Saturday, March 10, 2007

Anugerah Bidadari-Chapter 11

“Aku bosan, Erland. Tidak bisakah engkau membiarkan aku membaca dengan tenang?” gerutu Fred, “Setiap kali aku membaca koran, engkau selalu memulai ejekan-ejekanmu itu. Kalau engkau cemburu pada Ratu Altamyra, katakan saja. Kita harus mengakui sekarang ia lebih terkenal daripada engkau.”

“Aku tidak akan cemburu padanya.”

“Terserah engkau,” Fred tidak peduli.

Keadaan telah berubah banyak dalam hari-hari terakhir ini di seluruh wilayah Vandella juga pada diri Fred dan Erland.

Kalau dulu Erland yang bosan mendengar Fred memuji Altamyra, sekarang Fredlah yang bosan mendengar hinaan-hinaan Erland.

Keputusan-keputusan Altamyra terus memperbaiki keadaan rakyat dan membuat rakyat mulai mempercayai serta mencintainya. Tetapi, kecurigaan Erland tidak juga berkurang.

Fred tidak tahu apa yang membuat pria itu sekeras ini. Biasanya, Erlandlah yang paling mudah berubah mengikuti suasana. Sekarang ia tegar seperti batu dengan keputusannya.

“Kalau cinta sudah ditipu, beginilah akibatnya,” kata Fred pada dirinya sendiri dan terus membaca.

Dalam pekan-pekan terakhir sejak Altamyra memulai pemerintahannya, koran-koran terus menyoroti dirinya. Koran-koran tanpa ragu mengupas semua tindakannya yang selalu mengejutkan rakyat.

Tidak ada lagi yang menyamakan Altamyra dengan ayahnya. Semua tahu Altamyra berbeda dengan ayahnya. Ia setegas ayahnya tetapi selembut bidadari.

Kedudukannya yang tinggi serta paras wajahnya yang cantik dan didukung usianya yang masih muda, membuat para bangsawan pria berusaha mendekatinya.

“Sebaiknya engkau berhenti membencinya atau kau akan kehilangan dia selama-lamanya, Erland. Ketika aku pergi ke Thamasha, aku mendengar orang-orang berkata, ‘Ratu adalah gadis yang sangat menarik. Andai dia bukan seorang Ratu, aku pasti melamarnya.’ Kau akan sangat menyesal bila itu terjadi. Apalagi bukan hanya rakyat Vandella yang mengatakannya.”

“Aku tidak akan menyesali pernikahannya,” kata Erland tegas.

“Sungguh?”

“Aku berbicara dengan seluruh kemantapanku.”

“Aku lega mendengarnya. Aku juga tertarik padanya. Sekarang aku tidak perlu mengkhawatirkan apa-apa untuk menikahinya.”

“Mengapa harus khawatir?”

“Kau hampir menikahinya,” kata Fred pasrah. Tiba-tiba pria itu melonjak kaget, “Kalau pernikahanmu tidak diganggu, engkau telah menikah dengan Ratu! Dan, engkau sekarang telah menjadi Raja Vandella!”

“Aku beruntung tidak menikahi setan cilik itu,” sahut Erland dingin.

Fred mengangkat bahunya. “Terserah padamu, tapi jangan marah kalau aku menikahinya.”

“Aku turut bahagia karenanya,” kata Erland dingin.

Fred mengacuhkannya dan kembali membaca hingga ia menemukan berita yang menarik.

Selalu, setiap ia menemukan berita yang menarik, ia selalu berseru, “Lihat ini!” Dan Erland menyahutinya dengan seribu macam hinaan.

Sejak ditinggalkan Altamyra, keadaan di Lasdorf banyak berubah seperti keadaan Vandella umumnya.

Berkat peninggalan Altamyra, kehidupan rakyat Lasdorf lebih makmur. Terlihat dengan semakin besarnya penghasilan rakyat dalam satu hari. Membaca bukan lagi hambatan bagi mereka.

Dengan berubahnya sistem pemerintahan Vandella, untuk sementara waktu Erland menyibukkan diri dengan melakukan apa yang harus dilakukannya sejak dulu dan sudah dimulai Altamyra.

Erland menjadi guru bagi rakyatnya. Setiap hari ia meluangkan waktu untuk mereka di samping mengolok Altamyra di hadapan Fred.

Sering Fred berpikir apakah rakyat Lasdorf menyetujui sikap Erland bila mereka tahu Ratu Altamyra adalah Rara. Tetapi, berulang kali ia berpikir itu tidak mungkin terjadi. Erland takkan membiarkan rakyatnya tahu siapa Ratu mereka.

“Pangeran! Pangeran!”

Erland berdiri mendengar seruan panik itu dan menuju jendela. Ia melihat ke bawah dengan cemas.

Seseorang berlari menuju bangunan tempat ia berada dan beberapa meter di belakangnya seseorang di atas kuda digiring mendekat oleh pasukannya.

Erland segera menemui mereka.

“Pangeran!”

“Apa yang terjadi, Jemmy?”

“Ada utusan Ratu Altamyra!” kata Jemmy setengah tak percaya, “Ia datang membawa bendera perdamaian.”

Erland melihat pria tua di atas kuda yang dalam keadaan terikat. Tangannya menggenggam bendera putih, tanda menyerah itu.

“Hamba diutus Yang Mulia Paduka Ratu Altamyra untuk menemui Anda, Pangeran.”

Erland mendengus puas. Akhirnya gadis itu akan melakukan sesuatu terhadapnya. Dan ia ingin tahu rencana licik apa yang sedang direncanakan setan cilik itu.

“Bawa dia masuk,” perintah Erland.

“Pangeran!”seru Jemmy cemas.

“Aku dapat menanganinya sendiri,” kata Erland tegas.

Orang-orang yang mengawal Ludwick menurunkan pria itu dari atas kuda dan membawanya ke ruang utama.

“Tinggalkan kami berdua!”

“Baik, Pangeran.”

Sepeninggal mereka, Erland melepaskan ikatan Ludwick.

“Terima kasih, Pangeran.”

“Apa yang ingin kausampaikan?” tanya Erland sinis.

Ludwick tidak terkejut menerima sambutan dingin itu. Altamyra telah memperingatinya sebelum melepas kepergiannya.

“Ratu ingin mengundang Anda untuk datang ke Istana Azzereath untuk berdamai.”

Melihat pandangan Erland tetap sinis, Ludwick melanjutkan, “Ratu sangat menyesal tidak dapat datang sendiri ke sini. Banyak hal yang harus diselesaikannya. Hari ini beliau membuka sidang untuk Mardick.”

“Mardick?” tanya Erland heran.

“Ratu sangat luar biasa! Dalam waktu singkat, ia tahu Mardick telah mencuri uang rakyat. Perhitungan Ratu sendiri dengan perhitungan para ahli keuangan tidak jauh berbeda. Hari ini Ratu menggelar persidangannya bersama para Menteri.”

Erland memandang Ludwick dengan sinis.

“Khusus hamba, hamba mendapat tugas untuk menjemput Anda. Ratu berkata sayalah wakilnya yang paling tinggi di dalam Kerajaan Vandella. Ratu menghormati Anda namun ia tidak dapat menemui Anda sendiri.”

“Sebenarnya apa yang direncanakan Ratumu? Ingin menarik perhatian rakyat dengan menghukum menteri kesayangan ayahnya?”

Ludwick menghela nafas. Altamyra juga telah memperingatinya tentang pandangan sinis Erland terhadapnya.

“Ratu berencana untuk mengubah kerajaan ini. Ia ingin membuang semua peninggalan ayahnya dan menggantinya dengan yang baik. Termasuk memperbaiki hubungan pemerintah dengan Anda.”

“Katakan padanya aku menolak.”

“Ratu telah menduganya,” kata Ludwick.

Erland membuang muka dengan angkuh.

“Ia tidak memaksa Anda bila Anda menolak,” kata Ludwick jujur, “Tetapi, saya memohon Anda sudi datang ke Azzereath.”

“Anjing yang setia,” ejek Erland.

Ludwick bersikap seperti tidak mendengarnya.

“Saya minta maaf atas kejadian beberapa bulan lalu. Ratu tidak memerintahkan kami untuk menyerang tempat ini. Ia tidak tahu penyerangan itu. Ratu memerintahkan kami untuk bertahan di Thamasha sampai beliau datang. Sayalah yang memerintahkannya. Saya melakukan itu karena saya menghawatirkan keselamatan Ratu. Ratu tidak berniat untuk memperpanjang permusuhan kerajaan dengan Anda.”

Erland tidak menanggapi.

“Saya mohon, Pangeran. Ratu bisa jatuh sakit bila ia memaksakan diri datang ke Lasdorf. Saat ini ia sangat lelah. Setiap saat ia terus bekerja tanpa mau berhenti. Tidak seorangpun yang bisa menghentikannya.”

“Kaupikir aku bisa?”

“Anda juga tidak dapat, Pangeran,” Ludwick mengakui, “Tapi Anda sudi datang ke Azzereath, kami sangat berterima kasih.”

“Sebagai gadis yang dibesarkan di desa miskin, Ratu tahu bagaimana kesulitan rakyat Vandella. Ia berkeinginan untuk memperbaiki semua itu. Dalam diri Ratu terdapat sifat keras Raja Wolve. Ia selalu berkata, ‘Aku tidak akan berhenti sebelum semuanya selesai. Banyak yang harus dilakukan.’ Ratu ingin segera menyelesaikan segalanya dan tanpa ia sadari, ia telah merusak tubuhnya. Ratu masih terlalu muda untuk mengerti hal itu.”

“Kami semua mengkhawatirkan kesehatan Ratu bila ia harus menempuh perjalanan panjang ini. Ratu tidak ingin memaksa Anda untuk datang ke Azzereath tapi kami memohon pada Anda. Tak seorang pun di Azzereath bisa membayangkan apa yang terjadi bila Ratu tiba-tiba sakit. Saat ini adalah masa paling sulit dan Ratu sangat dibutuhkan Vandella.”

“Betapa setianya kalian pada keturunan serigala itu.”

Ludwick tidak tersinggung mendengar kata-kata sinis itu. “Ratu Altamyra lebih menyerupai ibunya daripada ayahnya. Anda mungkin tidak percaya, tetapi ini benar. Ratu Altamyra sangat membenci ayahnya. Ia tidak mau memerintah Vandella yang merupakan warisan ayahnya. Tapi, ia tetap melakukannya demi rakyat Vandella. Kami tahu Ratu mencintai rakyat dan kami pun mencintai Ratu.”

Erland diam membisu.

Ludwick putus asa melihat pandangan angkuh pria itu. “Paduka Ratu benar, ia tidak bisa dipaksa,” pikirnya sedih.

“Aku ikut,” Erland pada akhirnya memutuskan, “Aku ingin tahu apa yang direncanakan setan cilik itu terhadapku.”


-----0-----



“Menteri Dalam Negeri sudah tiba, Paduka.”

“Bawa dia menghadapku.”

Prajurit itu kembali keluar. Tetapi, Altamyra terus memandang halaman Istana.

Akhir-akhir ini Istana menjadi semakin ramai karena kehadiran para tunawisma itu. Setiap hari selalu ada yang pulang dan pergi. Yang menginap di Hall pun tidak sedikit.

Mereka senang tinggal di Istana. Orang-orang Istana pun selalu menerima mereka dengan ramah. Segala kebutuhan mereka tersedia di sini.

Altamyra telah membuat Istana Azzereath yang selama ini ditakuti, menjadi tempat yang paling menyenangkan untuk ditinggali. Sebagai Ratupun, ia bertindak sebagai tuan rumah yang ramah.

Halaman Istana kini tidak hanya indah tetapi juga menawan dengan banyaknya anak-anak yang bermain di sana. Orang-orang pun dengan bebas bersenda gurau di halaman Istana.

Istana Azzereath yang dingin kini menjadi Istana yang selau ceria. Canda tawa kini selalu menghiasi kehidupan Istana.

“Hamba datang menghadap, Paduka,” kata Ludwick seraya membungkuk, “Saya menjemput Pangeran Erland sesuai keinginan Anda. Saya mengaku bersalah, Paduka, karena saya tidak berhasil membujuk Pangeran untuk beristirahat sebelum menemui Anda.”

“Tidak apa-apa, Ludwick. Sekarang engkau bisa meninggalkan kami berdua.”

Altamyra tetap tidak bergerak setelah kepergian Ludwick. Matanya terus menatap halaman Istana.

Erland diam memandangi rambut Altamyra. Rambut itu tampak lebih bersinar keemasan. Rambut emas itu tergerai menutupi pinggang Altamyra yang kecil. Tubuhnya yang terbungkus gaun ungu cerah tampak ramping.

Gadis itu terus memandang ke depan dengan menyilangkan tangan di depan dadanya. Tidak sepatah katapun yang diucapkannya.

Altamyra tahu sebelum sebelum menghadapi Erland, ia harus benar-benar mempersiapkan dirinya. Pembicaraannya dengan Erland takkan semudah rapat dengan para Menteri. Mengingat kejadian-kejadian di masa lalu, pembicaraan ini akan menjadi semakin sulit.

Altamyra menguatkan dirinya sebelum akhirnya ia menatap Erland. Altamyra senang bisa bertemu orang yang selalu dipikirkannya itu. Tapi, ia membuang jauh-jauh perasaan rindunya.

“Terima kasih Anda sudi datang ke tempat ini. Dalam kesempatan ini pula saya minta maaf karena telah menipu Anda dan rakyat Lasdorf,” kata Altamyra sopan.

“Katakan apa yang sebenarnya kaurencanakan?” balas Erland tajam.

“Saya berencana mengajak Anda berdamai.”

“Berdamai,” cemooh Erland.

“Saya tahu Anda tidak akan mempercayainya tapi saya ingin Anda tahu saya ingin memperbaiki kehidupan rakyat Vandella. Untuk itu, saya mempunyai dua tawaran untuk Anda.”

“Tawaran berdamai?”

Altamyra mengacuhkan kata-kata yang penuh ejekan itu. “Anda ingin meneruskan pernikahan kita atau tidak?”

Erland terdiam mendengar tawaran yang tidak diduganya itu.

Altamyra sedih melihat raut wajah dingin Erland. Gadis itu segera memunggungi Erland untuk mencegah pria itu melihat kesedihannya.

Altamyra menutup matanya ketika berkata, “Semua telah diputuskan.”

Sebelum bertanya pada Erland, Altamyra sudah mengetahui jawaban Erland. Erland membenci ayahnya dan takkan sudi menikah dengannya.

Kali ini Altamyra menatap Erland dengan tenang.

“Tinggallah di sini untuk beberapa hari sampai semuanya selesai. Sebelum Anda menduduki tahta, saya akan merapikan Istana ini. Saat ini Castil Quarlt'arth sedang ditata ulang untuk tempat penampungan para tunawisma. Sebelum akhir minggu ini segala kegiatan di Hall akan dipindahkan ke sana.”

“Castil Quarlt'arth?” tanya Erland tak percaya.

Altamyra tidak ingin menjelaskan banyak tentang rencananya dengan kastil peristirahatan ayahnya yang megah.

“Semuanya akan beres sebelum penobatan Anda.”

Altamyra menepuk tangannya dua kali lalu prajurit yang menjaga pintu masuk.

“Tolong antarkan Pangeran Erland ke kamarnya.”

“Baik, Paduka,” kata prajurit itu lalu pada Erland ia berkata, “Mari, Pangeran.”

“Silakan beristirahat. Anda pasti lelah setelah menempuh perjalanan jauh,” kata Altamyra sebelum membalikkan badan.

Erland melihat punggung Altamyra dan pergi meninggalkan ruangan itu.

Tidak banyak yang mereka bicarakan. Mereka lebih banyak bersikap seperti dua orang asing.

Erland tak menduga semua kata-kata Altamyra. Gadis itu berbeda dengan gadis di Lasdorf.

Altamyra kini lebih cantik dan juga lebih anggun serta berwibawa. Ia bukan lagi gadis yang selalu mengajaknya bertengkar.

“Saya sangat senang dapat bertemu Anda, Pangeran. Saya tidak pernah menyangka akan bertemu Anda di Istana. Sudah sejak dulu saya ingin bertemu Anda.”

“Apakah aku setenar itu?” tanya Erland dingin.

“Benar, Pangeran. Paduka Ratu sering mengatakan kekagumannya pada Anda. Ia merasa bangga Vandella mempunyai pahlawan seberani Anda.”

Erland tidak mempercayai apa yang didengarnya.

“Paduka Ratu mengatakan ingin mengajak Anda bekerja sama untuk membangun kembali Vandella. Beliau yakin Anda pasti tahu segala hal yang baik untuk Vandella. Tapi, kami berkata Ratu juga pantas memimpin Vandella. Anda berdua pantas untuk menjadi pemimpin Vandella.”

Prajurit itu tiba-tiba menutup mulutnya. “Maafkan saya, Pangeran. Akhir-akhir ini kami semua terbiasa bersikap terbuka.”

“Paduka Ratu menyuruh kami bersikap jujur. Ia selalu berkata kesopanan kami padanya hanya untuk menunjukkan hormat kami padanya. Dan, ia tidak berhak mengurung kebebasan kami dalam bentuk apa pun. Ratu selalu menekankan hal itu pada kami. Ia tidak ingin terlalu disanjung tetapi kami selalu memujanya. Karena itu, di sini kami bisa akrab dengan Ratu dan pada saat yang bersamaan kami juga menghormatinya.”

“Banyak yang dilakukan Ratu untuk mengakrabkan diri dengan kami semua. Setiap hari Ratu bekerja tanpa henti terutama pada hari-hari pertama dulu. Setelah Ratu membuka Istana untuk umum, setiap hari Minggu Ratu menghentikan semua kegiatan di Istana. Setiap hari Minggu kami mengadakan pesta sederhana di halaman. Saat itu Ratu tidak menginginkan penghormatan padanya dalam bentuk apapun. Saat itu Ratu ingin dianggap sebagai rakyat biasa.”

“Saya berharap Anda tinggal di sini sampai hari Minggu. Kami akan senang sekali bila Anda mau. Kami semua selalu berharap dapat bertemu Anda.”

Erland tidak menanggapi.

Prajurit itu berhenti di sebuah pintu dan membukanya. “Inilah kamar Anda, Pangeran. Kamar teman Anda tepat di sebelah kamar ini. Selamat beristirahat, Pangeran. Paduka Ratu ingin Anda menganggap Istana sebagai rumah Anda.”

Prajurit itu membungkuk lalu pergi.

Erland memasuki kamarnya dengan enggan.

Banyak hal yang menghantui pikirannya. Ia tidak ingin menemui Fred seperti janjinya sebelum menemui Altamyra. Saat ini ia ingin menyendiri.

Erland tidak heran Fred tidak mencarinya. Ia yakin pria itu sedang tidur nyenyak di sebelahnya. Sesaat setelah kereta mereka memenuhi Istana, ia sudah menguap lebar-lebar.

Altamyra benar-benar berbeda. Tapi gadis itu masih tetap penuh misteri. Seperti dulu, di mata birunya yang cerah, tersimpan banyak rencana. Entah apa yang direncanakannya kali ini tapi Erland tetap akan mewaspadai gadis itu.

Mungkin sekarang ia tidak menunjukkannya, tapi Erland yakin suatu saat nanti gadis itu akan menunjukkannya. Suatu saat nanti pasti Altamyra menunjukkannya.

Teringat kembali akan Altamyra, Erland mengutuki dirinya. Ia tidak dapat memungkiri keinginannya untuk menarik gadis itu ke pelukannya dan menciumnya sampai ia puas. Erland benci. Ia masih merindukan gadis serigala itu sedangkan itu adalah hal yang paling ingin dibunuhnya.

Erland mengutuki Altamyra yang menimbulkan kesan dingin di antara mereka. Kalau gadis itu menebarkan sikap permusuhannya, ia takkan seperti ini. Perasaannya tidak akan kacau oleh keinginan untuk menghancurkan sikap dingin dan menjaga jarak itu.

Rencana yang apa yang disusun Altamyra untuknya? Apapun itu, ia tidak akan berhasil. Kalau Altamyra mengira ia dapat memperalat dirinya, ia salah. Terutama kalau ia ingin mengangkatnya sebagai Raja untuk menarik perhatian rakyat.

Timbul kembali keinginan Erland untuk mencekik gadis yang telah menipunya itu.

Pada pertemuan mereka yang baru saja berlalu, Erland melupakan keinginannya karena sikap Altamyra yang tidak diduganya. Pada pertemuan kedua mereka, Erland yakin ia harus mengendalikan diri agar tidak mencekik leher cantik itu.

Dan, saat itu Altamyra harus berhati-hati padanya.

Sore hari seorang pelayan datang menemui Erland.

“Paduka Ratu ingin Anda hadir dalam pertemuan di Ruang Hijau.”

“Pertemuan apa?”

“Pertemuan dengan masyarakat.”

Erland keheranan.

“Setiap sore selama satu jam, Paduka meluangkan waktu untuk bertemu masyarakat. Dalam jamuan minum teh itu, Paduka mendengarkan masalah-masalah rakyat. Banyak yang datang dari jauh untuk mengeluh pada Paduka Ratu. Sekarangpun Paduka Ratu sudah berada di antara mereka.”

Pelayan pria itu membantu Erland mempersiapkan diri lalu mengantarnya ke Ruang Hijau.

Ketika Erland tiba di sana, Altamyra sedang duduk di sebuah kursi tinggi sambil memangku kedua tangannya. Ia tampak sangat cantik dengan senyum manis yang tersungging di wajahnya yang ceria. Rambutnya yang digelung tinggi, membuat gadis itu tampak lebih dewasa.

Erland jengkel ketika ia menyadari tidak ada gadis yang lebih anggun daripada Altamyra saat ini.

Gaun yang dikenakannya sangat sederhana. Gadis itu juga tidak mengenakan hiasan rambut. Altamyra seperti ingin menyesuaikan diri dengan tamu-tamunya.

Sikap ramah dan terbuka Altamyra membuat suasana di dalam ruangan itu hangat. Tidak ada kesan rakyat menghadap Ratunya. Yang terkesan hanya suasana hangat yang penuh kekeluargaan.

Sebagai tuan rumah, Altamyra sangat ramah. Tanpa mempedulikan kedudukannya, ia mau melayani tamu-tamunya.

“Pangeran Erland sudah datang, Paduka.”

Semua menoleh pada Erland.

Altamyra tersenyum dan berkata, “Selamat datang, Pangeran. Kami tengah membicarakan Anda. Mari, silakan duduk.”

Altamyra berdiri dan memberi tempat untuk Erland. Altamyra merasakan pandangan dingin Erland ketika ia menuangkan teh untuknya.

“Silakan duduk di sini, Paduka.” Mereka yang duduk di kursi panjang saling berdempetan untuk memberi Altamyra tempat.

“Terima kasih.”

Altamyra baru saja duduk berdesak-desakan ketika orang-orang itu mulai berbicara dengan Erland.

Dalam pertemuan kali ini Altamyra hanya menjadi pendengar. Ia pendengar yang baik. Tidak mengatapan apa-apa tetapi menyimpan banyak hal dalam pikirannya.

Dalam hatinya, Altamyra tersenyum. Ia bahagia atas keputusannya yang baginya paling baik.

Erland tidak menyadari kursi yang sekarang didudukinya adalah kursi untuk Raja Vandella. Altamyra tidak tahu apa yang akan dikatakan pria itu bila ia mengetahuinya. Yang Altamyra ketahui saat ini adalah keputusannya tepat.

Dengan penuh perhatian Erland mendengarkan kata-kata rakyat dan menanggapinya dengan bijaksana. Pria itu selalu tahu apa yang harus dikatakannya atas pertanyaan-pertanyaan mereka.

Altamyra tidak mau terlalu memperhatikan Erland. Ia tidak mau Erland berpikir buruk tentangnya. Altamyra ingin semuanya berlangsung dengan baik tanpa ganjalan di hati pada saatnya.

Apapun alasan Erland dulu memaksa menikah dengannya, Altamyra tidak mau mempedulikannya lagi. Memikirkannya hanya membuat hati terasa makin sakit.

Dulu Erland ingin memanfaatkannya untuk menggalang kekuatan melawan ayahnya. Sekarang Altamyra senang. Tidak perlu ada perang untuk mengganti pemerintahan otoriter ayahnya.

Aneh!

Semua ini aneh!

Ketika berada di Lasdorf, Altamyra merasa gila karena kebenciannya yang mendalam pada Erland. Kini Altamyra merasa gila karena cintanya yang mendalam pada Erland.

Apa yang dikatakan orang-orang memang benar. Batas antara benci dan cinta tidak sampai setipis kertas.

Tapi apa yang dapat dilakukan Altamyra terhadap perasannya itu? Altamyra tahu sejak awal Erland ingin memanfaatkannya. Dan, setelah tahu ia adalah putri orang yang telah membunuh orang tuanya, ia takkan memaafkannya. Altamyra tahu Erland membencinya.

Kebencian Erland pada Altamyra berbeda dengan kebencian Altamyra pada Erland. Altamyra tahu pria itu benar-benar membencinya hingga terasa pada seluruh cara dia ketika melihat dan berbicara dengannya.

Tidak ada gunanya mempertahankan permusuhan ini.

Tepat satu jam Altamyra berada di Ruang Hijau, gadis itu berdiri.

“Maafkan saya. Saya tidak bisa menemani Anda lebih lama lagi. Bila kalian ingin, silakan melanjutkan tanpa saya.”

Erland mengawasi kepergian Altamyra tanpa berbicara apa-apa.

Dari pelayan yang melayaninya tadi, Erland tahu Altamyra selalu sibuk. Tiada hentinya ia berada di Ruang Kerja.

Di malam hari saat semua orang tidur, Altamyra masih terjaga. Lewat tengah malam gadis itu baru beranjak dari meja kerjanya. Sebelum memasuki ruang tidurnya, Altamyra masih mengelilingi Hall untuk memeriksa keadaan rakyat yang tidur di sana.

Pelayan itu berkata, “Kami sering menyebut Ratu sebagai Bidadari Malam. Tiap malam Anda akan melihat Ratu membawa lilin kecil dan berkeliling Hall.”

Erland tidak mengerti mengapa malam ini ia tidak bisa tidur. Pikirannya melayang-layang dan matanya sukar tertutup.

Samar-samar Erland mendengar langkah-langkah ringan.

Erland mencari mantel di lemari dan menuju Hall.

Di ujung lorong, Erland melihat Altamyra tengah menyelimuti seseorang. Hampir tiap langkah, gadis itu berhenti untuk membenahi selimut banyak orang itu.

Tanpa disadarinya, Erland tersenyum melihat pemandangan itu.

Seorang Ratu yang kedudukannya sangat tinggi dan penuh gemerlapan, turun untuk memberikan kasihnya pada rakyat.

Erland terus berdiri di ujung lorong sampai Altamyra menuju ke arahnya.

“Anda belum tidur?” tanya Altamyra keheranan.

“Aku tidak bisa tidur,” jawab Erland, “Mengapa engkau belum tidur?”

“Banyak yang harus diselesaikan.”

“Sudah banyak yang kauselesaikan. Apa yang kurang?”

Altamyra tersenyum.

“Rencanamu itu…”

“Kita telah sepakat dalam hal itu,” potong Altamyra. “Saya akan menyerahkan tahta pada Anda.”

“Bagaimana denganmu?”

“Jangan mengkhawatirkan saya. Masih banyak yang dapat saya lakukan.”

“Bagaimana dengan pernikahan kita?”

Altamyra menghela napas dan terus berjalan. “Pernikahan kita hanya hampir resmi secara agama. Andaikan kita menyelesaikan pemberkatan pernikahan dan mengakhirinya dengan penandatanganan surat pernikahan…”

“Tapi itu juga tidak akan membuat pernikahan kita resmi secara hukum. Nama yang ada bukan nama saya. Tak ada yang mengetahui pernikahan itu selain kita, Fred serta Kana. Saya yakin hanya Fred yang tahu saya adalah Rara.”

“Engkau mencintaiku?”

Tiba-tiba Altamyra berhenti dan menatap Erland lekat-lekat.

Erland tidak tahu bagaimana menjawabnya. Ia sendiri terkejut dengan pertanyaan itu.

“Saat ini yang paling saya cintai adalah rakyat.” Altamyra melangkahkan kakinya.

Erland segera mengikuti Altamyra. “Kalau aku menjadi Raja, bagaimana denganmu?”

“Saya rasa kita telah membicarakan hal itu,” jawab Altamyra.

“Bagaimana dengan rakyat?”

“Rakyat mencintai Anda. Mereka pasti senang bila Anda memerintah mereka. Saya telah membuka jalan bagi Anda untuk memulai pemerintahan. Anda tidak perlu mencemaskan apa pun.”

“Engkau telah membuka jalan tetapi apakah yang kulakukan akan sama dengan yang kaurencanakan?”

“Para Menteri akan membantu Anda. Mereka tahu apa yang saya inginkan. Mereka telah bersumpah pada saya akan terus memberikan yang terbaik bagi Vandella.”

Erland terdiam.

Semua telah diatur Altamyra sedemikian rapi hingga tidak mungkin dibatalkan lagi. Altamyra telah memperhitungkan segalanya. Segala kekurangan rencananya telah ditutupnya dengan rapat hingga tak ada yang bisa merusaknya.

Altamyra berhenti dan membuka pintu.

“Selamat malam, Pangeran.”

Erland kebingungan.

“Ini kamar Anda, Pangeran,” Altamyra mengingatkan dengan tersenyum geli.

“Semoga Anda dapat tidur nyenyak.” Altamyra berbalik dan melangkah pergi.

“Altamyra!” Erland menarik tangan gadis itu. Erland menarik gadis itu ke dalam pelukannya.

Tindakannya itu membuat Altamyra cemas. Ia takut api lilin di tangannya mengenai baju Erland.

Erland menatap lekat-lekat wajah cantik Altamyra. Ia tidak akan menemukan wajah secantik dan semanis ini di manapun. Dengan lembut, ia mencium bibir Altamyra kemudian menghilang di balik pintu.

Altamyra terpaku.

Jantungnya berdebar sangat kencang. Seluruh darah di tubuhnya seperti menggelegar. Wajahnya terasa panas.

Altamyra merasa seperti demam.

Berminggu-minggu ia merindukan kehangatan dan rasa aman di dalam pelukan Erland. Tetapi, ia tidak berani memimpikannya.

Altamyra tahu bila Erland memeluk atau menciumnya, ia akan semakin sukar meninggalkan pria itu. Sedangkan demi rakyat Vandella, ia harus menjauh dari Erland.

Altamyra tahu apa yang harus segera dilakukannya. Ia akan meminta Ludwick membantunya.

Hari-hari berikutnya akan menjadi saat yang paling sulit bagi Altamyra.

No comments:

Post a Comment