu di depan pelana kemudian ia duduk di belakang gadis itu.
“Kalau ada yang mencariku, katakan aku mengantar gadis ini.”

“Hamba mengerti, Pangeran.”

Pangeran melajukan kuda meninggalkan istana dengan perlahan.

Sheba mengangkat selendangnya menutupi rambutnya. Sebelum ia selesai melakukannya, tangan Pangeran telah menariknya merapat.

Sheba panik. Ia kebingungan. Matanya memandang Pangeran. Wajahnya memerah.

Pangeran membalas tatapan mata itu dengan menahan keinginannya untuk mencium wajah cantik itu.

“Merapatlah agar Anda tidak merasa kedinginan,” kata Pangeran.

Sheba ragu-ragu.

Pangeran melingkarkan tangannya di sekeliling pinggang Sheba dan menariknya semakin merapat hingga Sheba dapat merasakan kehangatan tubuh Pangeran di sekelilingnya.

Sheba merasa terlindung dari udara dingin ini.

Kedua orang itu tidak sadar berpasang-pasang mata menatap mereka.

“Hebat, putraku!” seru Ratu senang, “Jauhkan gadis itu dari pria-pria lain.”

Countess terpana melihat putrinya pergi bersama Pangeran.

“Ke mana mereka akan pergi, Mama?” terdengar suara putri-putri Countess yang lain.

Countess terkejut. “Sejak kapan kalian berada di sini?”

“Sejak kami melihat Mama dan Paduka Ratu yang seperti pencuri,” jawab Coudy.

“Engkau melihat itu, Countess?” tanya Ratu tanpa mempedulikan keberadaan putri-putri Horthrouth yang lain. “Aku yakin aku tidak salah!”

“Mungkin Anda benar, Paduka,” kata Countess.

“Pasti!” Ratu meyakinkan.

No comments:

Post a Comment