Tuesday, February 6, 2007

Pelarian-Chapter 7

Suara tamparan yang keras itu membuat Alviorita benar-benar menyadari apa yang telah terjadi. Alviorita marah dengan apa yang dilakukan tunangannya itu hingga ia ingin menangis. Ia marah kepada dirinya sendiri karena terlambat menyadari apa terjadi sehingga membuat pria itu berhasil mencium dirinya dan menjadi pria pertama yang menciumnya! Ia menjadi semakin membenci Nathan yang telah menciumnya.

Seperti Alviorita, Nathan juga terkejut dengan tindakan Alviorita yang tidak terduga itu.

Nathan menatap tajam wajah Alviorita. “Engkau memang kucing liar,” Nathan mengatakan apa yang selalu ada dalam pikirannya sejak ia bertemu dengan Alviorita.

“Kalau aku kucing liar, maka engkau the Devil Dog,” kata Alviorita marah.

Alviorita merasa sangat marah hingga ia khawatir tidak dapat menahan air mata yang mulai membasahi matanya. Alviorita tidak ingin membuat Nathan semakin senang karena telah berhasil membuatnya menangis. Alviorita benar-benar membenci pria itu. Melalui pintu ruangan itu yang masih terbuka, Alviorita melihat di luar masih hujan deras. Keinginannya menjauh dari Nathan membuat Alviorita melangkahkan kaki ke tangga batu yang menuju pintu itu.

Alviorita berlari hingga di pintu.

Tiba-tiba seseorang menarik tangannya. “Apa yang hendak kaulakukan?” tanya Nathan tajam.

“Ke mana biasanya kucing liar berada?” tanya Alviorita tajam, “Ke mana kucing liar menghindari the Devil Dog?”

“Engkau memang kucing liar.”

Alviorita menyentakkan tangannya. Tetapi Nathan semakin mempererat pegangannya.

“Lepaskan aku!” seru Alviorita mengalahkan hujan.

“Apa yang kaupikirkan? Apakah engkau tidak melihat hujan di luar sangat deras?”

“Lepaskan aku!” sekali lagi Alviorita berusaha melepaskan lengannya dari genggaman Nathan tetapi pria itu semakin mempererat pegangannya.

“Jangan berharap aku akan mengijinkan engkau memanjat pohon dalam hujan seperti ini,” kata Nathan.

Suara Nathan yang berbahaya tidak membuat semangat Alviorita untuk menentang Nathan luntur. Sebaliknya gadis itu semakin bersemangat melawan Nathan. “Mengapa? Engkau takut?”

“Dengar, aku sama sekali tidak takut terhadapmu. Kalau engkau menantangku memanjat pohon bukan sekarang saatnya.”

“Mengaku sajalah kalau engkau tidak dapat memanjat pohon,” kata Alviorita mengejek.

Nathan marah mendengar ejekan itu. Alviorita sangat salah bila mengatakan ia tidak dapat memanjat pohon. Ia dapat memanjat pohon bahkan ia pula yang mengajari Alviorita kecil memanjat pohon.

“Lihatlah petir di luar. Apakah engkau tidak takut petir menyambarmu yang sedang asyik duduk di atas pohon?”

Alviorita melihat petir yang saling bersahutan di luar. Menyadari pria itu benar, Alviorita semakin kesal. Tangis kemarahan bercampur kesedihan yang selama ini ditahannya tidak dapat lagi ditahannya.

Melihat air mata di wajah gadis yang biasanya selalu menantang itu, Nathan merasa bersalah. Ia sama sekali lupa memikirkan kemungkinan bila ternyata gadis itu tersinggung. Nathan terlalu ingin membuktikan apakah gadis itu adalah gadis yang sama dengan Putri Alviorita sehingga ia melupakan yang lain.

Bila mengingat berita-berita itu, Nathan yakin Alviorita bukan gadis yang tidak pernah dicium pria. Karena itu ia mencium gadis itu. Ia sangat terkejut ketika tangan gadis itu tiba-tiba melayang ke wajahnya. Ia semakin terkejut melihat air mata gadis itu.

Sejak pertama kali bertemu dengan Alviorita, Nathan berpendapat lain dari semua keluarganya. Semua keluarganya mengatakan gadis itu sangat cantik dan penuh semangat. Sedangkan Nathan menganggap gadis itu mirip kucing liar. Kecantikkan dan tingkah laku Alviorita selama berada di Castle Q`arde benar-benar membuat gadis itu tampak liar.

Semua orang mengatakan nama Rosa cocok untuk kecantikan sekaligus tatapan mata gadis itu yang tajam. Nathan berpendapat nama itu tidak tepat karena itu ia tidak pernah memanggil gadis itu dengan nama yang diberikan adiknya kepadanya. Nama yang paling tepat untuk gadis itu adalah ‘The Little Pussycat’. Mata hijau gadis itu yang selalu menatap tajam siapa saja benar-benar mirip mata kucing. Rambut hitam gadis itu yang panjang tampak seperti bulu kucing yang lembut. Dan kecantikkan gadis itu seperti kecantikan kucing yang berbahaya.

Melihat air mata yang membasahi mata yang menatap tajam ke arahnya, Nathan tahu ia telah membuat gadis itu marah. Ia telah menjadi pria pertama yang menciumnya karena itu ia mengerti mengapa gadis itu marah. Tetapi ia tidak mengerti mengapa gadis itu menahan air matanya hingga saat ini. Gadis itu memang tidak mau kalah dari siapapun tetapi mengapa ia terus menahan air matanya, Nathan tidak dapat mengerti.

Setidaknya Nathan kini mulai mengerti satu hal. Gadis itu bukan Putri Alviorita. Ia telah membuktikannya dengan cara yang membuat gadis itu sedih bercampur marah. Nathan menyingkirkan pikirannya dari segala hal yang mirip antara gadis itu dengan Putru Alviorita kecil. Nathan mulai menganggap semua itu hanya kebetulan tetapi terlalu banyak kebertulan yang membuat Nathan tidak dapat sepenuhnya meyakinkan dirinya bahwa semua itu hanya kebetulan. Ia masih merasa gadis itu adalah gadis yang sama dengan Putri Alviorita.

Harus diakui Nathan ia tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Ia memang berbeda dari adiknya yang senang menghabiskan waktunya untuk bermain. Dulu sebelum adiknya menjadi gemuk, ia adalah pria tampan yang banyak dikejar gadis-gadis muda tetapi mengalami patah hatinya yang pertama, Trent berubah.

Satu-satunya gadis yang pernah memasuki kehidupannya yang hanya dipenuhi oleh belajar hanya gadis kecil itu. Setelah melihat gadis itu tidak mau bermain ke Castle lagi setelah menduduki posisi penting di Kerajaan Lyvion, Nathan semakin menutup dirinya dari dunia luar. Ia semakin banyak menghabiskan waktu untuk belajar dan bekerja. Bila ia sudah melakukan sesuatu, tidak jarang ia melupakan yang lainnya. Karena itu banyak orang yang mengatakan ia adalah pria yang paling serius dalam bekerja. Karena itu pula Nathan tidak tahu bagaimana caranya menghibur Alviorita.

“Masuklah ke dalam. Di luar sangat dingin dan aku tidak ingin engkau sakit,” kata Nathan lembut.

“Mengapa?” tanya Alviorita tajam, “Engkau takut?”

Nathan tidak ingin bertengkar lagi dengan gadis itu. Air mata yang terus membasahi wajah cantik itu membuat Nathan semakin merasa bersalah. “Maafkan aku.”

“Untuk apa engkau minta maaf setelah semuanya terjadi?” tanya Alviorita marah di sela-sela tangisnya yang semakin deras.

“Aku tahu engkau pantas marah karena sikapku tetapi untuk saat ini lebih baik kita menghentikan pertengkaran kita.” Nathan menarik lembut lengan Alviorita yang masih berada dalam genggamannya.

Alviorita terkejut. Ia mundur menjauhi Nathan tetapi tidak berusaha melepaskan lengannya.

“Jangan khawatir, aku tidak akan melakukan apa-apa terhadapmu. Aku hanya ingin menarikmu masuk,” kata Nathan.

Alviorita curiga tetapi ia tetap menurut ketika Nathan menariknya masuk kembali ke dalam ruangan itu.

Sambil menanti Nathan yang sedang menutup kembali pintu yang masih terbuka itu, Alviorita memperhatikan sekeliling ruangan yang sejak tadi belum sempat diperhatikannya itu. Semakin memperhatikan ruangan itu, Alviorita semakin merasa ia mengenal ruangan itu tetapi ia tidak dapat mengetahui mengapa ia mempunyai perasaan seperti itu.

Suara pintu yang tertutup bersamaan dengan menggelapnya ruangan itu membuat Alviorita menjerit ketakutan.

Mendengar jeritan itu Nathan segera memeluk gadis yang berdiri tepat di sampingnya itu.

“Ada apa?” tanyanya lembut.

“Aku… aku takut,” kata Alviorita perlahan.

“Takut? Engkau?” tanya Nathan tak percaya. Ia sukar mempercayai gadis yang bertingkah seperti kucing liar itu ketakutan.

Rasa takut yang merayapi Alviorita membuat gadis itu mengabaikan suara tidak percaya itu. “Aku takut ruang gelap,” katanya jujur.

“Engkau The Little Pussycat takut berada di ruang gelap?” tanya Nathan tak percaya.

Alviorita melepaskan diri dari pelukan Nathan tetapi ketika ia melihat dirinya berada di ruangan yang gelap gulita, ia segera menjatuhkan dirinya ke pelukan Nathan lagi. Walaupun Alviorita tidak menyukai Nathan tetapi Alviorita merasa tempat yang paling nyaman saat ini adalah di pelukan Nathan.

Nathan tersenyum geli melihat ketakutan gadis itu. Sukar dipercayainya gadis yang selalu menatap menantang siapa saja itu takut pada ruang gelap. Ia memeluk erat gadis itu untuk menenangkannya.

“Jangan takut. Aku ada di sini,” kata Nathan menenangkan Alviorita.

“Engkau pasti tersenyum mengejekku.”

Suara merujuk itu membuat senyum geli Nathan semakin lebar. “Tidak, aku tidak melakukannya,” katanya berbohong.

“Engkau bohong. Aku tahu engkau sedang menertawakan aku.”

“Aku tidak bohong,” Nathan mencoba menyakinkan Alviorita. Nathan menduga gadis di pelukannya itu sedang cemberut karena telah menunjukkan kelemahannya pada musuhnya. Nathan tahu sekarang bukan saatnya menebak. Ia harus melakukan sesuatu untuk mengatasi rasa takut gadis itu sekaligus membuat ruangan yang dingin ini menjadi hangat.

“Aku ingin engkau mempercayaiku.”

“Percaya?” tanya Alviorita tak mengerti.

“Aku ingin engkau percaya aku tidak akan memperlakukanmu dengan buruk, seperti…,” Nathan terdiam kemudian ia segera melanjutkan kalimatnya, “Seperti tadi. Aku berjanji tidak akan melakukan kesalahan yang sama.”

Alviorita belum mengatakan apa-apa ketika ia merasa tubuhnya diangkat. Menyadari matanya tengah memandang ruangan yang gelap, Alviorita kembali merasa ketakutan.

Nathan menyadari gadis itu kembali merasa ketakutan. “Percayalah kepadaku. Aku tidak akan berbuat yang buruk kepadamu. Aku hanya ingin membawamu ke bawah, ke tempat yang aman,” katanya menenangkan.

“Di sini terlalu berbahaya bagimu. Karena engkau takut gelap, aku yakin engkau akan segera memejamkan matamu rapat-rapat dan tidak berusaha menemukan jalan ke bawah.”

Alviorita diam saja. Ia segera menyembunyikan wajahnya di bahu Nathan. Tangannya memeluk erat-erat leher Nathan.

Nathan tersenyum ketika ia merasakan tubuh gadis itu menggigil ketakutan di pelukannya. Ia berusaha mengenali jalan dan menuruni tangga batu itu dengan hati-hati.

Alviorita tidak mengerti mengapa ia mempercayai pria yang paling dibenci sekaligus dianggapnya paling berbahaya ini. Alviorita juga tidak mengerti mengapa ia merasa aman dalam pelukan pria itu. Alviorita mencoba mengingkari perasaan senangnya karena mendapat perhatian Nathan. Tetapi ia tidak dapat melakukannya. Menyadari dirinya merasa senang dengan perhatian yang diberikan Nathan, Alviorita merasa malu.

Walaupun Nathan menuruni tangga itu dengan sangat lambat, Alviorita sama sekali tidak ingin segera melepaskan diri dari pelukan Nathan. Ia hanya memejamkan matanya di pundak Nathan sambil menikmati rasa aman yang ditimbulkan Nathan.

Alviorita terkejut ketika Nathan tiba-tiba meletakkan tubuhnya di atas sesuatu yang membuatnya merasa geli. Alviorita takut membayangkan apa yang ada di bawah tubuhnya, ia mempererat pelukannya di leher Nathan.

Nathan menyadari perasaan terkejut gadis itu. “Jangan takut. Itu hanya tumpukan jerami.”

“Jerami? Engkau masih menyimpannya?”

Pertanyaan yang tercetus begitu saja membuat Nathan dan Alviorita sama-sama terkejut.

Setelah beberapa saat yang lalu Nathan menyakinkan dirinya untuk menyadari bahwa gadis itu bukan Putri Alviorita. Sekarang pertanyaan itu membuat dirinya semakin yakin gadis itu adalah Putri yang hilang itu. Hanya dirinya dan si gadis kecil yang tahu ruangan ini dan apa saja yang mereka simpan di dalam ruangan ini. Dulu ia dan si gadis kecil sangat senang ketika menemukan ruangan ini hingga mereka sama-sama ingin berkemah di hutan ini. Mereka baru saja mempersiapkan tumpukan jerami dan batang pohon kering di dalam ruangan ini ketika Ratu tiba-tiba meninggal.

Sejak peristiwa itu Nathan tidak pernah mendatangi ruangan ini. Selama bertahun-tahun tumpukan jerami dan batang pohon tu tetap tersimpan aman di dalam sini. Tidak ada yang menyentuh benda-benda itu.

Sejak awal Nathan memang beranggapan gadis itu menyembunyikan sesuatu. Ia sangat yakin gadis itu tidak kehilangan ingatan. Kelakuan gadis itu lebih tampak seperti seorang tahanan yang baru saja meloloskan diri daripada seorang gadis yang kehilangan ingatan.

Nathan mengubah taktiknya untuk membongkar segala yang disembunyikan gadis itu di balik kata ‘hilang ingatan’.

“Sejak dulu aku tidak pernah memasuki ruangan ini lagi sehingga persiapan kemah kita ini tetap di sini,” kata Nathan.

Taktik Nathan tidak akan pernah berhasil. Sedikitpun Alviorita tidak ingat kalau sewaktu kecilnya ia sering bermain bersama Nathan di sekitar Castle Q`arde.

“Berkemah?”

Pertanyaan tidak mengerti bercampur kebingungan itu membuat Nathan termangu. Ia menduga gadis itu mulai menyadari taktiknya.

“Dulu kita berencana untuk berkemah di sini tetapi rencana itu tidak pernah terwujud,” kata Nathan memancing Alviorita.

Usaha Nathan sia-sia. Alviorita tidak dapat mengerti apa yang sedang dikatakan Nathan. Ia tidak mengerti mengapa Nathan berkata seperti itu. Walaupun masa bermainnya singkat, tetapi Alviorita masih ingat ia sering menghabiskan waktu bermainnya bersama Ratu bukan orang lain. Ratu sering menemaninya bermain di Ruang Kanak-Kanak. Ratu juga yang sering mengajaknya jalan-jalan. Tidak ada orang lain selain Ratu pada ingatan masa kecil Alviorita.

“Aku tidak mengerti apa yang engkau katakan.”

Sekali lagi Alviorita membuat Nathan termangu. Kalimat yang diucapkan dengan jujur itu membuat Nathan tidak mengerti mengapa gadis yang yakini sebagai Putri Alviorita tidak mengingat apa yang ia katakan.

Melalui keremangan ruangan itu, Nathan menatap sinar kebingungan mata hijau Alviorita yang tampak bersinar di ruang yang gelap itu. Nathan yakin gadis itu tidak berbohong dan itu membuatnya semakin kebingungan. Hanya ada satu kesimpulan yang diambil Nathan. Bila gadis itu adalah Putri Alviorita, maka Putri Alviorita terlalu angkuh untuk mengingat masa kecilnya.

“Lupakan apa yang baru kukatakan,” kata Nathan kesal.

Alviorita tidak mengerti mengapa pria itu tiba-tiba kesal. Ia merasa ia tidak melakukan kesalahan apapun selama detik-detik terakhir ini.

Alviorita tahu Nathan bukan pria yang mudah merasa kesal tanpa alasan yang jelas. Alviorita yakin pria acuh itu tidak akan mempermasalahkan apa yang telah terjadi. Pria itu juga tidak mungkin marah karena kejadian yang telah berlalu.

Walaupun hatinya sedang kesal tetapi Nathan membaringkan tubuh Alviorita dengan hati-hati di tumpukan jerami itu.

Merasa punggungnya telah bersandar di dinding batu yang dingin, Alviorita segera melepaskan pelukannya dan ganti memeluk tubuhnya sendiri yang menggigil kedinginan.

“Kenakan ini dulu,” kata Nathan sambil menyampirkan kemejanya di pundak Alviorita.

Alviorita kebingungan melihat sikap Nathan. Ia benar-benar tidak dapat mengerti pria ini. Beberapa detik yang lalu pria itu kesal tetapi sekarang ia kembali bersikap lembut.

Menyadari ia kini berada dalam kegelapan yang ditakutinya, Alviorita merasa takut. Ia memeluk erat-erat tubuhnya yang telah terselimuti jas Nathan itu. Rasa takut semakin menjalari Alviorita ketika gadis itu menyadari Nathan sudah tidak ada di sisinya lagi. Beberapa saat yang lalu saat Nathan berada di sisinya Alviorita masih merasa aman dalam kegelapan ini tetapi setelah pria itu menjauh, Alviorita kembali merasa takut.

Walaupun tidak tahu mengapa pria itu tiba-tiba menjauhinya tetapi Alviorita percaya pria itu akan kembali ke sisinya dan melindunginya dari rasa takut.

Alviorita memeluk lututnya dan meletakkan kepalanya di atas kedua lututnya. Alviorita memejamkan matanya sambil berharap Nathan segera kembali ke sisinya.

Sambil berusaha menemukan kayu bakar yang dulu disimpannya di dalam ruangan ini, Nathan mencoba untuk menyingkirkan pikirannya dari Alviorita. Nathan tidak mengerti mengapa ia masih saja berusaha bersikap lembut kepada gadis itu walaupun ia merasa kesal kepada gadis yang diyakininya sebagai Putri Alviorita yang angkuh itu.

Melalui sinar remang-remang yang memasuki ruangan itu, Nathan melihat gadis itu meringkuk ketakutan.

Nathan mempercepat usahanya membuat api unggun.

Tiba-tiba Nathan teringat sesuatu. Nathan kembali melihat Alviorita yang meringkuk ketakutan. Rasa takut gadis itu terhadap ruang gelap benar-benar mirip dengan si kecil Alviorita. Si kecil Alviorita tidak pernah mau diajak bermain di luar Castle Q`arde pada malam hari. Berada dalam keremangan saja, gadis kecil itu sudah ketakutan. Setiap kali Nathan mengajak gadis kecil itu berjalan-jalan pada malam hari, gadis itu selalu memeluk erat-erat tangannya. Melihat semua itu Nathan semakin yakin gadis yang sekarang ada di ruangan itu adalah Alviorita.

Setelah api unggun yang berhasil dibuat Nathan menerangi ruangan itu, Nathan melihat gadis itu masih meringkuk ketakutan.

Nathan mengambil keranjang piknik yang tadi ditinggalkannya di dekat ujung tangga. Kain putih yang tadi digunakannya untuk membuat Alviorita merasa hangat terjatuh di sekeliling keranjang piknik. Melihat air hujan yang berhasil menerobos masuk celah pintu itu, Nathan yakin kain itu basah.

Nathan mengambil serta kain itu dan merasa lega kain itu tidak sebasah yang diduganya. Nathan segera kembali ke sisi Alviorita yang terus meringkuk ketakutan.

Alviorita mendengar suara kaki mendekat tetapi ia tetap tidak mengangkat kepalanya. Melalui pendengarannya, Alviorita tahu Nathan sudah sampai di sisinya.

Nathan meletakkan keranjang itu di sisi Alviorita. Setelah itu ia menebar kain di dekat api unggun.

“Engkau yakin mereka tidak akan mencari kita?” tanya Alviorita.

Nathan memandang Alviorita yang tetap memeluk tubuhnya. “Aku yakin mereka tidak akan mencari kita.”

“Mengapa? Apakah mereka tidak mengkhawatirkan kita?” tanya Alviorita pilu. Alviorita tidak ingin membayangkan keluarga Kryntz yang selama ini dikenalnya sebagai keluarga yang penuh kehangatan kasih sayang ternyata sama seperti ayahnya yang tidak pernah memperhatikannya.

Suara pilu itu membuat Nathan tertegun. Ia tidak mengerti mengapa suara Alviorita pilu seperti itu bukan sedih atau cemas. “Mereka sangat mempercayaiku karena itu mereka tidak akan mencari kita.”

“Mereka mempercayaimu?” tanya Alviorita tak percaya.

“Engkau tidak mempercayaiku?”

Suara tajam bercampur kemarahan itu membuat Alviorita mengangkat kepalanya. Ia melihat Nathan tengah memandang tajam wajahnya. “Tidak. Aku… aku hanya…” Alviorita segera menghentikan kata-katanya. Ia merasa lega dapat menghentikan kalimatnya sebelum membongkar penyamarannya sendiri.

Nathan mengangkap suara Alviorita itu sebagai suara ketakutan dan ia merasa menyesal karena telah membuat gadis itu ketakutan. “Maafkan aku,” katanya.

“Maaf?” tanya Alviorita tak mengerti.

“Aku membuatmu ketakutan,” kata Nathan.

Alviorita tidak tahu apa yang dikatakan Nathan bila ia menyelesaikan kalimatnya yang tadi. Tadi Alviorita hampir saja mengatakan, “Aku hanya heran melihat engkau mendapat kepercayaan yang sangat besar dari orang tuamu sedangkan aku si Putri Mahkota ini tidak pernah dipercayai siapa pun.”

Semua pengawal yang selalu berada di sisinya membuat Alviorita yakin tidak seorangpun di Istana Urza yang mempercayainya. Mereka selalu mengawalnya untuk memastikan ia melakukan tugasnya. Setiap kali pengawal-pengawal itu melarang Alviorita melakukan sendiri segala sesuatunya, Alviorita semakin yakin mereka tidak percaya ia mampu melakukannya. Alviorita merasa setiap gerakannya selalu diawasi mereka terutama Maryam. Maryam tidak pernah beranjak dari sisi Alviorita. Ia selalu megnawasi segala kelakuan Alviorita sebagai seorang Putri Mahkota. Ia pula yang memastikan Alviorita melakukan tugas-tugasnya.

Alviorita tidak dapat membenci wanita tua itu karena wanita itulah yang merawatnya sejak ia kehilangan ibunya. Alviorita menyayangi wanita itu dan ia tahu wanita itu bersikap ketat terhadapnya karena ia adalah Putri Mahkota. Alviorita juga mengerti pengawal-pengawalnya hanya melakukan tugasnya. Ke manapun ia pergi mereka harus selalu ada di sisinya karena itu ia membiarkan dirinya dikawal walau sebenarnya ia merasa jengkel.

Pengawal-pengawal itu tidak pernah membiarkan Alviorita melakukan sendiri tugas-tugasnya. Mereka selalu mengawalnya ke manapun ia pergi bahkan ketika ia dan Maryam berkeliling kota untuk berbelanja.

Setiap kali berbelanja bersama Maryam, Alviorita ingin sekali dapat membawa barang belanjaannya sendiri. Namun begitu ia membayar belanjaannya, pengawal-pengawalnya sudah membawa barang itu dan mereka terutama Maryam tidak pernah mengijinkannya membawa sendiri barang-barang itu.

Alviorita tidak menyukai semua itu yang membuatnya merasa seperti boneka yang tidak dapat melakukan apa-apa. Tetapi tidak ada yang dapat dilakukan Alviorita.

Setelah selama hampir lima belas tahun hidup dalam keyakinan ia tidak pernah mendapat kepercayaan siapapun, Alviorita terkejut ketika ia mengetahui Duke dan Duchess of Kryntz sangat mempercayai Nathan.

“Percayalah kepadaku. Aku tidak akan melakukan yang buruk kepadamu,” kata Nathan.

“Sesuatu yang buruk?” tanya Alviorita tak mengerti.

Nathan menatap wajah kebingungan Alviorita. “Engkau tidak takut terjadi sesuatu padamu selama engkau bersamaku?”

“Aku yakin engkau akan menjagaku,” kata Alviorita jujur.

“Bukan itu maksudku,” kata Nathan, “Apakah engkau tidak takut aku menciummu lagi?”

Wajah Alviorita memerah. “Engkau telah berjanji tidak akan melakukannya lagi dan aku percaya engkau akan memegang janjimu.”

“Ya, ampun. Apakah engkau tidak tahu bahaya yang mungkin menimpamu saat ini?” kata Nathan kasar.

Alviorita tertegun mendengar suara Nathan. Ia tidak mengerti apa yang membuat Nathan tampak jengkel seperti itu dan ia lebih tidak mengerti apa yang dibicarakan Nathan. Alviorita percaya Nathan akan menjaganya dari rasa takutnya. Ia tahu pria itu akan melindunginya dari bahaya yang mungkin mengancamnya. Pria itu telah menunjukkan sikap perlindungannya kepada Alviorita. Ia menyingkirkan kegelapan yang ditakuti Alviorita dan membuat api unggun untuk menghangatkan ruangan yang dingin itu. Alviorita juga tidak melihat maupun tidak merasakan ada bahaya yang mengancamnya. Di luar juga tidak terdengar suara binatang buas. Yang terdengar hanya suara hujan yang terus membasahi bumi. Kalaupun ada binatang buas yang mengancam mereka di luar sana, Alviorita yakin Nathan akan mencegah binatang itu menganggunya. Walaupun ia selalu bertengkar dengan Nathan tetapi Alviorita mempercayai pria itu. Walaupun Alviorita selalu menganggap pria itu sebagai pria paling acuh yang ditemuinya tetapi Alviorita yakin pria itu tidak akan mengacuhkannya dalam situasi seperti ini.

“Bahaya?” tanya Alviorita tidak mengerti.

“Sebenarnya siapakah engkau ini?” tanya Nathan kasar, “Tingkah lakumu benar-benar seperti kucing liar tetapi engkau tampak seperti saat ini gadis polos. Apakah engkau benar-benar tidak menyadari bahaya yang mengancammu saat ini?”

“Bahaya apa? Aku tidak mengerti apa yang kaubicarakan?” tanya Alviorita kebingungan, “Aku tidak merasakan ada bahaya yang mengancamku. Aku tahu engkau akan menjagaku.”

“Engkau sama sekali tidak menyadari bahaya yang yang saat ini mengancammu?” tanya Nathan untuk kesekian kalinya.

“Aku benar-benar tidak merasakan ada bahaya yang mengancamku,” kata Alviorita kebingungan.

Mata Nathan menyipit. “Juga bahaya dariku?”

Alviorita menatap kebingungan wajah Nathan. Ia menggelengkan kepalanya, “Tidak, aku percaya engkau akan menjagaku.”

Nathan menatap tajam wajah Alviorita. Untuk sesaat ia menyelidiki wajah kebingungan Alviorita tetapi ia tidak menemukan kebohongan di sana. Wajah Alviorita benar-benar menampakkan kebingungan dan rasa tidak mengertinya.

“Sebenarnya engkau ini Putri Alviorita atau bukan?”

Pertanyaan itu membuat Alviorita terkejut. Kekhawatiran Alviorita terbukti. Nathan mencurigai dirinya adalah Putri Alviorita. Untuk membuat pria itu percaya ia bukan sang Putri, Alviorita cepat-cepat menggelengkan kepalanya. “Aku tidak mengenal dia,” kata Alviorita setengah berbohong.

Beberapa hari terakhir ini Alviorita tidak mengenal lagi Putri Alviorita yang dulu ada pada dirinya. Yang dikenal Alviorita hanya gadis yang mempunyai kebebasan.

“Ya, mungkin engkau bukan dia,” kata Nathan mengakui, “Tetapi bila engkau bukan dia mengapa engkau tahu tempat ini?”

“Aku sudah mengatakan kepadamu, aku tidak tahu. Aku hanya kebetulan saja menemukan tempat ini,” sela Alviorita.

Nathan mengacuhkan kata-kata Alviorita. “Kalau engkau adalah dia mengapa engkau sedemikian tololnya hingga tidak mengetahui bahaya yang saat ini mengancammu?”

Sebutan ‘tolol’ yang ditujukan padanya itu membuat kemarahan Alviorita bangkit. “Tolol!?” katanya tajam.

Nathan tidak berusaha membantah. “Ya, engkau adalah gadis paling tolol yang pernah kutemui.”

“Apa yang membuatmu berkata seperti itu?” tanya Alviorita. Menyadari ia telah mengucapkan pertanyaan yang dapat membongkar penyamarannya, Alviorita cepat-cepat berkata, “Dan engkau harus ingat satu hal yaitu aku bukan dia.”

Suara berbahaya itu membuat Nathan semakin tidak mengerti gadis di depannya itu. Ia sangat yakin gadis itu adalah Putri Alviorita. Tetapi kepolosan di wajah cantik gadis itu menunjukkan ia sama sekali tidak mengerti apa yang dimaksudkan Nathan. Apalagi bila mengingat kemarahan gadis itu saat ia menciumnya.

Berita-berita tentang Putri Alviorita di surat kabar membuat Nathan yakin Putri Alviorita bukan seorang gadis yang tidak mengerti cinta. Tetapi wajah polos gadis itu benar-benar bertentangan dengan apa yang ada di pikirannya mengenai Putri Alviorita. Terlalu banyak pertentangan antara Putri Alviorita yang ada di pikiran Nathan dengan gadis itu dan terlalu banyak pula kemiripan gadis itu dengan Putri Alviorita. Semua itu membuat Nathan semakin kebingungan.

Sejak Ratu meninggal, Nathan memang tidak pernah bertemu lagi dengan Alviorita namun ia dapat menduga bagaimana rupa gadis itu saat ini. Tetapi gadis yang sangat diyakininya sebagai Putri Alviorita ini sangat berbeda rupanya dari Putri Alviorita dalam pikirannya. Putri Alviorita dan gadis ini sama-sama memiliki mata hijau yang serasi dengan rambut hitamnya. Wajah keduanyapun mirip yang berbeda di wajah kedua gadis ini hanya sinar matanya. Sinar mata gadis ini berbeda dengan sinar mata Putri Alviorita juga berbeda dengan sinar mata Alviorita kecil. Sinar mata ketiganya berbeda. Sinar mata Alviorita kecil adalah sinar gembira dan ramah tetapi sinar mata itu sudah berbeda dengan saat ia dewasa. Di foto-foto yang dimuat di surat kabar, sinar mata Alviorita adalah sinar angkuh bercampur keramahan. Sedangkan gadis di hadapan Nathan ini memiliki sinar mata menantang. Mata yang tidak mau kalah dari siapa saja.

Pandangan menyelidik itu membuat Alviorita semakin khawatir penyamarannya akan terbongkar. Alviorita tidak tahu apa yang harus dilakukannya untuk menyelamatkan diri dari situasi berbahaya ini. Ia hanya tahu bila ia membuat pertengkaran di antara mereka, bahaya yang mengancam penyamarannya semakin besar.

Kecurigaan Nathan semakin besar dan semakin berbahaya bila kecurigaan itu menyebabkan pertengkaran di antara mereka.

Udara dingin membuat Alviorita kedinginan. Alviorita memeluk erat-erat lututnya dan berharap tubuhnya tidak terlalu menggigil kedinginan.

Nathan melihat tubuh Alviorita menggigil dan menduga gadis itu ketakutan. “Baiklah, aku minta maaf. Aku tidak akan membuatmu ketakutan lagi.”

“Engkau tidak membuatku ketakutan,” kata Alviorita.

“Sungguh?”

Suara berbahaya itu membuat Alviorita waspada.

“Engkau tidak takut aku memperkosamu?”

Alviorita terkejut. Wajahnya memucat.

Melihat wajah pucat gadis itu, Nathan menyadari ia telah melakukan kesalahan. “Jangan khawatir, aku tidak akan melakukannya.”

Wajah pucat Alviorita tidak menghilang. Gadis menatap ketakutan sekelilingnya.

Melihatnya Nathan semakin menyesal telah mengatakan kalimat itu. “Aku tidak akan menganggumu. Aku janji,” katanya menyakinkan Alviorita, “Aku akan menjagamu.”

Alviorita diam saja. Ia hanya menatap sekelilingnya. Perlahan-lahan wajah Alviorita memerah ketika ia melihat wajah Nathan yang penuh penyesalan. Alviorita tahu pria itu hanya ingin memperingatkannya.

“Kalau melihat langit gelap tadi, kurasa hujan akan terus turun sampai nanti sore dan kita tidak akan dapat pulang,” kata Nathan mengalihkan pembicaraan, “Coba kalau tadi engkau berjalan lebih cepat.”

Alviorita marah mendengar kalimat terakhir yang diucapkan dengan penuh tuduhan itu. “Siapa yang mengatakan aku berjalan lambat? Aku selalu berusaha mengejar engkau yang seperti berlari.”

Nathan menahan senyumannya. Ia berhasil membuat Alviorita melupakan ketakutannya. “Aku tidak berlari,” kata Nathan.

“Tetapi mengejar angin,” sela Alviorita.

“Sebenarnya tadi aku berjalan lebih lambat dari biasanya.”

“Memang itu yang harus kaulakukan.”

Suara mengejek itu membuat Nathan tidak dapat menahan senyumannya. “Kalau tahu hal itu akan membuatmu senang, tadi aku akan berjalan cepat,” goda Nathan.

Alviorita tidak senang mendengarnya. “Apa engkau senang melihat aku terjatuh gara-gara mengikutimu yang berjalan seperti angin?”

“Engkau tidak akan terjatuh. Aku dan Jeffreye saja tidak pernah terjatuh setiap kali kami berlomba dari lapangan itu ke Castle Q`arde.”

“Kalian sudah mengingat setiap seluk beluk jalannya. Dan kalian tidak akan terjatuh karena akar-akar tanaman itu.”

Kemarahan Alviorita membuat Nathan semakin ingin menggodanya. “Engkau takut jatuh?”

“Tidak,” bantah Alviorita, “Aku hanya tidak ingin melihatmu disalahkan orang tuamu karena membiarkan aku terjatuh gara-gara mengejarmu.”

“Aku sudah menduganya. Engkau tidak mungkin sering memanjat pohon kalau engkau takut terjatuh.”

“Aku lebih senang jatuh dari pohon daripada jatuh karena mengejarmu,” kata Alviorita dingin.

Nathan pura-pura mengeluh. “Coba kalau engkau tadi mau kugendong.”

Wajah Alviorita memerah. “Engkau tidak menanyaiku?”

“Memang aku tidak menanyaimu karena aku yakin engkau akan menolaknya.”

“Engkau seharusnya senang aku tidak membuatmu kelelahan. Engkau beruntung aku tidak membuatmu harus berlari sambil membawaku,” kata Alviorita dingin.

Nathan tersenyum melihat sinar tajam mata Alviorita telah kembali. Nathan lebih senang melihat sinar menantang di mata hijau itu daripada sinar ketakutan.

Alviorita menarik tubuhnya menjauh ketika Nathan mendekatinya.

Nathan meraih keranjang piknik di sisi Alviorita dan membukanya. “Untung tadi kita batal berpiknik,” katanya, “Sekarang kita tidak akan kelaparan.”

Alviorita hanya memandang Nathan yang membongkar isi keranjang pikniknya, ia tidak berusaha membantu pria itu.

“Seperti kesepakatan kita tadi, lebih baik kita menghentikan pertengkaran kita,” kata Nathan kemudian sambil tersenyum ia bertanya, “Engkau lapar?”

“Tidak,” sahut Alviorita.

Setelah pertengkaran mereka, Alviorita sama sekali tidak memiliki nafsu makan.

“Kurasa jam makan siang sudah lewat,” kata Nathan memperingati, “Jangan sampai engkau sakit.”

“Aku tidak lapar,” kata Alviorita keras kepala.

Alviorita kebingungan melihat pria itu menutup kembali keranjang piknik.

“Aku juga tidak lapar,” kata Nathan memberitahu Alviorita.

Nathan mendekati api unggunnya dan menambah kayu.

Alviorita diam saja memandang api yang menyala di depannya. Alviorita tidak tahu apa yang harus dilakukannya sambil menanti hujan berhenti. Semua yang terjadi hari ini di luar rencana Alviorita. Alviorita sama sekali tidak mempunyai rencana berteduh di bawah hujan, tetapi sang Takdir membuat Alviorita berteduh di ruangan ini bersama tunangannya.

Sampai saat ini Alviorita masih merasa marah kepada Nathan yang telah menciumnya. Alviorita tidak pernah membayangkan tunangan yang dibencinya akan menjadi pria pertama yang menciumnya tetapi pria itu telah melakukannya.

Entah bagaimana reaksi Nathan bila pria itu tahu ia telah mencium tunangannya. Alviorita tidak dapat menduganya.

Alviorita tahu kejadian hari ini tidak dapat dijadikan perisai olehnya. Bila ia menggunakan kejadian ini sebagai perisainya, ayahnya pasti akan membuat perisai itu justru berbalik menjadi pedang.

Kedudukannya yang berbahaya membuat Alviorita menyusun rencana baru. Alviorita tidak ingin seorangpun mengetahui ia adalah sang Putri yang hilang dan untuk itu Alviorita berusaha membuat semua orang di sekitarnya tidak pernah menduga ia adalah sang Putri.

Alviorita berhasil membuat semua orang di Castle Q`arde percaya ia adalah gadis yang hilang ingatan kecuali Nathan. Alviorita tidak tahu apa yang harus dilakukannya bila mereka telah membongkar penyamarannya sebelum ia benar-benar siap menghadapi perang antara dirinya dan ayahnya. Bila penyamarannya terbongkar, Alviorita bisa saja membuat semua orang percaya ia adalah gadis yang hilang ingatan dan ia di masa lalu adalah sang Putri Mahkota. Tetapi posisi itu tidak akan menguntungkan Alviorita.

Alviorita percaya ayahnya akan memanfaatkan keadaan itu untuk menyelesaikan pesta yang tertunda. Bila sudah demikian Alviorita tidak mungkin membela dirinya. Membela dirinya sendiri berarti memberitahu semua orang tahu ia tidak pernah kehilangan ingatannya.

Tidak ada yang dapat dilakukan Alviorita untuk menyelamatkan dirinya dari pertunangan konyol ini bila penyamarannya telah terbongkar. Alviorita tahu yang harus dilakukannya saat ini hanya satu yaitu menyusun rencana untuk membuat Nathan percaya ia bukan sang Putri.

Ketika membuat rencana mencari perisai di Castle Q`arde saat ia pertama kali berada di Castle Q`arde, Alviorita sama sekali tidak menduga akan ada orang yang mencurigai dirinya apalagi pria itu adalah tunangan yang dibencinya. Saat itu Alviorita memang telah menyiapkan rencana lain tetapi tidak satupun dari rencana itu yang dapat menyelamatkannya dari kecurigaan Nathan. Alviorita harus membuat rencana lain yang lebih aman dan tidak membuat kecurigaan Nathan semakin bertambah.

Merasa rencana baru yang disusunnya baik dan aman untuk dirinya, Alviorita menyingkirkan segala kegelisahan dari pikirannya. Alviorita meletakkan kepalanya di atas lututnya dan mendengarkan nyanyian hujan di atasnya.

Suara hujan yang bagaikan nyanyian pengantar tidur serta suara petir yang bersahut-sahutan membuat Alviorita mengantuk. Alviorita memperingati dirinya sendiri untuk tidak tertidur. Walaupun Nathan telah meyakinkan dirinya untuk tidak menganggunya dan Alviorita mempercayai pria itu akan menjaganya tetapi Alviorita tetap khawatir.

“Tidurlah. Hujan tampaknya tidak akan segera berhenti.”

Alviorita terkejut mendengar suara lantang yang tiba-tiba memecahkan kesunyian yang ada di antara mereka. Walaupun Alviorita sering mendengar suara lantang itu tetapi gadis itu tetap merasa terkejut setiap kali ia tiba-tiba mendengar suara lantang itu. Keterkejutan Alviorita membuat gadis itu tidak segera menyadari apa yang diucapkan Nathan. Wajah Alviorita memucat ketika ia sadar apa yang diucapkan Nathan.

Nathan melihat wajah gadis itu memucat dan agak memerah. “Aku tidak akan menyentuhmu, aku berjanji padamu.”

Wajah pucat Alviorita semakin memerah melihat penyesalan di wajah Nathan.

Nathan semakin merasa bersalah. “Maafkan kata-kataku yang tadi. Aku tidak pernah berniat melakukannya, tadi aku hanya memperingatimu.”

“Aku… aku tahu,” kata Alviorita malu.

Nathan tersenyum. “Tidurlah, aku akan menjagamu.”

Alviorita ragu-ragu. Ia tidak berani memejamkan matanya seperti yang disuruh Nathan.

Melihat keragu-raguan gadis itu, Nathan segera berkata, “Jangan khawatir, aku juga akan tidur. Aku tidak akan menyentuhmu.”

Pria itu membuktikan kata-katanya dengan menjauhi api unggun dan menata tumpukan jerami yang ada di ruangan itu.

Alviorita memperhatikan pria itu menumpuk jerami di seberang api unggun. Cahaya api tidak menghalangi pandangan mata Alviorita. Gadis itu tetap diam melihat Nathan bersadar di dekat tangga.

Nathan menyandarkan punggungnya di dinding samping tangga. Ia melihat Alviorita masih memandang khawatir dirinya. Nathan tersenyum melihat Alviorita tetap tidak mau memejamkan matanya walau ia merasa mengantuk.

Melihat Alviorita terkantuk-kantuk, Nathan tahu gadis itu tak lama lagi akan tertidur.

Nathan memejamkan matanya. Ia tidak berbohong ketika ia mengatakan akan tidur. Ia sendiri juga mengantuk.

Alviorita terus memperhatikan Nathan tetapi ia tetap tidak berani memejamkan matanya. Ia tetap memeluk lututnya dan menyandarkan kepala di atas lututnya. Walaupun Alviorita tidak ingin tertidur tetapi rasa kantuknya membuat gadis itu akhirnya tertidur.



*****Lanjut ke chapter 8

No comments:

Post a Comment