Tuesday, February 6, 2007

Pelarian-Chapter 6

Apa yang dikhawatirkan Nathan menjadi kenyataan. Belum jauh mereka memasuki hutan yang lebih dekat dengan Castle Q`arde daripada jalan setapak yang tadi pagi mereka lalui, hujan mulai turun.

Nathan segera berlari. Melihat itu Alviorita juga segera berlari agar lebih cepat sampai di Castle Q`arde.

Mula-mula hujan tidak deras. Tetapi semakin lama semakin deras hujan turun dan semakin banyak genangan air di tanah. Lumpur terus mengotori gaun Alviorita yang berwarna cerah. Tetapi bukan itu yang dikhawatirkan Alviorita. Alviorita mengkhawatirkan Jeffreye. Anak yang telah mengetahui jalan yang mereka lalui ini segera berlari ketika melihat pamannya berjalan terburu-buru. Alviorita sudah berusaha mencegah anak itu berlari tetapi ia tahu ia tidak dapat mengejar anak itu di dalam hutan yang berbahaya seperti ini. Di mana-mana batang berserakan dan akar bermunculan dari dalam tanah. Yang lebih ditakutkan Alviorita bila ia mengejar Jeffreye adalah anak itu mengira ia sedang mengajaknya bermain kejar-kejaran lagi. Alviorita tidak ingin anak itu terjatuh dan ia berharap Nathan mencegah Jeffreye. Tetapi Nathan juga tidak berusaha mencegah Jeffreye. Pria itu diam saja melihat Jeffreye berlari menjauh. Ia hanya berpesan kepada Jeffreye agar hati-hati. Melihat hal itu, Alviorita marah kepada Nathan yang tetap bersikap acuh. Pria itu seakan-akan tidak peduli apakah nanti Jeffreye akan jatuh atau tidak.

“Mengapa engkau tidak mencegahnya?” tanya Alviorita, “Apakah engkau tidak khawatir ia akan jatuh?”

“Jangan khawatir. Jeffreye tahu jalan ini dan ia tidak akan jatuh karena ia telah terbiasa berlari dari sini ke Castle,” jawab Nathan tenang.

“Bagaimana bila ia terjatuh?”

“Jeffreye sudah besar. Anak itu pasti tahu apa yang harus dilakukannya bila ia jatuh.”

“Jeffreye masih anak-anak. Aku yakin anak itu belum genap sepuluh tahun, mungkin tahun ia baru berusia tujuh tahun. Mengaku saja kalau engkau sama sekali tidak mempedulikan kemenakanmu itu. Apa yang akan kaulakukan bila ia jatuh?” kata Alviorita dingin.

Nathan tiba-tiba berhenti. Ia menatap tajam wajah Alviorita. “Aku lebih mengkhawatirkan orang sepertimu akan mempengaruhi dia daripada alam.”

“Kalau engkau khawatir aku akan mempengaruhinya, mengapa tadi engkau hanya tidur dan tidak menjaga Jeffreye?” kata Alviorita tidak mau kalah.

“Siapa yang mengatakan aku tidak mengawasi kalian? Aku tahu apa saja yang kalian lakukan termasuk tingkahmu yang seperti anak kecil,” kata Nathan tajam.

“Lalu?” kata Alviorita dingin.

“Lalu apa?” tanya Nathan tak mengerti.

“Lalu mengapa engkau tidak mencegah aku membuat kemenakanmu itu kelelahan. Kalau engkau memang khawatir aku akan mempengaruhi Jeffreye, engkau seharusnya mencegah aku menggodanya bukannya hanya diam saja.”

Nathan tahu Alviorita benar. Seharusnya tadi ia mencegah Alviorita terus bermain kejar-kejaran bila ia khawatir dengan Jeffreye tetapi ia hanya diam saja. Matanya terus mengawasi mereka bermain di lapangan rumput.

“Aku lebih khawatir engkau mengajari Jeffreye bagaimana caranya memanjat pohon daripada membuat Jeffreye kelelahan.”

“Terima kasih,” kata Alviorita mengejek.

“Terima kasih kembali,” balas Nathan dan ia segera melanjutkan perjalanannya. Dengan kesal Alviorita mengikuti Nathan.

Hujan semakin deras dan hingga saat ini belum terlihat bangunan Castle Q`arde yang megah.

Alviorita semakin mengkhawatirkan keadaan Jeffreye. Ia takut terjadi sesuatu yang buruk pada anak itu.

Tiba-tiba Nathan berhenti dan menarik tangan Alviorita.

Kekhawatiran dan rasa terkejut membuat Alviorita tidak melawan.

Nathan memanfaatkan kesempatan itu untuk menarik tubuh Alviorita lebih dekat. Gadis itu tetap diam saja ketika ia melingkarkan lengannya di pundaknya. Kediaman gadis itu membuat Nathan merasa lega. Semula ia khawatir Alviorita akan melawan tetapi ternyata Alviorita diam saja.

Alviorita masih diam saja ketika Nathan membawanya berteduh di bawah sebatang pohon yang besar.

Ketika Alviorita telah pulih dari rasa terkejutnya, ia bertanya heran, “Mengapa kita tidak segera ke Castle Q`arde?”

“Hujan sangat deras dan aku tidak ingin Mama marah kepadaku karena telah membiarkan engkau berlari di bawah hujan.”

“Tetapi kita harus mencari Jeffreye,” kata Alviorita.

“Jangan khawatir. Anak itu pasti sudah sampai di Castle Q`arde.”

“Mengapa engkau bersikap sesantai itu? Bagaimana bila ia belum sampai?” tanya Alviorita khawatir.

“Castle Q`arde tidak jauh lagi dari sini. Saat ini kita sudah sangat dekat dengan Castle,” kata Nathan, “Aku yakin Jeffreye sudah sampai di Castle Q`arde sebelum hujan mulai turun.”

“Kita harus kembali ke Castle Q`arde secepatnya. Aku khawatir mereka akan mengkhawatirkan kita.”

“Apakah engkau takut berada di sini hanya bersamaku?” tanya Nathan.

Walaupun Nathan sering bertengkar dengannya dan ia menganggap Nathan adalah pria yang harus dihindarinya tetapi Alviorita tidak pernah takut berhadapan dengan pria itu. Berhadapan dengan Nathan justru membuat semangat Alviorita untuk melawan semakin besar. Semakin sering mereka bertengkar, semakin ingin Alviorita segera menemukan perisai yang banyak dan memenangkan perangnya dengan ayahnya.

“Aku sama sekali tidak takut menghadapimu,” kata Alviorita dingin.

“Mengapa engkau ingin segera kembali ke Castle Q`arde?” tanya Nathan.

“Aku sudah mengatakan alasannya kepadamu,” kata Alviorita.

Alviorita membalikkan badannya. Ia tahu tidak ada yang dapat dilakukannya selain menuruti Nathan. Ia tidak tahu jalan ke Castle Q`arde dan ia tidak ingin tersesat apalagi dalam hujan deras seperti ini.

Kerimbunan pohon tempat mereka berteduh membuat mereka terhindar dari air hujan yang terus membasahi bumi. Tetapi udara dingin tetap membuat Alviorita kedinginan. Walaupun gaun Alviorita tidak seberapa basah tetapi udara yang dingin membuat Alviorita menggigil. Alviorita memeluk tubuhnya. Sejak meninggalkan Istana Urza, banyak pengalaman baru yang dialami Alviorita termasuk berteduh di bawah pohon. Walaupun kedinginan, Alviorita tetap merasa senang dengan pengalaman barunya ini.

Selama ini Alviorita selalu berada di tempat yang hangat bila hujan mulai turun. Hari ini Alviorita berteduh di bawah pohon tetapi bersama pria yang dibencinya.

Karena tidak ingin merusak kesenangannya melihat air hujan berusaha menembus dedaunan tempat mereka berteduh, Alviorita mencoba untuk tidak menghiraukan keberadaan Nathan di sisinya.

Tetapi Nathan membuat tidak dapat melakukannya. Pria itu tiba-tiba menyentuh pundak Alviorita.

Alviorita terkejut. Ia membalikkan badannya dan melihat pria itu berdiri sangat dekat dengannya.

“Kurasa tidak ada yang dapat membuatmu merasa hangat selain kain ini,” kata Nathan sambil menyampirkan kain yang semula dibawa Alviorita untuk kegiatan piknik mereka, di pundak gadis itu, “Kalau engkau tidak keberatan.”

Kata-kata yang diucapkan dengan nada mengejek itu membangkitkan kembali kemarahan Alviorita.

Beberapa saat yang lalu, saat pria itu menyampirkan kain di tubuhnya, Alviorita merasa tuduhan ‘tidak pernah peduli kepada sekitarnya’ yang diberikannya kepada Nathan itu salah. Tetapi begitu mendengar kalimat terakhir pria itu, Alviorita batal menarik tuduhan itu.

“Terima kasih atas kebaikan hatimu,” kata Alviorita.

Mendengar suara mengejek itu, Nathan hanya tersenyum.

Alviorita memalingkan kepalanya dan mulai memperhatikan sekitarnya. Sejak tadi Alviorita hanya terburu-buru mengikuti Nathan. Sebenarnya Alviorita ingin berjalan pelan-pelan sambil melihat sekitarnya tetapi Alviorita tahu Nathan akan meninggalkannya bila ia melakukan itu.

Sederetan tanaman menjalar yang membentuk dinding membuat Alviorita tertarik. Menurut Alviorita bentuk tanaman itu aneh. Tanaman itu tampak seperti menutupi dinding. Alviorita mendekati tanaman itu. Alviorita merasa aneh. Ia merasa tahu sesuatu tentang tanaman itu. Jemari Alviorita menyusuri dedaunan di depannya. Bawah sadar Alviorita tahu apa yang harus dilakukan, jemari Alviorita memasuki dedaunan yang rimbun itu. Anehnya Alviorita sama sekali tidak terkejut ketika jarinya menyentuh sesuatu yang keras dan dingin. Tangannya terus mencari sesuatu. Alviorita juga tidak terkejut ketika jemarinya menemukan sesuatu yang mudah digerakkan. Sekali lagi Alviorita tahu apa yang harus dilakukannya, gadis itu menekan benda itu.

“Apa yang kaulakukan?”

Alviorita terkejut.

Nathan merasa marah melihat wajah tak bersalah Alviorita. Begitu melihat gadis itu berdiri di bawah hujan, Nathan segera mendekat tetapi rupanya sang gadis tidak menyadari ia sedang kehujanan. “Apakah engkau tidak sadar saat ini masih hujan deras?”

Suara sesuatu yang bergerak membuat Alviorita mengalihkan perhatiannya dari kemarahan Alviorita.

“Pintunya terbuka,” kata Alviorita senang.

Nathan memandang aneh wajah Alviorita tetapi ia tidak mengatakan apa-apa.

Tanpa menanti Nathan, Alviorita segera memasuki pintu itu dan menuruni tangga di depan pintu. Alviorita mendapati dirinya berada di sebuah ruangan berdinding batu yang kokoh.

“Bagaimana engkau mengetahuinya?” tanya Nathan.

Alviorita membalikkan tubuhnya dan melihat sorot mata Nathan yang aneh. Saat melihat mata itulah Alviorita menyadari ia melakukan semua itu tanpa disadarinya. Alviorita tidak mengerti bagaimana ia dapat melakukannya. Semua terjadi begitu saja seakan-akan Alviorita memang telah mengetahui ada ruangan tersembunyi di balik tanaman menjalar itu. Perasaan Alviorita mengatakan ia pernah ke tempat ini tetapi seingat Alviorita ia tidak pernah ke tempat ini.

“Aku… aku tidak tahu,” jawab Alviorita kebingungan. Alviorita tidak mengerti mengapa ia tahu di balik tanaman itu ada ruangan rahasia ini dan tahu bagaimana cara membuka pintu ruangan ini.

“Siapakah engkau ini?”

“Aku….”

Hampir saja Alviorita mengatakan ia adalah sang Putri Mahkota yang hilang. Kilat petir yang tiba-tiba menerangi langit luar beserta ruangan itu membuat Alviorita sadar ia hampir melakukan kesalahan.

Untuk melengkapi kalimatnya yang belum selesai, Alviorita berkata, “Aku tidak ingat.”

Nathan tidak mempercayai kata-kata itu. “Aku yakin engkau tidak mengatakan yang sebenarnya jadi katakan saja dengan jujur siapa dirimu.”

Suara yang penuh ancaman itu membuat Alviorita ketakutan tetapi gadis itu tidak mau menyerah pada rasa takutnya. “Aku mengatakan yang sebenarnya.”

Saat ini Alviorita tidak berbohong. Saat ini Alviorita tidak lagi mengenali dirinya sendiri sebagai Alviorita. Ia merasa bukan dirinya sendiri. Apa yang baru saja dilakukannya tadi membuat Alviorita semakin tidak mengenali dirinya sendiri. Alviorita sangat yakin ia tidak pernah ke Chymnt tetapi ia dengan mudah mengetahui tempat rahasia ini.

Alviorita tahu ia menemukan tempat ini bukan karena kebetulan tetapi karena ia sudah mengetahuinya. Tetapi kapan Alviorita mengetahuinya kalau ia sendiri sangat yakin ia tidak pernah ke Chymnt. Dalam ingatan Alviorita tidak ada suatupun yang berhubungan dengan Chymnt tetapi sejak ia tinggal di Castle Q`arde beberapa kali ia merasa mengenal tempat ini. Bahkan Alviorita merasa pernah melihat wajah penghuni Castle Q`arde yang telah tua. Setiap kali berjalan-jalan di taman Castle Q`arde, Alviorita selalu merasa ia pernah ke tempat ini dan bermain-main di sana seperti ia bermain dengan Jeffreye. Semula Alviorita menduga semua itu karena Castle Q`arde mirip dengan Istana Urza. Tetapi ketika Alviorita mengamati Castle Q`arde dengan lebih teliti, ia tahu bukan itu alasannya dan tidak mungkin itu alasannya. Sepintas taman Castle Q`arde memang mirip taman di Istana namun bila dilihat dengan teliti keduanya sangat berbeda. Alviorita juga merasa mengenal setiap sudut bangunan Castle Q`arde yang megah. Ketika ia diantar Innane mengelilingi Castle Q`arde, ia selalu tahu ruangan apa yang ditunjukkan wanita itu kepadanya sebelum wanita itu mengatakannya.

Tidak seorangpun yang curiga ketika Alviorita menggendong Jeffreye ke Ruang Kanak-Kanak. Semua orang menduga Alviorita telah mengetahui tempat itu sebelumnya. Padahal sebenarnya ketika menunjukkan bagian-bagian Castle Q`arde kepada Alviorita, Innane lupa mengajak gadis itu ke tingkat tiga Castle Q`arde. Hanya Alviorita sendiri yang merasa aneh ketika ia membawa Jeffreye ke Ruang Kanak-Kanak. Saat Alviorita berjalan sambil menggendong Jeffreye, ia berjalan sesuai dengan langkah kakinya. Kaki Alviorita seakan-akan telah mengetahui ke mana ia harus melangkah. Alviorita terkejut ketika menyadari dirinya telah membawa Jeffreye ke Ruang Kanak-Kanak yang baru saat itu didatanginya dengan mudah tanpa tersesat dan ia lebih terkejut saat ia merasa sangat mengenal setiap sudut lantai tiga itu terutama Ruang Kanak-Kanak.

Bagi Alviorita hal ini benar-benar aneh. Sama anehnya dengan perasaannya ketika pria yang dibencinya memeluknya. Seharusnya saat itu Alviorita marah tetapi Alviorita tidak melakukannya sebaliknya ia merasa malu.

“Katakan sejujurnya siapa dirimu,” kata Nathan, “Tidak seorangpun yang tahu ruang rahasia ini selain aku dan…”

“Kalau engkau telah mengetahuinya, mengapa tidak sejak tadi engkau membawaku ke tempat ini?” sela Alviorita tajam untuk menyelamatkan dirinya dari situasi yang berbahaya bagi penyamarannya ini.

“Itu bukan urusanmu.”

“Memang bukan urusanku tetapi aku tidak dapat mengerti mengapa engkau tidak membawaku ke sini daripada membiarkan aku kedinginan di luar sana,” kata Alviorita tajam.

“Engkau harus mengerti aku telah berjanji kepadanya untuk tidak mengatakan hal ini kepada siapapun,” kata Nathan sambil berusaha mengendalikan kemarahannya.

“Apakah engkau lebih senang melihat aku kedinginan daripada mengingkari janjimu kepada gadis itu?”

Kata-kata Alviorita yang tajam serta kecurigaannya kepada Alviorita membuat Nathan tidak dapat lagi menahan kemarahannya. “Katakan siapa dirimu yang sebenarnya. Tidak mungkin gadis itu mengingkari janjinya. Ia dan aku telah sepakat untuk tidak mengatakan hal ini kepada siapapun.”

“Aku tidak tahu siapa diriku saat ini,” jawab Alviorita tajam.

“Jangan berbohong kepadaku. Aku tahu engkau menyembunyikan sesuatu,” kata Nathan tidak kalah tajamnya.

“Untuk apa aku berbohong padamu?” kata Alviorita dengan ketenangan yang dingin.

“Lalu mengapa engkau tahu ruang rahasia ini?”

“Aku tidak tahu. Kebetulan saja aku menemukannya,” jawab Alviorita sambil berusaha mengatasi ketakutannya melihat wajah Nathan yang penuh kecurigaan.

Alviorita takut ia tidak dapat menahan dirinya. Ia takut mengatakan sesuatu yang dapat merusak penyamarannya. Alviorita tidak ingin kembali ke Istana Urza sebelum ia mendapatkan perisai yang cukup.

Kecurigaan sekaligus kemarahan yang tampak di wajah Nathan tampak menakutkan di ruangan yang remang-remang itu.

“Tidak mungkin engkau mengetahuinya dengan kebetulan. Selama berabad-abad tidak seorangpun mengetahui adanya ruangan ini.”

Sekali lagi Alviorita memotong perkataan Nathan untuk menyelamatkan dirinya, “Lalu mengapa kalian dapat mengetahuinya?”

Alviorita merasa ia telah mengetahui jawabannya.

“Aku menemukan peta tempat ini di antara buku-buku kuno di Ruang Perpustakaan. Kemudian kami mencarinya bersama-sama,” jawab Nathan.

“Gadis kecil itu berhasil menemukan tempat yang kalian cari.”

Kalimat yang tercetus begitu saja membuat mereka berdua sama-sama terkejut.

“Bagaimana engkau mengetahuinya?” tanya Nathan.

“Aku… aku hanya menduganya,” jawab Alviorita kebingungan.

Sesaat yang lalu terlintas suatu gambaran masa kecilnya di benak Alviorita tetapi Alviorita tidak dapat mengetahuinya dengan jelas. Ia hanya teringat ia sibuk mencari sesuatu di tanaman menjalar yang sama dengan tanaman yang menutupi dinding ruangan ini. Tiba-tiba ia melihat sesuatu yang tampak janggal ketika ia berhasil menyibak tanaman itu. Ia melihat dinding batu dan tampak sebuah batu yang tidak menyambung dengan batu-batu lainnya. Tertarik dengan batu itu, Alviorita mengulurkan tangannya dan menekan batu itu. Alviorita senang melihat batu itu masuk dan ia lebih senang lagi ketika ia melihat sebuah pintu yang tertutup oleh tanaman membuka.

Alviorita tidak dapat mengingat lebih jauh dari itu.

“Sungguh?”

Suara Nathan yang terdengar aneh itu membuat Alviorita terdiam. Gadis itu tidak tahu harus berkata apa menghadapi sikap Nathan yang penuh kecurigaan itu. Seperti suaranya, pandangan Nathan ke Alviorita juga aneh. Pria itu seperti sedang mencari sosok yang disembunyikan Alviorita di balik wajah bingungnya. Matanya menatap curiga dan bertanya-tanya.

Dengan kebingungan Alviorita membalas tatapan Nathan. Ia berusaha menebak pikiran Nathan sambil berdoa agar ia tidak sampai membuka penyamarannya sendiri. Wajah curiga Nathan membuat Alviorita harus berhati-hati. Tidak pernah diduga sebelumnya oleh Alviorita bahwa tunangannya memiliki pandangan yang cukup tajam. Tunangannya yang menyebalkan ternyata berbahaya. Jauh lebih berbahaya daripada yang pernah dibayangkan Alviorita.

Belum saatnya ada yang mengetahui ia adalah putri yang hilang itu, tidak juga tunangannya. Belum saatnya Alviorita kembali ke Istana Urza.

Nathan tetap diam saja ketika ia melihat wajah kebingungan Alviorita berubah menjadi seperti biasanya. Wajah itu menunjukkan sikap menantangnya. Pandangan mata gadis itu tampak ia tidak mau kalah dari siapapun terutama dirinya. Gadis itu tidak seperti gadis umumnya. Ia tampak kekanak-kanakan tetapi ia selalu bersikap menantang kepada siapa saja. Gadis itu tidak mau dikalahkan oleh siapapun terutama dirinya. Nathan tidak mengerti mengapa ia mempunyai pikiran seperti itu. Dalam setiap pertengkaran mereka, Nathan melihat gadis itu selalu berusaha mengalahkan dirinya. Tetapi dalam setiap pertengkaran itu pula tidak seorangpun dari mereka yang kalah atau menang.

Sejak pertama kali bertemu dengan gadis itu, Nathan selalu merasa ia mengenal gadis itu di suatu tempat. Selama mereka berada di Castle Q`arde, tidak ada yang dapat menerangkan perasaan itu. Nathan merasa ia mengenal wajah Alviorita, wajah yang mirip seseorang. Tetapi ia tidak ingat wajah siapakah itu.

Tadi ketika ia mengawasi gadis itu bermain dengan kemenakannya di lapangan, barulah ia ingat tetapi ia tidak berani memastikannya. Gadis itu memainkan rumput seperti gadis kecil yang selalu diajaknya ke sana ketika ia masih kecil. Seperti gadis kecil itu pula, Alviorita menyiramkan rumput ke atas kepala Jeffreye. Nathan tidak lupa bagaimana senangnya gadis kecil itu ketika berhasil menyiramkan rumput ke atas rambutnya. Setiap kali Nathan mengajak gadis itu ke lapangan itu hanya satu yang dilakukan gadis itu yaitu duduk sambil memainkan rumput dan berusaha menyiramkan rumput itu ke atas kepalanya.

Ketika melihat Jeffreye mendekati Alviorita dengan perasaan tertarik, Nathan jadi teringat dirinya sendiri yang selalu tertarik melihat gadis kecil itu mempermainkan rumput. Seperti halnya Jeffreye, Nathan juga mendekati gadis kecil itu dan akhirnya gadis itu berhasil menyiramkan rumput ke atas kepalanya. Kemudian ia berusaha membalas gadis itu.

Tingkah Alviorita di lapangan tadi mirip sekali dengan gadis kecil itu. Teringat gadis kecil yang selalu ditemaninya bermain, Nathan akhirnya tahu mirip siapakah wajah Alviorita. Wajah Alviorita mirip sekali dengan wajah gadis kecil itu. Rambut mereka juga sama-sama hitam. Tetapi yang berbeda adalah sinar mata mereka. Gadis kecil itu memiliki sinar ceria sedangkan sinar mata Alviorita adalah sinar mata yang menantang dan tidak mau kalah dari siapapun juga.

Semua tingkah Alviorita sama dengan gadis kecil itu bahkan ketika gadis itu berusaha membersihkan rumput dari rambutnya. Ketika melihat Jeffreye menyiramkan rumput ke atas rambut Alviorita, Nathan menebak gadis itu tidak akan menggunakan tangannya untuk membersihkan rambutnya. Alviorita akan membersihkan rambutnya dengan cara yang sama dengan si gadis kecil. Tebakan Nathan tepat. Alviorita mengibaskan rambut hitamnya yang panjang untuk membersihkan rumput dari rambutnya. Nathan terperangah melihatnya. Bukan wajah gadis itu yang tampak semakin cantik ketika ia mengibaskan rambutnya yang membuat Nathan terpana melihat gadis itu. Yang membuatnya terkejut adalah tebakannya benar-benar menjadi kenyataan.

Segala yang ada pada kedua gadis itu mirip kecuali sinar mata mereka. Nathan mulai menebak diri gadis itu tetapi ia tidak berani memastikannya. Baru sekarang setelah ia melihat gadis itu mengetahui ruang rahasia ini, ia berani memastikan dugaannya. Gadis itu adalah gadis yang sama dengan gadis di masa kecilnya. Tidak seorangpun yang mengetahui ruangan ini selain dirinya dan gadis kecil itu. Dan tidak mungkin Alviorita mengetahui tempat ini dengan kebetulan.

Dulu sebelum ia menemukan ruangan ini bersama gadis kecil itu, ia dan gadis kecil itu selalu bermain di sekitar sini tetapi mereka tidak pernah menemukan ruangan ini walaupun gadis kecil itu selalu mempermainkan tanaman yang menutupi dinding ruangan rahasia yang tersembunyi di bawah batu yang besar. Seperti halnya dirinya, gadis kecil itu tidak pernah menduga di dalam batu yang dirambati tanaman ini ada sebuah ruangan rahasia. Baru ketika mereka menemukan peta tempat ini, mereka mengetahuinya.

Alviorita tidak mungkin mengetahuinya dari gadis kecil itu. Gadis kecil itu dan dirinya saling berjanji untuk tidak mengatakan mengenai ruangan ini kepada siapapun. Hanya mereka berdua yang boleh tahu dan Nathan percaya gadis kecil itu tidak akan mengingkari janjinya.

Terlalu banyak kemiripan Alviorita dengan gadis kecil itu. Nathan tahu ia tidak mungkin salah. Ia selalu ingat setiap kenangannya bersama gadis kecil yang menjadi cinta pertamanya itu. Walaupun waktu itu ia masih berusia sepuluh tahun tetapi hingga saat ini ia masih ingat wajah manis gadis kecil itu. Pada awalnya ia tidak tahu ia telah jatuh cinta pada gadis itu, ia hanya merasa ia menyayangi gadis itu seperti ia menyayangi adiknya sendiri. Baru ketika gadis kecil itu tidak pernah lagi bermain ke Castle, ia menyadari perasaannya.

Nathan tidak pernah mengerti mengapa gadis itu tidak pernah lagi bermain ke Castle Q`arde. Seingat Nathan ia tidak pernah membuat gadis itu marah. Ia selalu berusaha menyenangkan gadis kecil yang manis itu. Gadis itu juga tidak pernah terlihat membencinya. Gadis kecil itu menyukainya tetapi tidak pernah menyukai adiknya, Trent.

Setiap kali melihat sikap permusuhan yang ditunjukkan Alviorita kepada adiknya, Trent, Nathan teringat sikap permusuhan yang ditunjukkan gadis itu kepada adiknya. Kedua gadis ini sama-sama tidak menyukai Trent dan selalu menghindari Trent.

Tidak mungkin Trent yang membuat gadis itu tidak pernah bermain ke Castle Q`arde lagi. Walaupun Trent sering menggodanya tetapi gadis itu selalu tahu apa yang harus dilakukannya untuk membalas sikap Trent.

Pada setiap kedatangannya, gadis itu selalu ditemani ibunya. Dan pada kedatangannya yang terakhir kalinya di Castle Q`arde, ibunya meninggal di Castle Q`arde. Tetapi tidak mungkin itu penyebab gadis itu tidak pernah lagi bermain ke Castle Q`arde. Nathan tahu keluarga gadis itu dan keluarganya sudah sejak lama menjalin hubungan persahabatan. Karena tidak menemukan alasan yang lain, maka Nathan berpikir gadis itu adalah anak sombong yang tidak mau bermain lagi dengannya. Pikiran itu didorong oleh kedudukan yang dimiliki gadis kecil itu.

Ketika pertama kali bertemu dengan gadis kecil itu, Nathan tidak tahu gadis itu adalah putri Raja Phyllips. Baru setelah ibu si gadis kecil meninggal di Castle Q`arde karena sakit, ia tahu gadis kecil itu seorang Putri dan ibunya adalah Ratu Kerajaan Lyvion. Dengan kematian ibunya, si gadis harus menggantikan kedudukan ibunya dalam setiap kunjungan kerajaan. Peran penting yang didapatkan gadis itu karena kematian ibunya membuat Nathan yakin dengan pendapatnya. Gadis itu tidak mau menemuinya lagi karena ia menganggap rendah dirinya.

Karena itu pula Nathan sama sekali tidak merasa senang ketika orang tuanya memberinya sebuah kabar yang mengejutkannya.

Pada suatu siang ketika mereka sedang berkumpul di Ruang Duduk sambil bercakap-cakap, Duke tiba-tiba berkata, “Aku mempunyai kabar gembira untukmu, Nathan.”

“Kabar gembira?” tanya Nathan tak mengerti.

“Tahun ini gadis itu genap delapan belas tahun dan ayahnya berniat untuk segera mengumumkan pertunangan kalian,” kata Duke.

“Pertunangan?” tanya Nathan semakin tidak mengerti, “Pertunangan apa? Siapa yang akan bertunangan?”

Duke memandang kebingungan wajah istrinya, “Ia belum tahu?”

“Belum. Kami belum memberi tahu seorangpun dari mereka berdua. Kami berniat membuat kejutan untuk mereka,” jawab Duchess.

“Apa yang kalian bicarakan?” tanya Nathan curiga.

“Siapa tunangan Nathan?” tanya Trent tertarik.

“Engkau pasti senang mendengarnya, Nathan. Sebenarnya sejak kecil engkau telah aku tunangkan dengan gadis kecil itu, Putri Alviorita.”

Nathan terkejut. “Mengapa Mama membuat keputusan seperti itu tanpa mengatakannya kepadaku?”

Melihat kemarahan di wajah putranya, Duke dan Duchess terkejut. “Kami pikir engkau akan senang mendengarnya,” kata Duke dan Duchess bersamaan.

“Kalian sudah tahu aku sama sekali tidak senang orang lain mencampuri hidupku,” kata Nathan, “Mengapa kalian tetap saja mempertunangkan aku dengannya tanpa sepengetahuanku pula?”

“Kami mempertunangkan engkau dengan Putri Alviorita sejak kalian masih kecil. Saat itu Ratu berkata kalian akan senang mendengarnya. Ratu pula yang mengusulkan pertunangan kalian ini,” kata Duchess menjelaskan.

“Mengapa Mama menyetujuinya?”

“Saat itu kalian tampak akrab sekali.”

“Ya, engkau lebih akrab dengan Putri Alviorita daripada aku. Setiap kali ia datang ke sini engkau selalu berada di sisinya,” sela Trent.

“Trent, jangan memotong perkataan Mama,” tegur Duchess.

“Mengapa kalian menyetujuinya hanya karena alasan itu?” tuntut Nathan, “Apakah kalian tidak pernah berpikir kalau perasaanku bisa saja berubah?”

“Maksudmu engkau sudah tidak menyukai Putri Alviorita lagi?” tanya Trent, “Kalau engkau menikah dengannya engkau akan menjadi Raja Kerajaan Lyvion.”

Nathan tidak tertarik mendengar kata-kata adiknya. Siapa yang tidak tertarik menjadi Raja kerajaan yang makmur ini tetapi yang menjadi masalah adalah Nathan tidak mau berurusan lagi dengan gadis yang dibencinya, Putri Alviorita. Nathan masih tidak dapat memaafkan sikap sombong gadis itu yang setelah menjadi orang penting, tidak mau lagi bermain ke Castle Q`arde.

“Aku tidak setuju dengan pertunangan ini,” kata Nathan tegas.

“Maafkan kami, Nathan. Kami tidak tahu kalau akan begini jadinya,” kata Duke, “Tetapi kita tidak dapat membatalkan pertunangan kalian.”

“Mengapa?” tanya Nathan tajam.

Kemurkaan Nathan membuat Duke dan Duchess memilih untuk bersikap hati-hati. mereka tidak ingin melihat putra sulung mereka lebih marah dari saat ini.

“Mengertilah, Nathan. Pertunangan kalian adalah keinginan Ratu yang telah meninggal. Tidak baik menolak keinginan orang yang sudah meninggal lagipula persiapan pesta pertunangan kalian sudah hampir siap,” kata Duchess penuh pengertian.

“Semua telah siap. Undangan telah disebarkan dan tempat untuk pesta itupun telah diselesaikan,” tambah Duke.

“Tidak ada yang dapat dilakukan untuk membatalkan pertunangan kalian,” kata Duchess meyakinkan, “Kami minta maaf, Nathan. Tetapi engkau tidak dapat menghindari pertunangan ini. Aku tidak tahu mengapa engkau marah seperti ini tetapi aku tahu engkau masih mencintai Putri Alviorita.”

“Mama tidak mengerti apa-apa,” kata Nathan marah.

Nathan tidak menyukai pertunangan ini. Ia ingin sekali membatalkan pertunangan ini.

“Engkau harus mengerti, Nathan. Keluarga kita dan keluarga Raja telah lama bersahabat. Jangan sampai persahabatan ini rusak hanya karena engkau tidak menyetujui pertunanganmu,” kata Duke mencoba memberi pengertian.

Nathan menatap tajam wajah orang tuanya. Ia tahu orang tuanya benar. Bila ia menolak pesta pertunangan ini, hubungan kedua keluarga tua di Kerajaan Lyvion akan rusak bahkan mungkin menjadi bermusuhan. Yang paling ditakuti Nathan adalah Raja menjadi murka kemudian kemurkaan itu menimpa keluarganya. Nathan tahu Raja Phyllips adalah Raja yang bijaksana juga pemarah. Sangat mudah membangkitan kemarahan Raja Phyllips daripada membuatnya senang.

Niat semula Nathan untuk melakukan apa saja demi membatalkan pertunangannya hilang. Dengan pasrah bercampur kemarahan, Nathan berkata, “Kalian telah membawaku ke situasi yang paling sulit yang pernah kualami.”

Duchess tersenyum lega, “Maafkan kami, Nathan. Kami tidak pernah berniat membawamu ke situasi seperti ini. Kami berterima kasih engkau mau mengerti.”

“Bagus,” kata Trent senang, “Bila Nathan sudah mempunyai tunangan maka ia tidak akan merebut kekasihku lagi.”

Nathan menatap tajam wajah Trent. “Harus berapa kali kukatakan aku tidak pernah merebut kekasihmu?”

“Engkau memang melakukannya,” tuduh Trent, “Engkau merebutnya dariku.”

“Sudah, jangan bertengkar lagi,” kata Duke menghentikan pertengkaran kedua putranya, “Engkau jangan lupa Trent, Nathan sudah mempunyai tunangan.”

Diingatkan tunangannya, Nathan merasa jengkel. Ia segera meninggalkan orang tuanya. Walaupun Nathan tidak membanting pintu melainkan menutupnya perlahan-lahan, namun Duke dan Duchess of Kryntz tahu putra mereka marah.

Mereka tidak dapat melakukan apa-apa. Mereka hanya dapat berharap bagi kebahagiaan putra mereka yang paling sulit diatur.

Berbeda dengan adiknya, Nathan sejak kecil lebih suka menghabiskan waktunya untuk belajar daripada bermain. Hanya saat Putri Alviorita berada di Castle Q`arde saja yang mampu membuat Nathan meninggalkan Ruang Belajar. Melihat perubahan sikap putranya bila sang Putri datang, Duke dan Duchess menduga putranya menyayangi Alviorita. Karena itu pula mereka segera menyetujui ide Ratu yang ingin mempertunangkan kedua anak itu. Seperti halnya orang tua Nathan, Ratu juga melihat kedua anak itu cocok satu sama lain.

Tetapi siapa dapat menduga segalanya akan berubah setelah mereka dewasa. Pertunangan yang diharapkan membuat Nathan maupun Alviorita merasa senang ternyata membuat keduanya marah. Keduanya tidak menyukai pertunangan ini. Dan ingin melepaskan diri dari pertunangan ini.

Mengingat keadaan keluarganya bila ia menolak pertunangan yang telah dipersiapkan sejak ia masih kecil, Nathan memaksakan dirinya untuk menerimanya. Sedangkan Alviorita tidak mau mempedulikan apapun. Alviorita sama sekali tidak peduli apakah hubungan kedua keluarga ini akan retak atau tidak. Yang paling diinginkan Alviorita hanyalah kebebasannya yang selama ini selalu terkurung dalam sangkar emas. Sambil mencari kebebasannya, Alviorita berusaha membatalkan pertunangan konyolnya. Gadis itu sama sekali tidak takut apa yang akan dihadapinya dalam usahanya membatalkan pertunangan konyolnya termasuk menghadapi ayahnya yang pemarah.

Keberhasilannya membatalkan pesta yang telah dipersiapkan ayahnya, membuat Alviorita percaya ia dapat membuat ayahnya membatalkan pertunangannya dengan pria yang paling dibencinya.

Batalnya pesta yang dipersiapkan dengan matang karena hilangnya sang Putri tidak membuat Nathan merasa senang. Justru sebaliknya pria itu semakin yakin gadis kecil yang dulu dikenalnya telah berubah menjadi gadis sombong.

Yang tidak dimengerti Nathan adalah mengapa gadis yang dianggapnya bangga dengan kedudukannya itu justru memilih untuk meninggalkan Istananya yang nyaman hanya karena ingin membatalkan pertunangannya. Dalam pikiran Nathan, Alviorita adalah gadis manja yang tidak tahan hidup tanpa adanya pelayan yang selalu siap melayaninya. Karena itu ia semakin tidak mengerti mengapa Alviorita memilih meninggalkan Istana Urza tanpa pengawal. Dan ketika melihat kemiripan gadis yang sekarang berdiri di depannya dengan gadis kecil itu, Nathan semakin tidak mengerti.

Gadis yang sekarang berdiri di depannya tidak mungkin adalah Putri Alviorita. Gadis itu berbeda dari Putri Alviorita yang ada dalam pikirannya. Tidak mungkin mereka adalah gadis yang sama. Tetapi mengapa mereka memiliki banyak kesamaan? Bila benar gadis itu adalah Putri Alviorita yang menghindari pertunangannya mengapa ia membiarkan dirinya berada di Castle Q`arde yang merupakan Castle tunangannya. Nathan benar-benar tidak mengerti.

Tiba-tiba saja Nathan tahu bagaimana caranya membuktikan hal itu.

Nathan sering membaca berita yang memuat Putri Alviorita. Dalam setiap foto sang Putri yang dimuat di surat kabar, selalu ada pria yang berdiri di samping Putri sambil menatap mesra wajah sang Putri. Banyak berita yang beredar mengenai Putri dengan pria-pria yang disekitarnya seiring dengan bertambahnya pria yang mendekati Putri. Setiap hari selalu tampak wajah Putri Alviorita bersama pria yang selalu berbeda di surat kabar beserta isu yang terjadi di sekitar Putri Alviorita.

Nathan mengulurkan tangannya dan meraih tubuh gadis itu ke pelukannya.

Alviorita terkejut dengan tindakan Nathan yang tidak terduga itu. Ia terlalu sibuk meyakinkan dirinya untuk menjaga setiap kata-katanya sehingga ia terhindar dari ancaman terbongkarnya penyamarannya – ketika tiba-tiba pria itu menariknya ke dalam pelukannya. Gerakan pria itu terlalu cepat untuk ditangkap Alviorita yang masih dipenuhi berbagai macam pikiran. Keterkejutan dan pikiran yang masih memenuhi benaknya membuat Alviorita tidak menyadari apa yang dilakukan pria itu.

Alviorita baru menyadari apa yang terjadi ketika bibir pria itu menyentuh bibirnya. Alviorita terkejut sekaligus marah. Tanpa disadarinya tangannya telah melayang ke wajah Nathan.



*****Lanjut ke chapter 7

No comments:

Post a Comment