Wednesday, February 7, 2007

Pelarian-Chapter 8

Alviorita membuka matanya. Gadis itu terkejut ketika menyadari dirinya sudah tertidur dan kini sedang memandang dinding batu. Alviorita melihat dirinya tengah terbaring di atas jerami dan sehelai kain putih menyelimuti tubuhnya. Dengan curiga Alviorita memperhatikan Nathan yang duduk di dekat tangga.

Melihat Nathan masih tertidur, Alviorita hanya dapat menduga mengapa kain yang tadi ditebarkan Nathan di dekat api itu menyelimuti tubuhnya dan tubuhnya sudah terbaring di atas jerami.

Melihat sesuatu yang berwarna hitam di bawah rambut hitamnya, Alviorita segera bangkit dan melihat jas Nathan juga telah berpindah tempat dari bahunya ke atas jerami.

Alviorita melihat Nathan yang masih tertidur dan ia tersenyum melihat perhatian Nathan yang telah diberikan kepadanya. Alviorita senang menyadari pria itu masih memperhatikan dirinya. Pria itu telah membaringkan dirinya di tumpukan jerami yang cukup tebal dan menyelimutinya dengan kain. Pria itu juga meletakkan kemejanya di bawah kepalanya sehingga rambutnya tidak terkena jerami.

Mendengar suasana di atas ruangan itu telah sepi, Alviorita segera berdiri.

Api unggun yang tadi dibuat Nathan telah padam dan udara di ruangan itu kembali menjadi dingin.

Alviorita menggigil kedinginan. Ia tidak tahu bagaimana menghidupkan kembali api unggun itu. Alviorita bahkan tidak tahu bagaimana membuat api unggun.

Melihat Nathan masih tertidur, Alviorita tidak tega membangunkan pria itu hanya karena ia ingin menghangatkan ruangan itu kembali. Alviorita juga tidak tega membiarkan pria itu tertidur dalam udara dingin seperti ini. Waktu api unggun masih menyala, pria itu tentu tidak merasa kedinginan tetapi saat ini api unggun sudah padam.

Melihat kayu yang berwarna hitam keabu-abuan itu, Alviorita yakin api itu sudah padam sejak tadi.

Perasaan bersalah membuat Alviorita memandang pria yang tertidur sambil menyandarkan kepalanya di dinding batu yang dingin. Alviorita merasa bersalah telah memberikan sebutan ‘angkuh’ pada Nathan.

Nathan telah menunjukkan perhatiannya kepada Alviorita. Dan karena perhatiannya itu pula Nathan membiarkan dirinya tertidur tanpa kain yang dapat membuatnya merasa hangat. Bahkan jasnya sendiri telah digunakannya sebagai bantal Alviorita.

Alviorita mengambil jas Nathan dan membersihkannya dari jerami kemudian mengenakannya. Alviorita tersenyum melihat dirinya mengenakan jas yang kebesaran itu, ia merasa seperti boneka dalam baju badut yang besar. Diraihnya kain yang telah menjadi selimutnya kemudian ia mendekati Nathan. Dengan hati-hati, Alviorita berlutut di samping Nathan. Saat itulah Alviorita menyadari tidak ada tumpukan jerami yang tadi digunakan Nathan sebagai alas tidurnya.

Alviorita melihat sekeliling ruang yang berbentuk segi empat itu dan menyadari tumpukan-tumpukan jerami yang semula tersebar di sekeliling dinding ruangan itu telah berpindah ke satu tempat yang menjadi tempat tidurnya.

Walaupun Nathan tertidur tetapi Alviorita tahu pria itu tetap menjaganya dalam tidurnya. Sekarang Alviorita mengerti mengapa Nathan memilih tidur di dekat tangga. Menyadari perhatian Nathan yang sangat besar kepada dirinya membuat Alviorita kembali merasa bersalah. Alviorita berjanji tidak akan memberi sebutan ‘angkuh’ lagi kepada Nathan.

Sesaat Alviorita ragu Nathan masih tertidur. Alviorita melambaikan tangannya di depan mata Nathan yang terpejam tetapi mata itu tetap terpejam. Setelah yakin Nathan masih tertidur, Alviorita menyampirkan kain itu di tubuh Nathan. Setelah yakin kain itu sudah menutupi tubuh Nathan yang meringkuk di depannya, Alviorita berdiri dan dengan hati-hati Alviorita menapaki tangga di samping Nathan.

Alviorita mengangkat ujung gaunnya untuk mencegah gaun panjangnya itu menyentuh tubuh Nathan dan membuat pria itu terbangun.

Pintu yang tertutup rapat itu tidak membuat Alviorita khawatir mereka tidak dapat meninggalkan ruang rahasia ini.

Alviorita memperhatikan dinding batu di sekeliling pintu batu itu. Melihat batu kecil pada dinding itu yang terlepas dari sekitarnya, Alviorita menekan batu itu perlahan-lahan sambil berharap suara pintu yang terbuka tidak membuat Nathan terbangun.

Begitu pintu itu terbuka, Alviorita memperhatikan Nathan. Melihat Nathan masih tertidur, Alviorita merasa lega.

Perlahan-lahan ia meninggalkan ruangan itu.

Alviorita tertegun melihat pemandangan yang tidak pernah dilihatnya itu.

Air hujan yang masih tersisa di pepohonan menetes perlahan-lahan. Bahkan batang-batang pohon yang besar juga meneteskan air hujan. Air itu tampak berkilau-kilauan dan membuat suasana di hutan itu tampak segar. Rerumputan di bawah pohon tinggi tampak seperti permata hijau dengan air hujan yang berkilau-kilau itu. Tanah yang tidak tertutup tanaman tampak basah dan berlumpur. Akar-akar pohon yang menyembul di permukaan tanah juga tampak basah dan sedikit berlumpur karena cipratan air kotor dari tanah di sekelilingnya. Burung-burung berkicau menyambut hujan yang telah reda. Dan suara serangga mulai terdengar mengiringi malam yang semakin dekat.

Udara yang segar membuat Alviorita merasa damai. Segala kekhawatiran dan perasaannya seakan-akan hilang dalam udara segar itu.

Alviorita memandang langit yang kembali cerah dengan warna birunya yang dihiasi awan putih seolah-olah tidak pernah ada hujan sebelumnya.

Seekor katak hijau yang tiba-tiba melompat dari sela-sela rumput yang tinggi menarik perhatian Alviorita. Alviorita senang sekali melihat katak yang selama ini hanya dapat dilihatnya dari buku saja.

Alviorita benar-benar seperti bayi yang baru mengenal dunia. Tetapi memang itulah kenyataannya. Dunia di luar Istana Urza ini memang merupakan dunia baru bagi Alviorita yang setiap hari hanya berada di dalam Istana Urza dengan tugas rutinnya yang padat. Banyak buku tentang alam yang dibaca Alviorita tetapi Alviorita tidak pernah benar-benar berada di suasana yang alami seperti ini. Alviorita tidak mempunyai waktu untuk berpiknik bahkan untuk berkeliling kota sambil berbelanjapun Alviorita harus menyisipkannya di sela-sela padatnya jadwal hariannya.

Itu pula yang menyebabkan semua orang memandang Alviorita sebagai Putri yang gemar berbelanja di luar Kerajaan Lyvion. Tetapi itu semua salah.

Alviorita bukannya tidak senang berbelanja di dalam kerajaannya sendiri tetapi ia tidak dapat menyisipkan kegiatan itu di sela-sela jadwal hariannya selama ia berada di Istana Urza.

Bila Raja Phyllips tahu putrinya ingin berbelanja, Raja Phyllips pasti akan menyuruh seluruh toko di Vximour mengirimkan barang mereka ke Istana dan menyuruh Alviorita memilih barang-barang itu.

Alviorita tidak menyukai semua itu. Ia lebih suka melelahkan dirinya sendiri dengan berkeliling dari satu toko ke toko yang lain. Tetapi Alviorita tetap tidak dapat melakukannya walau ia berbelanja di luar Istana Urza bahkan di luar Kerajaan Lyvion. Namun pengawal-pengawal Alviorita tidak pernah mengijinkan gadis itu berjalan kaki mengelilingi suatu tempat. Mereka selalu membawa Alviorita berkeliling kota dengan kereta terbuka. Karena tidak ingin mengecewakan kepala pemerintah tempat yang didatanginya yang telah berusaha untuk menyenangkannya dengan memberikan yang terbaik kepadanya, Alviorita menerimanya.

Semua pendapat yang ditujukan semua orang kepada dirinya itu salah dan hanya Alviorita sendiri yang mengetahuinya. Walaupun demikian Alviorita sama sekali tidak berniat membuat semua orang menyadarinya. Membantah tuduhan itu berarti Alviorita harus menunjukkan dirinya yang selama ini disembunyikan di balik sikap anggun dan penuh wibawa seorang Putri Mahkota. Dan Alviorita tidak ingin rakyatnya kecewa karena mempunyai Putri Mahkota yang sangat berbeda dari yang mereka harapkan.

Karenanya Alviorita diam saja dan membiarkan tuduhan itu terus berkembang. Kalaupun Alviorita ingin membantah tuduhan-tuduhan itu, ia harus menyisipkan kesempatan itu di dalam jadwalnya yang padat.

Menyisipkan kesempatan berkeliling kota dengan dalih berbelanja saja sudah sulit apalagi membantah tuduhan yang ditujukan banyak orang kepada dirinya.

Tuduhan ‘gemar berbelanja di luar Kerajaan Lyvion’ perlahan-lahan menghilang seiring dengan seringnya kunjungan Alviorita ke wilayah Kerajaan Lyvion.

Begitu memasuki dunia politik, Alviorita diajari oleh ayahnya untuk menjalin hubungan dengan luar negeri. Raja Phyllips sering mengirimkan Alviorita dalam setiap kegiatan yang berhubungan dengan kerajaan atau negara lain. Ketika dirasanya Alviorita sudah mengerti bagaimana menjalin hubungan dengan negara lain, Raja Phyllips mulai mengajari Alviorita masalah dalam negeri.

Alviorita sering merasa ajaran ayahnya itu terbalik. Raja Phyllips harusnya lebih mengutamakan pelajaran dalam negeri daripada luar negeri. Bukan hanya Alviorita yang merasa demikian semua menteri juga merasa cara Raja Phyllips mengajari putrinya terbalik. Tetapi tidak seorangpun dari mereka yang berani membantah Raja Phyllips.

Banyak tugas yang harus dilakukan Alviorita sebagai Putri Mahkota dan semuanya itu berputar sekitar masalah kerajaan. Alviorita yang hanya mengenal alam melalui buku sangat senang melihat katak itu melompat dari satu tempat ke tempat lain.

Melihat katak itu menghilang di balik rerumputan yang tinggi, Alviorita merasa kecewa. Tetapi kekecewaan itu hilang ketika seekor katak lain melompat dari sela-sela rumput.

Alviorita ingin mengetahui ke mana katak itu akan pergi. Ia melangkahkan kaki hendak mengikuti katak itu.

“Mau ke mana engkau?”

Alviorita terkejut. Ia membalikkan badannya dan melihat padangan marah di wajah Nathan.

“Aku… aku hanya… hanya ingin melihat katak itu,” kata Alviorita kebingungan. Gadis itu semakin kebingungan ketika melihat katak itu sudah tidak tampak lagi.

“Mengapa engkau meninggalkan ruangan itu?”

Alviorita kebingungan melihat kemarahan Nathan. Ia tidak mengerti mengapa Nathan tiba-tiba marah. “Aku hanya ingin melihat keadaan luar,” kata Alviorita.

“Apakah engkau tidak sadar engkau telah membuat aku khawatir?”

“Khawatir?” tanya Alviorita tidak mengerti.

Nathan jengkel melihat kepolosan Alviorita. Gadis liar itu tampak sangat polos dan lugu. “Apakah engkau tidak mengerti bisa saja terjadi sesuatu padamu selama aku tidak ada di dekatmu?”

“Apa yang dapat terjadi padaku?” tanya Alviorita ingin tahu.

“Ya, ampun. Engkau the Little Pussycat ini apakah sedemikian tololnya sehingga tidak tahu bahaya apa yang dapat menimpanya.”

Keluhan itu membuat Alviorita merasa jengkel. “Dan engkau the Devil Dog mengapa engkau mengkhawatirkan aku?”

“Tentu saja aku khawatir,” sahut Nathan tajam, “Bagaimana bila engkau tersesat? Bagaimana bila engkau terjatuh karena tanah yang licin ini?”

Alviorita terkejut melihat kecemasan bercampur kemarahan di wajah Nathan. Alviorita tahu apa yang diucapkan pria itu benar tetapi ia tidak berniat pulang sendiri ke Castle Q`arde. Walaupun ia merasa ia pernah ke tempat ini tetapi ia tidak yakin ia pernah ke sini. Dalam ingatannya tidak ada yang berhubungan dengan Chymnt.

“Jangan khawatir. Aku tidak berniat membuat diriku sendiri tersesat di hutan ini,” kata Alviorita, “Aku hanya berniat melihat-lihat suasana di luar.”

Alviorita kembali memperhatikan sekitarnya. “Tempat ini indah sekali seperti surga,” kata Alviorita.

Nathan tiba-tiba menarik Alviorita ke pelukannya. “Aku mengkhawatirkanmu, Alviorita.”

Rasa terkejut karena gerakan Nathan yang tiba-tiba itu serta jantungnya yang berdegup kencang membuat Alviorita tidak menyadari Nathan telah menyebut nama aslinya. “Jangan khawatir. Aku tidak ke mana-mana sekarang aku masih di sini.”

Rasa khawatir yang menyelimutinya membuat Nathan juga tidak menyadari dirinya telah menyebut nama asli gadis itu dan gadis itu tidak menyangkalnya.

Ketika terbangun tadi Nathan sangat khawatir melihat Alviorita tidak ada di ruangan itu. Ia khawatir Alviorita terburu-buru pulang ke Castle Q`arde karena marah kepada dirinya yang telah melanggar janjinya.

Setelah menanti sebentar akhirnya Nathan melihat gadis itu telah tertidur, Nathan segera mendekatinya. Nathan memandang gadis itu dan meyakinkan dirinya gadis itu benar-benar tertidur nyenyak. Nathan mengumpulkan jerami di sisi Alviorita yang terus tertidur dalam posisi meringkuk. Setelah merasa tumpukan jeraminya cukup tebal dan dapat membuat gadis itu merasa nyaman, Nathan mengalihkan perhatiannya kepada Alviorita. Perlahan-lahan Nathan meletakkan kepala Alviorita di bahunya kemudian ia mengambil jas hitamnya yang menyelimuti pundak gadis itu. Sebelum melanjutkan pekerjaannya, Nathan memperhatikan Alviorita.

Yakin gadis itu masih tertidur, Nathan memeluk Alviorita dengan satu tangannya dan tangannya yang lain meletakkan jasnya di atas tumpukan jerami. Perlahan-lahan Nathan meluruskan kaki Alviorita. Setelah itu Nathan membaringkan Alviorita dengan hati-hati di atas tumpukan jerami yang tebal itu.

Gadis itu masih tertidur. Nathan lega melihatnya. Ia tidak berharap gadis itu terbangun saat ia membaringkannya.

Nathan memperhatikan wajah Alviorita sebelum ia meninggalkannya. Melihat wajah cantik yang tertidur itu, Nathan semakin yakin gadis itu adalah tunangannya. Nathan tahu ia tidak mungkin salah. Ia tidak pernah melupakan wajah Alviorita kecil.

“Bila ia tertidur seperti ini, ia tampak manis sekali,” gumam Nathan, “Tetapi bila ia membuka matanya, ia tampak seperti kucing liar.”

Nathan mengambil kayu dan meletakkannya di api unggun. Nathan melihat kain yang tadi ditebarkannya di dekat api unggun dengan harapan kain itu cepat kering.

Melihat kain itu benar-benar kering seperti harapannya, Nathan kembali lagi ke sisi Alviorita. Nathan lega melihat gaun gadis itu tidak basah. Nathan tidak ingin gadis yang penuh semangat itu sakit. Walaupun Nathan selalu merasa khawatir melihat tingkah Alviorita yang seperti kucing liar tetapi ia merasa lebih baik gadis itu tetap bersikap liar seperti kucing daripada sakit.

Setelah menyelimuti Alviorita dengan kain itu, Nathan kembali ke api unggun. Merasa telah cukup banyak kayu yang ditambahkannya ke api itu, Nathan duduk di dekat tangga.

Nathan menyandarkan kepalanya di dinding sambil memperhatikan Alviorita yang terus tertidur nyenyak. Ia tidak tahu apa yang akan dilakukan gadis itu bila bangun dan menyadari ia telah melanggar janjinya.

Dan saat terbangun tadi ia melihat gadis itu sudah tidak ada di depannya. Kain yang menyelimuti gadis itu juga telah berpindah ke tubuhnya.

Walaupun ia yakin gadis itu adalah Alviorita, Nathan tetap khawatir gadis itu pulang sendiri ke Castle Q`arde dan tersesat.

Nathan segera meninggalkan ruangan itu dan ia merasa lega melihat Alviorita tengah memperhatikan sekelilingnya. Nathan ingin membiarkan gadis itu menikmati keindahan alam setelah hujan deras tetapi ketika gadis itu melangkahkan kakinya, Nathan lekas mencegahnya.

Sekarang Nathan benar-benar lega gadis itu telah berada di pelukannya dan tidak akan pergi tanpa dirinya.

Alviorita terkejut menyadari ia membiarkan dirinya berada di pelukan Nathan. Ia berusaha melepaskan dirinya tetapi Nathan mempererat pelukannya.

“Mau ke mana engkau?” tanya Nathan tajam.

“Aku ingin melihat pemandangan ini lagi.”

Nathan juga menyadari ia terlalu lama memeluk gadis itu tetapi ia tidak berniat melepaskan gadis itu.

Usaha Alviorita untuk melepaskan diri dari pelukannya membuatnya merasa kesal. Gadis itu membiarkan laki-laki lain mendekatinya tetapi tidak membiarkan tunangannya sendiri memeluknya.

Melihat langit yang mulai gelap, Nathan tahu mereka harus segera pulang bila tidak ingin membuat keluarganya khawatir juga Alviorita ketakutan.

“Sebaiknya kita segera pulang. Aku yakin engkau tidak ingin berjalan di malam hari,” kata Nathan sambil melepaskan pelukannya.

Melihat kekecewaan di wajah Alviorita, Nathan segera berkata, “Kalau engkau ingin melihat tempat ini lagi, besok aku akan mengantarmu. Engkau tidak ingin berjalan di bawah ribuan mata yang terus mengawasimu, bukan?”

Alviorita melihat langit dan menyadari ucapan Nathan benar. Langit barat semakin memerah dan langit timur semakin hitam. Alviorita ketakutan membayangkan dirinya harus berjalan di bawah ribuan mata yang memandangnya dari langit hitam.

Melihat Alviorita ketakutan, Nathan segera menarik tubuh Alviorita ke sisinya dan membawanya kembali ke ruang rahasia mereka.

Alviorita terkejut dan menatap cemas wajah Nathan.

“Kita harus membawa serta keranjang piknik kita,” kata Nathan menenangkan gadis itu.

Alviorita segera memasuki pintu yang masih terbuka itu dan segera merapikan kembali keranjang pikniknya.

Nathan melihat gadis itu tampak senang. Ia lega gadis itu tidak marah karena ia telah melanggar janjinya. Nathan mengambil kain yang tadi menyelimuti tubuhnya.

Melihat kain itu, Nathan menyadari sesuatu. Ia melihat Alviorita yang masih sibuk merapikan keranjang pikniknya.

“Engkau tidak takut?” tanyanya heran.

“Takut?” tanya Alviorita tak mengerti.

“Saat engkau bangun tadi, aku yakin ruangan ini gelap. Engkau tidak takut?”

Alviorita terpana mendengar kebenaran itu. Tadi saat ia bangun, ia hanya memperhatikan Nathan dan melupakan suasana remang-remang ruangan tempatnya berada. Tidak adanya api yang menerangi ruangan ini tidak membuat ruangan ini menjadi gelap. Sinar matahari yang menerobos melalui pintu membuat ruangan ini menjadi remang-remang. Suasana yang ditakuti Alviorita ini tidak disadarinya olehnya. Saat itu Alviorita sama sekali tidak merasa takut. Alviorita tahu Nathan ada di dekatnya dan pria itu akan menjaganya. Hanya itu yang disadari Alviorita.

Wajah Alviorita memerah. “Aku tidak takut karena aku tahu engkau ada di sisiku,” katanya jujur.

Kata-kata yang tulus itu membuat Nathan terpana. Nathan tidak menyangka gadis angkuh itu masih mempunyai ketulusan seperti itu yang membuat ia mengakui perasaannya.

“Aku merasa tersanjung mendengarnya.”

Mendengar suara tidak senang itu, Alviorita terdiam. Ia tidak mengerti mengapa Nathan tidak senang mendengar kata-katanya.

Sesaat setelah mengucapkannya, Alviorita khawatir Nathan akan merasa senang karena ia yang selalu bertengkar dengannya ternyata masih merasa aman karena keberadaan dirinya di sisinya.

Alviorita sudah mempersiapkan dirinya mendengarkan ejekan Nathan ketika ia mendengar kalimat yang diucapkan dengan tidak senang itu.

Alviorita tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Ia teringat perhatian Nathan. “Terima kasih,” katanya perlahan-lahan.

“Terima kasih apa?”

Suara jengkel itu telah diduga Alviorita. “Engkau telah membuat aku tertidur nyenyak,” kata Alviorita sambil melirik tumpukan jerami di kakinya.

Nathan terkejut. Ia mengira gadis itu akan marah karena ia melanggar janjinya ternyata gadis itu tidak marah malahan ia berterima kasih. Kain yang ada di tangannya membuat Nathan sadar gadis itu juga telah memperhatikan dirinya.

“Aku juga mengucapkan terima kasih atas perhatianmu,” kata Nathan sambil memperhatikan kain di tangannya.

Nathan senang melihat gadis angkuh itu masih memperhatikan dirinya.

Alviorita mendekati Nathan dan meletakkan keranjang piknik di antara mereka. Alviorita segera melepaskan jas Nathan yang masih dikenakannya.

“Apa yang kaulakukan?” kata Nathan mencegah Alviorita melanjutkan perbuatannya.

“Aku harus mengembalikan jas ini kepadamu,” kata Alviorita.

Nathan memegang tangan Alviorita. “Kenakan saja.”

“Tetapi….”

Keragu-raguan itu membuat Nathan merasa heran. Seharusnya gadis yang sering berganti-ganti pria itu senang mendapatkan perhatian tetapi ternyata gadis itu ragu-ragu menerima perhatiannya. Bila gadis itu tidak mau menerima perhatian dari tunangannya mengapa ia berterima kasih kepadanya. Nathan semakin tidak mengerti gadis ini.

“Jas ini milikmu,” kata Alviorita.

“Kenakan saja. Udara di luar masih dingin dan aku tidak ingin engkau sakit,” kata Nathan tegas.

“Bagaimana denganmu?”

“Aku?” tanya Nathan keheranan.

“Engkau tentunya juga kedinginan.”

Kata-kata yang penuh perhatian itu membuat Nathan heran. Ia benar-benar tidak mengerti gadis ini. “Aku tidak akan kedinginan.”

“Engkau yakin?”

“Tentu saja,” kata Nathan sambil mengambil keranjang piknik di dekatnya. Nathan memegang lengan Alviorita, “Lebih baik kita segera pulang kalau engkau tidak ingin kemalaman.”

Alviorita membiarkan Nathan membawanya meninggalkan ruangan itu.

Apa yang dikhawatirkan Nathan memang benar. Udara semakin dingin seiring dengan menggelapnya langit.

Alviorita heran ketika menyadari ia tidak takut sama sekali bahkan ketika ia memandang langit hitam. Dulu sewaktu meninggalkan Istana Urza, Alviorita merasa kecil dan tidak berdaya ketika ia memandang langit malam. Saat ini Alviorita sama sekali tidak merasa takut sebaliknya ia merasa senang melihat keindahan langit malam itu. Bintang-bintang itu sudah tidak tampak menyalahkan dirinya lagi. Bintang-bintang itu tersenyum kepada dirinya dan bulan yang bersembunyi di balik awan juga tersenyum pada dirinya. Apa yang dirasakan Alviorita saat berada di malam yang semakin dekat ini benar-benar berbeda dengan saat Alviorita meninggalkan Istana Urza. Alviorita tidak takut mendengar suara hewan malam walaupun saat ini ia berada di tengah hutan lebat.

Tangan seseorang menyentuh lengan Alviorita dan membuat gadis itu terkejut.

“Maaf aku mengejutkanmu,” kata Nathan.

Alviorita diam saja. Sekarang ia tahu mengapa ia tidak merasa takut sama sekali. Ia tahu pria itu berada di sisinya dan akan menjaganya.

“Engkau takut?” tanya Nathan cemas melihat Alviorita diam saja.

“Tidak,” kata Alviorita tersipu-sipu, “Aku tidak takut karena aku tahu engkau akan menjagaku.”

Suara Alviorita yang seperti orang baru kali ini mendapat perlindungan membuat Nathan heran. “Bagaimana dengan pengawal-pengawal yang selalu menjagamu?”

Alviorita tidak menyadari ia telah memasuki percakapan yang berbahaya bagi penyamarannya. “Aku tidak menyukai mereka.”

Nathan belum berniat membongkar penyamaran Alviorita. Ia ingin memastikan dirinya dulu sebelum ia membuat gadis itu mengakui kalau ia adalah Putri Alviorita.

“Tetapi engkau selalu membiarkan mereka mengawalmu.”

“Aku membiarkan mereka karena aku tahu itu tugas mereka dan aku tidak mungkin dapat pergi tanpa pengawal,” kata Alviorita tanpa menyadari ia telah memasuki jaring yang dipasang Nathan.

Pengakuan Alviorita itu membuat Nathan yakin gadis itu adalah Putri Alviorita sekaligus membuat Nathan heran.

Melihat banyaknya pengawal yang selalu berada di sekitar Alviorita juga keangkuhan gadis itu, Nathan yakin gadis itu senang pergi ke mana-mana dengan banyak pengawal yang membuatnya tampak lebih berwibawa. Tetapi kata-kata yang diucapkan gadis itu bertentangan dengan pendapatnya mengenai gadis itu.

Nathan tidak berniat melanjutkan usaha penyelidikannya. Ia takut Alviorita menyadari jebakannya bila ia meneruskannya. Nathan tahu ia masih dapat meneruskan penyelidikannya di lain waktu saat Alviorita terpengaruh oleh sekitarnya.

Apa yang paling dikhawatirkan Alviorita telah terjadi. Tetapi gadis itu tidak menyadarinya. Alviorita selalu meyakinkan dirinya untuk menjaga setiap kata-katanya bila berhadapan dengan Nathan. Alviorita lupa ia sangat mudah terpengaruh kata-kata Nathan. Sebesar apapun usahanya untuk menjaga kata-katanya tidak akan dapat menandingi pengaruh Nathan terhadap dirinya.

Nathan beruntung gadis itu terpengaruh perasaan herannya sehingga ia tidak menyadari apa yang telah dikatakannya. Bila Alviorita sadar ia telah memasuki percakapan yang berbahaya, ia akan segera menyelamatkan dirinya.

Bukti yang didapatkan Nathan membuat pria itu semakin yakin sekaligus semakin tidak mengerti tunangannya yang berbeda dengan apa yang dibayangkannya.

“Lebih baik kita segera pulang,” kata Nathan sambil menarik Alviorita, “Perhatikan langkahmu kalau engkau tidak ingin jatuh.”

Alviorita khawatir Nathan akan berjalan cepat seperti tadi. Ia tidak ingin membuat gaun putihnya yang dibawanya dari Istana Urza terkena cipratan air kotor.

Kekhawatiran Alviorita tidak terwujud. Nathan sengaja berjalan pelan-pelan. Ia masih ingin meyakinkan dirinya gadis itu adalah sang Putri yang juga adalah tunangannya. Dulu sewaktu masih kecil, Alviorita selalu memeluk tangannya erat-erat bila mereka berjalan di kegelapan malam. Dan sekarang Nathan ingin melihat apakah gadis itu juga akan melakukan hal yang sama.

Alviorita yang tidak ingat ia sering bermain ke Castle Q`arde ketika ibunya masih hidup, segera memeluk erat-erat lengan Nathan. Ia berjalan hati-hati sambil memperhatikan sekelilingnya yang tidak tampak menakutkan lagi baginya. Alviorita khawatir bila ia melepaskan lengan Nathan, pria itu akan segera meninggalkannya.

Walaupun Alviorita telah melakukan apa yang diharapkannya tetapi Nathan tetap berjalan pelan-pelan.

Nathan melepaskan lengannya dari pelukan Alviorita dan ganti memeluk pundak gadis itu.

Wajah Alviorita memerah. Ia menundukkan kepalanya sambil terus berusaha menyamakan langkah kakinya dengan langkah lebar Nathan.

Melihat sikap Alviorita yang seperti baru pertama kali dipeluk pria itu, Nathan semakin tidak mengerti gadis itu.

Semakin banyak persamaan yang ditemukannya pada diri gadis itu dengan Putri Alviorita baik saat kecil maupun dewasa, semakin banyak pula perbedaan yang dilihatnya. Dan semua itu membuat Nathan semakin tidak mengerti pribadi ketiga gadis itu.

Perbedaan pribadi ketiga gadis itu tidak memungkinkan ketiganya adalah gadis yang sama tetapi persamaan yang dimiliki mereka membawa mereka pada satu sosok gadis. Perbedaan pribadi Alviorita kecil dan Alviorita dewasa masih dimengerti Nathan tetapi perbedaan gadis yang diyakininya sebagai Putri Alviorita ini tidak dapat dipahami Nathan.

Di samping perbedaan yang ada dalam diri gadis itu dengan Alviorita kecil maupun Alviorita dewasa, Nathan sangat yakin gadis itu adalah Putri Alviorita.

Walaupun Nathan yakin gadis itu adalah Putri Alviorita tetapi ia tidak berniat melaporkan kepada Raja Phyllips mengenai hal ini. Ia masih ingin mengetahui apa yang menyebabkan ketiganya berbeda. Dan masih ada sedikit keragu-raguan di hatinya mengenai gadis itu.

Untuk sementara ini Nathan merasa cukup dia saja yang tahu gadis itu adalah Putri Mahkota.

Nathan yakin keluarganya tidak akan mempercayainya bila ia mengatakan hal ini. Seluruh keluarganya terutama Trent sangat yakin gadis itu adalah gadis yang hilang ingatan. Nathan tahu hanya dirinya seorang yang mencurigai gadis ini.

Di balik semua pertengkaran yang selalu terjadi setiap kali mereka bertemu, Nathan selalu merasa mengenal gadis ini. Pertengkaran-pertengkaran yang selalu ada di antara mereka membuat Nathan yakin gadis itu tidak menyukai pertunangan konyol ini seperti dirinya. Dan gadis itu tidak senang bertemu dengan tunangannya.

Nathan sendiri juga merasa heran mengapa ia selalu mengajak gadis itu bertengkar. Ia juga heran atas perasaan senangnya kepada pertengkaran-pertengkaran itu.

Melalui pertengkaran-pertengkaran yang terjadi di antara mereka, Nathan merasa ia telah melampiaskan kekesalannya kepada Putri Alviorita yang angkuh.

Putri angkuh yang dibenci sekaligus dicintainya.

Putri angkuh yang menjadi tunangannya dan membuat dirinya bingung.

Putri angkuh yang saat ini berada di pelukannya.

Nathan tahu Alviorita merasa lega ketika dinding Castle Q`arde telah terlihat di kejauhan. Ia tahu gadis itu ingin segera tiba di sana tetapi ia tidak berniat segera sampai di sana.

Melihat gadis itu tetap diam saja walau ia tetap berjalan pelan-pelan, Nathan tidak berusaha mempercepat langkahnya.

Alviorita senang melihat dinding batu Castle Q`arde yang kokoh telah berada di depannya. Alviorita senang melihat bintang-bintang di langit belakang Castle . Ia ingin terus melihat langit malam yang selama ini ditakutinya. Alviorita tidak pernah menduga langit malam yang ditakutinya ternyata memiliki sejuta keindahan. Alviorita tahu ia berani menatap langit malam itu karena Nathan ada di sisinya. Andaikata pria itu tidak ada di sisinya, ia tidak akan berani berjalan di kegelapan seperti ini bahkan menatap langit yang membuatnya merasa tertarik dalam kegelapan yang luas dan tidak berbatas.

Nathan membawa Alviorita memasuki Castle Q`arde melalui pintu belakang dan terus membawa gadis itu ke Ruang Duduk yang hangat. Nathan menduga keluarganya sedang berkumpul di sana sambil menantikan kedatangan mereka.

Seisi Ruang Duduk yang memang menantikan kedatangan mereka tampak lega melihat mereka memasuki Ruang Duduk.

Alviorita sangat senang ketika ia melihat Jeffreye berlari ke arahnya. Ia segera menangkap anak yang melompat ke pelukannya itu.

“Aku mengkhwatirkanmu, anak nakal,” kata Alviorita lega.

“Aku juga mengkhawatirkan kalian,” kata Jeffreye.

Duchess memperhatikan ujung gaun Alviorita yang terkena lumpur. Kemudian ia memperhatikan Nathan.

“Kalian harus segera mengganti baju kalian. Aku tidak ingin seorangpun dari kalian sakit,” kata Duchess, “Antarkan Rosa ke kamarnya, Innane.”

Alviorita terkejut mendengar Duchess tidak bertanya apa yang menyebabkan mereka pulang terlambat. Ia melirik Nathan yang kembali tampak acuh.

Innane segera mendekati Alviorita dan menarik gadis itu kembali ke kamarnya. Alviorita diam saja walau ia mendengar langkah Nathan di belakangnya.

Alviorita membiarkan Innane mengganti gaunnya dengan gaun yang diberi Duchess. Sampai sekarang Alviorita masih merasa bersalah pada Duchess yang telah menghabiskan banyak uang untuk membelikannya gaun baru.

Sebenarnya Alviorita telah menolaknya tetapi Duchess bersikeras membelikan gaun baru untuknya. Alviorita semakin merasa bingung apa yang harus dilakukannya untuk membalas kebaikan hati Duchess bila kelak ia kembali ke Istana Urza untuk menghadapi perang antara dirinya dan ayahnya. Apa yang harus dikatakannya kepada Duchess bila kelak ia berhasil membatalkan pertunangan konyolnya ini, Alviorita juga tidak tahu.

Hingga saat ini Alviorita memang tidak tahu kapan ia harus kembali ke Istana Urza. Dan Alviorita sendiri tidak ingin segera memasuki lagi sangkar emasnya. Alviorita hanya tahu suatu hari nanti ia harus kembali ke Istana Urza demi rakyatnya.

Kebaikan hati Duchess kepadanya tidak membuat Alviorita ingin membatalkan rencananya untuk menghapuskan pertunangan konyolnya. Untungnya, keinginan Alviorita untuk membatalkan pertunangannya lebih kuat dari apapun. Alviorita tidak ingin menghancurkan impiannya sendiri.

Sejak kecil Alviorita selalu mengkhayalkan ia berjumpa seorang Pangeran yang baik hati seperti dongeng-dongeng yang sering dibacakan Ratu untuknya.

Seiring dengan berjalannya waktu, Alviorita semakin tahu ia tidak akan pernah bertemu dengan Pangeran manapun yang akan membuatnya menjadi seorang Putri karena ia sendiri adalah Putri Mahkota.

Gelar Putra Mahkota yang diincar banyak pria darinya membuat Alviorita ingin menemukan pria yang tidak menginginkan gelar itu. Alviorita ingin menikah dengan pria yang benar-benar dicintainya dan benar-benar mencintainya bukan gelarnya. Tetapi Alviorita tidak akan dapat menemukannya bila ia terus berada di dalam Istana Urza. Impian ini pula yang mendorong Alviorita untuk meningggalkan Istana Urza.

Impian ini tidak pernah diutarakan Alviorita kepada siapapun. Ia yakin semua orang akan menertawakan impiannya yang kekanak-kanakan dan tidak mungkin terwujud ini.

Semua orang tahu Putri Mahkota harus menikah dengan pria pilihan orang tuanya. Dalam sejarah Kerajaan Lyvion tidak ada seorangpun Putri Mahkota yang menikah dengan pria pilihannya sendiri. Hanya Putra Mahkota yang boleh menikah dengan wanita pilihannya sendiri.

Tidak ada orang yang benar-benar memahami Alviorita. Tidak ada orang lain yang dapat memberikan apa yang diinginkan Alviorita selain ibunya. Tetapi Ratu telah meninggal dan Alviorita harus berusaha sendiri menemukan apa yang ia inginkan.

Hanya satu yang diinginkan Alviorita tetapi untuk mendapatkannya ia harus berusaha keras bahkan menentang ayahnya juga seluruh Kerajaan Lyvion. Apa yang diinginkan Alviorita sangat mudah didapatkan orang lain tetapi tidak untuk Alviorita sendiri.

Kebebasan.

Hanya itu yang diinginkan Alviorita tidak yang lain. Alviorita tidak menginginkan gelar Putri Mahkotanya, ia juga tidak ingin menjadi Ratu Kerajaan Lyvion. Ia hanya ingin bebas seperti burung yang bebas terbang di langit yang biru.

Kebebasan Alviorita terkurung dalam sangkar emas sejak kematian Ratu. Pengawal-pengawal dan banyak orang yang selalu mengawasi Alviorita dan membuat gadis itu merasa ia tidak dipercayai siapapun. Mereka tidak percaya Alviorita akan melakukan tugas-tugas yang telah menjadi kewajibannya. Mereka tidak percaya putri mereka yang semula suka menghindari kegiatan rutinnya telah berubah.

Hanya tiga tahun lamanya Alviorita menikmati masa kecilnya bersama Ratu dan hanya tiga tahun juga Alviorita menghindar dari tugas-tugas rutinnya. Sisa hidup Alviorita yang telah berjalan hampir delapan belas tahun ini dipenuhi dengan belajar dan belajar serta bekerja.

Semua itu demi penduduk Kerajaan Lyvion tetapi mereka tetap tidak mempercayainya. Alviorita tidak menyukai semua itu. Ia telah berusaha demi mereka tetapi mereka tetap sering memberikan tuduhan-tuduhan yang membuatnya jengkel.

Alviorita tahu kehidupannya sebagai satu-satunya penerus kerajaan selalu diperhatikan setiap orang. Setiap orang memperhatikan siapa saja yang berada di sekelilingnya dan pria mana saja yang berusaha menarik perhatiannya.

Alviorita memang tidak pernah membantah tuduhan itu dengan kata-kata. Tetapi perbuatannya telah membuat banyak orang menarik tuduhan yang mereka berikan kepadanya.

Setiap orang yang mengatakan ia senang menggoda laki-laki segera menarik tuduhannya setiap kali melihat sikap dinginnya terhadap pria mana saja.

Alviorita tidak mau terlalu lama berdua bahkan berbicara dengan pria yang masih muda. Ia hanya punya satu pandangan mengenai mereka. Mereka mengincar gelarnya. Alviorita juga tidak ingin terus menerus berbicara dengan pria yang lebih tua daripada dirinya.

Melihat Alviorita lebih senang menyendiri atau bercakap-cakap dengan pengasuhnya, semua orang mengatakan ia adalah Putri yang angkuh dan sombong.

Semua yang dilakukan Alviorita dinilai salah oleh semua orang. Dan itu membuat Alviorita benar-benar tidak ingin menjadi Ratu.

Hanya pikirannya tentang masa depan kerajaannya yang tidak mempunyai penerus lain saja yang membuat Alviorita tetap bertahan di kedudukannya hingga saat ini.

Karena itu Alviorita terkejut bercampur heran melihat kepercayaan yang diberikan Duke dan Duchess of Kryntz kepada putra mereka, Nathan.

“Mengapa Duke dan Duchess tidak bertanya kepadaku mengapa kami terlambat pulang?” tanya Alviorita.

“Mereka mempercayai Tuan Muda Nathan,” jawab Innane.

“Sedemikian besarkah kepercayaan mereka kepada Nathan?” gumam Alviorita.

“Sejak kecil Tuan Muda Nathan memang mempunyai tanggung jawab. Dibandingkan adiknya, ia lebih tahu bagaimana menjaga tindakan serta kata-katanya. Semua orang sudah mempercayai Tuan Muda Nathan sejak ia masih kecil. Bahkan Ratu membiarkan putrinya pergi berdua dengan Tuan Muda Nathan.”

Alviorita tertegun mendengarnya. “Ratu sering kemari?”

“Ya, Ratu juga meninggal di tempat ini. Kasihan sekali Putri Alviorita yang masih kecil. Ia sangat sedih karena ibunya yang paling disayanginya meninggal. Tidak ada orang yang dapat menghibur Putri Alviorita bahkan Tuan Muda Nathan yang selalu bersamanya setiap kali ia berada di sini juga tidak dapat menghiburnya.”

Alviorita tertegun mendengarnya. Ia tidak mengerti. Bila apa yang dikatakan Innane itu benar mengapa ia tidak dapat mengingatnya sama sekali. Ia tidak ingat pernah berkunjung ke Castle Q`arde sebelumnya, ia bahkan tidak ingat ibunya meninggal di Castle ini.

Mengenai kematian Ratu, Alviorita hanya ingat Ratu tiba-tiba terkena serangan jantung dan meninggal. Hanya itu yang diingat Alviorita selain kenangan-kenangan masa kecilnya bersama Ratu.

Kata-kata ayahnya kembali terngiang di telinga Alviorita. “Engkau pernah berjumpa dengan tunanganmu.”

Bila apa yang dikatakan Innane benar. Maka Raja Phyllips juga benar. Ia pernah bertemu dengan Nathan. Tetapi mengapa ia tidak dapat mengingatnya, Alviorita tidak tahu.

Saat ini hanya satu yang diketahui Alviorita. Ia tidak dapat bertanya lebih jauh. Bertanya lebih banyak berarti membongkar sendiri penyamarannya walaupun ia menujukan pertanyaan itu kepada Innane yang pelupa. Tidak sedikitpun resiko yang mau diambil Alviorita.

Innane sendiri juga tidak berniat membicarakan masa lalu. Wanita itu kembali membicarakan Nathan, “Sejak kecil Tuan Muda Nathan memang senang belajar. Ia lebih banyak menghabiskan waktunya untuk belajar daripada bermain. Karena itu pula ia dipercayai banyak orang daripada adiknya.”

Alviorita memanfaatkan kesempatan itu. “Mengapa Trent berbeda dengan Nathan?”

“Sebenarnya dulu Tuan Muda Trent juga tampan dan gagah seperti Tuan Muda Nathan tetapi ia berubah sejak kekasihnya meninggalkannya.”

“Mengapa ia meninggalkan Trent bila ia memang setampan Nathan?” tanya Alviorita tidak mengerti.

“Aku kurang mengerti,” kata Innane, “Kalau menurut pendapatku, sejak dulu sampai sekarang Tuan Muda Nathan lebih baik daripada Tuan Muda Trent.”

“Sepertinya engkau lebih menyayangi Nathan,” Alviorita mengatakan pendapatnya.

“Aku memang lebih menyayangi Tuan Muda Nathan daripada Tuan Muda Trent yang nakal. Sejak kecil Tuan Muda Trent sangat nakal karena itu ia tidak mau belajar.”

Alviorita terdiam. Ia mulai mengerti mengapa wanita-wanita yang dikenalnya yang lebih sering membicarakan Nathan daripada adiknya. Dan mengapa Trent tidak menyukai kakaknya bahkan memperingati Nathan untuk tidak mendekatinya.

“Engkau sudah tampak lebih segar sekarang,” kata Innane sambil memandang puas Alviorita, “Dan engkau sekarang sudah siap untuk kembali ke Ruang Duduk.”

Melihat Alviorita tidak segera beranjak, Innane segera berkata, “Pergilah ke sana sekarang. Aku akan merapikan kamarmu.”

Alviorita melihat leontin peninggalan ibunya tergeletak di meja rias depannya. Alviorita tidak mau mengambil resiko apapun. Ia segera meraih leontin itu dam menyimpannya di dalam saku gaunnya.

Innane tidak menyadari hal itu. Ia sibuk mengagumi penampilan Alviorita yang menurutnya sangat cantik itu.

Alviorita yang selama berada di Castle Q`arde tidak pernah terlalu memperhatikan penampilannya itu tidak tertarik melihat bagaimana Innane mendandaninya. Ia hanya tahu rambut hitamnya yang baru dicuci masih basah dan Innane membiarkannya terurai hingga mencapai pinggangnya yang terbungkus kain sutra yang berwarna merah muda yang sangat muda sehingga hampir seperti putih.

Hanya gaun ini satu-satunya gaun pemberian Duchess yang bukan gaun baru. Kata Duchess gaun ini dulu miliknya. Duchess memberikan gaun ini kepadanya karena menyukai warnanya yang hampir seperti putih.

“Engkau jangan merebutnya dariku. Engkau sudah mempunyai tunangan.”

Alviorita yang sudah hampir tiba di Ruang Duduk itu terkejut mendengar suara bentakan itu.

“Aku sudah berulang kali mengatakan aku tidak berniat merebut siapapun darimu.”

“Mengapa engkau berduaan dengannya sambil menunggu hujan reda?”

Alviorita tidak mengerti mengapa Trent masih saja berusaha mendapatkan dirinya walau ia sering dengan jelas menolak pria itu baik melalui sikapnya yang selalu berusaha menghindarinya maupun kata-kata tajamnya.

“Aku sudah mengatakan kepadamu. Aku tidak dapat meninggalkannya di hutan sendirian dan aku tidak ingin ia sakit,” kata Nathan tenang.

“Kakakmu benar, Trent. Ia tidak mungkin membiarkan gadis itu sendirian di sana,” kata Duke, “Gadis itu dapat tersesat.”

“Mengapa engkau membawanya ke hutan?”

Nathan tetap tenang menghadapi adiknya yang semakin marah. “Dia dan Jeffreye ingin ke hutan dan aku mengantar mereka.”

“Mereka tidak memintamu mengantar mereka.”

“Aku mengkhawatirkan mereka. Jeffreye masih kecil dan gadis itu tidak mengenal tempat ini.”

Alviorita heran melihat ketenangan Nathan menghadapi kemarahan Trent. Pria itu tidak pernah dapat terus bersikap tenang bila bertengkar dengannya.

“Sampai kapankah kalian akan terus bertengkar?” sela Duchess, “Kalian selalu bertengkar seperti anak kecil.”

“Dia telah merebut kekasihku, Mama.”

Alviorita merasa jengkel Trent telah menganggap dirinya adalah kekasihnya.

“Gadis itu tidak pernah menjadi kekasih siapapun baik engkau maupun kakakmu,” kata Duchess, “Ia mungkin saja telah menikah.”

“Tetapi ia dulu juga telah merebut kekasihku,” kata Trent.

“Itu bukan kesalahan kakakmu, Trent. Sampai kapankah engkau akan mengerti kakakmu sama sekali tidak mengenal Elly bahkan mereka tidak pernah berbicara. Bagaimana mungkin kakakmu dapat merebutnya?” kata Duke mencoba memberi pengertian.

Alviorita terkejut mendengar nama Elly. Alviorita mengenal baik wanita itu. Wanita itu sangat cantik namun sayang sikapnya terlalu kekanak-kanakan. Wanita itu pula yang sering menceritakan tentang Nathan kepada dirinya. Ia tidak pernah menduga wanita itu dulunya adalah kekasih Trent. Mengingat semangat Elly ketika menceritakan Nathan kepada siapa saja, Alviorita yakin wanita itu sangat mencintai Nathan.

Dulu memang ada berita tentang Elly dan Nathan. Tetapi tak lama kemudian semua orang tahu berita itu hanya bohong. Hanya angan-angan Elly saja yang mengatakan ia adalah kekasih Nathan.

Alviorita yang tidak pernah tertarik masalah seperti itu memang pada mulanya tidak menghiraukannya tetapi akibat yang timbul hanya karena kata-kata Elly membuatnya tertarik.

Hanya dengan satu kalimatnya saja, Elly dapat membuat keluarga seluruh bangsawan terutama wanita terguncang kecuali Alviorita sendiri.

Alviorita sendiri tidak pernah terkejut bila melihat masalah seperti ini. Bagi Alviorita semua yang tidak mungkin terjadi bisa saja terjadi bila sudah menyangkut skandal.

Kepada setiap orang Elly mengatakan ia adalah kekasih Nathan dan semua orang yang mengenal Nathan terkejut. Banyak orang yang tidak percaya Elly yang kekanak-kanakan itu dapat menjadi kekasih Nathan.

Semua kebohongan Elly terbukti ketika Nathan mengacuhkan dalam suatu pertemuan. Walaupun Nathan tidak mengatakan apa-apa tetapi semua orang yang melihat sikap Nathan yang tetap acuh itu itu tahu apa yang dikatakan Elly tidak benar.

Seperti dirinya, semua orang hanya tahu Elly menyebar berita bohong tentang dirinya sendiri dan Nathan. Tetapi tidak ada yang tahu wanita itu pernah menjadi kekasih Trent. Dan wanita itu pula yang membuat Trent berubah. Juga tidak seorang pun yang tahu ia memiliki peran dalam usaha pembongkaran kebohongan Elly itu.

“Tetapi Elly mengatakan kepadaku ia dan Nathan adalah…”

“Trent, harus berapa kali kami mengatakan. Semua itu hanya kebohongan Elly saja,” potong Duke.

“Tetapi…”

“Jangan bertengkar lagi,” kata Duke tegas, “Bersikaplah dewasa, Trent, jangan seperti anak kecil.”

Alviorita dapat merasakan ketidakpercayaan Trent. Sebenarnya ia dapat membuat Trent mempercayai kata-kata Duke maupun Duchess tetapi ia tidak berniat membongkar penyamarannya sendiri.

Dulu sewaktu melihat akibat yang ditimbulkan oleh kebohongan putri teman ayahnya itu, Alviorita merasa pada akhirnya ia akan ikut terbawa ke dalam masalah itu. Dan Alviorita tidak ingin dirinya terlibat dalam skandal apapun dan skandal siapapun.

Melihat seringnya Elly berada di dekat Alviorita, semua orang menduga mereka berdua adalah sahabat seperti ayah mereka. Namun semua itu salah. Alviorita membiarkan Elly terus mengikutinya ke mana pun ia pergi karena ia tidak ingin merusak persahabatan ayahnya dengan ayah Elly, Brethrynne. Walaupun bosan bersama wanita yang dianggap Alviorita manja dan kekanak-kanakan itu tetapi Alviorita tidak pernah berkata apa-apa. Walaupun mereka sering bersama tetapi Alviorita sering mengacuhkan kata-kata wanita itu. Tetapi ketika masalah yang dibuat Elly sudah menyebar dan membuat dampak yang cukup besar, Alviorita yang biasanya tidak mau campur tangan dalam masalah seperti itu, terpaksa campur tangan.

Alviorita melihat bila kebohongan seperti itu dibiarkan terus menerus menyebar, maka dirinya juga akan terseret ke dalamnya. Alviorita yang sudah mempunyai banyak tuduhan, tidak mau semakin merepotkan dirinya. Sebelum banyak orang yang bertanya kepadanya mengenai kebenaran kata-kata Elly yang mengejutkan itu, Alviorita diam-diam bertindak. Tanpa ada seorangpun yang tahu, Alviorita meminta Elly untuk mengatakan segala kebenaran kepada semua orang.

Memang sulit membuat Elly mengakuinya tetapi pada akhirnya Alviorita berhasil menyingkap tabir kebohongan itu.

Melihat Elly tidak mau mengakui kebohongannya, maka Alviorita merencanakan untuk mempertemukan keduanya dalam suatu pertemuan formal. Alviorita yakin bila berita itu bohong, maka Nathan akan bersikap acuh kepada Elly.

Apa yang diyakini Alviorita menjadi kenyataan. Walaupun Alviorita sendiri tidak hadir dalam perjamuan itu tetapi dari Brethrynne, ia tahu selama perjamuan itu Nathan mengacuhkan setiap orang terutama wanita. Elly juga tidak mendapatkan perhatiannya.

Tidak ada yang tahu Alvioritalah yang membujuk Brethrynne untuk mengadakan perjamuan itu demi membuktikan kebenaran kata-kata Elly.

Setelah perjamuan itu, Alviorita tahu Elly akan merasa malu tetapi ia tidak peduli. Ia memanfaatkan kesempatan itu untuk membuat Elly mengatakan yang sebenarnya pada setiap orang.

Demikianlah tanpa mengikutsertakan namanya dalam skandal yang dibuat Elly, Alviorita melepaskan diri dari skandal itu sekaligus menyelesaikannya.

“Jangan bertengkar lagi,” kata Duchess, “Bagaimana kalau nanti Jeffreye dan gadis itu mendengar pertengkaran kalian ini?”

Alviorita terkejut. Ia tidak menduga Jeffreye tidak ada di dalam Ruangan itu.

Alviorita memalingkan kepalanya dan terkejut melihat Jeffreye tengah berdiri di sampingnya. Ia tidak tahu sejak kapan anak itu berada di sana, ia hanya tahu ia harus membuat anak itu tidak mengatakan hal ini kepada siapapun.

“Ini rahasia di antara kita,” bisik Alviorita, “Jangan katakan kepada siapa pun kita telah mendengar pertengkaran mereka.”

“Tentu,” kata Jeffreye senang.

“Sebaiknya sekarang kita tidak segera memasuki Ruang Duduk. Kita akan berjalan-jalan sebentar,” kata Alviorita perlahan.

Mendengar ajakan itu, Jeffreye segera menarik tangan Alviorita.

Alviorita tersenyum. Ia tahu ia telah berhasil membujuk anak itu.

“Ke mana kita akan pergi?” tanya Alviorita pada Jeffreye yang terus menariknya menjauh.

“Kalian tidak akan ke mana-mana.”

Jeffreye dan Alviorita terkejut. Mereka segera membalikkan tubuh dan melihat Nathan menatap tajam mereka berdua.

“Kalian tidak akan ke mana-mana. Kami telah menantikan kedatangan kalian dari tadi tetapi ternyata kalian ingin pergi entah ke mana,” kata Nathan tegas.

Alviorita tersenyum kepada Jeffreye. “Kita tidak boleh pergi jadi sebaiknya kita menurut saja.”

Walaupun kecewa tetapi Jeffreye tetap menarik tangan Alviorita dengan senang menuju Ruang Duduk.



*****Lanjut ke chapter 9

No comments:

Post a Comment