Tuesday, February 27, 2007

Topeng Sang Puteri-Epilog

“Aku merasa engkau sedang berbohong padaku, Illyvare,” gerutu Elleinder ketika istrinya memaksanya duduk diam di Ruang Rekreasi Istana Vezuza.

Illyvare tersenyum dan berkata tenang, “Tidak ada yang kusembunyikan padamu.”


“Aku juga belum mendapat penjelasan mengapa engkau tiba-tiba pulang tanpa memberitahu lebih dulu?” Raja Leland mengingatkan.

“Saya ingin menunjukkan bakti saya pada Anda, Ayahanda.”

“Dengan pulang tiba-tiba dan memaksa kami duduk diam sementara engkau berputar-putar ke sana kemari seperti kincir angin?” gerutu Raja Leland.

Illyvare diam saja.

Elleinder tersenyum. Seperti itulah perinya. Selalu diam bila merasa tidak perlu mengatakan apa pun.

Gadis itu sibuk membantu para pelayan menata makanan di meja ruangan itu.

Elleinder terus memperhatikan punggung istinya itu.

“Sebenarnya apa yang sedang direncanakannya?” tanya Raja Leland tiba-tiba.

“Saya tidak tahu. Ia juga tidak mengatakannya pada saya.”

“Makan malam sudah siap,” kata Illyvare melaporkan. Illyvare mendekati Elleinder dan menariknya berdiri lalu beralih pada ayahnya.

“Apa yang membuatmu berubah sejauh ini?” tanya Raja Leland heran.

“Tidak ada,” jawab Illyvare tenang. Namun di matanya Elleinder melihat gadis itu menyembunyikan sesuatu. Illyvare tahu yang dipikirkan Elleinder dan berkata, “Mari makan malam telah menanti kita.”

Illyvare memeluk lengan Elleinder di tangan kanannya dan memeluk lengan ayahnya di tangan kirinya.

“Apa yang membuatmu berubah?” tanya Elleinder keheranan.

“Tidak ada,” jawab Illyvare tenang, “Aku hanya senang dapat pulang di malam Natal dan makan malam bersama keluargaku.”

Raja Leland tiba-tiba berhenti dan berkata tegas, “Sebelum engkau mengatakan apa yang kaurencanakan dari kami, aku tidak mau makan.”

Elleinder melihat Raja Leland menatapnya dan berharap ia melakukan hal yang sama. “Aku juga tidak mau makan bersamamu kalau engkau tidak mengatakan apa yang sedang kaurencanakan.”

“Aku tidak merencanakan apa-apa,” kata Illyvare tenang, “Ayo kita makan.”

“Aku tidak mau, sayang. Engkau harus mengatakan dulu apa yang kausembunyikan dari kami,” kata Elleinder bersikeras.

“Tidak seorangpun yang mau makan bila engkau tetap menyembunyikannya,” tambah Raja Leland tegas.

“Aku tidak merencanakan apa pun,” kata Illyvare merajuk, “Sungguh.”

“Katakan padaku, sayang, apa yang kausembunyikan dari kami,” bujuk Elleinder lembut, “Atau tidak ada makan malam bersama di malam Natal ini.”

Illyvare menatap kedua pria yang disayanginya itu bergantian. “Kalian jahat,” katanya semakin merajuk.

“Ayolah katakan,” bujuk Elleinder.

Untuk kesekian kalinya Illyvare mendengar perkataan, “Kalau engkau tidak mengatakannya, kami tidak mau makan.”

Illyvare memandang kesal ayahnya lalu Elleinder dan berkata, “Baiklah. Aku memang menyembunyikan sesuatu tetapi aku ingin memberikannya tengah malam nanti. Aku ingin memberi kalian hadiah Natal yang paling indah dalam hidup kalian.”

“Katakan saja sekarang,” desak Raja Leland, “Aku tidak akan mau membuka mata sampai tengah malam. Setelah menyantap semua makanan enak yang kausediakan itu, aku tidak yakin dapat membuka mata.”

“Semua makanan itu membangkitkan selera makanku. Aku tidak tahu apakah aku bisa tetap terjaga sampai tengah malam bila aku sudah kekenyangan,” timpal Elleinder.

“Kalian jahat,” kata Illyvare kekanak-kanakan, “Aku benci kalian kalau kalian melakukan itu.”

“Karena itu beritahu kami sekarang,” bujuk Elleinder.

“Baiklah,” kata Illyvare menyerah. Tetapi gadis itu tidak mau memberitahu begitu saja, ia memberikan teka-teki, “Aku sekarang tidak sendirian lagi. Ke mana-mana aku selalu ditemani olehnya. Ke manapun.”

“Apa yang hendak kaukatakan itu?” tanya Raja Leland keheranan.

Illyvare melihat Elleinder tetapi pria itu tidak menunjukkan ia juga tahu apa yang dimaksudkan Illyvare. “Apakah engkau ingin mengatakan aku selalu menemanimu?” tanya Elleinder.

“Bukan,” rujuk Illyvare kesal, “Sekarang aku berbadan dua!”

“APA!?” kedua pria itu bertanya tak percaya. Mereka saling berpandangan dan saling bertanya, “Apakah itu benar?”

“Saya tidak tahu. Ia tidak memberitahu saya,” kata Elleinder lalu ia menatap Raja Leland.

“Aku juga tidak tahu. Ia juga tidak memberitahuku,” kata Raja Leland.

Kedua pria itu kembali menatap Illyvare.

Illyvare kesal melihat tatapan tidak percaya itu. “Benar, aku hamil,” katanya kesal.

Tiba-tiba Elleinder memeluk Illyvare dan mengangkatnya tinggi-tinggi. “Aku senang sekali mendengarnya, Illyvare.”

“Kapan engkau mengetahuinya?” tanya Raja Leland yang masih tidak percaya.

“Awal bulan ini,” jawab Illyvare.

“Mengapa engkau tidak memberitahuku?” tanya Elleinder.

“Aku sudah mengatakannya. Aku ingin memberi kalian hadiah Natal yang paling indah dalam hidup kalian,” kata Illyvare manja.

“Pantas saja sikapmu akhir-akhir ini menjadi lebih manja,” gumam Elleinder.

Raja Leland mendengar gumaman itu dan menyahut, “Pasti engkau mengandung anak laki-laki, Illyvare.”

Elleinder menurunkan Illyvare dan bertanya, “Maksud Anda?”

“Konon ketika Ratu Kakyu mengandung putra pertamanya, ia menjadi lebih manja dan lebih mudah tersinggung, seperti Illyvare saat ini. Sejak itu setiap Putri Kerajaan Aqnetta yang sedang mengandung anak laki-laki selalu menjadi lebih manja dan lebih mudah tersinggung terlebih ketika dalam bulan-bulan pertama kandungannya,” Illyvare memberi penjelasan.

“Pasti anak dalam kandunganmu itu laki-laki,” kata Raja Leland senang, “Aku akan punya cucu laki-laki.”

Raja Leland menarik Illyvare ke meja dan memberikan banyak makanan ke piring gadis itu.

Tidak ada ruginya Illyvare memberikan hadiah Natalnya saat ini karena kedua pria itu sangat senang sehingga mereka tetap terjaga hingga pagi. Mereka yang semula mengatakan tidak mau membuka mata sampai tengah malam, membuat Illyvare merasa lelah dan mengantuk tetapi mereka tidak mengijinkan Illyvare tertidur.

Elleinder berusaha membuat gadis itu terjaga dengan menyuruhnya mengenalkan leluhur-leluhurnya.

Illyvare membawa Elleinder ke Galeri Keluarga di mana di tempat itu terdapat lukisan seluruh keluarga Kerajaan Aqnetta dan harta pusaka mereka.

Ketika mereka tiba di depan lukisan Ratu Kakyu, Illyvare berkata, “Inilah Ratu Kakyu. Di cantik sekali. Aku selalu mengaguminya.”

“Tetapi ia tidak secantik engkau,” kata Elleinder.

Lalu Illyvare membawa Elleinder ke lukisan kakaknya. “Ini kakakku. Ia mirip sekali dengan Ratu Kakyu.”

Seorang gadis dalam lukisan itu memandang penuh semangat ke sekitarnya. Wajahnya menunjukkan semangatnya yang tinggi. Rambut merahnya bersinar terang. Gadis cantik itu tampak bersinar.

“Engkau benar. Ia lebih terlihat bersinar daripada siapa pun. Aku tidak heran engkau mengatakan ia lebih cantik darimu. Tetapi aku tetap merasa engkau yang paling cantik,” kata Elleinder. “Yang membuatku heran dan tidak percaya sampai saat ini adalah bahwa engkau hamil.”

“Aku benar-benar hamil,” rujuk Illyvare kesal.

“Tetapi engkau masih sangat muda.”

“Engkau tidak senang aku hamil?” Illyvare menunjukkan rasa tidak senangnya.

“Aku senang, sangat senang, tetapi…”

Illyvare menutup mulut Elleinder dan berbisik, “Tidak ada tetapi. Sekarang engkau tahu engkau akan punya anak.”

Elleinder sangat senang ketika sembilan bulan kemudian Illyvare melahirkan putranya yang gemuk. Setelah menanti cukup lama dalam kecemasan di depan kamar, akhirnya ia mendengar tangis bayi. Tak lama kemudian Nissha muncul dengan bayi yang sehat.

Elleinder ingin menggendong putranya tetapi ia sudah keduluan kakek si bayi. Elleinder mengalah dan ia masuk untuk melihat keadaan Illyvare.

Kebahagiaan yang dirasakan Elleinder saat melihat Illyvare yang duduk bersandar di ranjang dengan keringat bercucuran tak terkatakan. Ia duduk di samping istrinya dan berkata, “Engkau ibu tercantik yang pernah kulihat.”

“Dan engkau akan menjadi seorang ayah yang paling bahagia.”

“Tetapi saat ini aku tidak bahagia. Anakku direbut kakeknya.”

Illyvare tersenyum geli melihat ayahnya mengangkat tinggi-tinggi bayi laki-laki yang baru lahir itu.

“Engkau akan menjadi penerusku,” kata Raja Leland senang, “Aku akan mendidikmu menjadi pemimpin Reischauer yang paling hebat.”

“Kurasa kita harus siap menyerahkan dia ke dalam asuhan ayahku,” kata Illyvare.

“Aku pikir juga demikian.”

Tiba-tiba bayi itu menangis.

Nissha cepat-cepat mengambilnya dari Raja Leland. “Mungkin ia ingin bertemu ayahnya,” katanya ketika mengambil bayi itu.

Illyvare menerima bayinya dari Nissha.

“Ia bayi yang cantik.”

Illyvare melihat tubuh mungil itu.

Elleinder tertawa geli. “Baiklah, ia bayi yang tampan.”

“Aku kalah dengan kalian. Si kecil lebih senang bersama kalian.”

“Jangan berkata seperti itu. Kelak ia akan menyayangi Anda pula, Ayahanda,” hibur Illyvare. “Ia akan mencintai kedua kerajaan ini.”

“Ia akan menjadi cucu kesayanganku.”

“Kesayangan kita semua sampai anak berikutnya lahir,” sahut Illyvare sambil tersenyum.

Mereka setuju dan senang mendengarnya.

Elleinder melingkarkan tangannya di sekeliling pinggang Illyvare dan dengan mesra ia menatap wajah bayi mungilnya yang sedang tidur dengan nyenyak di pelukan ibunya. “Aku akan menantikan kehadiran bayi yang lain,” bisiknya.

3 comments:

  1. kisah cinta yang manis :)
    aku suka jalan ceritanya. hanya saja sepertinya ada beberapa paragraf yg tumpang tindih.

    ReplyDelete
  2. Cerita kedua yang saya baca setelah pelarian :D. Cerita keren, bagus,menarik sekali.

    ReplyDelete