Saturday, February 24, 2007

Topeng Sang Puteri-Chapter 9

Elleinder melihat Illyvare yang berdiri di ambang pintu.

“Maafkan aku, Illyvare. Aku ingin menemanimu tetapi ada sesuatu yang harus kuselesaikan secepatnya. Aku terpaksa membatalkan semua jadwalku bersamamu pagi ini karenanya.”


“Saya mengerti. Linty telah memberitahu saya.”

Elleinder mendekati Illyvare. “Setelah urusan ini selesai, aku akan menemanimu lagi. Hari ini engkau terpaksa pergi sendirian ke Kemmiyarf. Beberapa prajurit akan mengawalmu dan Pasukan Pengawal akan menjagamu.”

“Saya mengerti.”

Elleinder tidak tega membiarkan Illyvare berkeliling Skellefreinth sendirian tetapi ia terpaksa melakukannya. Ia menginginkan sebuah kejelasan dan tanpa sepengetahuan Illyvare. Dalam rencana, hari ini ia dan Illyvare akan pergi ke kawasan tempat tinggal orang-orang miskin di tepi Istana Qringvassein. Tetapi karena rencananya, ia terpaksa membiarkan Illyvare pergi sendiri.

“Elleinder!” Pintu tiba-tiba terbuka.

Arwain terkejut melihat Illyvare.

“Selamat pagi, Sir Arwain,” salam Illyvare.

“Selamat pagi, Paduka Ratu,” balas Arwain gugup.

“Kukira sekarang mereka sedang menantimu,” kata Elleinder.

Illyvare mengangguk.

Elleinder membukakan pintu untuk Illyvare dan berkata perlahan setengah berbisik, “Maafkan aku, Illyvare. Aku sungguh-sungguh menyesal tidak dapat menemanimu.”

Illyvare tersenyum pengertian dan meninggalkan tempat itu.

“Mengapa engkau tidak menemaninya?” tanya Arwain heran.

“Mengapa engkau datang tergesa-gesa, Arwain? Ada sesuatu yang ingin kaukatakan?”

“Ya,” kata Arwain tegas, “Aku ingin memprotesmu karena tidak mengatakan Reischauer bisa membunuhku karena aku menggoda istrimu.”

“Aku telah memperingatimu,” kata Elleinder tenang dan kembali ke meja kerjanya.

Arwain menuju jendela dan melongok keluar melihat kepergian Illyvare.

“Ia mempunyai pengawal yang luar biasa. Baru kali ini aku merasa setakut itu. Aku takkan pernah menginjakkan kaki di sini lagi bila mengingat mereka ada di sekitarku. Mereka membuat seluruh tubuhku merinding ketakutan.”

“Jadi itu sebabnya kemarin sore aku tak melihatmu.”

“Bayangkan, Elleinder!” Tiba-tiba Arwain berbalik dan menatap tajam Elleinder. “Yang menodongku itu wanita dan ia membuat aku takut setengah mati. Kalau Putri Illyvare tidak mengatakan sesuatu padanya, aku pasti sudah terkencing-kencing.”

“Wanita?” tanya Elleinder tak percaya, “Bukannya laki-laki?”

“Aku tidak terlalu tuli untuk membedakan suara wanita dan suara pria, Elleinder,” kata Arwain kesal, “Wanita itu berkata sangat tajam dan penuh bahaya. Ia benar-benar membuatku sangat ketakutan.”

“Aku telah memperingatimu,” Elleinder mengingatkan dengan tenang.

“Sebenarnya Putri Illyvare bisa berapa bahasa?”

“Aku tidak tahu.”

“Kalau kuhitung-hitung, ia bisa menggunakan empat bahasa. Inggris, Latin Kuno, Prancis, dan bahasa aneh itu. Aku yakin ia masih menguasai bahasa lain. Apakah perimu itu bisa menggunakan semua bahasa di dunia ini?”

“Mengapa engkau tidak menanyakannya langsung padanya?”

“Berbicara dengannya sekarang membuatku merinding. Aku tidak dapat membayangkan kalau seorang wanita membuatku sangat ketakutan dan mengalungkan pedangnya di leherku.”

“Mereka tidak akan melakukannya bila engkau tidak mengganggu Illyvare.”

“Engkau percaya, Elleinder, ia menggunakan bahasa yang aneh ketika memerintah wanita itu. Bahasa yang sangat aneh. Belum pernah aku mendengarnya.”

“Kurasa itu semacam suatu bahasa khusus untuk memberi perintah Reischauer. Kadang-kadang kekuatan pasukan rahasia dapat membahayakan bila diatur oleh orang yang salah.”

“Aku berharap tidak bertemu mereka lain kali.”

“Sebaiknya memang tidak. Aku tidak tahu apa yang akan mereka lakukan padamu,” kata Elleinder tenang, “Sekarang bisakah engkau meninggalkanku?”

“Engkau mengusirku?”

“Tidak. Aku memerintahkanmu. Ada sesuatu yang sangat penting yang harus aku lakukan.”

“Baiklah,” Arwain mengalah, “Sampai jumpa lagi, Elleinder. Nanti aku akan kembali.”

Elleinder melipat tangannya di meja. Ia menanti kedatangan seseorang.

Orang yang dinanti-nantikan Elleinder itu akhirnya datang.

“Saya datang setelah mengantar kepergian Paduka Ratu, seperti perintah Anda, Paduka,” Nissha melapor.

“Duduklah, Nissha. Ada yang ingin kutanyakan padamu.”

“Apakah yang ingin Anda tanyakan, Paduka?”

“Apakah sebelum menikah denganku, Illyvare jatuh cinta pada seseorang?”

Nissha terkejut. “Dari mana Anda mendapat pikiran itu, Paduka?”

“Dari sikapnya, Nissha. Selama ini Illyvare sangat pendiam dan tenang. Ia sangat dingin seperti mengenakan topeng di wajahnya. Aku tidak pernah melihatnya benar-benar bahagia. Ia selalu tersenyum tetapi itu adalah topengnya. Topeng yang selalu tersenyum.”

“Paduka Ratu tidak pernah meninggalkan Istana bagaimana ia bisa jatuh cinta pada orang lain, Paduka? Bagaimana mungkin ada orang lain yang jatuh cinta pada seorang Putri yang dikatakan orang-orang buruk rupa? Satu-satunya pria dalam hidup Putri adalah ayahnya dan saudara sepupunya, Tuan Calf.”

“Tetapi sikapnya mengatakan lain, Nissha. Ia jarang berbicara denganku. Ia tampak seperti marah padaku karena aku membuatnya tidak bahagia.”

“Kalaupun ada yang membuat Paduka Ratu tidak bahagia, itu adalah Raja Leland,” kata Nissha mendesah.

“Bukankah selama ini Raja Leland menyembunyikan Illyvare di Istana Vezuza karena ia ingin mencari pria yang benar-benar mencintai Illyvare baik ia cantik maupun buruk?”

“Anda salah, Paduka. Semua yang Anda katakan itu semuanya salah. Salah besar,” Nissha menekankan.

“Putri tidak dingin seperti yang Anda katakan. Putri Illyvare adalah gadis yang pendiam dan tenang. Ia tidak marah pada Anda karena sejak lahir ia sudah jarang berbicara. Ia juga tidak pernah bisa marah, Paduka.”

“Tidak mungkin ada orang yang tidak bisa marah?”

“Kalau orang itu adalah Putri Illyvare, saya percaya.”

Elleinder tertarik mendengarnya.

“Sejak Ratu Kakyu, di dalam keluarga Kerajaan Aqnetta selalu ada seorang yang tenang. Ratu Kakyu adalah gadis yang tenang. Orang-orang mengatakan ia adalah gadis yang dingin-dingin tenang tetapi Raja Reinald mengatakan ia orang yang tenang-tenang dingin. Diceritakan turun temurun bahwa Ratu Kakyu adalah ratu Kerajaan Aqnetta yang paling tenang dalam segala hal tetapi tangkas.”

“Ratu Kakyu?” Elleinder tertarik mendengarnya.

“Saya tidak tahu banyak tentang Ratu Kakyu. Yang saya ketahui hanya keluarga Kerajaan Aqnetta mendapatkan warisan sifat tenang itu dari Ratu Kakyu. Kalau Anda ingin mengetahuinya lebih banyak, lebih baik Anda bertanya pada Putri.”

“Kuharap ia mau menceritakannya,” kata Elleinder, “Ia gadis yang sulit dibuat berbicara banyak, Nissha.”

“Ya, saya juga selalu kewalahan membuat Putri mau berbicara. Tak jarang dalam satu hari Putri sama sekali tidak berbicara. Putri Illyvare memang gadis yang sangat pendiam. Dalam sejarah keluarga Kerajaan Aqnetta, Putri Illyvare adalah gadis yang paling tenang.”

“Walaupun ia tahu di luar Istana, orang-orang menjelekkan dirinya, ia tetap tenang-tenang saja. Bahkan ketika tahu ia harus menikah dengan Anda, ia tetap tidak tampak terganggu. Putri Illyvare sangat tenang. Ketika ia bahagia, sedih maupun marah yang tampak di wajahnya hanyalah sikap tenangnya. Namun di balik itu semua, saya tahu ia adalah gadis yang lembut hati. Ia dapat merasakan apa yang orang lain rasakan, apa yang tidak dirasakan orang lain.”

“Ia pasti Putri kebanggaan Raja Leland.”

“Saya juga berharap seperti itu,” kata Nissha sedih.

“Raja Leland tidak bangga padanya?” tanya Elleinder tak percaya, “Rakyat Kerajaan Skyvarrna sangat bangga mempunyai Ratu secantik peri tetapi Raja Leland tidak?”

“Seperti itulah, Paduka. Saya sangat bangga dapat mengasuh Putri Illyvare. Seperti yang rakyat Kerajaan Skyvarrna katakan, Putri Illyvare memang cantik dan mungil seperti peri. Tetapi Raja Leland berkata lain. Raja Leland sama sekali tidak menyayangi Putri. Ia malu pada Putri.”

Elleinder semakin tertarik mendengar cerita Nissha. Ia ingin tahu mengapa Raja Leland malu pada Illyvare yang sangat cantik dan sempurna seperti seorang peri itu.

“Raja Leland lebih bangga pada kakak Putri, Putri Rebecca.”

“Illyvare mempunyai kakak perempuan? Mengapa aku tak pernah mendengar tentangnya?”

“Ia meninggal ketika masih berumur delapan tahun, Paduka,” kata Nissha, “Saat itu Putri Rebecca dan Ratu Saundra dalam perjalanan ke Hutan Naullie dan karena hujan lebat, kereta yang mereka tumpangi tergelincir ke jurang. Tak seorangpun di antara mereka yang selamat. Saat itu Putri Illyvare tidak ikut bersama mereka.”

“Raja Leland sangat mengharapkan mempunyai seorang putra yang kelak dapat menggantikannya dan ketika Putri Rebecca lahir, ia sangat kecewa. Tetapi kekecewaannya itu terobati oleh kecantikkan Putri Rebecca. Putri Rebecca cantik tetapi Putri Illyvare lebih cantik lagi.”

Nissha mulai menjelaskan perbedaan Putri Illyvare dan Putri Rebecca. “Ia dan Putri Illyvare sangat bertolak belakang. Ia gadis yang periang dan kecantikkannya menyolok. Sedangkan Putri Illyvare sangat pendiam dan tenang, ia memiliki kecantikan yang lembut dan penuh misteri. Pada Putri Illyvare seakan-akan tampak ada sesuatu yang tak tersentuh manusia.”

“Putri Illyvare selalu tampak tenang dan ia seperti berada dalam suatu dunia lain. Di dalam dunianya itulah terdapat sesuatu. Sesuatu… sesuatu yang sangat… Entahlah saya sulit menjelaskannya. Tetapi sesuatu itu tampak seperti sebuah misteri yang sangat mempesona dan mampu membuat siapa saja terus memandang Putri Illyvare,” Nissha tampak kesulitan, “Sejak lahir ia sudah seperti seorang peri. Tetapi tidak bagi Paduka Raja Leland.”

“Ketika putri keduanya lahir, Raja Leland sangat kecewa dan kekecewaannya itu tak terobati oleh kecantikkan Putri Illyvare. Ia tetap menganggap Putri Rebecca sangat cantik dan Putri Illyvare tidak cantik. Setelah kematian Ratu Saundra dan Putri Rebecca, kekecewaan Raja Leland semakin besar. Ia semakin melarang Putri Illyvare meninggalkan Istana.”

Dengan sedih Nissha melanjutkan, “Sejak lahir Putri Illyvare selalu disuruhnya belajar giat. Raja Leland sering berkata Putri Illyvare tidak cantik dan hanya kecerdasannya saja yang dapat membuat seorang pria jatuh cinta pada Putri. Karena itu sejak lahir Putri Illyvare lebih banyak berada di Istana."

“Saya kasihan pada Putri Illyvare. Setiap hari ia hanya belajar, belajar, dan belajar. Tetapi ia sama sekali tidak mengeluh. Dibandingkan Putri Rebecca, Putri Illyvare memang lebih rajin. Putri Rebecca selalu memberontak bila disuruh belajar sedangkan Putri Illyvare selalu melakukannya dengan tekun.”

“Apa yang dilakukan Raja Leland pada Putri Illyvare memang kejam. Ia melarang Putri Illyvare menampakkan dirinya di depan umum. Orang-orang di Istana Vezuza juga dilarangnya mengatakan pada orang lain seperti apa rupa Putri Illyvare. Setiap ada tamu yang menginap, Putri dilarang meninggalkan kamarnya. Bahkan Raja Leland tega menyuruh Putri membaca semua buku di perpustakaan dan menghafalkannya.”

Elleinder terperanjat. “Dan Illyvare melakukannya dengan sangat baik,” tebaknya.

Nissha mengangguk sedih. “Sepanjang hari Putri Illyvare berada di Ruang Baca dan membaca semua buku-buku itu. Saya pernah berpikir mengapa Putri tahan membaca semua buku tebal itu. Bahkan banyak di antara buku-buku itu yang menggunakan bahasa asing sehingga Putri Illyvare harus mempelajari bahasa itu terlebih dulu.”

“Raja Leland sangat malu pada putrinya dan melarang Illyvare meninggalkan Istana Vezuza. Ia juga menyuruh Illyvare belajar setiap hari agar ada seorang pria yang tertarik padanya. Bukan karena kecantikkannya tetapi karena kecerdasannya,” Elleinder mengulang semua cerita Nissha.

“Aku tidak percaya bagaimana mungkin ia mengatakan Illyvare tidak cantik? Semua orang yang melihat Illyvare langsung jatuh cinta padanya, bagaimana mungkin ia mengatakannya?”

“Anda akan mengerti bila Anda tahu rupa Putri Rebecca, Paduka.”

“Kalau Putri Rebecca lebih cantik dari Illyvare, tentu akan banyak pria yang mengejarnya. Tentu saja bila ia masih hidup.”

“Saya kira tidak, Paduka. Pasti lebih banyak pria yang jatuh cinta pada Putri Illyvare. Putri Rebecca bukan seorang gadis yang lembut, Paduka. Ia cantik tetapi ia juga mudah marah. Sedangkan Putri Illyvare memiliki kecantikan yang tidak akan pernah Anda temukan di dunia ini dan ia sangat pendiam juga tenang. Andaikan Raja Leland memperbolehkan Putri meninggalkan Istana Vezuza, saya yakin sejak dulu Putri Illyvare telah menikah.”

“Sekarang aku sudah mengerti semuanya. Terima kasih, Nissha.”

“Saya senang dapat melakukannya, Paduka. Yang saya inginkan hanya dapat membuat Putri Illyvare bahagia.”
v
“Aku akan membuatnya bahagia, Nissha.”

“Apakah Anda mencintai Putri Illyvare?”

Elleinder terkejut oleh pertanyaan yang tak terduga itu.

“Saya melihat Putri mencintai Anda. Hanya kepada Anda saja Putri mau lebih sering berbicara.”

“Bagaimana engkau dapat menyimpulkan hal itu hanya karena Illyvare lebih sering berbicara denganku?”

“Anda akan mengerti kalau Anda melihat bagaimana diamnya Putri Illyvare ketika ia tinggal di Istana Vezuza. Anda tidak perlu heran bila berhari-hari tidak mendengar suara Putri.”

“Kalau melihat sikap Illyvare, aku dapat mempercayainya walaupun itu rasanya sulit. Tetapi bagaimanapun juga, aku tetap akan membuatnya bahagia.”

“Anda tidak akan mengurungnya seperti Raja Leland, bukan?”

“Untuk apa aku mengurungnya? Aku sangat bangga mempunyai istri seperti peri. Aku ingin menunjukkan pada semua orang seperti apakah istriku itu.”

“Saya lega mendengarnya. Saya yakin Putri Illyvare akan senang dapat melihat dunia yang tidak pernah dilihatnya selama tujuh belas tahun hidupnya.”

“Illyvare masih berumur tujuh belas?” tanya Elleinder tak percaya, “Orang-orang mengatakan ia lebih tua dari itu.”

“Raja Leland telah mengurung Putri sejak ia lahir, Paduka. Dan orang-orang itu menduga Putri Rebecca adalah Putri Illyvare. Rakyat Kerajaan Aqnetta saja tidak tahu kalau mereka mempunyai dua orang Putri bagaimana mungkin orang lain tahu? Putri Rebecca berbeda enam tahun dengan Putri Illyvare. Itu sebabnya Anda mendengar usia Putri Illyvare lebih tua dari yang sebenarnya.”

Sedikitpun Elleinder tidak pernah berpikir Illyvare lebih muda sepuluh tahun darinya.

“Kalau tidak ada yang ingin Anda tanyakan lagi, Paduka, saya ingin menemui Linty. Ia berjanji akan mengajari saya bahasa Latin Kuno.”

“Silakan, Nissha. Aku telah mendapatkan lebih banyak dari yang ingin aku ketahui. Terima kasih, Nissha.”

“Saya senang dapat melakukannya, Paduka.” Nissha membungkuk hormat dan meninggalkan Ruang Kerja.

Elleinder menuju jendela dan memandang keluar. Tetapi yang terlihat olehnya adalah Illyvare yang sedang memandang jauh.

Nissha benar. Illyvare selalu terlihat tenang dan selalu memandang jauh. Di wajahnya yang tenang dan pandangannya yang jauh itu ia tampak seperti memiliki sebuah dunia sendiri.

“Tidak,” bantah Elleinder kepada dirinya sendiri.

Illyvare tidak membentuk dunia itu. Gadis itu tidak memiliki dunia lain tetapi ia telah menjadi bagian dari alam ini di mana pun ia berada dan itulah yang membuatnya tampak tak tersentuh dan tampak begitu mistik.

Terbayang jelas di ingatan Elleinder ketika ia mendapati Illyvare duduk di jendela Istana Camperbelt memandang jauh ke depan. Gaun hijaunya yang cerah membuatnya tampak seperti peri alam. Wajahnya tenang menunjukkan kedamaian hatinya, pandangan matanya menerawang jauh seperti merindukan saat-saat berkumpul dengan teman-temannya yang lain. Saat itu Illyvare tampak menjadi bagian dari alam.

Sekarang ia tahu apa yang harus dilakukannya. Ia akan membuat Illyvare bahagia. Ia akan melepas topeng dingin itu dari wajah cantik Illyvare dan menunjukkan pada dunia wajah seorang peri yang selalu berbahagia.

-----0-----



Bermil-mil dari Istana Qringvassein, Illyvare mengalami kesibukan yang luar biasa.

Orang banyak berusaha mendekatinya dan membuat para pengawal Illyvare kewalahan.

Illyvare tahu mereka ingin berbicara dengannya. Mencurahkan keluh kesah yang tampak di wajah mereka. Mereka mengharapkan uluran tangan Illyvare sebagai seorang Ratu.

Di lubuk hatinya yang terdalam, Illyvare merasa sedih. Di balik kemegahan kota Skellefreinth ternyata ada tempat yang memerlukan perhatian. Masih ada orang yang memerlukan bantuan di balik kemewahan gaya hidup Skellefreinth.

Setiap hal di dunia ini selalu memiliki kawan yang bertolak belakang. Ada yang kaya ada pula yang miskin. Ada yang benar ada pula yang salah. Ada putih ada hitam. Semua memiliki lawan.

Para prajurit membuat jalan untuk Illyvare.

Beberapa pengawal mendampingi Illyvare masuk ke sebuah rumah sakit yang kurang terawat. Dinding-dindingnya tidak seputih rumah sakit lainnya. Peralatan di dalamnya memerlukan banyak perbaikan.

Di dalam ketenangannya, Illyvare dapat merasakan kesedihan, keharuan juga rasa senang mereka melihat kedatangannya.

Prajurit-prajurit yang mengangkat kotak-kotak besar berisi bantuan mengawal Illyvare hingga ke kantor Kepala Rumah Sakit itu. Mereka meletakkan dua kotak itu di lantai kemudian meninggalkan kantor itu.

“Saya merasa terhormat Anda mau datang ke tempat sekotor ini, Paduka Ratu.”

“Selama masih ada yang tinggal, suatu tempat tidak dapat dikatakan kotor. Tempat ini hanya memerlukan perhatian lebih dan biaya besar untuk memperbaikinya.”

Pria tua itu kagum mendengar kata-kata Illyvare yang singkat tetapi penuh dengan hiburan dan perhatian.

“Perbaikan apa yang diperlukan?”

“Banyak sekali, Paduka Ratu, tetapi yang paling utama saat ini adalah obat-obatan dan tempat yang bersih,” jawab Dokter Lotham, “Tanpa obat-obatan dan sarana yang bersih, para pasien akan sulit sembuh, Paduka.”

Illyvare melihat sekeliling kantor kecil itu. Di atas meja yang usang berserakan kertas-kertas. Dinding-dindingnya tampak seperti hampir roboh.

“Aku ingin melihat para pasien,” kata Illyvare tiba-tiba.

“Sebaiknya tidak, Paduka,” Dokter Lotham cepat-cepat melarang, “Di sini sedang terjadi wabah penyakit menular. Saya akan merasa sangat bersalah bila Anda tertular.”

Sebelum Dokter Lotham melarangnya lagi, Illyvare berbalik meninggalkan kantor kecil itu dan menuju sebuah ruangan yang penuh berisi orang yang sedang kesakitan.

Dokter Lotham terkejut melihat tindakan Illyvare itu.

Gadis itu tidak berusaha bersikeras dengan keinginannya tetapi langsung melakukannya.

Banyak orang yang tergeletak di ruangan itu. Tidak ada tempat tidur yang baik di sana. Mereka tergeletak di lantai dan tidak terawat. Tubuh mereka yang kurus hanya dilindungi oleh sehelai selimut tipis yang kotor. Muka-muka pucat itu terkejut melihat kedatangan peri Kerajaan Skyvarrna.

Illyvare melihat sinar bahagia dan terharu di wajah-wajah yang kesakitan itu. Dengan susah payah mereka berusaha mendekati Illyvare. Gadis itu tidak mendekat juga tidak menjauh. Ia berdiri dengan anggunnya di tengah-tengah ruangan itu seolah-olah ingin orang-orang itu dengan semangat dan kekuatan mereka sendiri datang padanya.

Dengan susah payah akhirnya beberapa orang berhasil mendekati Illyvare. Para prajurit berusaha menyingkirkan orang-orang itu dari sekitar Illyvare.

Illyvare berlutut dan mendekati seorang di antara mereka.

“Paduka!” cegah para pengawal Illyvare dan Dokter Lotham bersamaan.

Terlambat bagi mereka untuk mencegah Illyvare menyentuh seorang pasien. Illyvare menyentuh tangan seorang wanita dan berkata, “Tempat ini juga memerlukan perawat.”

Para prajurit tidak tahu bagaimana mencegah Illyvare semakin mendekati mereka. Dokter Lotham juga tidak tahu bagaimana melarang Illyvare. Pria tua itu hanya dapat berkata, “Benar, Paduka.”

“Paduka,” seseorang di antara mereka memanggil, “Saya kedinginan, Paduka.”

Illyvare melihat seorang pria muda yang tengah kesakitan itu. Perlahan-lahan Illyvare bangkit. Ia melihat keinginan di wajah orang-orang itu. Mereka tidak ingin ia pergi, mereka ingin ia menemani mereka dan menghibur mereka.

“Kalian semua, tolong ambilkan selimut yang kita bawa tadi,” Illyvare memberi perintah dengan kelembutan yang tersembunyi di balik wajah tenangnya.

“Baik, Paduka.”
Semua prajurit itu kembali ke kantor Dokter Lotham.

Illyvare kembali berlutut. Ketika ia mengulurkan tangannya pada orang-orang itu tiba-tiba tangannya dicengkeram kuat. Illyvare terkejut. Tangan itu bukan tangan orang yang sakit tetapi tangan orang yang sehat.

Pria itu menariknya mendekat dengan kasar.

Semua orang di ruangan itu menjerit ketakutan melihat hal itu.

Pria itu menghunuskan pisau tajamnya di leher Illyvare.

“Lepaskan dia!” seru Dokter Lotham, “Jangan kausentuh Paduka!”

Teriakan itu memanggil kembali para prajurit yang tadi disuruh Illyvare. Melihat seorang pria menawan Ratu, mereka bersiap-siap menyerang. Tangan mereka telah siap menarik pedang mereka dari sarungnya.

Dengan berjalan mundur, ia berkata, “Jangan mendekat! Bila ada yang bergerak, aku akan membunuhnya. Aku tidak bercanda. Aku akan membunuhnya bila kalian bergerak!”

Tidak seorangpun yang berani mengambil resiko.

Seorang prajurit bergerak meninggalkan tempat itu.

Sayang pria ia melihatnya. Pria itu berseru, “Jangan meninggalkan tempat ini! Tidak seorang pun yang boleh meninggalkan tempat ini!”

Prajurit itu kembali ke tempatnya.

“Buang senjata kalian!” perintahnya, “Cepat buang senjata kalian! Kalian tidak ingin Ratu kalian mati, bukan?”

Semua prajurit meletakkan pedang mereka di lantai kemudian mengangkat tangan mereka tinggi-tinggi.

“Sekarang kami sudah tak bersenjata,” kata Rugoff, “Katakan apa maumu.”

Illyvare melihat Kepala Prajurit Pengawal pribadinya itu berusaha mengulur waktu.

“Aku akan memberitahu kalian bila kami telah meninggalkan tempat ini dengan selamat.”

Beberapa pria muncul di antara orang sakit itu dan mendekat teman mereka. Bersama-sama mereka bergerak mundur hingga mencapai jendela.

Di luar jendela telah menanti teman mereka yang lain. Pria yang menyandera Illyvare, mengangkat tubuh Illyvare dan memberikannya pada temannya. Kemudian ia dan kawan-kawannya yang lain melompat pergi.

Rugoff segera berlari menuju jendela tetapi terlambat.

Kawanan pria itu telah melajukan kuda mereka cepat-cepat meninggalkan debu tebal yang berterbangan di jendela.

“Kejar mereka!” perintahnya.

Prajurit di dalam ruangan itu segera berlari keluar tetapi saat mereka telah berada di luar, tidak terlihat seorang pun di antara kawanan penjahat itu. Bayangan mereka pun tidak ada. Yang ada hanya jejak debu tebal yang berterbangan.

“Kita terlambat,” kata Rugoff geram, “Mereka akan mendapatkan balasannya bila aku berhasil menangkap mereka.”

“Maafkan saya,” Dokter Lotham merasa bersalah, “Saya tidak tahu kalau di antara para pasien ada penjahat-penjahat itu.”

“Bukan salahmu, Dokter Lotham. Kita tidak tahu mereka berada di antara para pasien itu. Siapa pun mereka, mereka telah mengetahui Ratu akan datang ke tempat ini. Mereka benar-benar cerdik. Aku yakin merekalah yang tadi meminta selimut dan mereka menanti hingga kita semua meninggalkan Ratu sendirian.”

“Apakah kalian yang di luar melihat siapa mereka?” tanya Rugoff tiba-tiba.

“Tidak, Komandan. Mungkinkah mereka sekelompok pemberontak?”

“Mungkin saja.”

“Apa yang harus kita lakukan sekarang?” Beberapa prajurit bertanya cemas.

“Berharap mereka tidak mencelakakan Ratu dan kembali ke Istana Qringvassein. Kita harus melaporkan hal ini pada Paduka Raja,” kata Rugoff tegas.



*****Lanjut ke chapter 10

No comments:

Post a Comment