Sunday, February 25, 2007

Topeng Sang Puteri-Chapter 10

Rugoff berjalan dengan terburu-buru dan cemas menuju Ruang Kerja. Ia tidak tahu apa yang akan dilakukan Elleinder bila ia mendengar hal ini. Tetapi ia telah siap menghadapi segala hal termasuk kemarahan Elleinder.

Kekhawatirannya pada keselamatan Illyvare telah membuatnya lupa pada semua tata cara menemui seorang Raja.

Tanpa mengetuk pintu, Rugoff langsung membuka pintu dan berlutut di depan meja kerja Elleinder.

“Engkau sudah datang,” sambut Elleinder, “Bagaimana perjalanan kalian ke Kemmiyarf?”

“Maafkan hamba, Paduka. Hamba tidak dapat menjalankan tugas dengan baik.”

“Kalian telah ke Kemmiyarf, bukan?”

“Hamba telah mengawal Paduka Ratu hingga beliau tiba di Kemmiyarf, tetapi hamba gagal membawanya kembali.”

Elleinder curiga melihat kekhawatiran di wajah Rugoff. “Katakan padaku, Rugoff. Apa yang telah terjadi?”

“Sekelompok penjahat membawa Ratu pergi, Paduka,” Rugoff menjawab hati-hati.

Elleinder terhenyak kaget. “Bagaimana mungkin itu bisa terjadi? Kalian terus berada di sisi Illyvare, bukan?”

“Maafkan kami, Paduka, kami telah lengah.”

“Mengapa kalian meninggalkan Illyvare? Bukankah tugas kalian menjaga dan melindunginya?”

“Saat itu Ratu menyuruh kami semua mengambilkan selimut.”

“Dan kalian semua pergi tanpa seorang pun mengawal Illyvare?” selidik Elleinder.

“Maafkan kami, Paduka. Kami mengakui kami salah. Kami telah lengah sehingga Ratu diculik oleh penjahat-penjahat itu,” Rugoff cepat-cepat berkata, “Saat itu Ratu berada di antara orang-orang yang sakit. Mereka semua lemah. Mereka takkan dapat mencelakakan Paduka Ratu, bahkan mereka harus bersusah payah untuk mendekati Ratu. Kami tidak menduga para penjahat itu bersembunyi di antara mereka.”

“Ceritakan apa yang terjadi. Aku ingin mendengar ceritamu,” kata Elleinder menahan kemarahan.

Rugoff menceritakan mulai dari saat mereka memasuki kawasan Kemmiyarf dan orang-orang mulai mendekati Illyvare. Rugoff juga menjelaskan saat mereka meninggalkan Illyvare, mereka merasa hal itu aman. Tidak seorang pun di antara orang sakit itu yang dapat berdiri apalagi mencelakakan Illyvare.

Elleinder mendengarkan cerita Rugoff dengan penuh perhatian.

“Itulah yang terjadi, Paduka,” Rugoff mengakhiri ceritanya.

Tiba-tiba Elleinder teringat Illyvare pernah mengatakan di sekitarnya selalu ada Reischauer yang siap membunuh siapa saja yang mengancam keselamatannya. Tetapi di dalam cerita Rugoff tadi, tidak disebutkan kemunculan orang lain yang tiba-tiba menyelamatkan Illyvare. Kalau mereka muncul, tentu saat ini Illyvare sudah berada di sini.

“Saat itu tidak muncul siapapun?” tanya Elleinder antara curiga dan ingin tahu.

“Tidak, Paduka. Di sana hanya ada kami, Dokter Lotham, para pasien dan para penjahat itu.”

Elleinder ingat pasukan rahasia tidak boleh muncul begitu saja. Mereka bekerja secara rahasia. Mengingat hal itu, Elleinder mulai merasa lega. “Tidak apa-apa, Rugoff,” katanya lega, “Mungkin sebentar lagi Illyvare akan tiba di sini.”

“Maksud Anda?” tanya Rugoff dan Arwain bersamaan.

“Illyvare pernah mengatakan padaku, Reischauer selalu berada di sekitarnya. Kurasa saat ini mereka berusaha menyelamatkannya.”

“Ya, aku baru ingat itu,” kata Arwain bersemangat. “Anda tidak perlu khawatir, Komandan Rugoff. Saya meyakinkan Anda pada kekuatan pasukan rahasia Kerajaan Aqnetta itu.”

“Saya rasa tidak, Paduka.”

Tiba-tiba terdengar suara seorang wanita. Dan sesaat kemudian muncul seseorang yang berbaju serba hitam di depan Elleinder.

Mereka terkejut melihat kedatangan wanita itu.

“Siapa kau?” Rugoff menghunuskan pedangnya.

“Letakkan senjatamu, Rugoff,” kata Elleinder, “Ia adalah seorang dari Reischauer.”

Rugoff memasukkan kembali pedangnya namun matanya terus memandang curiga.

Wanita itu merasakannya tetapi ia tidak mempedulikannya. Ia tahu pria itu tidak akan dapat mengalahkannya.

“Nama saya Morgan. Saya adalah Ketua dari Reischauer yang bertugas melindungi Putri.”

Elleinder melihat seluruh tubuh wanita itu tertutup oleh pakaian hitam hanya matanya yang tidak terlindungi oleh kain hitam itu. Elleinder tidak pernah menyangka penampilan Reischauer seperti seorang pencuri.

“Dapatkah Anda menjelaskan maksud Anda itu, Nona? Bukankah kalian berada di sini untuk melindungi Illyvare.”

“Benar,” jawab Morgan tegas, “Kami di sini untuk melindungi Putri dari setiap ancaman.” Wanita itu memandang tajam Arwain. “Tetapi karena kejadian kemarin, hari ini kami lebih memusatkan perhatian kami pada keamanan Istana Qringvassein.”

Arwain merasakan tatapan tajam wanita itu. Seluruh tubuhnya bergetar ketakutan.

Elleinder juga merasakan tatapan tajam yang penuh curiga itu. “Dia tidak berbahaya. Ia adalah temanku dan apa yang dilakukannya pada Illyvare kemarin bukanlah hal yang serius. Ia hanya ingin menggoda Illyvare.”

“Kami tahu,” sahut Morgan, “Putri telah mengatakannya pada kami kemarin malam.”

Arwain lega mendengarnya.

“Tetapi,” kata wanita itu tajam.

Arwain kembali merinding ketakutan.

“Kami tidak ingin mengambil resiko apa pun. Hari ini kami menyelidiki semua yang ada di Istana Qringvassein. Kami melihat banyak prajurit yang mengawal Putri dan kami tidak khawatir. Tetapi kami tidak menduga prajurit pengawal itu sedemikian lemahnya hingga Putri diculik.”

“Ada katamu?” Rugoff merasa terhina, “Itu bukan kesalahan kami. Kami sama sekali tidak tahu penjahat-penjahat itu berada di antara orang-orang sakit itu.”

“Kalian tidak curiga pada seorang pria muda yang tegap yang meminta selimut baru padahal di sana banyak selimut?”

Rugoff semakin geram. Ia tidak pernah dihina seperti ini apalagi oleh seorang wanita.

“Saya ke sini bukan untuk bertengkar dengan Anda, Komandan.”

Morgan kembali berkata pada Elleinder, “Seperti yang saya katakan tadi, kami tidak mau mengambil resiko apapun. Karena itu saya hanya mengirim dua orang untuk mengawal Putri.”

Morgan melirik tajam Rugoff dan berkata, “Sebenarnya, mereka sudah dapat membunuh semua penjahat itu.”

Elleinder yakin seorang Reischauer dapat membunuh lebiih dari sepuluh orang dalam satu waktu.

“Tetapi kami tidak dapat melawan perintah,” Morgan menambahkan.

“Kemarin malam Putri telah meminta kami semua untuk tidak bertindak gegabah. Putri mengingatkan kerajaan ini bukan Kerajaan Aqnetta. Putri meminta kami lebih banyak menyelidiki dan mengamati. Bila ada sesuatu yang mencurigakan, Putri melarang kami bertindak. Putri ingin kami melaporkan hal itu pada Putri sendiri atau pada Anda.”

“Baru saja saya mendapat laporan dari seorang di antara mereka bahwa mereka mengetahui tempat persembunyian para penjahat itu. Para penjahat itu bukan pemberontak seperti dugaan Anda. Mereka hanya penjahat biasa yang ingin memanfaatkan rasa cinta rakyat dua kerajaan kepada Putri. Dalam waktu dekat ini mereka akan mengirimkan berapa banyak mereka meminta tebusan bagi keselamatan Putri. Suatu tebusan yang dapat membuat mereka hidup mewah selama tujuh turunan.”

Morgan mengeluarkan secarik kertas dari balik bajunya dan melemparkannya ke arah Elleinder. “Ini adalah peta tempat persembunyian mereka.”

Elleinder menangkapnya dan membukanya. Sebuah tempat tergambar jelas di kertas itu. Sebuah peta rumah lengkap dengan bagian-bagiannya dan tempat-tempat yang aman untuk bersembunyi juga keterangan di mana Illyvare disekap dan di mana saja penjahat itu berjaga-jaga.

Elleinder mengagumi kemampuan dan kecepatan Reischauer. Dengan kecepatan dan keterampilan seperti ini, tak heran bila semua orang tidak berani mengusik ketentraman Kerajaan Aqnetta apalagi Reischauer.

“Bila Anda ingin mereka masih hidup, sebaiknya Anda bergegas. Saya tidak bertanggung jawab bila seorang dari kami yang masih berjaga di sana, membunuh mereka semua.”

“Aku mengerti, Morgan. Illyvare telah mengatakannya padaku.”

“Kami akan pergi ke sana sekarang juga. Bila dalam waktu dekat kami tidak melihat kalian, kami akan bertindak.”

“Satu hal yang perlu Anda ketahui, Paduka,” Morgan mengingatkan, “Anda tidak dapat memerintah kami. Yang dapat memberikan perintah pada kami adalah Paduka Raja Leland dan di kerajaan ini hanya Putri Illyvare saja yang dapat melakukannya.”

“Hanya orang-orang yang dapat berbicara dengan bahasa asing itu, bukan?”

“Sebaiknya Anda bergegas, Paduka,” kata Morgan kemudian ia melompat keluar jendela.

Elleinder bergegas menuju jendela. Baik Arwain maupun Rugoff rupanya juga tidak mau ketinggalan melihat apa yang dilakukan wanita itu setelah melompat dari jendela lantai dua.

Terlihat bayangan hitam menuju pohon terdekat. Bayangan itu terus melompat ke pohon terdekat dengan cepat. Sesaat kemudian, muncul bayangan-bayangan hitam lain yang mengikuti bayangan hitam itu tadi. Mereka muncul dari segala arah seolah-olah dari segala penjuru dunia ini.

Elleinder kagum melihat kecepatan mereka. Belum lama ia melihat bayangan hitam terakhir, ia melihat bayangan hitam terdekat telah jauh melampaui pintu gerbang Istana Qringvassein. Jarak gedung dan pintu gerbang Istana Qringvassein hampir dua kilometer, tetapi pemimpin mereka telah mencapainya dalam waktu satu kedipan mata.

“Kita juga tidak boleh ketinggalan,” kata Elleinder, “Rugoff, segera temui Brasch dan perintahkan dia untuk segera menyiapkan pasukan dalam waktu singkat. Setengah jam lagi mereka harus sudah siap berangkat.”

“Baik, Paduka.” Rugoff berlari melakukan tugas itu.

“Kau gila, Elleinder,” kata Arwain, “Tidak mungkin menyiapkan pasukan dalam waktu setengah jam.”

“Kita tidak ingin terjadi pembantaian yang mengerikan, bukan?” kata Elleinder sambil meninggalkan Ruang Kerjanya.

“Mau ke mana engkau?”

“Mempersiapkan diri,” jawab Elleinder.

Elleinder bergegas ke kamarnya dan berganti pakaian seragam militer.

Rugoff yang berlari-lari melakukan perintah Elleinder, berhasil melaksanakan tugasnya dengan baik.

Kepala Pengawal Istana terkejut mendapat tugas itu. Dengan segera ia melakukannya dan seperti yang diinginkan Elleinder, sebelum setengah jam di depan Istana Qringvassein telah berbaris lebih dari dua puluh prajurit.

Elleinder berdiri di depan para prajurit itu.

Brasch datang mendekat. “Pasukan telah siap diberangkatkan, Paduka,” lapornya.

“Kita berangkat sekarang!”

“Baik, Paduka.”

Jenderal Brasch kembali ke pasukannya dan memerintahkan pasukan bersiap-siap berangkat.

Elleinder segera menaiki kudanya dan memimpin pasukan meninggalkan Istana Qringvassein. Elleinder melajukan kudanya dengan kencang ke hutan belakang Kemmiyarf.

Dalam peta yang diberikan Morgan itu, disebutkan tempat persembunyian mereka terletak di dalam hutan itu. Tidak jauh dari Kemmiyarf.

Ketika mulai mendekati hutan itu, Elleinder memperlambat laju kudanya. Dan memasuki hutan dengan hati-hati.

Elleinder berhenti ketika melihat semak-semak tinggi yang seperti membentuk sebuah pagar. Ia mendekati semak-semak itu dan melihat apa yang ada di baliknya.

Seperti yang digambarkan dalam peta, tempat persembunyian para pejahat itu terlindungi oleh semak-semak yang tinggi.

Dengan tangannya, Elleinder memerintahkan para prajurit turun dari kudanya.

“Sembunyikan kuda,” bisik Jenderal Brasch memberikan perintah.

Sebagian dari para prajurit itu berlindung di balik semak-semak dan sebagian membawa kuda mereka berlindung di semak-semak yang lebih tinggi.

Melihat tidak ada seorang pun di luar rumah kecil itu, Elleinder bergerak mendekat. Dengan hati-hati ia mendekati sebuah jendela dan mengintip ke dalam.

Elleinder melihat Illyvare duduk meringkuk di salah satu sudut rumah. Elleinder lega melihat gadis itu masih selamat.

“Bagaimana, Paduka?” bisik Brasch.

“Illyvare masih selamat,” jawab Elleinder berbisik pula.

Elleinder kembali mengintip ke dalam. Ia terkejut ketika seorang pria yang berjanggut tebal mendekati Illyvare. Elleinder mendengar pria itu berkata, “Ayolah, Manis. Mengapa engkau meringkuk di situ?”

Pria itu mengulurkan tangan memegang dagu Illyvare.

Illyvare memejamkan mata erat-erat. Ia takut melihat pria itu. Ia takut disentuh pria itu. Ia takut membayangkan apa yang akan terjadi padanya. Illyvare ingin melihat Elleinder. Ia ingin pria itu segera datang menolongnya. Ia ingin berlindung dalam pelukan pria itu.

Elleinder semakin geram ketika melihat pria itu mendekatkan wajahnya pada wajah Illyvare dan membuat gadis itu semakin ketakutan. Ia sudah hampir menyerbu masuk bila Brasch tidak segera memegang tangannya.

“Jangan gegabah, Paduka,” kata Brasch, “Kalau Anda gegabah, mereka mungkin akan membunuh Ratu.”

Elleinder tidak ingin Illyvare meninggal. Ia kembali melihat ke dalam.

Pria itu semakin mendekati Illyvare. Ia ingin mencium Illyvare.

Illyvare tidak mau disentuh lebih lama lagi. Ia memejamkan mata erat-erat dan menendang kaki pria itu.

Pria itu meringis kesakitan karena tulang keringnya ditendang kuat-kuat oleh Illyvare.

Di luar sana Elleinder terkejut juga tersenyum geli melihat keberanian tindakan Illyvare.

“Kurang ajar, kau!”

Elleinder melihat pria itu mengeluarkan sesuatu dari sakunya. Ia terkejut ketika melihat benda itu adalah sebilah pisau. Elleinder segera berdiri dan bersiap mendobrak pintu.

Pria itu menghujamkan pisau kecil itu ke tubuh Illyvare, tetapi sebelum ia melakukannya seseorang telah mengalungkan pedang di lehernya. Bersamaan dengan itu muncul orang-orang berbaju hitam yang segera menyergap kelima penjahat yang lain.

Elleinder belum sempat mendobrak pintu ketika semua itu terjadi. Keempat orang berbaju hitam itu muncul dengan sangat cepat dan tepat waktu.

Kesebelas penjahat itu berusaha melawan keempat orang itu.

Morgan yang mengalungkan pedang di leher pria yang hendak membunuh Illyvare berkata, “Sebaiknya kalian menyerah sekarang juga. Kawan-kawan kalian yang di luar telah kami lumpuhkan.”

Rupanya para penjahat itu tidak mau mendengarkan. Mereka mengeluarkan pedang mereka dan menyerang keempat pasukan rahasia itu.

Pada saat yang bersamaan, di luar sana Elleinder memberi perintah, “Kita masuk sekarang!”

Reischauer tidak mau bermain-main dengan kesebelas pejahat itu. Morgan segera memukul keras-keras kepala pria itu dengan pedangnya hingga pria itu pingsan. Ketiga anggota Reischauer yang lain segera melemparkan senjata rahasia mereka pada kelima pria itu.

Dalam waktu singkat kesebelas orang itu roboh. Seorang pingsan dan yang lain tersungkur dengan luka parah di lengan mereka.

Elleinder dan pasukannya berhasil mendobrak masuk.

Melihat hal itu Morgan kembali melompat ke langit-langit rumah dan menghilang diikuti yang lain.

Brasch memerintahkan para prajurit meringkus penjahat-penjahat itu.

Elleinder segera mendekati Illyvare. “Illyvare,” panggilnya cemas.

Illyvare tidak mempercayai pendengarannya. Ia takut membuka matanya dan mendapatkan bahwa ia tidak sungguh-sungguh mendengar suara Elleinder di dekatnya.

Elleinder berlutut di depan Illyvare dan mengulurkan tangan memegang pundak gadis itu. “Illyvare,” panggilnya sekali lagi.

Illyvare masih meringkuk ketakutan. Gadis itu menarik kedua kakinya semakin mendekati tubuhnya yang menggigil.

“Sekarang sudah aman, Illyvare. Mereka telah berhasil diringkus.”

Brasch dan prajuritnya telah membawa pergi para penjahat itu.

“Semua telah kami ikat, Jenderal. Apa yang harus kami lakukan sekarang?”

Brasch melihat Elleinder berusaha menenangkan Illyvare. Ia berkata, “Kita tinggalkan mereka. Kita tunggu mereka di depan.”

Sekelompok orang banyak itu menjauhi rumah kecil itu tetapi baik Elleinder maupun Illyvare tidak menyadarinya.

Elleinder berkata lembut, “Mereka telah kami tangani, Illyvare. Sekarang tidak akan ada lagi yang dapat membuatmu takut. Aku ada di sini.”

Perlahan-lahan Illyvare membuka matanya. Yang pertama kali dilihatnya adalah pakaian putih dengan benang emasnya kemudian ia memberanikan diri melihat wajah orang itu.

Tangis Illyvare meledak melihat wajah Elleinder. Seluruh kecemasannya serta merta hilang. Yang dirasakannya saat ini hanya kegembiraan luar biasa yang membuat hatinya serasa ingin meledak.

Gadis itu menjatuhkan diri di pelukan Elleinder. “Elleinder,” panggilnya. Dan di dalam hati ia terus menerus memanggil nama pria itu.

Elleinder memeluk Illyvare erat-erat.

“A… aku… takut…. Me… mereka…”

“Mereka telah ditangkap, Illyvare. Sekarang engkau tidak perlu takut lagi. Aku ada di sini dan aku akan menjagamu.”

Illyvare merasa sangat aman. Tidak ada lagi yang dapat membuatnya takut ketika ia berada di pelukan Elleinder. Illyvare senang dapat merasakan hangatnya pelukan Elleinder.

“Jangan takut lagi. Aku sudah ada di sini,” kata Elleinder menenangkan Illyvare. Elleinder menciumi rambut Illyvare.

“Ia… ia tadi ingin menciumku… Aku… takut sekali.”

“Ia telah pergi, Illyvare. Ia tidak akan dapat menciummu.”

“Aku… aku takut sekali… Aku tidak mau diciumnya…”

Dengan lembut Elleinder menjauhkan kepala Illyvare dari dadanya dan dengan kelembutan yang sama ia mencium bibir Illyvare.

Illyvare terkejut dan terpana melihat wajah Elleinder. Sebuah kesadaran merasuki hatinya yang terdalam.

Elleinder tersenyum dan berkata, “Tidak akan ada yang boleh menciummu selain aku. Hanya aku yang dapat menciummu.”

Kesenangan mendengar kata yang tegas itu membuat Illyvare benar-benar yakin ia tidak salah. Ia benar-benar mencintai Elleinder. Air mata kembali meleleh di wajah Illyvare.

Elleinder kembali memeluk Illyvare erat-erat. Getaran tubuh Illyvare yang hebat menyadarkan Elleinder pada ketakutan gadis itu yang amat dalam.

“Engkau tidak perlu takut lagi, Illyvare,” Elleinder tak henti-hentinya membisikkan kata-kata lembut yang menenangkan, “Aku di sini. Aku akan menjagaimu. Tak akan ada yang bisa menjauhkanmu dariku. Engkau aman sekarang. Aku tidak akan meninggalkanmu.”

Tangis Illyvare semakin deras. Ia menumpahkan semua ketakutannya ketika pria itu mengangkat tubuhnya dan meletakkannya di depannya. Ia sangat ketakutan ketika pria itu menggendongnya ke dalam rumah dan meletakkannya di lantai. Illyvare takut pria-pria yang berwajah menyeramkan itu menyentuhnya.

Elleinder terus mencium rambut Illyvare dan membelainya sementara gadis itu menangis di dadanya. Elleinder yakin ini pertama kalinya gadis itu menangis dan ia ingin gadis itu menumpahkan semua rasa takutnya.

Ketika tangis Illyvare mulai mereda, Elleinder berkata lembut, “Engkau lebih tenang sekarang?”

Illyvare merasa pipinya memanas.

“Kalau engkau sudah benar-benar tenang, aku akan membawamu kembali ke Istana.”

Tangis Illyvare telah mereda.

Elleinder tersenyum penuh kelembutan ketika mengulurkan tangan menyeka sisa-sisa air mata Illyvare. Elleinder mencium sekilas mata Illyvare yang masih basah – membuat rona merah muda mewarnai pipi Illyvare yang masih pucat ketakutan.

Kemudian ia melepaskan baju luarnya dan mengenakannya pada Illyvare. “Pakailah ini. Di luar dingin.”

Illyvare terus melihat Elleinder.

“Engkau sudah siap kembali ke Istana Qringvassein?” tanya Elleinder sambil mengangkat tubuh Illyvare.

Illyvare melingkarkan tangan di leher Elleinder dan menyembunyikan wajahnya di pundak pria itu.

Elleinder membopong Illyvare meninggalkan tempat itu. “Kita kembali sekarang,” katanya pada Brasch yang menanti perintahnya.

“Baik, Paduka.”

Seorang prajurit membawa kuda Elleinder mendekat.

Elleinder meletakkan Illyvare di depan pelana kudanya kemudian duduk di belakang gadis itu.

Merasakan kehangatan Elleinder di punggungnya, Illyvare segera memeluk Elleinder.

Elleinder menyentuh tangan Illyvare yang melingkari pinggangnya kemudian melingkarkan tangannya di pinggang gadis itu.

Illyvare menyembunyikan wajahnya di dada Elleinder dan memejamkan mata. Ia tidak ingin melihat wajah-wajah ingin tahu semua orang. Ia tidak ingin melihat apapun. Gadis itu hanya ingin merasakan kehangatan yang menyelimutinya. Kehangatan yang memberikan perasaan aman.

Perjalanan pulang ini lebih lambat daripada keberangkatannya. Para prajurit yang mengawal mereka mengikuti Elleinder dengan lambat pula.

Tidak seorangpun yang keberatan berjalan lambat. Mereka semua lega Illyvare selamat. Hanya itu yang ada di perasaan mereka semua.

Tidak seorangpun dapat membayangkan apa yang terjadi bila Illyvare terbunuh. Hal yang paling mungkin terjadi adalah rakyat Kerajaan Aqnetta akan marah. Dan itu tidak menutup kemungkinan terjadi perang. Bila itu terjadi, Kerajaan Skyvarrna akan mengalami kesulitan terbesar untuk dapat menang.

Tetapi bukan itu yang dicemaskan Elleinder. Elleinder hanya memikirkan Illyvare. Hanya gadis itu saja yang terpikirkan olehnya ketika Rugoff memberikan laporannya. Ia begitu ketakutan kehilangan perinya. Tetapi semua itu telah berlalu. Sekarang gadis itu telah berada dalam pelukannya.

Illyvare merasakan pelukan Elleinder semakin erat. Gadis itu semakin menenggelamkan diri dalam perlindungan Elleinder.

Hari telah sore ketika mereka tiba di Istana Qringvassein.

Elleinder turun dari kudanya kemudian menurunkan Illyvare.

Seorang berbaju hitam tiba-tiba muncul di depan Illyvare. Sebelum ia sempat berkata apa-apa, Illyvare telah memeluknya.

Morgan memeluk Illyvare dan berkata, “Maafkan kami, Putri. Kami tidak dapat melakukan tugas dengan baik.”

Elleinder memanggil seorang prajurit untuk mengembalikan kudanya ke kandang kuda.

“Saya akan membawa mereka ke tempat saya dan memeriksa mereka,” kata Brasch.

“Lakukanlah,” Elleinder memberi ijin.

Brasch membawa para penjahat itu ke bangunan di samping Istana tempat para prajurit berkumpul.

“Kami merasa sangat bersalah, Putri,” kata Morgan.

“Engkau telah melakukan tugasmu dengan baik, Morgan,” Elleinder memegang pundak Illyvare.

Illyvare melepaskan Morgan dan berbalik memeluk Elleinder.

“Sekarang lebih baik engkau pergi ke kamar Illyvare dan katakan pada Nissha kami sudah datang.”

Morgan melihat Illyvare.

Illyvare mengatakan sesuatu pada Morgan. Kemudian wanita itu meloncat ke pohon dan terus melompat ke jendela kamar Illyvare.

Para prajurit yang ada di sekitar tempat itu terpana melihat kecepatan dan kelincahan Morgan yang dengan melompat-lompat dari jendela ke pohon, telah mencapai jendela kamar Illyvare dalam waktu singkat.

“Kuantar kau ke kamarmu,” Elleinder mengangkat Illyvare.

Illyvare tidak berkata apa-apa. Gadis itu hanya memeluk leher Elleinder.

Elleinder terus membopong Illyvare hingga tiba di kamar gadis itu.

Di kamar, Nissha dan Linty telah menanti dengan cemas. Kedua daun pintu kamar terbuka lebar dan Linty menanti di ambang pintu sambil terus berharap melihat kedatangan Illyvare.

Ketika Elleinder muncul di lorong, Linty sangat senang. “Mereka datang, Nissha!” serunya.

Elleinder melewati Linty juga Nissha dan terus menuju tempat tidur. Elleinder membaringkan Illyvare dengan hati-hati.

“Gantilah baju Illyvare. Sepertinya ia kedinginan dan kelelahan.”

“Baik, Paduka.”

“Aku akan pergi melihat keadaan.”

Elleinder meninggalkan kamar Illyvare dan menuju ke markas pasukan pengawal Istana di samping bangunan Istana.

“Bagaimana, Brasch?” tanya Elleinder.

“Kami masih menanyai mereka, Paduka,” Brasch melaporkan, “Kami baru selesai mengobati luka mereka. Seperti yang orang-orang katakan, Reischauer memang menakutkan, Paduka. Hanya seorang yang tidak luka. Ia adalah orang yang tadi berusaha mendekati Ratu. Yang lain terluka parah. Untung luka mereka terletak pada lengan, kalau tidak mereka tidak akan selamat.”

Brasch mengambil sebuah bungkusan dan memberikannya pada Elleinder.

Elleinder mengamati pisau-pisau kecil yang berlumuran darah itu.

“Itu adalah pisau yang kami ambil dari lengan mereka. Pisau itu menancap cukup dalam di lengan mereka. Reischauer memang kuat. Mereka hanya melemparkan pisau itu tetapi pisau itu menancap sangat dalam seperti ditusukkan kuat-kuat.”

“Kau akan lebih mengagumi mereka bila tahu yang tadi melakukannya adalah para wanita, Brasch.”

Brasch terkejut. “Maksud Anda, Paduka?”

“Aku tidak yakin mereka semua adalah wanita tetapi pemimpin Reischauer yang mengawal Illyvare seorang wanita. Mungkin semua Reischauer yang berada di sini adalah wanita.”

“Baru kali ini saya mendengar ada prajurit wanita apalagi pasukan rahasia.”

“Aku juga baru mendengarnya, Brasch. Sepertinya Kerajaan Aqnetta adalah satu-satunya kerajaan yang memiliki pasukan wanita,” kata Elleinder. “Teruskan pemeriksaanmu, Brasch. Aku menanti laporannya.”

“Baik, Paduka.”

Elleinder meninggalkan tempat itu. Ia kembali ke kamarnya untuk membersihkan diri dan berganti baju. Kemudian ia ke Ruang Kerja membereskan meja kerjanya.

Elleinder membereskan meja kerja. Berkas-berkas penting disimpannya dalam laci dan menguncinya. Elleinder menutup Ruang Kerja kemudian menuju kamar Illyvare.

Nissha baru saja menutup pintu ketika Elleinder muncul.

“Bagaimana keadaan Illyvare?”

“Paduka Ratu baik-baik saja. Tetapi ia tidak mau makan walau hanya sedikit. Saya baru saja menyuruhnya beristirahat tetapi saya rasa Paduka Ratu tidak mau. Ia terus meringkuk ketakutan.”

“Bawa kembali makanan untuk Illyvare. Aku akan membujuknya.”

“Baik, Paduka,” kata Nissha senang, “Saya juga akan membawakan makanan untuk Anda. Saya yakin Anda belum makan.”

Elleinder memasuki kamar Illyvare. Ia melihat tubuh mungil meringkuk ketakutan di sudut tempat tidurnya dan bersandar di dinding. Elleinder mengerti apa yang dirasakan Illyvare.

Selama ini hidup gadis itu selalu tenteram dan damai. Tidak ada bahaya yang dapat mengancamnya apalagi menyentuhnya. Sekarang tiba-tiba saja ia ditawan sekelompok penjahat. Hal itu mengguncangkan ketenangan hatinya. Gadis yang selalu tenang itu seperti kehilangan topeng dinginnya dan menunjukkan wajahnya yang penuh ketakutan.

Elleinder mendekati Illyvare.



*****Lanjut ke chapter 11

No comments:

Post a Comment