Tuesday, February 27, 2007

Topeng Sang Puteri-Chapter 11

Merasakan kehadiran Elleinder di sampingnya, Illyvare mengulurkan tangannya yang gemetaran.

Elleinder duduk di tempat tidur dan memeluk Illyvare. “Mengapa engkau meringkuk di pojok?”


Sebagai jawabannya, Illyvare mempererat pelukannya.

“Kata Nissha engkau tidak mau makan. Aku juga belum makan malam. Bagaimana kalau kita makan bersama?”

Illyvare tidak menanggapi.

“Sekarang Nissha mengambilkan makanan untuk kita. Tak lama lagi ia akan datang,” Elleinder melanjutkan.

Illyvare masih tidak mengatakan apa-apa. Gadis itu bersandar di dada Elleinder dan dengan tenang merasakan tangan-tangan kekar yang memeluknya.

Terdengar ketukan di pintu.

“Kurasa Nissha yang datang.”

Nissha muncul dengan wajah berseri-seri. Ia membawa nampan yang penuh berisi makanan. Linty muncul dari belakang wanita tua itu. Di tangannya terdapat nampan yang lain.

Kedua wanita itu mengatur makanan di meja tengah kamar Illyvare.

“Makan malam telah siap, Paduka,” kata Nissha.

Dengan gerakan tangannya, Elleinder meminta mereka meninggalkan kamar.

Elleinder mengangkat Illyvare dan mendudukkan gadis itu di kursi. Lalu ia duduk di samping gadis itu.

“Nissha membawa banyak makanan untuk kita, Illyvare. Engkau mau makan apa?”

Illyvare melihat makanan di meja itu tanpa nafsu. Semua yang dibawakan Nissha adalah makanan kesukaannya tetapi saat ini ia sedang tidak ingin makan. Rasa takut menyerap semua keberaniannya.

Di pikirannya masih terbayang bagaimana wajah-wajah menakutkan itu menatapnya. Bagaimana pandangan mereka yang membuat Illyvare bergidik. Illyvare masih dapat merasakan keinginan untuk memberontak dari tangan yang memeluk tubuhnya itu. Illyvare masih teringat ketika seorang di antara mereka memeluk tubuhnya sementara ia mengendalikan kuda.

Illyvare mengulurkan tangannya yang gemetaran semakin hebat.

Elleinder cepat-cepat menangkap tangan itu dan berdiri di samping Illyvare.

“A…aku… takut…”

“Tidak ada yang perlu ditakutkan, Illyvare.” Elleinder merasakan tangan Illyvare mencengkeram lengannya kuat-kuat. “Baiklah, Illyvare. Kalau engkau tidak mau makan, aku tidak akan memaksamu.”

Elleinder yakin baik Nissha maupun Linty masih berjaga-jaga di depan pintu. “Nissha,” panggilnya.

“Ada apa, Paduka?” tanya Nissha.

“Maaf membuatmu kecewa, Nissha. Kami tidak jadi makan.”

“Saya mengerti, Paduka,” kata Nissha tetapi wajahnya menunjukkan kekecewaannya. Ia dan Linty kembali membawa pergi nampan itu.

Elleinder membopong Illyvare kembali ke tempat tidur.

“Tidurlah, Illyvare. Aku akan memanggil Nissha.”

Illyvare mencengkeram lengan baju Elleinder kuat-kuat.

Seperti waktu mereka berada di kapal, Elleinder melihat Illyvare tidak mau ia pergi. Tetapi kali ini Illyvare tidak mau melepaskan baju Elleinder. Ia memegang tangan Elleinder erat-erat.

Elleinder kembali duduk di samping Illyvare dan memeluk gadis itu.

“Tidak ada yang perlu engkau takutkan, Illyvare. Sekarang engkau sudah aman. Tidurlah dan lupakan semua yang terjadi hari ini.”

“Aku… takut…”

“Jangan takut, Illyvare,” kata Elleinder lembut, “Para prajurit berjaga-jaga di luar sana. Mereka tidak akan mengijinkan seorang pun memasuki Istana.”

Illyvare masih tidak mau melepaskan Elleinder.

“Reischauer juga menjagamu, bukan? Mereka selalu siap melindungimu dari setiap ancaman.”

“Aku… takut sendirian.”

“Engkau tidak sendirian, Illyvare. Reischauer ada di sekitarmu. Kalau engkau masih takut, aku akan menyuruh Linty atau Nissha menemanimu.”

Illyvare menggeleng. “Aku…aku ingin… engkau menemaniku.”

“Baiklah, aku akan menemanimu sampai engkau tertidur.” Elleinder hendak membaringkan Illyvare di tempat tidur tetapi gadis itu tidak mau melepaskannya.

“Aku… aku… ingin engkau… menemaniku sampai… pagi,” kata Illyvare malu-malu.

Elleinder tersenyum. Ketakutan telah merobohkan semua ketenangan Illyvare. “Baiklah, Illyvare. Sekarang berbaringlah. Aku akan menjagamu di sini.”

Illyvare tidak mau melepaskan Elleinder.

“Kalau engkau tidak mau melepaskanku, aku tidak akan dapat mengambil kursi untuk tempat aku duduk sampai pagi.”

Illyvare masih terus melingkarkan tangannya di pinggang Elleinder dan menyembunyikan wajahnya di dada pria itu.

“Baiklah,” kata Elleinder mengalah. Elleinder membaringkan Illyvare ke sisi dalam tempat tidur kemudian berbaring di samping gadis itu.

Illyvare terbelalak menatap Elleinder.

“Tidak apa-apa, Illyvare. Ranjang ini cukup besar untuk kita berdua. Di samping itu aku suamimu bukan orang lain. Aku tidak melakukan kesalahan bila tidur bersama istriku,” kata Elleinder tenang, “Engkau tidak mau melepaskanku dan hanya ini cara agar aku dan engkau dapat tidur nyenyak. Engkau membutuhkan banyak istirahat setelah kejadian hari ini.”

Illyvare mulai melepaskan pelukannya tetapi Elleinder semakin mempererat pelukannya.

“Aku tidak akan melepaskanmu, Illyvare. Aku hanya akan memelukmu sepanjang malam sampai pagi,” kata Elleinder meyakinkan Illyvare.

Jantung Illyvare berdebar kencang.

“Katakan padaku seperti apa rupa kakakmu, Illyvare?” Elleinder berusaha mengalihkan perhatian Illyvare dari ketakutannya.

“Dari mana engkau mengetahuinya?”

Elleinder senang mengetahui ia berhasil. Perasaan tajam Illyvare telah kembali dan membuat gadis itu curiga.

“Nissha yang mengatakannya padaku. Ia menceritakan banyak hal padaku,” jawab Elleinder jujur.

“Ia sangat cantik seperti Mademoiselle. Rambutnya selalu menyala merah dan mata hijaunya selalu bersinar penuh semangat. Ia selalu terlihat bersinar terang,” kata Illyvare mengenang kakaknya.

“Di manapun ia berada, ia selalu menjadi pusat perhatian,” tambah Elleinder.

Illyvare mengangguk membenarkan.

“Bagiku engkau lebih cantik dan mempesona, Illyvare. Kakakmu mungkin selalu bersinar terang tetapi engkau bersinar lembut. Kakakmu menjadi perhatian semua orang tetapi semua orang merasakan kelembutan sinarmu.”

“Engkau belum melihatnya.”

“Aku tetap berkeyakinan engkau yang paling cantik,” Elleinder bersikeras, “Engkau belum menceritakan padaku sejarah keberadaan Reischauer.”

Illyvare terdiam.

“Maukah engkau menceritakannya sekarang? Aku sangat ingin tahu. Aku berpikir Kerajaan Aqnetta adalah satu-satunya kerajaan yang memiliki pasukan wanita, apakah itu benar?”

Illyvare mengangguk.

“Menarik sekali. Bagaimana itu bisa terjadi? Aku belum pernah melihat seorang prajurit wanita.”

“Itu semua terjadi beratus-ratus tahun lalu.”

“Apa yang terjadi waktu itu?” Elleinder berusaha membuat Illyvare berkata lebih banyak lagi.

Illyvare menengadah menatap Elleinder lekat-lekat dan tanpa melepaskan pandangannya, ia berkata, “Pemberontakan, kemuncullan Perwira Muda wanita pertama dan pernikahan.”

“Siapakah wanita muda yang pertama kali menjadi seorang Perwira itu?”

“Ratu Kakyu.”

Mendengar nama itu, Elleinder menjadi semakin ingin tahu siapakah Ratu yang mempunyai nama aneh itu.

Seperti tahu apa yang dipikirkannya, Elleinder mendengar Illyvare berkata, “Ia adalah Ratu yang mendirikan pasukan rahasia kami, Reischauer. Ia juga adalah prajurit terbaik pada masanya. Ia adalah orang yang mengetahui markas pemberontak itu dan ia pula yang menangkap mereka.”

“Ia pasti seorang wanita yang mampu membuat siapa saja terpesona.”

“Ia sangat cantik, seperti Rebecca,” Illyvare setuju.

“Aku menjadi semakin tertarik mengetahui latar belakang berdirinya Reischauer.”

Elleinder melihat pandangan mata serius Illyvare yang untuk pertama kali dilihatnya. Sesaat ia menduga Illyvare tidak mau mengatakannya. Ia sedikit terkejut ketika gadis itu mengatakan sesuatu yang lain dengan yang ada di pikirannya.

“Kuharap engkau mau menerima kenyataannya.”

Elleinder tidak mengerti apa yang dikatakan Illyvare tetapi ia mendengarkan dengan baik cerita Illyvare.

“Pasukan ini didirikan tiga ratus tahun lalu oleh Perwira wanita pertama kami, Kakyu. Beliau kemudian menikah dengan Pangeran Reinald dan menjadi Ratu Kerajaan Aqnetta. Ratu Kakyu adalah wanita yang cerdas. Ia mendirikan Reischauer tetapi tidak semua ilmunya diturunkan pada pasukan itu. Seorang Putra Mahkota sejak lahir dididik untuk menjadi pewaris Kerajaan Aqnetta sekaligus pemimpin Reischauer.”

“Ratu Kakyu khawatir pasukan Reischauer suatu hari nanti dipengaruhi orang dan memberontak karena itu ia hanya menurunkan ilmu tertinggi dalam ninja, Kobadera pada Putra Mahkota. Karena di Jepang, seorang pemimpin haruslah laki-laki, maka pemimpin Reischauer adalah laki-laki. Untuk mencegah perebutan kekuasaan, maka putra pertama yang lahir adalah Putra Mahkota Kerajaan Aqnetta sekaligus calon pemimpin tertinggi Reischauer.”

“Bila tidak ada pemberontak itu, maka tidak akan pernah ada Reischauer dan tidak seorang pun yang tahu bahwa Perwira Muda yang saat itu menjadi pusat perhatian tiap orang adalah seorang gadis. Dan semua ini ada hubungannya dengan Raja Kerajaan Skyvarrna yang hidup tiga ratus tahun lalu, pada saat munculnya pemberontakan di Kerajaan Aqnetta, Raja Geroge VIII.”

Illyvare mendengar desahan terkejut Elleinder tetapi ia tetap melanjutkan.

“Dari hasil penyelidikan terhadap para pemberontak itu diketahui mereka mendapat pasokan senjata dari Kerajaan Skyvarrna. Diketahui pula Raja Geroge VIII bermaksud memanfaatkan keberadaan pemberontak itu untuk menguasai Kerajaan Aqnetta. Namun sayang setelah membantu mengembangkan markas Kirshcaverish selama dua tahun lebih dan dengan biaya yang tidak sedikit, pemberontakan itu berhasil digagalkan.”

Elleinder dapat mengerti apa yang berada di pikiran leluhurnya itu hingga melakukan hal selicik ini.

Ketangguhan Kerajaan Aqnetta bukan lagi rahasia sejak kerajaan itu didirikan tetapi itu tidak berarti melemahkan keinginan Raja Geroge VIII untuk menguasai Kerajaan Aqnetta yang sejak beratus-ratus tahun lalu menjadi incaran kerajaan-kerajaan besar.

Raja Geroge VIII mengira dengan menghasut pemberontak itu dan memberi bantuan senjata pada mereka, ia akan dengan mudah menguasai Kerajaan Aqnetta. Di saat Kirshcaverish melakukan pemberontakan mereka, Raja Geroge VIII bermaksud mengirimkan bala bantuan untuk Kirshcaverish. Tetapi bukan berarti ia akan membantu begitu saja. Setelah berhasil menggulingkan Raja, ia akan memukul balik Kirshcaverish dan menguasai Kerajaan Aqnetta.

Sayang, rencana besar yang hampir berhasil itu gagal karena adanya seorang Perwira Muda Kerajaan Aqnetta yang cantik. Kakyu, demikian nama Perwira itu. Seperti arti namanya, ia adalah bola api. Bola api yang membakar habis seluruh markas Kirshcaverish di Hutan Naullie. Sendirian ia menyusup ke hutan itu dan ia pula yang memanahkan panah api ke markas Kirshcaverish.

Putri bola api itu menyelamatkan Kerajaan Aqnetta dari pemberontakan. Ia kemudian menikah dengan Reinald.

Peristiwa ini sebenarnya sudah merupakan alasan yang cukup untuk menyerang Kerajaan Skyvarrna. Tetapi Ratu Kakyu tidak mau melakukannya. Raja Reinald juga sependapat dengan istrinya. Peperangan dengan Kerajaan Skyvarrna hanya akan membuat rakyat menderita.

Bahkan Raja Reinald bersikap seolah-olah Raja Geroge VIII tidak pernah membantu Kirshcaverish melakukan pemberontakan. Ia menjalin hubungan baik dengan Kerajaan Skyvarrna. Dan melarang setiap orang menyebarkan hal ini pada siapapun.

Sejak itu tidak seorangpun di luar Istana yang tahu ada siapa dibalik Kirshcaverish. Hal ini telah menjadi rahasia Raja Reinald dan Ratu Kakyu hingga kini. Bahkan Raja Leland tidak tahu bahwa di masa lalu Kerajaan Skyvarrna pernah mencoba menguasai Kerajaan Aqnetta.

Illyvare juga takkan pernah mengetahuinya bila ia tidak secara tidak sengaja menemukan laporan penyelidikan Kirshcaverish yang dibuat oleh Ratu Kakyu di Perpustakaan Istana.

Dari situ Illyvare mengetahui bahwa ketika keberadaan Kirshcaverish diketahui, tidak seorangpun di luar Istana yang mengetahuinya. Ratu Kakyu yang saat itu masih seorang Perwira Muda melarang menyarankan untuk tidak memberitahu rakyat. Ia khawatir hal itu akan membuat setiap orang panik.

Rakyat Kerajaan Aqnetta baru mengetahui adanya sekelompok pemberontak di Hutan Naullie ketika pemimpin pemberontak itu ditangkap. Saat itu pula mereka juga baru tahu bahwa Perwira Muda yang selama ini menjadi pujaan setiap wanita di Kerajaan Aqnetta adalah seorang gadis.

Perwira Kakyu yang saat itu baru delapan belas tahun telah menjadi seorang Kepala Pengawal Istana. Ketangguhannya telah diakui Raja sejak ia masih lima belas tahun. Ketangguhannya itu diperolehnya dari seorang Jepang yang tinggal di rumahnya sejak ia lahir, Kenichi.

Kenichi adalah seorang ninja. Ia menurunkan ilmunya itu pada Ratu Kakyu sejak ia masih kecil. Setelah menikah, Ratu Kakyu mulai berpikir pentingnya pasukan rahasia bagi Kerajaan Aqnetta. Ia pun membentuk Reischauer. Kepada merekalah Ratu Kakyu menurunkan ilmunya.

Elleinder termangu-mangu mendengar cerita Illyvare itu. Cara Illyvare mengatakan campur tangan leluhurnya dalam pemberotakan itu menunjukkan hal itu tidak berarti apa-apa. Gadis itu mengucapkannya dengan tenang dan perlahan. Dalam suaranya yang merdu tidak terdapat nada marah atau pun dendam.

Tetapi Elleinder tetap merasa bersalah atas kelicikan leluhurnya dan ia berterima kasih pada kebijaksanaan Raja Reinald yang memutuskan untuk tidak menyerang Kerajaan Skyvarrna. Andaikan itu terjadi, Elleinder yakin Kerajaan Skyvarrna tidak akan selamat. Dan saat ini tidak akan ada Kerajaan Skyvarrna.

“Ijinkanlah aku atas nama leluhurku meminta maaf atas semua tindakannya yang licik itu.”

Illyvare memandang Elleinder. “Semua telah dimaafkan tiga ratus tahun lalu,” kata gadis itu singkat tetapi cukup menghibur Elleinder.

Andaikan Raja Leland mengetahuinya juga, Elleinder dapat memastikan ia tidak akan menerima lamarannya pada putrinya. Elleinder sangat bersyukur Illyvare tidak mengatakan apa-apa pada ayahnya.

“Biarkan apa yang mereka rahasiakan ini terus menjadi rahasia,” kata Illyvare ketika mengetahui apa yang dipikirkan Elleinder.

Tiba-tiba Elleinder tertawa geli. “Kurasa Nissha benar. Engkau selalu dapat mengetahui apa yang orang lain rasakan. Tetapi ada yang terasa ganjil bagiku. Kalau seorang Putra Mahkota Kerajaan Aqnetta selalu laki-laki, mengapa…” Elleinder tiba-tiba ragu-ragu melanjutkan.

“Aku menjadi Ratu Kerajaan Aqnetta?” sambung Illyvare.

Kembali Elleinder melihat pandangan jauh Illyvare.

“Langit tidak berbatas, kita tidak akan pernah tahu di mana batasnya,” kata Illyvare.

“Apakah engkau bermaksud mengatakan engkau tidak tahu kalau engkau ternyata menjadi Ratu Kerajaan Aqnetta?”

“Kalau Calf menjadi seorang Raja, itu tidak mungkin. Seorang Raja Kerajaan Aqnetta adalah pemimpin Reischauer. Dan untuk menjadi pemimpin Reischauer, ia harus dididik sejak lahir. Calf tidak mendapatkan itu. Tidak pernah terjadi seorang Raja tidak memiliki anak laki-laki. Sejak dulu aku adalah Putri Mahkota dan hingga aku mempunyai anak laki-laki, ayahanda akan tetap menjadi pemimpin Reischauer. Hanya itu cara yang aman.”

Sejak kematian kakaknya, Illyvare sudah tahu kelak ia akan menjadi Ratu Kerajaan Aqnetta. Tetapi ayahnya lebih suka mengakui Calf sebagai calon penggantinya. Raja Leland juga Calf mempunyai niat menikahkan Calf dengan Illyvare sehingga kedudukan Calf sebagai Raja akan menjadi kuat di hadapan rakyat.

Tidak seorangpun tahu rencana mereka selain Illyvare. Tetapi Illyvare tidak pernah mengatakannya pada siapa pun. Ia juga tidak berniat memberitahukan rencana ayahnya itu pada Elleinder.

Bila Elleinder tidak melamarnya, sekarang atau mungkin tak lama lagi ia menjadi istri Calf. Tetapi sekarang ia telah menjadi istri Elleinder.

“Aku merasa tidak adil, Illyvare,” kata Elleinder bersalah, “Aku telah mengetahui masa kecilmu tetapi engkau tidak mengetahui apa pun tentang diriku. Aku ingin menceritakannya padamu tetapi kupikir engkau pasti telah mengetahuinya.”

Illyvare hanya mengangkat bahunya.

“Aku tidak menghafalkan semua buku perpustakaan seperti yang kaulakukan. Aku yakin engkau telah mengetahui semua hal di dunia ini dan semua bahasa engkau ketahui. Engkau memiliki apa yang orang lain inginkan. Engkau peri cantik yang serba tahu.”

Illyvare menyembunyikan wajah di dada Elleinder dan bergumam lirih, “Aku tidak memiliki kebebasan.”

Illyvare terkejut ketika Elleinder tiba-tiba melepaskannya. Tanpa disadarinya, tangannya telah mencengkeram lengan Elleinder kuat-kuat.

Elleinder tersenyum pada Illyvare dan berkata, “Aku tidak akan meninggalkanmu. Aku hanya ingin menyelimutimu. Engkau tidak mau kedinginan, bukan?”

Illyvare melepaskan lengan Elleinder. Tangannya berganti mencengkeram baju Elleinder. Illyvare masih takut ditinggalkan sendiri. Gadis itu diam saja ketika Elleinder menarik selimut ke atas tubuh mereka berdua.

Ketika Elleinder kembali berbaring di sampingnya, Illyvare melepaskan baju pria itu dan kembali memegang tangannya.

Tangan Elleinder melepaskan pegangan Illyvare dan memeluk gadis itu. “Tidurlah,” bisiknya lembut, “Hari ini engkau mengalami banyak kejutan dan sekarang saatnya untuk tidur dan melupakannya. Aku akan menjagamu sepanjang malam. Aku akan terus memelukmu seperti ini agar engkau tahu aku selalu ada di sisimu.”

Di dalam pelukannya, Elleinder merasakan kepala Illyvare bersandar lemah di dadanya dan perlahan-lahan gadis itu memasuki alam mimpinya.

Ketika ia yakin gadis itu telah tertidur, Elleinder juga berharap dapat tertidur. Tetapi sang dewa mimpi tidak mengijinkannya. Elleinder sama sekali tidak merasa mengantuk.

Berbagai macam kejadian hari ini terlintas kembali di benaknya.

Perlahan-lahan Elleinder meletakkan kepala Illyvare di bantal dan menyandarkan punggung di tepi ranjang yang tinggi di belakangnya. Tangannya terus memeluk Illyvare dan merasakan nafas lembut Illyvare yang teratur.

Hari ini Elleinder telah melihat wajah di balik topeng Illyvare. Hari ini Illyvare telah menunjukkan jiwa manusianya yang lain. Di waktu lalu ia melihat Illyvare yang sedang tertawa bahagia. Hari ini wajah yang penuh ketakutan.

Di balik topeng tenangnya yang dingin, Illyvare menyimpan semua perasaannya. Apakah perasaan itu akan cepat hilang seperti ketika mereka berada di Panti Carmell?

Saat meninggalkan Panti Carmell, Illyvare kembali menjadi gadis yang tenang dan pendiam. Elleinder tidak ingin besok pagi Illyvare kembali menjadi peri bertopeng. Tetapi bagaimana cara membuat Illyvare melepaskan topeng itu untuk selama-lamanya, Elleinder tidak tahu.

Tiba-tiba Illyvare bergerak semakin merapatkan dirinya. Gadis itu seolah-olah ketakutan dan berusaha mencari keamanan dalam pelukan Elleinder.

“Engkau memang selalu serba tahu,” gumam Elleinder geli, “Saat tidurpun engkau tahu aku tidak berbaring di sisimu.”

Elleinder mencium dahi Illyvare dan kembali berbaring di samping gadis itu. Elleinder tersenyum ketika dalam tidurnya, Illyvare memeluknya. Sekali lagi Elleinder mencium dahi Illyvare lalu mencoba melupakan semua kerisauan pikirannya dan membiarkan dewa mimpi membuainya.

Pagi harinya ketika Elleinder terbangun, Elleinder melihat Illyvare tidak ada. Elleinder meloncat duduk karena kagetnya.

“Di mana Illyvare?” tanyanya panik.

Elleinder mencoba menenangkan diri dan memikirkan tempat yang paling mungkin didatangi Illyvare sepagi ini.

Teringat oleh Elleinder kebiasaan Illyvare bila ia mempunyai waktu luang. Gadis itu selalu berada di taman bunga Istana. Setiap ada waktu senggang, Illyvare menyibukkan diri untuk merawat bunga-bunga itu.

Elleinder bergegas turun mencari Illyvare.

-----0-----



Illyvare terbangun. Ia tidak tahu apa yang membuatnya terbangun. Illyvare merasakan sebuah tangan melingkari pinggangnya. Teringat kembali olehnya peristiwa tadi malam yang membuat Elleinder tidur bersamanya.

Pipi Illyvare memerah malu. Ditatapnya Elleinder yang terus tidur tanpa merasa terganggu oleh bangunnya Illyvare.

Semalaman ia terus memeluk Illyvare dan sama sekali tidak melakukan yang lain selain itu. Illyvare percaya pria itu melakukan kata-katanya.

Tiba-tiba tercium oleh Illyvare bau wangi bunga. Illyvare merasa bunga-bunga di bawah sana memanggilnya.

Perlahan-lahan ia melepaskan diri dari pelukan Elleinder dan meninggalkan tempat tidur.

Ketika melihat bayangan dirinya di cermin, wajah Illyvare kembali memerah. Ketika semalam tidur di samping Elleinder, ia sama sekali tidak sadar ia mengenakan gaun tidur sutra lembut yang menempel di tubuhnya dan menunjukkan bentuk tubuhnya yang sempurna.

Ketika tercium kembali wangi bunga di taman, Illyvare merasa bunga-bunga itu tidak sabar menantinya. Ia bergegas meraih mantel panjangnya dan menuju taman.

Illyvare terpesona melihat taman bunga itu. Ia tidak tahu apa yang membuat taman bunga itu tampak lebih indah dari biasanya. Hatinya yang sedang diselimuti kebahagiaan cinta ataukah karena bunga-bunga itu sedang tersenyum padanya.

Illyvare merasa kedua hal itulah sebabnya. Bunga-bunga di sekitarnya memberikan senyuman mereka yang paling indah dan ikut merasakan kebahagiaan Illyvare. Mereka menunjukkan warna-warni mereka yang cemerlang walau saat ini musim dingin semakin dekat.

Tengah Illyvare sibuk merasakan sapaan bebungaan itu, ia merasa seseorang berada di dekatnya dan memandangnya.

Illyvare membalikkan badan dan melihat Elleinder sedang tersenyum padanya sambil merentangkan kedua tangannya.

Seolah-olah terpanggil, Illyvare berlari menjatuhkan diri di pelukan Elleinder.

“Aku senang dapat menemukanmu. Kupikir engkau hilang lagi. Kalau engkau benar-benar hilang, aku takkan tahu harus berbuat apa. Aku senang dapat memelukmu lagi, cintaku.”

Elleinder merasakan tubuh Illyvare tiba-tiba menegang. Elleinder merasa tidak ada lagi yang perlu dirahasiakan.

“Aku mencintaimu, Illyvare,” Elleinder memberikan pengakuannya dengan lembut, “Kukira aku telah merasakannya ketika aku melihatmu di upacara pernikahan kita. Aku baru yakin ketika di kapal engkau tiba-tiba sakit. Saat itu aku ingin segera mencapai daratan. Aku tidak memikirkan kerusakan kapal. Yang kuinginkan hanya engkau segera sembuh. Dan ketika aku menjagaimu siang itu, aku semakin yakin pada perasaanku.”

Illyvare terus menatap Elleinder tanpa mengatakan apa-apa.

“Engkau tidak perlu terganggu dengan cintaku, Illyvare. Aku tidak ingin engkau merasa terganggu, aku hanya ingin membuatmu merasakan besarnya cintaku padamu. Dan kelak aku berharap, aku berhasil membuatmu mencintaiku seperti aku mencintaimu.”

Elleinder melihat air mata mulai menuruni pipi Illyvare yang halus. “Mengapa engkau menangis, sayang?” tanyanya lembut sambil menghapus air mata itu dari wajah Illyvare.

Illyvare mengangkat bahunya. “Aku tidak tahu mengapa akhir-akhir ini aku jadi mudah menangis. Aku terlihat cengeng.”

“Tidak,” bisik Elleinder lembut, “Engkau gadis yang paling tenang yang pernah kutemui.”

“Juga membosankan,” sahut Illyvare.

“Membosankan kalau engkau terus diam dan tenang,” Elleinder menyetujui, “Tetapi dengan sikap tenang dan diammu itu, engkau menjadi semakin menarik. Engkau seperti menjadi bagian dari alam ini dan membuatmu tampak penuh misteri dan mistik. Engkau seperti peri mungil yang selalu bersinar di hatiku, Illyvare.”

Illyvare tersenyum bahagia dan memeluk Elleinder.

Elleinder terkejut ketika mendapatkan pelukan tiba-tiba yang tak diduganya itu.
“Engkau tidak perlu membuatku jatuh cinta, Elleinder. Tidak perlu karena aku telah mencintaimu. Aku sangat mencintaimu hingga aku merasa tidak sanggup menahannya lebih lama lagi.”

Elleinder tersenyum bahagia kemudian mencium Illyvare dengan penuh perasaan cinta.

Untuk pertama kalinya bibir Illyvare melembut dan menerima ciuman itu. Seluruh topeng dingin Illyvare seolah-olah terlepas dan membuat gadis itu menunjukkan semua cintanya lewat hatinya dan ciuman-ciumannya.

Tiba-tiba Elleinder menjauhkan bibirnya dari bibir Illyvare yang terbuka dan seperti mengundang itu.

“Pagi ini udara sangat dingin. Tidak baik untukmu kalau aku membuatmu terus berada di sini. Sebaiknya engkau kembali ke kamarmu dan berganti baju. Setelah sarapan, aku akan mengajakmu pergi berjalan-jalan. Hanya kita berdua tanpa orang lain.”

Illyvare memandang Elleinder dengan cemas.

“Aku membatalkan semua kegiatan kita untuk hari ini. Mereka pasti mengerti kalau aku ingin menghabiskan hari ini hanya dengan istriku yang tercinta.” Elleinder kembali mencium Illyvare dan berkata, “Kali ini aku akan mengantarmu ke kamarmu dan memastikan engkau tidak pergi meninggalkanku lagi.”

“Aku tidak bermaksud pergi,” Illyvare membela diri tetapi Elleinder tidak mendengarkannya. Pria itu mengangkat tubuh Illyvare dan mengantarkannya sampai di kamar.

Seperti yang dikatakan Elleinder, seusai sarapan seekor kuda telah menanti di depan pintu masuk.

Nissha membawakan mereka sekeranjang besar makanan. Ketika memberikannya pada Illyvare, wanita tua itu berkata, “Kalian belum pernah berpiknik bersama. Sekarang saat yang tepat. Angin musim gugur yang sejuk. Daun-daun yang berguguran. Sinar matahari yang hangat. Semua itu akan membuat suasana jadi romantis.”

Nissha tersenyum bahagia kemudian melepaskan Illyvare ke dalam pelukan Elleinder yang segera membimbing gadis itu ke kuda yang telah menanti mereka.
Illyvare kebingungan melihat kuda itu.

“Kita akan berkuda,” Elleinder memberikan penjelasan singkat kemudian menaikkan Illyvare ke punggung kuda.

“Suatu hari nanti aku akan mengajarimu menunggang kuda,” kata Elleinder ketika mereka mulai meninggalkan Istana Qringvassein.

“Tidak perlu,” kata Illyvare tenang, “Aku lebih suka seperti ini.” Illyvare menyandarkan badan di tubuh Elleinder.

“Aku merasa dibohongi, Illyvare,” kata Elleinder. Elleinder melihat senyum tipis di wajah Illyvare yang tenang itu dan melanjutkan, “Tetapi tidak apa-apa karena aku juga suka berjalan-jalan seperti ini.”

Elleinder mempererat pelukan sebelah tangannya di pinggang Illyvare.

Pagi ini ia telah menyadari satu hal. Nissha benar, Illyvare tidak dingin dan tidak mengenakan topeng apa pun. Illyvare adalah gadis yang tenang namun memiliki hati yang sangat lembut. Di balik sikap tenang dan pendiamnya, ia menyimpan semua perasaannya. Hanya pada saat tertentu saja ia menunjukkannya. Seperti pada saat yang penting saja, Illyvare baru berbicara panjang lebar. Tetapi Elleinder tidak merasa kecewa.

Seperti yang dikatakannya, itulah yang membuat Illyvare seperti berada di dalam dunia perinya yang penuh keajaiban dan misteri. Itulah yang membuat perinya semakin berbeda dari peri yang lain. Elleinder mencintai perinya itu melebihi apa pun di dunia ini.

Seperti yang dikatakan Arwain, ia telah berjudi dan ia mendapatkan lebih dari harapannya. Elleinder mendapatkan hati perinya yang cantik dan mendapatkan kebahagiaan yang tidak pernah terbayang dalam hidupnya. Elleinder mempererat pelukannya dan terus melangkah menapaki jalan kehidupan mereka yang baru.

Langit sedemikian luasnya dan kita tidak tahu dan tidak dapat menentukan di mana ujungnya.

Masa depan tak terbatas dan kita tidak tahu di mana kita akan melangkah di mana kita akan berhenti. Tetapi masa depan itu ada dan kita harus terus menjalaninya dengan segala cinta dan harapan.



*****Lanjut ke epilog

No comments:

Post a Comment