Monday, February 19, 2007

Topeng Sang Puteri-Chapter 4

“Kita telah tiba, Paduka!”

“Akhirnya kita tiba juga. Aku sudah tidak sabar ingin beristirahat dan makan sesuatu. Tak kusangka upacara pernikahan dan penobatan ditambah perjalanan selama tiga jam membuatku menjadi lapar.”


Illyvare diam seribu bahasa. Sejak tadi ia hanya melihat keluar jendela dan mengingat lingkungan yang baru pertama kali dilihatnya.

Elleinder turun dari kereta kemudian membantu Illyvare.

“Kami telah menantikan kedatangan Anda, Paduka,” sambut seorang pelayan. Kemudian ia membawa mereka memasuki Istana Camperbelt.

Di dalam telah berdiri seluruh pelayan yang ada di Istana Camperbelt. Mereka berbaris rapi membentuk dua barisan. Satu di kanan dan satu di kiri. Mereka membungkuk hormat ketika melihat Elleinder dan Illyvare.

Pelayan itu berkata lagi, “Ijinkanlah saya atas nama seluruh pelayan mengucapkan selamat atas pernikahan Anda.”

“Terima kasih, Matt.”

Illyvare hanya mengangguk perlahan tapi sikapnya telah menunjukkan rasa terima kasihnya yang tulus.

“Kami yakin Paduka merasa lelah setelah menempuh perjalanan jauh. Kami telah menyiapkan kamar untuk Paduka.”

“Kurasa saat ini aku hanya ingin makan.”

“Kami akan segera menyiapkan makan siang untuk Paduka.”

“Sementara itu suruh pelayan membantu Illyvare mengganti gaun pengantinnya,” perintahnya. Kemudian pada Illyvare, Elleinder berkata lembut, “Kurasa sebaiknya engkau bersalin. Gaun pengantin itu pasti telah menganggu gerakmu.”

Dengan gerakan tangannya, pelayan itu memanggil beberapa pelayan wanita.

Tanpa banyak berbicara, Illyvare mengikuti para pelayan yang mengantarkannya ke kamar yang telah dipersiapkan untuknya.

Ketika Illyvare sudah jauh, Elleinder kembali berkata, “Steele sudah datang?”

“Sudah, Paduka,” jawab Matt.

“Anda mencari saya, Paduka?” Komandan Angkatan Laut Kerajaan Skyvarrna itu muncul dari belakang barisan para pelayan.

“Pantas aku tak melihatmu,” gumam Elleinder. “Bagaimana, Steele? Semua sudah siap?”

“Sudah, Paduka,” lapor Steele, “Sesuai perintah Anda. Kami sudah siap berangkat sore ini.”

“Bagus,” kata Elleinder puas. “Lanjutkan tugasmu. Kurasa tak sampai sore, kami akan segera berangkat.”

“Baik, Paduka.”

Elleinder meninggalkan para pelayan itu. Seperti ketika Illyvare berjalan di antara mereka, para pelayan itu membungkuk hormat.

Elleinder menuju kamarnya. Ia ingin beristirahat selama beberapa saat sebelum makan siang. Ia tidak merasa terlalu lelah tetapi kejutan yang dibuat istrinya membuatnya lelah.

Hingga kini Elleinder tak mengerti mengapa gadis secantik itu disembunyikan Raja Leland dari masyarakat. Raja Leland juga diam saja ketika semua orang mengatakan putrinya gemuk dan jelek. Mengapa Raja Leland melakukan itu semua tidak dapat dijawab Elleinder. Hanya Raja Leland yang tahu mengapa ia melakukan itu mungkin Illyvare juga tahu. Tapi tak mungkin ia menanyakan hal itu pada Illyvare sendiri. Illyvare pasti sudah tahu apa kata orang tentang dirinya dan ia pasti dapat menduga bagaimana penolakan rakyat Kerajaan Skyvarrna ketika rajanya ingin menikahi dirinya yang tak jelas seperti apa.

“Illyvare,” gumam Elleinder. Matanya menatap langit-langit kamar tapi yang muncul bukan lukisan indah di sepanjang langit-langit bukan juga patung-patung kecil di langit-langit. Elleinder melihat wajah Illyvare.

Gadis yang cantik dan tampak lembut. Seorang gadis yang sangat lembut seperti wanita Timur. Daripada menjadi wanita Barat, Illyvare lebih cocok menjadi wanita Timur. Matanya yang hitam mengandung misteri Timur. Rambut hitamnya membingkai wajahnya yang cantik.

Illyvare sangat elok. Tak pernah dalam hidupnya Elleinder melihat seorang gadis yang secantik Illyvare. Elleinder terus memandang bayangan wajah Illyvare yang tampak di langit-langit kamar.

Suara dentang lonceng tanda makan siang telah siap, mengejutkannya. Elleinder ingat ia sedang menanti makan siang yang disiapkan pelayan. Cepat-cepat Elleinder mengganti pakaiannya.

Tak lama setelah Elleinder merapikan dirinya, Matt mengetuk pintu.

“Makan siang sudah siap, Paduka,” lapornya.

Elleinder berjalan lambat ke Kamar Makan. Ketika melewati kamar Illyvare, ia melihat pintu itu masih tertutup rapat. Elleinder berpikir Illyvare masih sibuk berdandan dan ia semakin memperlambat langkahnya.

Penjaga membukakan pintu Ruang Makan untuk Elleinder.

Elleinder melangkah masuk dan tertegun.

Seorang gadis duduk di bingkai jendela dan memandang jauh ke depan. Tubuhnya yang terbungkus gaun hijau cerah tampak elok. Perlahan gadis itu memalingkan kepala. Tanpa berbicara apa-apa, ia bangkit dan mendekati meja makan.

Elleinder cepat-cepat menarik kursi untuk Illyvare.

“Terima kasih,” kata Illyvare singkat.

Elleinder duduk di kepala meja samping gadis itu. “Maafkan aku. Aku pasti telah membuatmu lama menunggu.”

“Saya baru tiba.”

Pelayan yang telah bersiap-siap di ruangan itu segera melayani mereka. Bergantian mereka masuk sambil membawa baki perak berisi makanan yang lezat-lezat.

Mereka makan tanpa banyak bicara. Sampai pelayan membawa makanan penutup, Illyvare diam seribu bahasa.

Setelah pelayan membawa masuk makanan penutup, Elleinder berkata, “Mari kita ke Ruang Duduk. Ada yang ingin kukatakan padamu.”

Illyvare tetap tidak berkata-kata saat mengikuti Elleinder.

Elleinder membuka pintu dan mempersilahkan Illyvare masuk. Setelah itu ia menutup pintu rapat-rapat.

“Ada yang perlu kauketahui.”

Illyvare diam memandang pria yang duduk di depannya.

“Ini mengenai perjalanan kita ke Kerajaan Skyvarrna,” kata Elleinder, “Engkau pasti menduga kita akan melewati jalan darat. Tapi aku telah merencanakan kita akan melewati jalan laut. Saat ini laut sedang cerah-cerahnya kupikir engkau pasti senang kalau kita lewat sana. Aku tahu engkau ingin melihat dunia luar yang selama ini tak pernah kaulihat. Aku juga ingin engkau melihatnya.”

“Kita akan berangkat hari ini juga. Kurencanakan kita berangkat nanti sore, tetapi aku merasa kita bisa berangkat lebih pagi dari yang kurencanakan semula. Sekarang engkau beristirahatlah dulu. Nanti bila hampir tiba saatnya untuk berangkat, aku akan menyuruh pelayan memanggilmu.”

Illyvare beranjak bangkit.

Elleinder juga bangkit. Ia memegang lengan Illyvare sebelum gadis itu pergi. “Aku berharap engkau tidur yang nyenyak. Perjalanan dari Kerajaan Aqnetta ke Istana Camperbelt pasti telah melelahkanmu. Dari rumah musim panasku ini, kita akan ke pelabuhan. Perjalanannya kurang lebih setengah lama perjalanan tadi.”

Illyvare hanya melihat Elleinder dengan tenang.

Elleinder termenung melihat Illyvare berlalu dari hadapannya dengan anggunnya tanpa menoleh lagi.

Illyvare tahu ia tidak merasa lelah. Ia tidak akan dapat tidur seperti keinginan Elleinder.

Illyvare terus melewati tempat tidur dan berdiri di serambi. Seperti kebiasaannya, ia memandang langit di kejauhan dan berpikir.

Elleinder mengerti apa yang dirasakannya. Itu yang membuatnya heran. Ia tidak pernah mengatakan apa yang diinginkannya tapi pria itu tahu ia ingin melihat seluruh wajah dunia yang tidak pernah dilihatnya.

Elleinder telah menunjukkan padanya rumah-rumah penduduk yang berjajar di tepi jalan. Hijaunya hutan rimbunnya pepohonan di dekatnya. Sekarang Elleinder akan menunjukkan padanya indahnya laut di saat menjelang musim gugur.

Illyvare termenung.

-----0-----



Elleinder mengetuk perlahan kamar Illyvare.

Semula Elleinder ingin menyuruh pelayan membangunkan Illyvare, tetapi setelah dipikir-pikirkannya, ia merasa lebih baik ia sendiri yang membangunkan Illyvare. Sekarang, di sinilah ia – menanti jawaban Illyvare.

Tidak ada jawaban dari dalam.

Elleinder mengira Illyvare masih tidur. Elleinder ragu membangunkan Illyvare. Ia yakin gadis itu kelelahan setelah perjalanan jauh pertamanya. Tapi saat ini kereta telah siap mengantar mereka.

Perlahan-lahan Elleinder membuka pintu itu. Perlahan-lahan pula ia menutup pintu. Elleinder masih ragu membangunkan Illyvare.

Elleinder melihat ke depan dan terkejut.

Illyvare duduk di pagar serambi. Seperti tadi, matanya memandang jauh ke depan.

“Illyvare.”

Gadis itu masih tenggelam dalam dunianya.

“Illyvare!” Elleinder meninggikan suaranya.

Illyvare memalingkan kepalanya. Saat itulah Elleinder menyadari Illyvare tidak tampak telah tidur. Gadis itu masih tetap segar seperti ketika dua jam lalu ia duduk bersamanya di Ruang Duduk.

“Engkau tidak tidur?” tanya Elleinder heran, “Mengapa engkau tidak beristirahat?”

“Saya tidak mengantuk.”

Elleinder memincingkan matanya dengan heran. “Engkau yakin engkau tidak lelah?”

Illyvare mengangguk.

“Kurasa sebaiknya aku mengundur keberangkatan kita. Aku tidak ingin engkau terlalu lelah akhirnya jatuh sakit.”

Illyvare melihat ke bawah pada kereta yang telah siap di depan Istana Camperbelt.

Elleinder ikut melihat Pengawal Kerajaan yang tengah menanti mereka kemudian berpaling pada Illyvare. “Mereka pasti mengerti keputusanku ini. Seperti aku, mereka juga tidak ingin engkau sakit.”

“Raja yang baik tidak pernah mengecewakan rakyatnya,” kata Illyvare sambil berlalu dari sisi Elleinder.

Elleinder segera mengikuti Illyvare. “Ratu yang baik tidak pernah membuat rakyatnya cemas,” balas Elleinder.

Illyvare tidak membantah juga tidak mengatakan apa-apa. Ia mengambil topinya di atas tempat tidur dan membuka pintu.

“Baiklah,” kata Elleinder menyerah, “Aku mengerti engkau ingin segera melihat laut.”

Lagi-lagi Elleinder membuat Illyvare heran. Ia tidak mengatakan keinginannya tapi Elleinder tahu ia ingin segera melihat laut biru yang membentang luas yang bertemu dengan langit biru.

Dengan sigap, Elleinder mengangkat Illyvare ke dalam kereta dan menutup pintu setelah memberikan perintahnya pada prajurit yang mengawal mereka.

“Kali ini,” kata Elleinder tegas ketika kereta mulai berjalan, “Aku ingin engkau tidur.”

Illyvare tetap memandang keluar jendela. Melihat matahari yang tengah memancarkan sinarnya yang menyilaukan.

Seperti tadi, Elleinder membujuk Illyvare. “Tidurlah. Aku tidak akan menyentuhmu.”

Illyvare tetap membandel.

Elleinder mengerti Illyvare ingin melihat tempat-tempat yang mereka lalui. Tapi ia juga mengerti Illyvare lelah. Walaupun gadis itu tak mengakuinya, Elleinder tahu.

“Aku tidak akan menyentuhmu,” Elleinder meyakinkan Illyvare, “Aku juga akan tidur. Sejak tadi aku tidak beristirahat sedikitpun.”

“Lakukanlah,” kata Illyvare tanpa berpaling.

Tak sampai setengah jam kemudian, Illyvare merasa matanya lelah. Sejak siang tadi ia memaksakan matanya melihat hal-hal yang baru. Ia senang melihatnya dan tidak ingin melewatkan tiap tempat, tapi tubuhnya menolak. Tubuhnya yang tidak pernah dibawa pergi jauh merintih lelah dan membuat matanya lelah juga.

Illyvare tidak dapat menahan rasa lelahnya dan akhirnya ia memilih menyandarkan punggung sebentar. Illyvare melihat Elleinder tidur dengan tangan terlipat di belakang kepalanya. Sesaat Illyvare ragu-ragu. Kemudian Illyvare duduk menjauh di pojok kereta dan beristirahat. Ia akan mengistirahatkan matanya sebelum memperhatikan pemandangan yang baru baginya itu.

Entah berapa lama ia memejamkan mata, Illyvare sudah tidak tahu lagi tetapi ia dapat merasakan sesuatu menyentuhnya. Illyvare tidak tahu apakah itu ia merasa ia tidak mempunyai cukup tenaga untuk membuka matanya.

Sesaat kemudan Illyvare merasa hangat. Seluruh tubuhnya terasa diselimuti oleh perasaan hangat dan aman. Angin yang beberapa saat lalu masih terasa menerpa tubuhnya tidak terasa lagi. Kehangatan itu membuatnya merasa nyaman. Tanpa sadar, Illyvare semakin merapatkan diri ke asal perasaan hangat itu dan kembali terlelap.

Tiba-tiba Illyvare merasakan angin dingin yang keras menerpa tubuhnya. Ia menggigil tapi kehangatan itu segera menyelimuti tubuhnya. Illyvare semakin membenamkan tubuhnya dalam kehangatan itu.

Belum lama ia merasakan kehangatan itu ketika Illyvare merasa tubuhnya seperti dibuai. Gerakan-gerakan yang lembut membuatnya merasa seperti bayi yang sedang dibuai dalam gendongan. Tiba-tiba Illyvare merasa dingin. Tetapi kali ini tidak ada kehangatan yang menyelimuti tubuhnya.

Illyvare mengerjapkan mata berulang-ulang ketika melihat dinding putih di depannya. Illyvare kembali teringat pada perasaan hangat yang terus menyelimutinya. Pada sepasang tangan kekar yang memeluknya dengan lembut. Tangan yang memeluknya erat-erat sehingga ia bisa tidur dengan nyenyak sepanjang perjalanan.

Illyvare melihat sekeliling ruangan. Dalam kegelapan, ia hampir tidak dapat melihat apapun. Ruangan itu gelap hanya seberkas cahaya dari lubang jendela yang menyinari tempat itu.

Didekatinya jendela bulat itu dan ia tertegun.

Laut yang biru tampak hitam sehitam langit malam. Sinar-sinar bintang membuat laut tampak berkilau-kilau keemasan. Ombak-ombak kecil berlarian di permukaan laut. Di kejauhan tak tampak apapun selain warna hitam dan cahaya yang kemilauan. Langit juga tidak tampak. Laut dan langit bersatu dalam kegelapan malam.

Keindahan laut di malam hari membuat Illyvare terpesona.

Elleinder tertegun. Entah untuk keberapa kalinya Illyvare membuat dirinya terpesona.

Beberapa saat lalu saat ia membaringkan Illyvare, ia melihat gadis itu tertidur sangat nyenyak. Demikian pula ketika ia berada dalam pelukannya. Illyvare yang telah tertidur di dalam kereta itu sama sekali tidak bergerak ketika ia meraih gadis itu dalam pelukannya dan membiarkan kepalanya terkulai lemah di dadanya selama perjalanan.

“Engkau sudah bangun?”

Illyvare berpaling.

“Kukira engkau masih tidur. Tidurmu sangat nyenyak seolah engkau tidak akan bangun sebelum pagi.”

Illyvare diam saja.

Elleinder tersenyum. “Sebaiknya aku memanggil Linty.”

Illyvare menatap Elleinder lekat-lekat.

“Kupikir ia akan sangat membantumu dalam perjalanan ini. Ia juga dapat menjadi temanmu,” kata Elleinder sambil tersenyum.

Elleinder meletakkan lilin di meja tengah ruangan dan meninggalkan Illyvare. Sesaat kemudian seorang wanita muncul dengan tersenyum.

“Selamat malam, Paduka. Nama saya Linty. Saya di sini bertugas melayani Anda. Kalau ada yang harus saya lakukan, jangan ragu untuk mengatakannya juga jangan ragu untuk memarahi saya bila saya berbuat salah,” wanita itu memperkenalkan dirinya dengan sopan.

“Paduka Raja meminta saya membantu Anda membersihkan diri,” kata Linty pula.

Illyvare tidak mengatakan apa-apa ketika wanita itu membantunya melepaskan gaunnya.

Illyvare merasa segar kembali setelah mandi. Rasa lelah dan rasa kantuknya hilang bersama air mandinya. Ia merasakan kedinginan yang menyegarkan.

Setelah menyikat rambut hitamnya, Linty mengundurkan diri.

Illyvare mengawasi wanita itu hingga ia menghilang di balik pintu. Kemudian Illyvare duduk dan menatap keluar jendela.

“Apa yang engkau pikirkan?”

Illyvare melihat Elleinder mendekatinya.

“Maukah engkau ikut denganku melihat laut musim gugur?”

Elleinder tak menanti jawaban Illyvare. Dengan lembut ia menarik berdiri Illyvare dan menggandengnya keluar kamar.

Angin dingin laut membuat Illyvare menggigil kedinginan. Tapi itu hanya sesaat, Elleinder memeluknya dan membawanya ke geladak kapal.

“Indah bukan?” tanya Elleinder.

Illyvare mengangguk.

“Engkau masih kedinginan?”

Pertanyaan itu hanya dijawab Illyvare dengan gelengan kepalanya.

“Seharian ini,” kata Elleinder, “Aku hampir tidak mendengar suaramu. Apakah engkau marah padaku?”

“Tidak,” jawab Illyvare singkat.

“Baiklah, aku mengerti. Engkau mungkin marah padaku tetapi engkau tidak mau mengatakannya,” Elleinder mengalah.

Illyvare memperhatikan laut yang tampak hitam sehitam langit malam. Laut dan langit tampak seakan-akan bersatu dalam kegelapan. Sinar bintang di langit memantul di laut yang berombak dan membuat laut bersinar kemilauan. Angin laut yang dingin terus bertiup mengembangkan layar kapal. Kapal yang berjalan perlahan dibuai oleh ombak kecil.

Illyvare senang merasakan buaian laut itu. Ia merasa seperti anak kecil yang dibuai oleh ibunya.

Elleinder melihat gadis di sampingnya itu dengan heran. Perasaannya mengatakan gadis itu merasa senang tapi wajahnya tetap tenang. Elleinder ragu apakah gadis itu menyukai perjalanan laut ini.

Diakuinya ia sama sekali tidak mengenal sifat istrinya yang ternyata berbeda jauh dari apa yang dibayangkannya juga dibayangkan semua orang.

Elleinder kembali memandang laut.

Perjalanan laut masih akan berlangsung seminggu lagi. Itu berarti masih seminggu lagi rakyat Kerajaan Skyvarrna akan tahu rupa Putri yang dinikahinya. Tetapi sebelum itu, pasti sudah ada berita tentang Putri Illyvare di koran.

Elleinder yakin seperti dirinya, semua rakyatnya akan terkejut melihat rupa Putri Kerajaan Aqnetta.

“Permisi, Paduka,” kata Linty ragu-ragu.

“Ada apa, Linty?” tanya Elleinder.

“Makan malam sudah disiapkan di kamar Paduka Ratu, seperti perintah Anda,” Linty melaporkan.

“Terima kasih. Kami akan segera ke sana.” Kemudian pada Illyvare, Elleinder berkata lembut, “Mari, Illyvare.”

Illyvare tidak berkata apa-apa ketika Elleinder menuntunnya kembali ke kamarnya.

Meja di tengah kamar Illyvare telah diatur dengan rapi. Sepasang lilin putih dinyalakan di tengah meja yang juga dihiasi oleh mawar merah itu. Suasana di dalam kamar itu telah diubah sedemikian rupa menjadi romantis.

Elleinder menarik kursi untuk Illyvare. Seperti tadi siang, Illyvare hanya diam saja. Elleinder terus memandang Illyvare yang berdiam diri sepanjang makan malam itu.

Pelayan berlalu lalang membawakan makanan dan melayani mereka.

Suasana di kamar Illyvare selama makan malam itu sunyi. Tidak seorangpun di antara mereka yang berbicara.

Illyvare, si gadis tenang, sepanjang hari memang selalu berdiam diri. Tetapi Elleinder sengaja berdiam diri. Ia tidak tahu apakah ia bisa membuat Illyvare berbicara. Sepanjang hari ini ini telah bertanya banyak dan mencoba membuat Illyvare berbicara tetapi Illyvare lebih banyak berdiam diri.

Pelayan membawa pergi piring mereka.

Elleinder diam memandang wajah Illyvare.

“Ada masalah penting yang harus kukatakan padamu.”

Illyvare diam mendengarkan.

“Ini masalah pernikahan kita. Engkau harus tahu pernikahan ini adalah pernikahan politik belaka. Hubungan baik antara Kerajaan Aqnetta dan Kerajaan Skyvarrna telah terjalin selama berabad-abad. Aku berpikir alangkah baiknya bila hubungan ini dipererat. Karena itu aku melamarmu. Ayahmu telah mengerti keinginanku ini dan ia juga menganggap ini adalah ide baik. Dengan pernikahan ini aku juga ayahmu mengharapkan rakyat dari kedua kerajaan ini semakin akrab.”

“Dan karena kita belum saling mengenal, aku ingin kita berhubungan sebagai teman. Engkau mengerti apa yang kukatakan ini bukan?”

Sejak awal Illyvare juga mengerti ini adalah pernikahan politik biasa.

“Aku senang engkau mengerti.” Elleinder terdiam beberapa saat kemudian berkata, “Malam semakin larut. Kupikir sebaiknya engkau beristirahat.”

Setelah Elleinder menghilang di balik pintu, Illyvare menuju jendela dan mengawasi langit.

“Sejak dulu langit dan bumi tidak pernah bersatu. Kini langit dan bumi terlihat bersatu tetapi dalam kegelapan yang pekat,” kata Illyvare termenung.

Illyvare menuju geladak. Dipandanginya langit tanpa sedikitpun berkedip. Rambut hitamnya yang basah dibiarkannya dipermainkan angin laut. Sampai rambut itu kering, Illyvare masih berdiri memandang laut. Gaun lengan panjang Illyvare membuat gadis itu tidak terlalu merasa kedinginan. Illyvare senang memandang laut dan langit yang bersatu itu seperti ia senang melihat hal-hal yang baru baginya.

Elleinder telah menunjukkan banyak hal pada Illyvare. Entah apa yang akan ia tunjukkan pada Illyvare esok hari.



*****Lanjut ke chapter 5

1 comment: