Saturday, March 24, 2007

Gadis Hari Ketujuh-Chapter 11

Ketakutan Pangeran akhirnya terjadi juga.

Hanya satu minggu sejak pertemuannya yang terakhir dengan gadis itu, gadis itu menghilang tanpa jejak dan tidak kembali lagi.

Suster Bernadetta mengatakan gadis itu merasa sudah terlalu lama berada di Popolo sedangkan pekerjaannya masih banyak.

Pangeran menyesal. Ia menyesali dirinya sendiri.

Andai setelah pesta sial yang menjemukan itu, ia menemui gadis itu, ia tidak akan kehilangan dia. Tetapi Pangeran berulang kali menunda kepergiaannya untuk menyelesaikan urusan-urusan yang telah ditinggalkannya dan tidak dapat diwakilkan pada siapapun.

Saat itu Pangeran teringat pada kata-kata gadis itu,

“Saya merasa sangat bersalah pada rakyat Evangellynn bila Anda melalaikan pekerjaan Anda karena masalah ini.”

Pangeran tidak mau gadis itu membencinya karena ia melalaikan tugasnya. Pangeran ingin terus menjalin hubungan baik dengan gadis itu walau ia tidak mungkin lagi menjadi kekasihnya.

Hingga detik ini, Pangeran yakin gadis itu telah mempunyai kekasih. Hanya saja ia tidak mau mengatakannya. Mungkin karena malu.

Mereka telah saling mengenal. Banyak yang telah diceritakan Pangeran pada gadis itu. Banyak pula yang diceritakan gadis itu padanya walau sedikitpun ia tidak menyebutkan tentang dirinya maupun keluarganya.

Pangeran masih teringat pembicaraan mereka terakhir adalah tentang Pelangi Evangellynn.

“TIDAK MUNGKIN!” seru Pangeran kaget.

“Apakah mungkin ia tiba-tiba menghilang karena kata-kataku waktu itu?” pikir Pangeran.

Pangeran berpikir keras. Apakah mungkin gadis itu enggan bertemu dengan Pangeran lagi setelah mendengar pendapat Pangeran tentang Pelangi Evangellynn yang cantik-cantik.

Perasaan bersalah menyelimuti hati Pangeran. Andai waktu itu Pangeran tidak hanya menjelek-jelekkan Pelangi Evangellynn, tetapi juga memuji gadis itu dan mengatakan betapa bedanya gadis itu dengan para Pelangi Evangellynn yang sombong, gadis itu tidak akan pergi.

“Makhluk sial!” umpat Pangeran kesal.

Sejak bertemu dengan para gadis itu, hidupnya serasa bagai di neraka. Tidur tidak enak, berpikir tidak tenang. Semua yang semula berjalan lancar, tiba-tiba menjadi kacau balau.

Kebencian Pangeran pada pelangi Evangellynn semakin memuncak.

Pangeran masih ingat peristiwa minggu lalu saat di pesta Duke Xellz. Di dalam pesta itu, ia harus berdansa dengan keenam gadis itu bergiliran. Dan gadis tidak tahu diri itu tidak mau mengerti bahwa Pangeran telah merasa lelah.

Kakak-kakaknya telah begitu membosankan apalagi adiknya. Pangeran yakin gadis ketujuh itu lebih parah dari semua anak Earl Horthrouth. Hatinya sangat sombong. Sedikitpun ia tidak mau datang ke pesta orang yang telah mengundangnya. Sungguh angkuh. Entah pesta seperti apa yang dia inginkan untuk didatangi.

Pangeran berjalan mondar-mandir. Hatinya galau. Ketakutannya telah terjadi, sekarang apa yang harus dilakukannya? Gadis yang dicintainya kembali menghilang dan ia tidak tahu di mana harus mencarinya.

Apa yang dapat digunakan Pangeran untuk mencarinya?

Namanya? Ia tidak tahu.

Keluarganya? Ia tidak pernah mendengar dari gadis itu sendiri.

Asalnya? Tak seorangpun tahu.

Pangeran bingung. Pikirannya kacau seperti benang kusut yang tak berujung.

“Pangeran.”

“Ada apa?” tanya Pangeran gusar, “Apakah engkau mengetahui di mana gadis itu?”

“Gadis mana, Pangeran?” prajurit itu kebingungan, “Saya tidak mengerti maksud Anda.”

“Lupakan saja,” Pangeran mengibaskan tangannya, “Ada apa?”

“Roger datang menghadap.”

Pangeran tidak peduli lagi akan apa yang terjadi. Pikirannya sekarang dipenuhi oleh menghilangnya gadis itu.

“Roger ingin menemui Anda, Pangeran,” prajurit itu mengulangi pemberitahuannya.

“Suruh dia masuk.” Setelah ini selesai, Pangeran harus memikirkan kerajaan mana yang mungkin menjadi kerajaan gadis itu. Secepat mungkin ia mencari, secepat mungkin ia bertemu dengan gadis itu.

Seminggu berurusan dengan masalah kerajaan yang menumpuk, tidak membuat Pangeran melupakan gadis itu. Pangeran secepat mungkin menyelesaikan pekerjaannya hanya untuk segera bertemu kembali dengan gadis itu.

Seminggu ini, ia tidak sabar untuk bertemu dengan gadis itu. Pangeran selalu merindukannya. Seminggu saja Pangeran tidak dapat bertahan apalagi untuk selamanya.

Pangeran tidak mau. Ia harus bisa menemukan gadis itu tak peduli bahwa Pangeran tidak dapat memiliki gadis itu. Melihatnya saja sudah membawa kebahagiaan sendiri bagi Pangeran.

“Selamat siang, Pangeran.”

“Selamat siang,” balas Pangeran, “Cepat katakan keperluanmu, aku tidak memiliki banyak waktu.”

“Saya datang mewakili penduduk Pienlang mengundang Anda ke pesta perayaan dibukanya saluran air itu.”

“Pienlang?” timbul gagasan dalam benak Pangeran.

“Apakah mungkin dia ke sana?” tanya Pangeran pada dirinya. “Tidak! Tidak mungkin. Bukankah ia pernah mengatakan semuanya telah kutangani dan ia tidak perlu ke sana lagi. Selain itu pekerjaannya masih banyak.”

“Mereka sangat mengharapkan Anda hadir. Karena berkat Anda pula saluran itu bisa terwujud.”

“Tak peduli ia pasti ada atau tidak, aku harus ke sana. Mungkin dia ada di sana. Walaupun kemungkinannya kecil, aku harus mencobanya. Aku tidak tahu apakah aku akan beruntung atau tidak!” Pangeran memantapkan dirinya sendiri.

“Aku akan hadir di sana. Kapan pesta itu dilaksanakan?”

“Sebelumnya kami meminta maaf, Pangeran, karena terlambat memberitahu Anda. Pesta itu akan dilaksanakan hari ini juga. Sekarang penduduk sedang mempersiapkan pesta itu.”

“Aku akan hadir!” Pangeran memastikan.

“Penduduk akan senang mendengar keputusan Anda. Saya akan memberitahu mereka.”

“Ya, pergilah,” Pangeran memberi ijin.

Sekecil apapun kemungkinannya, Pangeran tidak akan melepaskannya. Pangeran sangat berharap gadis itu ikut diundang ke tempat itu. Pangeran berharap gadis itu hadir.

Kembali keragu-raguan menyerang Pangeran.

Tidak seorangpun mengetahui asal gadis itu. Tak seorangpun bisa menebak di mana dia berada. Bagaimana Pienlang bisa mengundang gadis itu? Ke mana mereka mengirimkan undangannya?

Pangeran ragu-ragu pada keputusan yang baru dibuatnya. Tetapi ia tidak bisa mengabaikan kemungkinan yang sangat kecil ini. Pangeran tidak tahan bila selamanya tidak bisa bertemu gadis itu dan ia tidak mau hal itu terjadi!

Sore itu Pangeran berangkat ke Pienlang bersama beberapa pengawalnya. Mereka berkuda perlahan ke Pienlang walau Pangeran ingin menyentakkan kudanya agar berlari secepat kilat ke Pienlang.

Pangeran ingin segera melihat apakah gadis itu ada di pesta itu atau tidak. Pangeran tidak sabar. Kerinduan dalam hatinya ini sudah tidak tertahankan lagi.

Orang-orang berlalu lalang di jalanan. Penduduk Pienlang, Herbranchts dan daerah-daerah lain datang meramaikan suasana gembira di Pienlang.

Roger segera menyambut kedatangan Pangeran.

“Selamat datang, Pangeran. Kami telah menanti Anda.”

Lancetlon tertawa gembira sambil mendekat. “Selamat datang, Pangeran. Akhirnya saluran ini akan dibuka.”

“Aku berpikir saluran ini sudah sejak lama selesai.”

“Benar, Pangeran. Tetapi penduduk Pienlang maupun Herbranchts tidak mau membukanya sebelum Tuan Puteri datang. Mereka ingin Tuan Puteri datang untuk ikut bergembira dalam suasana ini.”

Pangeran senang harapannya terkabul tetapi ia masih khawatir apa yang baru saja didengarnya itu salah.

“Tuan Puteri kalian itu akan datang?”

“Benar, Pangeran. Tuan Puteri akan datang. Ia berjanji akan datang dan ia pasti akan menepatinya.”

“Tervis!” Pangeran terkejut. “Engkau datang juga.”

“Saya tidak akan melewatkan kesempatan untuk bertemu Tuan Puteri lagi. Saya begitu merindukannya sejak ia pergi,” kata Tervis, “Anda juga pasti merasa seperti itu setelah bertemu dengan Tuan Puteri.”

Pangeran tidak ingin mengaku bahwa ia telah bertemu dengan Tuan Puteri mereka itu.

“Tuan Puteri sudah datang sejak tadi. Sekarang berada di manakah ia?” Lancetlon mencari-cari di antara kerumunan orang banyak itu.

“Aku baru saja melihatnya membantu para wanita memasak.”

“Sayang sekali, Pangeran. Anda tidak dapat segera bertemu dengannya.”

“Saya akan mencarinya.”

“Benar. Carilah dia,” sahut Lancetlon. “Sebelum ia menghilang lagi.”

Roger segera meninggalkan tempat itu.

“Tuan Puteri adalah gadis yang paling sulit ditemui di dunia ini,” Lancetlon bercerita, “Butuh waktu dua bulan bagi kami untuk menemukannya.”

“Bagaimana kalian menemukannya?” tanya Pangeran ingin tahu.

“Kami semua tahu beberapa bulan sekali Tuan Puteri datang ke Herbranchts untuk menerima bantuan yang dikumpulkan penduduk Herbranchts. Sejak lama Tuan Puteri bertindak sebagai pengantar bantuan penduduk Herbranchts. Kami menantinya sangat lama hingga akhirnya minggu lalu ia muncul. Saat itu kami mengundangnya untuk hadir ke sini.”

“Aneh,” pikir Pangeran. Minggu lalu Pangeran masih bertemu dengan gadis itu tetapi ia tidak mengatakan apa-apa tentang pesta di Pienlang. Apakah mungkin setelah hari itu, gadis itu ke Herbranchts?

“Itu Roger datang!” kata Tervis gembira.

Roger datang bersama seorang gadis.

Gadis itu tampak sangat bersinar di kerumunan orang banyak. Matanya memandang lembut orang-orang yang tanpa henti menyapanya. Sinar kecantikkannya mengalahkan keindahan hiasan jalan-jalan yang bercahaya. Senyumnya yang manis menebarkan suasana gembira.

Gaunnya yang berwarna lembut melawan kerumunan orang yang rapat. Rambutnya tertata rapi. Rambut hitam yang diikat tinggi itu menggelung dan jatuh dengan lembut di bahunya yang terbalut kain katun hijau.

Mata Pangeran terus menatap gadis yang mendekat itu.

“Saya datang bersama Tuan Puteri, Pangeran,” lapor Roger.

“Selamat sore, Yang Mulia Pangeran,” gadis itu memberi salam dengan sikapnya yang hormat, “Ada keperluan apakah sehingga Anda mencari saya?”

“Saya tidak mempunyai keperluan apa-apa,” kata Pangeran berbohong. Di dalam hatinya, Pangeran harus menahan kuat-kuat keinginannya untuk memeluk gadis yang dicari-carinya dalam seminggu ini. “Maaf saya telah memanggil Anda. Kedua pria ini ingin memperkenalkan Anda pada saya.”

“Anda telah bertemu saya sekarang,” gadis itu tersenyum manis.

“Jangan berbicara seperti itu, Tuan Puteri,” kata Tervis, “Setidaknya berilah sepatah dua patah kata Anda pada Pangeran agar Pangeran mengetahui tentang Anda.”

“Apakah yang harus saya katakan?” gadis itu bertanya dengan polosnya, “Silakan Anda memberitahu saya.”

“Nama Anda, keluarga Anda. Segala sesuatu tentang Anda,” jawab Lancetlon.

“Saya hanyalah seorang gadis biasa yang tidak mempunyai keistimewaan apa-apa untuk ditonjolkan. Anda telah mengetahui saya, tidak penting lagi untuk mengetahui jati diri saya.”

“Anda selalu seperti itu bila ditanya tentang diri Anda.”

Gadis itu tersenyum.

Perlahan-lahan terdengar lagu mengalun lembut.

“Ah, sudah saatnya kita berdansa,” celetuk Tervis.

Tiba-tiba Pangeran tidak ingin gadis itu direbut oleh ketiga pria yang lain. “Bersediakah Anda berdansa dengan saya?” Pangeran mengulurkan tangannya pada gadis itu.

Gadis itu menatap tangan Pangeran lalu wajahnya. “Saya tidak pandai berdansa.”

“Anda bisa membuktikannya di lantai dansa.”

“Anda kami undang bukan untuk membantu kami,” ujar Roger, “Tetapi untuk bersenang-senang.”

Gadis itu meletakkan tangannya di atas tangan Pangeran.

Saat tangan lembut itu menyentuh tangannya, Pangeran tidak melepaskannya lagi. Ia mengenggamnya erat-erat tetapi penuh kelembutan dan mengajak gadis itu ke tempat orang-orang lain berdansa.

Pangeran melingkarkan tangannya di pinggang gadis itu. Pangeran menarik gadis itu mendekat seolah tidak menginginkan gadis itu terlepas.

Gadis itu tampak ragu-ragu. Pandangan panik terlihat jelas di matanya. Bola matanya yang hijau bening memandang kanan-kiri dengan gelisah.

Pangeran tidak ingin melepaskan gadis itu lagi. Telah dua kali ia merasa ketakutannya terwujud. Pangeran takut ketiga kalinya, gadis itu akan benar-benar menghilang.

“Mengapa Anda tiba-tiba pergi?” Pangeran merajuk, “Bukankah Anda telah berjanji untuk memberitahu Anda bila Anda akan meninggalkan Popolo?”

“Saya tidak bermaksud melanggar janji,” jawab gadis itu tenang. “Saya berpikir Anda dapat bertemu kembali dengan saya di sini.”

“Untung kita bertemu. Andai kita tidak bertemu bagaimana?”

“Percayalah kepada saya, Pangeran.”

Pangeran menatap senyum gadis itu. Ingin rasanya Pangeran mencium bibir mungil yang memerah itu.

Gadis itu merasa tidak enak karena pandangan Pangeran yang lembut. “Menurut Anda, bagaimanakah pesta ini?” tanyanya menarik perhatian Pangeran.

“Jauh lebih menyenangkan daripada pesta Totelp.”

“Saya berpikir Anda tentu merasa pesta itu lebih menyenangkan daripada pesta ini. Pesta ini lebih sederhana daripada pesta Duke Xellz.”

“Mengapa Anda berkata seperti itu?” rujuk Pangeran. “Anda membuat saya tersinggung.”

“Maafkan saya, Pangeran. Saya hanya berbicara kenyataan. Orang kaya lebih senang menghadiri pesta orang kaya yang penuh gemerlapan kemewahan. Anda adalah Putra Mahkota kerajaan ini, saya khawatir Anda merasa pesta ini tidak menarik daripada pesta-pesta yang pernah Anda datangi.”

“Pandangan Anda salah. Pesta ini jauh lebih menarik dari semua pesta yang pernah saya datangi. Jauh lebih menarik pesta ini daripada pesta Duke Xellz. Pesta Duke Xellz sungguh menjemukan saya.”

“Bukankah pesta itu sangat menarik?” gadis itu keheranan. “Banyak orang yang mengatakan pesta Duke Xellz ini adalah pesta yang paling meriah dari pesta-pesta Duke Xellz yang lain.”

“Tetapi para undangannya menjemukan khususnya para makhluk itu.”

Gadis itu tersenyum. Ia mengerti siapa yang dimaksudkan Pangeran dengan kata ‘makhluk’ itu.

“Sekarang Anda harus percaya pada saya bahwa ketujuh putri Earl Horthrouth sangat menjemukan dan menyebalkan khususnya putri bungsu mereka.”

Gadis itu diam mendengarkan.

“Mereka menyiksaku di pesta itu. Aku tidak melupakannya,” mata Pangeran bersinar penuh kebencian lagi. “Aku tidak akan pernah berdansa dengan keenam gadis itu lagi. Tidak juga adik mereka yang sangat sombong itu.”

Gadis itu merasakan kebencian Pangeran mulai dari mata yang menatapnya itu sampai tangan yang kini memeluk pingangnya. Gadis itu bergidik ketakutan membayangkan kebencian Pangeran tetapi ia tersenyum simpul mendengar kelanjutan cerita Pangeran.

“Gadis itu begitu sombongnya sehingga tidak mau datang ke pesta Duke. Aku dengar ia juga tidak mau datang ke pesta-pesta lain walaupun ia mendapat undangannya dari yang mengadakan pesta itu sendiri. Sungguh angkuh dia. Entah pesta seperti apa yang ingin dihadirinya. Apakah ia menginginkan pesta meriah hanya untuknya?”

“Aku ingin tahu apakah ia akan datang ke pesta musim dingin Istana atau tidak?”

Gadis itu keheranan.

“Ibuku ingin sekali bertemu dengannya. Sudah dua kali ia menolak bertemu keluarga kerajaan. Di dalam pikirannya siapakah dia sehingga ia tidak mau bertemu dengan keluarga kerajaan. Akupun tidak sudi bertemu dengan gadis itu. Gayanya yang sangat angkuh dan sombong itu telah membuatku begitu jijik padanya apalagi tingkahnya.”

“Dia pikir ia adalah orang yang sangat penting hingga setiap pria harus bersujud untuk mendapatkan cintanya? Aku tidak sudi melakukannya bila aku harus berbuat seperti itu agar ia mau menemui orang tuaku. Sombong sekali dia. Hanya karena ia adalah gadis yang dikatakan paling cantik di Evangellynn, ia memilih-milih pesta yang akan dihadirinya.”

“Ibuku telah meminta agar ia datang, tetapi aku yakin ia pasti tidak datang. Gadis seperti dia mana mungkin mau datang ke pesta yang bukan diadakan hanya untuknya?”

“Ayahku juga sama gilanya dengan ibuku. Ia mendukung keinginan ibuku. Malah mereka mengatakan sesuatu yang membuatku sangat benci. Kata mereka, gadis itu unik. Tetapi kataku, gadis itu sangat angkuh. Aku tidak tahu kata apa yang paling pantas untuknya. Keangkuhannya melebihi semua orang. Merak yang katanya paling angkuh saja masih bisa bersikap ramah pada orang lain tetapi ia tidak.”

“Ia benar-benar membuatku bergidik. Kalau nanti ia datang, aku tidak akan sudi menemuinya walaupun seluruh orang memaksaku. Kalau ia berani datang, aku akan mengusirnya. Aku tidak ingin orang seangkuh itu mengacau pestaku.”

“Sekejam itukah pandangan Anda padanya?” tanya gadis itu, “Apakah Anda pernah pernah bertemu dengannya?”

“Tidak! Aku juga tidak sudi bertemu dengannya. Tidak hari ini tidak pula hari-hari yang mendatang!”

Gadis itu diam.

“Maafkan saya,” Pangeran merasa bersalah, “Saya tidak bermaksud membuat Anda merasa tidak enak.”

“Tidak apa-apa. Saya hanya sedang memikirkan apa yang baru saja Anda katakan.”

“Tidak perlu kaupikirkan lagi. Gadis itu memang menjijikkan.”

“Apakah yang terjadi bila ia tidak datang ke pesta musim dingin?”

“Aku tidak tahu. Ibu dan ayahku sangat mengharapkan kedatangannya. Mendengar kata-kata ini, aku yakin ia sudah besar kepala. Bahkan Raja dan Ratu kerajaan ini sampai memohon kepada orang tuanya agar bisa menghadirkan dia ke pesta kerajaan. Kalau sampai ia tidak mau datang, berarti ia patut kuusir dari kerajaan ini. Keberadaannya di kerajaan ini membuat kerajaan ini tidak tenang. Jauh lebih baik bila makhluk yang menjijikkan itu meninggalkan kerajaan ini. Saat itu aku ingin tahu apa yang bisa dilakukannya.”

Gadis itu memandang tanah.

“Mungkin apa yang Anda katakan benar,” gumamnya.

“Bukan mungkin lagi, tetapi memang benar. Sungguh angkuhnya ia hingga tidak mau datang ke pesta-pesta itu. Mereka telah sudi mengundangnya. Masih beruntung ia masih ada yang mau mengundangnya daripada tidak sama sekali.”

“Dasar wanita! Semuanya angkuh, sombong, tidak tahu diri. Para gadis Horthrouth adalah makhluk yang paling menjijikkan. Dan sang putri ketujuh adalah yang paling menjijikkan dari semua yang paling menjijikkan. Mereka seenaknya saja mengajak aku berdansa. Apakah mereka berpikir aku adalah manusia batu yang tidak kenal lelah sehingga dengan seenaknya mereka terus-terusan mengajakku berdansa lama.”

“Mengapa Anda tidak mengatakannya pada mereka?”

“Kaupikir mereka akan mendengarkanku!?”

Gadis itu terkejut.

“Maafkan saya. Saya tidak bermaksud menyentak Anda,” Pangeran merasa sangat menyesal. “Bisakah kita membicarakan yang lain? Membicarakan mereka hanya membuat darah saya mendidih.”

Gadis itu mengangguk.

“Anda berjanji akan memberikan laporan pada saya,” Pangeran mengganti topik pembicaraan.

“Saya telah selesai membuatnya dan laporannya telah disampaikan kepada Anda. Mungkin laporan itu telah berada di tempat Anda tetapi Anda belum melihatnya.”

“Saya merasa menyesal tidak memperhatikannya.”

Gadis itu tersenyum. “Saya mengerti kesibukan Anda.”

“Walaupun Anda sibuk, Anda masih bisa memperhatikan kerajaan ini. Saya sungguh merasa malu pada rakyat Anda. Rakyat Anda sungguh mencintai Anda sehingga mereka membiarkan Anda menolong rakyat negeri lain.”

Gadis itu menghela napasnya sambil menggeleng kecil. “Saya tidak dapat berkata apa-apa lagi.”

“Mengapa? Apakah Anda lelah?” tanya Pangeran cemas. “Sebaiknya kita berhenti saja.”

Pangeran mengajak gadis itu ke tepi. Mereka duduk di tempat yang sepi sambil mengawasi kerumunan orang.

“Akhirnya pembangunan tempat ini selesai juga.”

“Saya merasa tidak enak kepada mereka. Sebenarnya telah lama tempat ini selesai dibenahi tetapi mereka tidak segera menggunakannya. Mereka menanti saya.”

“Karena itu alangkah baiknya bila Anda memberitahu dari mana Anda berasal.”

“Saya beritahu pun percuma. Saya jarang berada di rumah.”

“Setidaknya beritahulah Anda berada di mana.”

“Andai keberadaan saya tetap, saya akan melakukannya. Tetapi saya tidak bisa berada di suatu tempat terlalu lama. Sekarang saya berada di sini, tetapi mungkin esok saya sudah berada di tempat lain.”

“Sepertinya Anda adalah orang yang sangat sibuk.”

“Tidak sesibuk Anda,” elak gadis itu. Gadis itu menengadah memandang langit gelap yang penuh bintang. “Malam ini sangat indah. Tidak ada langit yang menutupi bintang. Mereka sungguh cantik.”

“Tetapi tidak secantik dan seindah dirimu,” timpal Pangeran dalam hatinya.

“Saya berharap saya bisa tinggal di sini lebih lama lagi.”

Pangeran terkejut. “Anda akan ke mana? Apakah Anda akan pergi jauh dan tidak kembali lagi?”

Gadis itu keheranan. “Maksud saya, saya berharap malam ini bisa tinggal lebih lama lagi di sini.”

“Anda akan pulang cepat?”

Gadis itu memandang ke depan lalu kepada Pangeran. “Saya telah dijemput.”

“Mana?” Pangeran menatap sekeliling. “Saya tidak melihat sebuah keretapun.”

Gadis itu tersenyum.

Seorang pria tua mendekat. “Saya datang menjemput Anda, Tuan Puteri.”

Gadis itu berdiri. “Maafkan saya, saya tidak dapat menemani Anda lebih lama lagi.”

Pangeran menarik tangan gadis itu. “Masih bisakah kita bertemu?”

“Bila langit menghendaki, kita pasti masih bisa bertemu.”

“Saya tidak peduli apa kata langit. Saya hanya ingin kepastian dari Anda.”

Gadis itu hanya tersenyum.

“Di mana saya bisa menemui Anda?”

“Saya tidak akan pergi ke manapun. Besok bila tidak ada halangan, saya mungkin berada di sini.”

“Apakah Anda keberatan bila saya mengantar Anda?”

“Silakan,” kata gadis itu.

Mereka mengikuti pria tua itu.

“Sepertinya kedua orang tua Anda mengkhawatirkan Anda.”

Gadis itu tersenyum misterius. “Sepertinya memang seperti itu.”

“Selama ini Anda selalu pergi seorang diri. Tidak adakah yang menjaga Anda?”

“Banyak orang yang menjaga saya. Di manapun saya berada, selalu ada yang menjaga saya. Itulah gunanya mencari teman di setiap tempat yang kita datangi.”

Pria tua itu menuju kereta kuda coklat di bawah sebuah pohon.

Pangeran menatap kereta itu lalu gadis itu. “Apakah itu kereta yang menjemput Anda?”

Gadis itu mengangguk.

“Silakan masuk, Tuan Puteri,” pria tua itu membuka pintu.

Pangeran tertegun. Ia tidak mengerti mengapa seorang Putri kerajaan seperti gadis itu dijemput dengan kereta kuda biasa.

“Selamat malam, Pangeran. Senang bisa bertemu dengan Anda di tempat ini.”

Pangeran meraih tangan gadis itu dan menciumnya. “Selamat malam, M’lady.”

Gadis itu naik ke kereta.

Sesaat kemudian kereta itu meluncur meninggalkan Pienlang dan Pangeran yang tengah tertegun.

Itulah yang membuat Pangeran mengaguminya. Ia adalah putri kerajaan tetapi ia tidak senang memamerkan kekayaannya. Ia lebih senang menyumbangkan miliknya daripada memamerkannya pada orang lain.

Pangeran gembira. Kemungkinan tipis yang diambilnya terwujud. Besok Pangeran pasti akan ke sini lagi untuk menemui gadis itu. Di manapun gadis itu berada, Pangeran pasti akan datang menemuinya. Sebab Pangeran mencintainya.

Hari terus bergulir. Minggu terus berjalan dan akhirnya tibalah pesta musim dingin kerajaan.

Sebulan lamanya para penghuni Istana mempersiapkan pesta yang paling meriah di musim dingin.

Di pesta ini semua undangan akan datang dengan baju terbaiknya untuk bersama-sama menyambut datangnya hari-hari yang dingin. Walaupun hari semakin dingin setiap harinya, rasa gembira akan tetap menghiasi Evangellynn. Itulah arti pesta ini.

Sejak sore, para undangan telah tiba di Istana Welyn. Tidak seorang undanganpun yang ingin melewatkan kesempatan ini. Para undangan pesta ini adalah orang-orang pilihan Raja dan Ratu. Hanya mereka yang berasal dari keluarga terkenal yang bisa menghadirinya.

Semua berwajah gembira melangkah masuk. Semua yang berada di pesta ini sedang bersuka ria kecuali satu orang, Pangeran Eduardo!

Sang Putra Mahkota sejak pagi terus memasang wajah cemberut. Karena pesta ini, selama seminggu ia tidak bisa menemui gadis itu. Karena pesta ini pula, ia harus ke tepat tinggal para makhluk yang menjijikkan itu untuk mengantarkan undangan khusus.

Pangeran benci. Mengapa makhluk menjijikkan itu harus menjadi undangan istimewa pesta ini? Mengapa bukan gadis yang dikenalnya?

Pangeran ingin sekali mengundang gadis itu. Ia ingin memperkenalkan gadis itu para orang tuanya agar mereka sadar betapa menjijikkannya putri-putri keluarga Horthrouth itu. Pangeran ingin membuat para gadis itu terutama putri bungsu yang sombong itu tahu betapa jeleknya mereka di hadapan gadis cantik itu.

Sejak sore keluarga kerajaan telah berbaur dengan para undangan. Mereka menyambut kedatangan para tamu satu per satu. Mereka menyapa setiap tamu dengan ramah.

“Heran,” celetuk Raja, “Mengapa mereka belum datang juga?”

“Aku berharap mereka tidak pernah datang!”

“Jaga bicaramu, Eduardo!” hardik Ratu, “Engkau adalah tuan rumah pesta ini. Tidak pantas engkau berkata seperti itu.”

“Aku sangat berharap mereka tidak hadir.”

Baru saja Pangeran mengucapkannya ketika di depan terdengar keramaian. Para laki-laki memandang keluar bahkan ada yang keluar menyambut undangan yang baru datang.

“Harapanmu tidak terkabul,” ejek Ratu, “Mereka datang.”

Pangeran mendengus kesal.

“Para gadis itu selalu menjadi perhatian,” kata Raja.

Earl adalah orang yang pertama melihat keberadaan Raja. Ia segera mengajak putri-putrinya mendekati Raja.

“Selamat malam, Paduka,” kata para gadis itu serempak.

“Selamat malam,” balas Raja. Ia sudah tidak sabar bertemu dengan si gadis bungsu. “Di mana gadis itu?”

“Maafkan kami, Paduka. Ia akan datang tetapi kedatangannya akan terlambat.”
Raja kecewa mendengarnya.

“Ia tidak mau datang bersama kami. Katanya, datang bersama kami hanya akan mendatangkan banyak masalah baginya. Ia lebih senang berangkat sendiri,” kata Nelly.

“Sungguh sombong sekali dia,” dengus Pangeran pada dirinya sendiri, “Apakah dia pikir dia itu makhluk yang paling cantik di dunia ini sehingga tidak mau datang bersama orang-orang yang lebih jelek darinya?”

“Ia sudah berjanji akan datang, ia pasti datang,” timpal Janet.

“Benar, Paduka. Ia adalah orang yang selalu menepati janjinya.”

“Aku percaya padamu, Countess,” kata Raja tetapi Raja tidak dapat menghilangkan kekecewaannya.

“Anda tidak perlu kecewa, Paduka. Anda masih bisa memilih yang paling cantik di antara kami setelah kami semua berkumpul,” janji Coudy, “Kami tidak akan pergi dari sisi Anda sebelum Anda bisa memilih.”

Pangeran mengeluh. Harapannya untuk segera meninggalkan gadis-gadis ini tidak terkabulkan.

Para gadis itu menatap keluar. Mereka menanti kedatangan saudara bungsu mereka.

“Apakah ia masih lama?”

“Tidak, Paduka Ratu,” jawab Earl, “Setelah kereta yang mengantar kami tiba, ia akan berangkat. Itulah janjinya.”

“Sepertinya ia sudah datang, Mama,” lapor Nelly. “Lihatlah itu.”

No comments:

Post a Comment