Sunday, February 4, 2007

Pelarian-Chapter 5

“Mengapa engkau terus mengawasi mereka?” tanya Duke.

Tanpa melepaskan pandangan matanya dari Jeffreye yang tengah bermain bersama Alviorita, Nathan berkata, “Aku mengkhawatirkan mereka.”


“Engkau tidak perlu khawatir,” kata Duchess, “Gadis itu telah menjaga Jeffreye dengan baik sejak Jeffreye datang.”

“Tetapi…,” kata Nathan ragu-ragu.

Nathan tidak tahu bagaimana harus mengatakan kepada orang tuanya apa yang selama ini dilihatnya pada diri gadis yang mereka puji. Bayangan saat gadis itu melompat dari pohon untuk menyelamatkan Jeffreye, tidak pernah dapat dilupakan Nathan. Ia tidak mengerti mengapa gadis semanis itu bertingkah di luar tata krama seperti itu. Bukan hanya sekali atau dua kali Nathan menemukan Alviorita tengah memanjat pohon. Gadis itu masih dapat memanjat pohon dengan mudah walaupun gaunnya panjang.

Nathan tidak tahu mana yang lebih dikhawatirkannya. Gadis itu yang mungkin suatu saat nanti jatuh dari pohon atau kemenakannya terpengaruh sikap gadis itu. Tetapi hingga saat ini gadis itu masih memegang janjinya. Gadis itu tidak pernah mengajari Jeffreye memanjat pohon. Bahkan ia tidak pernah memanjat pohon selama Jeffreye bersamanya.

Duchess terus menanti jawaban Nathan, tetapi ketika gadis itu tetap tidak berkata apa-apa, ia bertanya, “Tetapi apa, Nathan?”

“Tingkah gadis itu benar-benar tidak dapat dimengerti,” kata Nathan.

“Maksudmu memanjat pohon?” tanya Duke.

Nathan terkejut. “Papa sudah tahu?”

Duchess tersenyum. “Bukan hanya Papamu saja yang tahu. Aku juga mengetahuinya.”

“Ia memang gadis yang penuh semangat. Ia bahkan tidak pernah mau kalah dengan siapa pun,” kata Duke.

“Begitu pandangan Papa?” tanya Nathan tak mengerti.

“Aku juga berkata seperti itu. Aku menyukai semangatnya,” kata Duchess.

Trent yang sejak tadi hanya terpana berkata, “Aku tidak percaya.”

“Tetapi memang itulah adanya,” kata Duke.

“Luar biasa!” seru Trent kagum.

“Itulah yang membuatku khawatir. Aku khawatir gadis itu akan mempengaruhi Jeffreye,” kata Nathan.

“Engkau tidak perlu mengkhawatirkan hal itu, Nathan. Gadis itu tahu apa yang harus dilakukannya,” kata Duchess.

“Tetapi aku tetap tidak dapat menghilangkan kekhawatiranku,” kata Nathan.

“Sebenarnya engkau mengkhawatirkan siapa? Gadis itu atau Jeffreye?” tanya Trent curiga.

“Keduanya,” jawab Nathan singkat.

“Engkau jangan lupa engkau sudah mempunyai tunangan. Walaupun sampai hari ini tunanganmu itu belum ditemukan tetapi engkau tetap mempunyai tunangan,” kata Trent, “Jangan kau ganggu gadis itu.”

“Engkau tidak perlu cemburu seperti itu. Gadis itu telah menunjukkan sikapnya yang tidak mau dikuasai siapa pun. Aku yakin ia tidak akan senang melihat sikapmu,” kata Nathan tenang.

“Jangan kauganggu dia!” bentak Trent, “Cukup sekali engkau merebut gadisku.”

“Ia bukan gadis siapa pun. Dan aku tidak pernah merebut pacarmu itu,” kata Nathan tetap tidak terpengaruh kemarahan adiknya.

“Tetapi buktinya ia meninggalkan aku.”

“Aku tidak pernah mengetahuinya hingga engkau sendiri yang mengatakan hal itu kepadaku,” kata Nathan, “Aku juga tidak pernah berminat pada gadis-gadis.”

Duke tersenyum, “Sudahlah. Mengapa kalian selalu saja bertengkar?”

“Apakah engkau lupa, Trent? Kakakmu hanya tertarik pada satu gadis.”

“Lupakan saja, Mama,” potong Nathan, “Itu hanya masa kecilku saja lagipula ia pasti telah melupakanku.”

Nathan kembali memandang halaman. Ia terkejut ketika tidak menemukan Alviorita maupun Jeffreye di sana. “Aku akan mencari mereka,” kata Nathan sambil meninggalkan tempatnya.

“Ingat jangan kauganggu Rosa,” Trent memperingati kakaknya.

“Ingat pula apa yang kukatakan ini, Trent. Ia kehilangan ingatannya dan ia mungkin saja telah menikah.”

Sebelum Trent mengatakan sesuatu, Nathan segera meninggalkan ruangan itu. Seperti Alviorita yang segera meninggalkan pintu tempatnya berdiri.

Alviorita sama sekali tidak bermaksud untuk menguping pembicaraan mereka. Tadi Alviorita hanya ingin meminta ijin untuk membawa Jeffreye meninggalkan Castle Q`arde. Tetapi ketika gadis itu baru tiba di depan pintu, ia mendengar suara Trent yang tajam. Kemudian disusul suara tenang Nathan. Suara itu membuat Alviorita merasa tertarik. Ia terus berdiri di pintu sambil mendengarkan pembicaraan mereka.

Dari pembicaraan itu, Alviorita mendapat perisai yang lain yang sama kuatnya dengan perisai keduanya. Pria itu mencintai gadis lain dan ia tidak menyukai pria itu. Sebenarnya dengan itu saja, Alviorita telah dapat membuat Raja Phyllips berpikir dua kali untuk meneruskan pertunangan konyol ini. Tetapi Alviorita masih merasa perisai yang dimilikinya tidak cukup untuk menghadapi pedang ayahnya dalam pertempuran yang akan datang.

Ketika mendengar Nathan mengatakan ia akan mencari mereka, Alviorita segera meninggalkan tempat itu. Dan ia segera menemui Jeffreye yang telah bersiap di depan Castle Q`arde.

“Mengapa engkau lama sekali?”

“Maafkan aku. Aku kesulitan mencari mereka,” jawab Alviorita, “Aku tidak menemukan mereka.”

“Apakah kita tetap akan pergi?” tanya Jeffreye.

“Aku tidak tahu.”

Alviorita berlutut di samping Jeffreye. Ia memandang langit tanpa mengatakan apa-apa. Sekarang tidak ada lagi yang perlu dikhawatirkannya. Apa yang diharapkannya telah terkabul. Hingga hari ini tidak ada yang mencarinya di Castle Q`arde.

Seperti yang telah diduga Alviorita pula, penduduk Kerajaan Lyvion gempar ketika pengumuman menghilangnya dirinya.

Alviorita yang bersembunyi di Castle tunangannya hanya tersenyum geli melihat kebingungan orang-orang dan menanti hingga gejolak itu mereda. Setelah gejolak yang timbul karena pengumuman itu telah reda, Alviorita benar-benar telah mempunyai sepasang sayap untuk pergi ke semua tempat yang ingin dikunjunginya. Tetapi ia masih tidak dapat menggunakan sayapnya.

Pertama, karena luka Jeffreye masih belum sembuh. Ketika luka anak telah sembuh, ia masih tidak berani meninggalkan Castle Q`arde. Jeffreye selalu mengikutinya ke mana pun ia pergi. Kedua, ia tidak dapat melanggar janjinya kepada Nathan.

Yang diinginkan Alviorita bila ia bersama Jeffreye adalah Nathan dapat mengawasi mereka sehingga pria itu tahu ia tidak melanggar janjinya. Alviorita ingin Nathan selalu mengawasi mereka ke mana pun mereka berada agar pria itu dapat menghentikan kecurigaannya kepadanya.

“Sekarang aku telah mempunyai sayap tetapi aku belum dapat mengepakkannya,” kata Alviorita pada burung-burung yang terbang di langit biru.

“Apa katamu?”

Alviorita terkejut. Ia mendongakkan kepalanya dan lebih terkejut lagi ketika melihat Nathan tengah menundukkan kepalanya kepada dirinya. “Tidak,” kata Alviorita gugup, “Tidak apa-apa.”

“Mengapa engkau gugup seperti itu?” tanya Nathan curiga.

Alviorita segera berdiri. “Engkau mengejutkanku,” jawabnya tenang.

Mata Nathan menyipit. “Aku merasa engkau sedang menyembunyikan sesuatu dariku.”

“Aku tidak menyembunyikan apa pun darimu,” jawab Alviorita sambil berusaha mengendalikan perasaannya yang bergejolak mendengar tuduhan itu.

“Engkau yakin?”

Alviorita mulai kesal melihat kecurigaan Nathan. Ia ingin sekali mengeluarkan kata-kata yang tajam tetapi ia masih ingat ada Jeffreye di tempat itu. Dan Alviorita tidak ingin Jeffreye menirunya.

“Kami ingin berjalan-jalan di sekitar Castle Q`arde.”

Alviorita senang sekali Jeffreye telah menyelamatkannya dari bahaya yang hampir saja mengancamnya. Sesaat sebelum Jeffreye berbicara, Alviorita hampir saja berkata,

“Aku adalah Putri Mahkota yang tidak akan mengingkari janjiku karena itu engkau tidak perlu khawatir.”

Nathan menatap wajah Alviorita.

Namun Alviorita memalingkan wajahnya. Ia benar-benar tidak ingin melihat wajah Nathan yang selalu penuh curiga.

“Bolehkah kami pergi?” tanya Jeffreye memohon.

“Baiklah tetapi aku akan ikut dengan kalian,” kata Nathan pada akhirnya.

“Memang lebih baik engkau ikut dengan kami sehingga engkau tahu aku tidak melanggar kata-kataku sendiri,” kata Alviorita dalam hatinya sambil tersenyum jengkel.

Jeffreye berseru senang. “Akhirnya aku dapat naik kuda lagi.”

Kalimat yang diucapkan dengan gembira itu membuat Alviorita terkejut. Ia tidak menduga Jeffreye masih berani naik kuda setelah peristiwa itu. Walaupun Jeffreye lebih tua beberapa tahun dari saat Alviorita harus meninggalkan masa bermainnya, tetapi Alviorita tidak percaya anak itu mempunyai keberanian sebesar itu. Kehidupan anak itu berbeda dengan kehidupan masa kecil Alviorita di mana Alviorita harus berjuang agar dapat meloloskan diri dari kehidupan rutinnya.

“Engkau masih berani naik kuda setelah kejadian itu?” tanyanya tak percaya.

“Ya,” sahut Jeffreye.

“Sungguh?”

Pertanyaan yang masih mengandung nada tidak percaya itu membuat Jeffreye menggelengkan kepalanya dan berkata dengan yakin, “Aku tidak takut naik kuda lagi.”

Alviorita tersenyum. “Aku senang engkau tidak takut naik kuda lagi. Tetapi kurasa hari ini sebaiknya kita jalan kaki saja.”

“Mengapa?” tanya Jeffreye merujuk.

“Karena aku khawatir engkau lebih pandai naik kuda daripada aku,” jawab Alviorita lembut.

“Aku rasa engkau lebih pandai berkuda daripada Jeffreye. Peristiwa pertemuan kita telah cukup membuktikannya.”

Alviorita kesal karena ia selalu merasa terkejut setiap kali pria itu berkata sesuatu terlebih lagi bila tidak terduga. Setiap kali ia mendengar suara berat yang lantang itu, ia selalu merasa jantungnya berdegup lebih kencang karena terkejut. Sering kali Alviorita mengeluh sendiri mengapa Nathan tidak diberi suara yang lembut seperti adiknya sehingga tiap kali pria itu berbicara ia tidak akan terkejut terlebih lagi bila ia berbicara dengan tiba-tiba seperti saat ini. Suara lantang yang dimiliki Nathan merupakan kebencian tersendiri bagi Alviorita di samping kebencian karena kecurigaan pria itu.

Entah mengapa Alviorita merasa ia terancam oleh kecurigaan Nathan. Padahal kecurigaan Nathan sama sekali tidak ada hubungannya dengan penyamarannya. Kecurigaan Nathan tidak akan membahayakan penyamarannya. Setiap hari Alviorita selalu berdoa agar ia tidak bertemu Nathan tetapi doa itu tidak pernah terkabul. Selalu saja mereka bertemu. Memang tidak ada yang melarang hal itu tetapi Alviorita semakin merasakan kebenciannya kepada Nathan semakin bertambah. Setiap kali melihat wajah pria itu, Alviorita merasa jengkel melihat kecurigaan di sana. Alviorita juga tahu ia tidak suka bertemu Nathan bukan karena Nathan adalah tunangannya tetapi karena ia menganggap Nathan adalah pria yang paling menyebalkan dan membosankan. Setiap kali melihat Nathan, Alviorita merasa dirinya seperti dituduh karena telah meninggalkan semua kegiatan rutinnya di Istana Urza dan bersenang-senang di luar Istana Urza.

Harus diakui oleh Alviorita bahwa selama ia berada di Castle Q`arde, Nathan tidak pernah melepaskan perhatiannya dari kemenakannya yang selalu berada di dekatnya. Walaupun pria itu tidak pernah terlihat mementingkan pekerjaannya tetapi Alviorita tetap merasa pria itu adalah pria yang membosankan.

Alviorita tidak mau mengakui Nathan adalah pria yang menarik seperti yang dikatakan ayahnya juga orang-orang di sekitarnya.

Kebencian terhadap Nathan tidak membuat Alviorita merasa bosan tinggal di Castle Q`arde. Aneh memang tetapi justru karena itulah ia masih bertahan di Castle Q`arde. Alviorita merasa senang dapat bertengkar dengan Nathan. Setiap kali mereka bertengkar tidak ada orang di sekitar mereka sehingga Alviorita dapat mengatakan semua yang ada di hatinya. Satu-satunya yang membuat Alviorita kurang menyukai pertengkarannya dengan Nathan adalah pria itu selalu menjawab setiap kata-kata tajamnya dengan kata yang tidak kalah tajamnya. Itulah yang mendorong Alviorita semakin tidak mau mengalah kepada Nathan. Kadang kala bila Alviorita memikirkan pertengkarannya dengan Nathan, ia merasa pertengkaran itu seperti pertengkaran anak kecil di mana setiap anak sama-sama tidak mau mengalah. Mungkin Nathan dan Alviorita lebih kecil daripada Jeffreye bila ia membandingkan mereka sendiri dengan Jeffreye.

Tetapi Alviorita tidak pernah memperdulikan itu. Yang penting bagi Alviorita adalah pertengkarannya dengan Nathan membuat perasaannya lebih ringan karena dalam setiap pertengkarannya itulah ia secara tidak langsung mengutarakan kejengkelannya. Kejengkelan karena ia terlahir sebagai Putri Mahkota yang selalu sibuk dan akhirnya dipertunangkan dengan orang yang sama sekali tidak pernah dijumpainya.

Melihat kebahagiaan Jeffreye, membuat Alviorita merasa rindu saat-saat ibunya masih hidup. Hanya saat itulah ia terbebas dari kehidupan yang rutin. Ibunya benar-benar melindunginya dari tugas kerajaan.

Karena pengalamannya sendiri pula Alviorita tidak ingin melihat anak kecil dikurung dalam Ruang Belajarnya seperti dirinya. Sewaktu luka Jeffreye masih belum sembuh, Alviorita masih membiarkan anak itu dikurung di dalam Castle Q`arde, tidak di dalam Ruang Kanak-Kanak. Tetapi sekarang Alviorita tidak ingin siapa pun mengurung Jeffreye. Karena itu Alviorita tidak akan melepaskan kesempatan ini.

“Aku merasa sebaiknya kita berjalan kaki saja. Engkau sudah lama tidak berjalan bukan?” kata Alviorita mengacuhkan kata-kata Nathan.

Jeffreye memandang Alviorita dengan penuh keragu-raguan seperti suaranya ketika berkata, “Tetapi aku ingin sekali berkuda.”

Alviorita tersenyum pengertian. “Aku mengerti apa yang kaurasakan tetapi kurasa sayang sekali bila kita melewatkan hari yang indah ini untuk berjalan-jalan sambil membawa bekal piknik. Bila engkau ingin berkuda, pergilah bersama pamanmu.”

Nathan memandang langit yang cerah. “Hari ini juga terlalu indah untuk dilewatkan tanpa berkuda,” katanya.

Karena tidak ingin bertengkar dengan Nathan di hadapan Jeffreye maka Alviorita berkata, “Terserah kalian. Silakan bila kalian ingin naik kuda. Tetapi aku tetap ingin menggunakan kedua kakiku.”

Tidak ada yang menyahut.

Alviorita menggunakan kesempatan itu untuk mengundurkan diri. “Aku akan menyiapkan bekal piknik kita.”

Tanpa menanti jawaban, Alviorita segera berlalu dari tempat itu dan segera menuju dapur.

Sungguh aneh rasanya bagi Alviorita ketika ia tidak menemukan siapapun di sana. Ia tidak tahu harus berbuat apa karena ini pertama kalinya ia memasuki dapur. Bukan karena ia malas yang menyebabkan ia tidak pernah masuk dapur tetapi karena kesibukannya yang juga membuatnya tidak pernah bersantai.

Alviorita memperhatikan sekeliling dapur yang cukup luas itu sambil memikirkan tindakan yang harus dilakukannya. Bila ia berada di Istana Urza, ia dapat membunyikan bel untuk memanggil pelayan. Tetapi saat ini ia hanyalah seorang gadis yang tak dikenal di antara keluarga Kryntz. Walaupun Kepala Rumah Tangga Castle Q`arde, Dinne telah mengatakan kepadanya untuk tidak ragu-ragu bersikap sebagai majikan karena ia telah menjadi bagian dari keluarga Kryntz, tetapi Alviorita sudah belajar mengenal watak orang lain. Ia tahu pelayan-pelayan di Castle Q`arde pasti tidak menyukainya bila ia yang tidak dikenal ini bertingkah seperti anggota keluarga Kryntz asli. Saat ini ia memang bukan anggota keluarga Kryntz asli dan Alviorita memastikan ia tidak akan pernah menjadi anggota keluarga Kryntz.

Tahu tidak ada yang dapat dilakukannya selain menyiapkan bekal pikniknya sendiri, Alviorita tidak berpikir lama lagi.

Ia sering menghadapi situasi seperti ini di mana ia harus merubah rencananya dengan mendadak. Sesuai dengan kebiasaannya dalam menghadapi situasi yang gawat dan perlu segera ditangani, Alviorita mulai memeriksa isi dapur. Setiap tempat diperhatikannya dengan baik. Setelah itu barulah ia memutuskan akan membawa apa.

Setelah menimbang-nimbang, Alviorita akhirnya memutuskan untuk membawa roti yang ditemukannya di lemari dapur. Begitu selesai mempersiapkan bekal pikniknya, Alviorita merapikan kembali dapur yang baru saja digunakannya sebelum ia mencari keranjang dan sehelai kain. Walaupun ia mengalami kesulitan menemukan benda-benda itu tetapi Alviorita tidak mau menyerah. Ia memang tidak pernah memasuki dapur tetapi ia sedikit banyak mengetahui tentang dapur.

Sambil memasukkan bekal pikniknya ke dalam keranjang yang ditemukannya di dalam lemari dapur yang lain, Alviorita mencoba untuk membayangkan kata-kata pengasuhnya bila melihat ia memasuki dapur. Wanita tua itu pasti tidak setuju bila ia melihatnya tengah sibuk di dapur. Maryam adalah seorang guru tata krama yang paling baik. Ia benar-benar memperhatikan setiap langkah Alviorita.

Alviorita tersenyum puas melihat hasil pekerjaannya. Dan senyum itu masih ada di sana ketika ia meninggalkan dapur yang telah dirapikannya kembali.

Alviorita tidak menduga dirinya dapat melakukan pekerjaan itu. Dan ia merasa senang dengan pengalamannya yang pertama ini. Tinggal di Castle Q`arde membuat Alviorita mengalami banyak pengalaman yang belum pernah dialaminya sebelumnya. Dari semua pengalaman itu, Alviorita paling tidak menyukai pengalaman ketahuan ketika ia memanjat pohon.

Alviorita merasa setiap kali ia memanjat pohon, Nathan selalu mengetahuinya karena setiap kali ia turun selalu saja pria itu tiba-tiba memeluk pinggangnya dan menurunkannya di tanah dengan hati-hati. Bila sudah demikian, Alviorita biasanya segera pergi karena ia tidak ingin mendengar pidato Nathan.

Nathan sendiri sudah tidak lagi berniat menasehati Alviorita karena ia merasa gadis ini tidak akan pernah dapat diatur dan tidak seorangpun dapat mengaturnya.

Bila Nathan tahu Alviorita selalu merasa tidak berdaya di hadapannya barangkali pria itu akan memanfaatkan perasaan itu untuk mengatur Alviorita. Alviorita adalah gadis yang keras kepala yang tidak mau diatur siapapun. Ia ingin hidup seperti yang diinginkannya, bebas tanpa kegiatan rutin seperti yang telah menjadi bagian dari hidupnya selama kurang dari lima belas tahun.

Tidak tampak seorangpun di depan Castle Q`arde. Alviorita menduga Nathan dan Jeffreye masih mempersiapkan kuda mereka. Baru saja Alviorita memutuskan untuk mencari mereka di belakang Castle Q`arde ketika ia melihat kedua orang itu datang padanya. Melihat mereka tidak membawa kuda, Alviorita merasa heran, “Ke mana kuda kalian?”

“Kami memutuskan untuk berjalan kaki,” kata Jeffreye.

“Sepertimu,” tambah Nathan.

Alviorita mempercayai mereka tetapi ia masih menginginkan kepastian. “Sungguh?” tanyanya setengah tak percaya.

“Mari kita berangkat sekarang daripada kesiangan,” kata Nathan sambil meraih keranjang yang dibawa Alviorita.

Alviorita terkejut dengan tindakan yang tiba-tiba itu. Ia merasa Nathan selalu berbuat sesuatu secara tidak terduga dan yang lebih menjengkelkannya adalah ia selalu dibuat terkejut karenanya. Segera Alviorita menyembunyikan rasa terkejutnya dengan meraih tangan Jeffreye.

“Mari,” katanya mulai berjalan meninggalkan Castle Q`arde.

Belum jauh Alviorita meninggalkan Castle Q`arde tetapi ia sudah merasa senang sekali. Ia melupakan keberadaan Nathan maupun Jeffreye. Ia hanya merasakan perasaan senangnya karena dapat berjalan-jalan di jalan setapak yang menuju kota tanpa pengawal.

Setiap pemandangan dalam perjalanan mereka tak pernah luput dari perhatian Alviorita. Setiap sudut bumi ini diperhatikan Alviorita dengan cermat.

Bayang-bayang pohon yang tinggi tampak di jalanan yang mereka lalui dan membuat suasana menjadi sejuk.

Melihat orang-orang yang mereka temui sama sekali tidak mengenalinya, Alviorita merasa senang. Tanpa keberadaan pengawal serta yang selalu membuat orang-orang mengetahui ia adalah Putri Mahkota, ia merasa sangat bebas. Ingin sekali ia berlari-lari sambil bernyanyi senang tetapi ia merasa Nathan maupun Jeffreye akan merasa curiga bila ia melakukan itu. Alviorita tahu tindakannya itu seperti seseorang yang baru pertama kalinya berjalan-jalan.

Memang ini bukan pertama kalinya Alviorita berjalan-jalan tetapi hari ini adalah saat pertama kalinya Alviorita berjalan-jalan tanpa pengawal. Walaupun ia telah terbiasa dikawal pengawal, hidup di luar Istana Urza tanpa pengawal tidak membuatnya merasa aneh. Ia sama sekali tidak menyadari tidak hadirnya pengawal di sisinya bahkan ia merasa bebas tanpa pengawal. Putri yang biasanya hanya menanti orang lain melakukan sesuatu untuknya kini telah berubah menjadi gadis yang selalu ingin melakukan segala sesuatu yang belum pernah dilakukannya sebelumnya.

Dengan perasaan senang, Alviorita mengamati setiap rumah yang mereka lewati. Alviorita senang sekali melihat rumah-rumah dalam berbagai ukuran itu berjajar rapi.

Sebuah rumah batu yang mungil membuat Alviorita tertarik. Rumah itu mirip sekali dengan rumah dalam dongeng yang sering dibacakan Ratu kepadanya sewaktu ia masih hidup. Cerobongnya yang tinggi menjulang di pucuk atapnya yang berwarna merah. Andaikata saat itu adalah musim dingin, rumah itu pasti lebih tampak seperti rumah dalam dongeng yang tertutup salju dan dari cerobongnya akan muncul asap-asap yang terus membumbung ke langit.

Seseorang menepuk pundak Alviorita.

Alviorita yang masih sibuk memandangi rumah dalam dongengnya itu terkejut.

“Ada apa?”

Alviorita merasa kesal kepada dirinya. Ia selalu saja gugup bila ia dibuat terkejut oleh Nathan. Benar-benar tidak berdaya karena perasaan terkejut yang ditimbulkan Nathan.

“Aku telah memutuskan kita akan membuka bekal piknik kita di lapangan yang ada di tengah hutan,” kata Nathan tenang seolah-olah tidak terjadi apa-apa.

Melihat ketenangan yang ditunjukkan pria itu Alviorita merasa semakin membenci pria itu. Pria itu masih saja bersikap tidak peculi padahal ia telah membuat Alviorita merasa gugup dan terkejut.

Alviorita baru saja akan mengajak Jeffreye pergi ketika ia menyadari anak itu sudah tidak ada di sisinya.

Nathan tahu apa yang dicari Alviorita. “Ia sudah berangkat duluan,” katanya.

Alviorita diam saja. Ia tetap berdiri di tempatnya dan menanti Nathan berjalan mendahuluinya. Andaikan saja Alviorita tahu letak lapangan yang dimaksud Nathan, ia pasti telah berangkat ke sana tetapi ia tidak mengetahuinya. Dan karena ia malas bertanya pada Nathan, ia hanya berdiri dan tanpa sepatah katapun ia menatap tenang wajah tidak mengerti Nathan. Walaupun Alviorita tahu Nathan sama sekali tidak mengerti apa yang sedang dilakukannya tetapi ia tetap tidak berkata apa-apa.

Nathan akhirnya menyerah pada sikap Alviorita. Ia mulai berjalan ke tempat Jeffreye berada.

Alviorita tetap tidak berkata apa-apa ketika ia mengikuti Nathan. Ia lebih memperhatikan sekitarnya daripada pria itu sendiri. Berada di bawah kerimbunan dedaunan yang berada jauh di atasnya membuat Alviorita merasa seperti berada dalam sebuah petualangan.

Alviorita menatap dedaunan itu dan merasa silau oleh cahaya matahari yang berusaha menerobos masuk melalui sela-sela dedaunan untuk menerangi hutan. Akar-akar pohon yang muncul dari batang terus tumbuh ke bawah. Tampak juga akar-akar pohon yang muncul dari dalam tanah. Batang-batang pohon yang patah berserakan di tanah seperti dedaunan yang menguning. Dari antara rumput-rumput kecil serta semak-semak yang tumbuh di bawah pohon tampak beberapa batang bunga yang berwarna cerah. Ingin sekali Alviorita memetik bunga itu tetapi ia teringat keberadaan Nathan di depannya. Ia tahu pria yang tidak pernah peduli akan sekitarnya itu pasti akan terus berjalan tanpa menyadari ia masih memetik bunga. Apalagi Alviorita sama sekali tidak tahu tentang seluk beluk hutan ini, membuat Alviorita membatalkan niatnya.

Sikap acuh Nathan benar membuat Alviorita semakin jengkel karena ini pertama kalinya ia berjalan-jalan di hutan dan ia ingin menikmatinya tetapi ia yakin Nathan akan segera meninggalkannya tanpa peduli apakah ia tersesat atau tidak.

Sewaktu Alviorita masih dikelilingi kehidupan Istana Urza, ia masuk hutan bukan untuk berjalan-jalan tetapi untuk menemani ayahnya atau memenuhi undangan untuk berburu walaupun ia tidak pernah ikut berburu. Dalam tiap perburuan ia memang selalu hadir karena ia adalah Putri Mahkota tetapi sebagai seorang gadis ia tidak diijinkan untuk berburu. Kadang Alviorita merasa kehadirannya dalam tiap perburuan sama sekali tidak berguna bahkan terasa menggelikan bagi Alviorita. Ia diharapkan hadir tetapi sebagai penonton bukan sebagai peserta. Sering kali Alviorita ingin menggunakan kesempatan itu untuk berjalan-jalan di hutan tetapi ia diharapkan oleh setiap orang untuk memperhatikan perburuan itu kemudian memberi komentar.

Semua keformalitasan itu membuat Alviorita benar-benar merasa bosan tetapi apa yang dapat dilakukannya tanpa membuat penduduk Kerajaan Lyvion merasa kecewa karena mempunyai Putri Mahkota yang jauh berbeda dengan harapan mereka.

Kepada dirinya sendiri Alviorita berjanji untuk datang lagi ke hutan itu. Sendirian tanpa siapapun. Karena itu Alviorita berusaha mengingat setiap jalan yang ia lalui.

Pepohonan tampak semakin berkurang. Dari sela-sela pepohonan tampak hamparan rumput hijau yang bermandikan cahaya matahari yang cerah.

Ketika mereka akhirnya tiba di lapangan itu, Alviorita mendapati ia berada di lapangan rumput yang luas. Hijaunya rumput tampak serasi dengan biru langit yang cerah. Bayang-bayang pohon memanjang di lapangan dan membuat tanah di bawahnya menjadi teduh.

Tanpa berkata apa-apa Nathan segera mendekati sebatang pohon yang paling besar dan paling teduh.

Alviorita yang sibuk meneliti sekitarnya, terkejut ketika menyadari pria itu pergi dari sisinya. Ia segera mengikuti Nathan. Ketika Alviorita melihatnya berhenti di pohon itu, barulah ia sadar ia telah berbuat sesuatu yang konyol. Alviorita kesal pada dirinya sendiri yang mudah terpengaruh oleh Nathan. Sejak semula ia sudah tahu mereka telah tiba di lapangan yang dimaksud Nathan tetapi ia tanpa sadar telah mengikuti Nathan.

Alviorita benar-benar tidak mengerti dirinya sendiri yang selalu menjadi konyol di depan Nathan karena itu tidak heran bila Alviorita semakin membenci Nathan yang selalu bertingkah tidak seperti biasanya. Setiap kali akan berhadapan dengan Nathan, Alviorita selalu meyakinkan dirinya untuk bersikap angkuh terhadap Nathan. Tetapi begitu ia bertemu segala keyakinannya hilang yang tertinggal adalah perasaan jengkel karena merasa tidak berdaya di hadapan pria itu. Andaikan Nathan adalah pria yang benar-benar menarik bagi Alviorita, mungkin Alviorita tidak merasa keberatan merasa seperti itu tetapi kenyataannya sangat berbeda. Alviorita tidak pernah menganggap Nathan adalah pria yang menarik sebaliknya ia merasa pria itu membosankan. Hal ini masih ditambah lagi pria itu adalah pria paling menyebalkan yang paling ditemui Alviorita. Kebenciannya kepada Nathan membuat Alviorita semakin bersemangat untuk menemukan perisai yang banyak dari dalam keluarga Kryntz sendiri.

Segala perasaan jengkel Alviorita kepada dirinya sendiri segera hilang ketika ia melihat keranjang pikniknya berada di pohon itu. Alviorita merasa ia tidak sia-sia mengikuti Nathan karena telah menjadi tugasnya untuk membuka keranjang piknik itu bukan Nathan!

Alviorita segera mendekati keranjang itu dan mulai melakukan pekerjaannya. Pertama Alviorita menebarkan kain lebar di atas rumput dekat pohon besar itu kemudian ia mulai mengeluarkan bekal piknik yang dipersiapkannya sendiri. Tiba-tiba Alviorita merasa ia tengah diawasi. Perasaan Alviorita yang setajam kata-katanya tidak akan pernah salah. Alviorita memalingkan kepalanya dan melihat Nathan tersenyum melihatnya.

Alviorita jengkel melihat pria itu tersenyum mengejek padanya.

“Rupanya putri yang manja sudah berubah,” kata Nathan lalu ia pergi kepada Jeffreye yang tengah bermain di tengah lapangan.

Alviorita terkejut dan ia merasa khawatir Nathan telah mengetahui penyamarannya. Sejak semula Alviorita selalu berhati-hati terhadap Nathan sebab sepanjang pengalamannya, ia selalu merasa tidak dapat menahan kata-katanya bila bersama Nathan. Segala kejengkelan yang ada di hatinya selalu ingin dicurahkan seluruhnya kepada Nathan. Alviorita juga sering merasa cara Nathan memandangnya sangat aneh seperti mereka bertemu kembali setelah sekian tahun berpisah tetapi mereka tidak saling mengenal dan Nathan hanya dapat menduga apakah benar ia pernah bertemu Alviorita.

Alviorita yakin ia tidak pernah mengatakan sesuatu yang dapat membongkar penyamarannya sendiri. Walaupun ia sering hampir mengatakan sesuatu yang dapat merusak semua rencananya tetapi ia selalu dapat mencegah dirinya mengatakan hal itu. Alviorita yakin hingga saat ini ia tidak pernah mengatakan apa pun tentang dirinya yang sebenarnya. Ia selalu berusaha membuat semua orang di Castle Q`arde percaya ia adalah gadis yang kehilangan ingatan yang sekarang bernama Rosa. Tidak mungkin Nathan mengetahui ia adalah putri yang hilang. Bahkan walaupun pria itu sering melihat Alviorita muncul di depan umum maupun di surat kabar.

Alviorita sering mengamati perbedaan wajahnya yang sekarang dengan ketika ia berada di Istana Urza. Wajah Alviorita yang dulu tampak anggun dan berwibawa serta tampak dewasa tetapi wajahnya yang sekarang tampak seperti seorang gadis kecil yang keras kepala, sulit diatur, bahkan kekanak-kanakan. Terlalu banyak perbedaan antara Alviorita yang hidup sebagai Putri Mahkota dengan Alviorita yang sekarang hidup sebagai Rosa.

Sekarang yang dapat dilakukan Alviorita adalah membuat Nathan yakin ia bukan Putri Mahkota. Alviorita tengah memikirkan bagaimana cara ia meyakinkan Nathan ketika ia melihat Jeffreye berlari mendekat.

Melihat Jeffreye yang berlari-lari di lapangan itu, Alviorita tiba-tiba merasa ia pernah ke tempat itu. Tetapi seingat Alviorita ini pertama kalinya ia berada di Chymnt yang berada di sisi utara Istana Urza. Dan berarti ini pertama kalinya pula ia berada di lapangan ini. Karena itu Alviorita segera menghapus perasaan itu.

Alviorita menduga itu semua karena ia sering berada di lapangan terbuka seperti ini tetapi bukan untuk berpiknik melainkan untuk berburu. Walaupun demikian Alviorita sama sekali tidak dapat berhenti mengamati lapangan itu sambil berusaha mengingat sesuatu tentangnya.

Jeffreye duduk di depan Alviorita. “Mengapa engkau tadi melamun?”

“Tadi?” tanya Alviorita tak mengerti.

“Tadi aku telah berkali-kali memanggilmu untuk mengajakmu ke sini tetapi engkau tidak bergerak sama sekali. Kata Paman Nathan engkau sedang melamun dan ia menyuruhku pergi dulu ke sini.”

“Oh…, yang tadi. Tadi aku sedang mengamati sebuah rumah dan aku terlalu sibuk mencurahkan perhatianku ke sana sehingga aku tidak memperhatikanmu,” kata Alviorita, “Maafkan aku.”

“Bagus bukan lapangan ini? Paman Nathan selalu mengajakku kemari setiap kali aku datang,” kata Jeffreye.

Melihat Nathan semakin mendekat, Alviorita enggan mengakui keindahan lapangan rumput ini tetapi ia tetap mengatakannya karena ia tidak ingin membuat Jeffreye kecewa.

Alviorita menganggukkan kepala tanpa berkata apa-apa. Sebenarnya Alviorita tidak mau peduli di mana Nathan akan duduk tetapi ketika pria itu duduk di sampingnya, ia merasa kesal. Apalagi ketika Alviorita menyadari mereka lebih tampak sebagai keluarga yang sedang berpiknik daripada teman. Dengan Nathan yang duduk di sampingnya dan Jeffreye yang duduk di depannya, mereka tampak seperti satu keluarga bukan dua keluarga.

Alviorita mengusir rasa jengkelnya dan bertanya setenang mungkin, “Apa yang akan kita lakukan sekarang? Kurasa masih terlalu awal untuk membuka bekal kita.”

Nathan menyandarkan badan ke batang pohon yang besar di belakangnya dan berkata santai, “Terserah kalian. Aku akan mengawasi kalian dari sini.”

Mendengar kata-kata santai yang semalas gerakan Nathan ketika melipat lengannya di belakang kepalanya itu, Alviorita merasa kesal. Pria itu benar-benar tidak punya rasa peduli. Demikian yang dipikirkan Alviorita.

“Aku ingin bermain lagi,” kata Jeffreye sambil bangkit.

“Engkau tidak lelah?”

“Tidak.” Dan untuk membuktikan kata-katanya, Jeffreye segera berlari ke tengah lapangan.

“Engkau tidak mengikutinya?” tanya Alviorita heran melihat Nathan tetap bersandar sambil memejamkan mata.

“Tidak, aku menyerahkan di kepadamu,” kata Nathan, “Aku ingin beristirahat di sini.”

Tiba-tiba mata Nathan membuka dan menatap tajam wajah Alviorita. “Jangan lupa janjimu. Walaupun aku tidak melihat kalian, aku masih dapat mengetahui apakah engkau menepati janjimu atau tidak.”

Sikap angkuh yang ditambah ancaman tajam itu membuat Alviorita marah. “Kalau engkau tidak mempercayaiku mengapa engkau tidak menjaganya sendiri?”

Suara tajam Alviorita tidak membuat Nathan bergerak bahkan dengan santai pria itu berkata, “Aku lelah menjaga kalian terus menerus. Lagipula kali ini aku berada di sini dan aku yakin engkau tidak berani berbuat yang aneh-aneh selama aku ada di sini.”

“Kita lihat saja,” kata Alviorita tajam.

“Kuperingati engkau untuk….”

“Tidak melanggar janjimu!” sela Alviorita kemudian dengan kata-kata yang tajam dan dingin, Alviorita berkata, “Kalau engkau khawatir, jagalah dia dan segala persoalan akan selesai.”

“Kata orang tuaku engkau dapat dipercayai dan aku ingin membuktikannya,” kata Nathan tenang.

“Aku berkata kepadamu aku tidak pernah mengubah segala keputusanku. Sekali aku berkata ‘ya’ maka seterusnya akan tetap ‘ya’,” kata Alviorita tajam, “Dan kalau engkau masih tidak percaya bukalah matamu lebar-lebar.”

“Aku ingin beristirahat dan sekarang jangan ganggu aku,” kata Nathan marah.

Alviorita teringat ia harus meyakinkan Nathan bahwa ia bukan sang Putri Mahkota.

“Putri yang manja akan tetap manja tetapi aku tidak pernah menjadi seorang putri,” kata Alviorita tajam, “Dan engkau yang paling acuh akan seterusnya demikian.”

Sebelum Nathan mengatakan sesuatu, Alviorita segera meninggalkan Nathan dan segera bermain bersama Jeffreye.

Bermain bersama Jeffreye di lapangan rumput yang luas itu membuat Alviorita semakin merasa ia pernah ke lapangan ini dan bermain di sini tetapi ingatan tajam Alviorita mengatakan ia belum pernah berada di Chymnt apalagi di lapangan ini. Alviorita segera menghilangkan perasaan itu ketika ia melihat sepasang kupu-kupu terbang dari satu rumput ke rumput yang lain. Kupu-kupu itu tampak seperti bekejar-kejaran. Seperti Jeffreye, Alviorita berlari mengikuti sepasang kupu-kupu itu. Kembali Alviorita merasa ia pernah berlari mengejar kupu-kupu. Tetapi Alviorita tidak dapat mengingatnya. Kegembiraan yang telah lama tidak pernah dirasakannya membuat Alviorita melupakannya.

Bermain di alam terbuka seperti inilah yang selalu diinginkan Alviorita saat ia berada di Istana Urza. Dan sekarang setelah keinginannya terwujud, ia tidak mau menyia-nyiakannya. Ia ingin bermain terus sepanjang hari ini di lapangan ini. Lelah berlari-lari, Alviorita duduk di atas lapangan rumput. Melihat Nathan yang masih bersandar di batang pohon sambil memejamkan mata, Alviorita ingin melakukannya juga tetapi ia tidak melakukannya. Alviorita tidak ingin Nathan menduga ia mengikuti segala tindakannya. Selain itu Alviorita sendiri memang tidak ingin meniru segala perbuatan Nathan.

Untuk mengusir rasa bosannya, Alviorita bermain rumput. Jemari Alviorita mempermainkan rumput. Dijalinnya tiap rumput itu lalu diuraikannya kembali. Kadang rumput-rumput kecil itu dicabutnya dari akarnya dan dipermainkannya di atas tangannya lalu ditebarkannya di udara.

Jeffreye mendekat ia duduk di depan Alviorita dan memperhatikan apa yang sedang dilakukan gadis itu bersama rumput-rumput kecilnya. Melihat Jeffreye memandang ingin tahu kepadanya, tiba-tiba muncul perasaan nakal di hati Alviorita. Alviorita tersenyum nakal dan menyiramkan rumput kecil di tangannya ke atas kepada Jeffreye. Selagi Jeffreye sibuk menyibakkan rumput itu, Alviorita terus menyiramkan rumput di atas rambut pirang anak itu.

Jeffreye kesal karena ia tidak dapat membersihkan rumput dari rambutnya karena Alviorita terus menyiramkan rumput ke atas kepalanya. Ia menghentikan usahanya dan mulai meniru perbuatan Alviorita.

Alviorita tertawa melihat kekesalan anak itu. Dan ia tertawa semakin riang ketika Jeffreye berusaha menyiramkan rumput kepadanya. Jeffreye berusaha menyiramkan rumput ke rambut Alviorita tetapi gadis itu selalu dapat mengelak.

Jeffreye mengejar Alviorita yang berlari menjauhinya sambil terus berusaha menyiramkan rumput ke atas rambut hitam Alviorita. Tidak ada yang lebih menggembirakan selain saat ini, saat ia bermain bersama Jeffreye.

Alviorita merasa dirinya kembali menjadi seorang gadis kecil yang masih belum mengenal dunia luarnya. Dunia baru ini benar-benar menyenangkan untuk Alviorita, hanya itu yang dipikirkan Alviorita. Alviorita tidak mau memikirkan kebingungan ayahnya karena ia menghilang. Alviorita yakin ayahnya lebih mencemaskan pesta pertunangannya daripada dirinya sendiri. Memikirkan ayahnya yang selalu mementingkan Kerajaan Lyvion daripada dirinya sudah membuat Alviorita merasa jengkel apalagi bila ia harus ikut campur.

Walaupun Alviorita tahu pelariannya telah mengemparkan penduduk Kerajaan Lyvion tetapi Alviorita tetap tidak mau memberi kabar apapun kepada ayahnya. Alviorita tahu seharusnya ia menulis surat kepada ayahnya dan memberi tahu ia baik-baik saja. Tetapi ia tidak mau melakukannya. Alviorita ingin membuat ayahnya jengkel. Selama ini dirinyalah yang dibuat jengkel oleh sikap ayahnya yang lebih terkesan mengabaikan daripada memperhatikan dirinya. Dan sekarang giliran Alviorita. Keinginan Alviorita untuk menghindari pertunangan konyolnya sekaligus membuat ayahnya jengkel lebih kuat daripada kekhawatiran Alviorita bila kelak ia kembali ke Istana Urza.

Di pikiran Alviorita saat ini tidak ada keinginan untuk kembali ke Istana Urza. Memang pada awalnya Alviorita takut menghadapi dunia barunya di luar Istana Urza tetapi sekarang Alviorita tidak lagi memikirkannya. Dunia baru yang dikhawatirkan Alviorita ternyata sangat menyenangkan hingga Alviorita tidak ingin kembali ke Istana bersama segala kegiatan rutinnya.

Kadang-kadang Alviorita juga memikirkan bagaimana nasib kerajaannya bila ia tidak mau kembali ke Istana Urza. Ia tidak tahu siapakah yang akan meneruskan pemerintahan di kerajaan ini bila ayahnya telah turun tahta. Selama ini dirinyalah yang diharapkan untuk menggantikan ayahnya bila ia turun tahta. Dan setahu Alviorita tidak ada calon Putra Mahkota lain selain dirinya. Raja Phyllips tidak mempunyai adik maupun kakak. Demikian pula kakek Alviorita. Itu berarti hanya Alviorita saja satu-satunya putri yang diharapkan dari keluarga kerajaan untuk menggantikan Raja Phyllips. Kalaupun ada keluarga yang masih memiliki hubungan dengan keluarga kerajaan, hubungan itu sangat jauh. Dan menurut peraturan Kerajaan Lyvion, hal itu tidak dapat membuat putra dari keluarga itu menjadi calon Putra Mahkota.

Hingga saat ini memang tidak pernah terjadi Raja Kerajaan Lyvion tidak mempunyai keturunan. Selalu ada keturunan yang mewarisi gelar Putra atau Putri Mahkota. Menurut peraturan Kerajaan Lyvion pula, putra pertama Raja itulah yang menjadi Putra Mahkota tidak peduli apakah ia pria atau perempuan. Sekarang keturunan Raja Phyllips hanya ada satu yaitu Alviorita. Sebenarnya Raja Phyllips bisa saja menikah lagi ketika Ratu meninggal tetapi rasa cintanya kepada Ratu begitu besar sehingga ia tidak mau menikah lagi. Bahkan tidak untuk putrinya yang masih kecil.

Sejak kematian Ratu, Alviorita yang biasanya selalu dirawat Ratu bersama Maryam diserahkan sepenuhnya kepada Maryam. Raja Phyllips menganggap hal itu sudah cukup untuk Alviorita apalagi gadis itu harus banyak belajar daripada bermain. Sebagai wanita yang terbiasa hidup disiplin, Maryam menyetujui pendapat Raja. Ia juga menganggap sebagai Putri Mahkota, Alviorita harus banyak belajar. Tetapi siapa dapat menduga setelah dewasa sang Putri akan kabur dari Istananya karena ia tidak ingin dipaksa menikah. Dan dalam pelariannya ini sang Putri tidak mau terlalu jauh memikirkan segala hal yang berhubungan dengan kerajaan.

Bermain. Hanya itu yang ingin dipikirkan dan dilakukan Alviorita saat ini. Hari ini Alviorita telah dapat mengepakkan sayapnya walaupun ia masih diawasi. Alviorita yakin tidak lama lagi ia akan dapat mengepakkan sayapnya ke manapun ia inginkan tanpa perlu mengkhawatirkan dicurigai.

Siang ini Nathan telah menunjukkan sedikit kepercayaannya kepada Alviorita. Walaupun masih disertai kecurigaan, Alviorita tidak mau membuang kesempatan ini. Selama bertahun-tahun Alviorita telah belajar untuk menggunakan kesempatan sekecil apapun untuk menghasilkan sesuatu yang besar. Dengan memanfaatkan kesempatan kecil yang secara tidak sadar telah diberikan Nathan kepada dirinya, Alviorita mencoba untuk membuat Nathan percaya bahwa ia dapat dipercayai tanpa mengatakan sesuatu yang dapat merusak penyamarannya.

Alviorita memperingati dirinya untuk lebih menjaga setiap kata-kata serta perbuatannya di hadapan Nathan apalagi setelah pria itu baru saja mengatakan secara tidak langsung kalau ia menduga gadis yang sekarang berada bersamanya adalah sang Tuan Putri Alviorita.

Walupun pengalamannya bersama Nathan telah membuktikan ia tidak dapat menahan kata-katanya bila sudah berhadapan dengan pria menyebalkan itu, Alviorita tetap memperingati dirinya untuk tetap bersikap dingin dan menjaga jarak antara dirinya dengan Nathan. Sedapat mungkin Alviorita harus menghindari Nathan. Pertemuannya dan perbincangannya dengan Nathan harus sejarang mungkin. Bila hal itu tidak dapat dihindari maka Alviorita akan membuat percakapan mereka hanya berputar sekitar masalah Jeffreye. Hanya Jeffreye saja yang dapat digunakan Alviorita sebagai perisainya dalam menghadapi Nathan sedangkan untuk menghadapi ayahnya, Alviorita harus menyiapkan banyak perisai. Semakin banyak perisai yang dimilikinya, Alviorita yakin semakin besar pula kemungkinannya untuk memenangkan perang antara mereka.

Alviorita masih dapat mengerti bila ia harus bersikap sesopan mungkin karena ia tahu ia adalah Putri Mahkota tetapi Alviorita tidak mengerti dan tidak mau mengerti mengapa ia harus menikah dengan pria pilihan ayahnya.

Hanya pikirannya tentang masa depan Kerajaan Lyvion saja yang membuat Alviorita mau kembali ke Istana Urza. Tetapi itupun setelah Alviorita mendapatkan banyak perisai. Hingga saat ini Alviorita telah mempunyai cukup banyak perisai tetapi bagi Alviorita perisainya masih kurang untuk menghadapi pedang ayahnya. Sambil menemukan lebih banyak perisai, Alviorita menikmati kebebasannya di luar Istana Urza. Sepanjang hari tidak ada yang dilakukan Alviorita selain bermain.

Tidak seorangpun di Castle Q`arde yang mengijinkan Alviorita untuk melakukan segala macam kegiatan. Mereka hanya ingin Alviorita menikmati kehidupannya di Castle Q`arde sambil berusaha memulihkan ingtannya.

Mengetahui niat baik mereka terutama Duke dan Duchess of Kryntz, sering Alviorita merasa bersalah karena ia telah membohongi mereka. Tetapi Alviorita tahu bila ia hanya menuruti perasaan bersalahnya itu, maka ia tidak akan pernah dapat melepaskan dirinya dari pertunangan konyolnya.

Tidak seorangpun yang memarahi Alviorita yang setiap harinya hanya bermain-main dengan Jeffreye. Semua orang melihat Alviorita sebagai gadis lincah yang senang bermain dan tidak ada yang memandang buruk hal itu. Semua orang di Castle Q`arde menyukai keriangan di wajah cantik Alviorita.

Jeffreye juga menyukai gadis itu. Ia senang bermain bersamanya dan ia hanya ingin menghabiskan waktu bersama gadis itu. Walaupun kadang Jeffreye dibuat jengkel oleh Alviorita tetapi ia tetap menyukainya dan semakin sering Alviorita menggodanya semakin kuat pula keinginan anak itu untuk membalas Alviorita.

Seperti yang diduga Nathan, Jeffreye terpesona oleh gerakan Alviorita saat gadis itu melompat dari pohon dan segera mengendalikan kudanya yang marah. Jeffreye ingin belajar dari Alviorita bagaimana caranya melakukan itu. Ia sering mengatakan keinginannya itu kepada Alviorita dan setiap kali Alviorita hanya tersenyum sambil berkata, “Itu hanya kebetulan saja.”

Sambil terus berusaha mengejar Alviorita yang berada jauh di depannya, Jeffreye terus mengumpulkan rerumputan di tangannya.

Alviorita membalikkan badannya dan tersenyum mengejek pada Jeffreye yang berusaha mengumpulkan kembali rumput di tangannya. Setelah mengumpulkan cukup banyak rumput di tangannya, Jeffreye kembali mengejar Alviorita. Tak lama kemudian Alviorita melihat anak itu kelelahan mengejarnya. Bagi Alviorita yang telah terbiasa berlari menghindari para pelayan di Istana Urza, berlari selama mungkin bukanlah masalah baginya. Tetapi bagi Jeffreye yang tak pernah melakukan itu, berlari terus sambil berusaha mengejar gadis yang berlari cepat itu adalah suatu masalah. Mengingat keteguhan Jeffreye ketika ia menahan lukanya, Alviorita yakin anak itu akan terus berlari walaupun ia lelah. Demi kebaikan anak itu, Alviorita duduk diatas rumput. Ia tersenyum kepada Jeffreye yang terus berlari mendekat.

Setibanya di sisi Alviorita, Jeffreye segera membalas perbuatan Alviorita kepadanya.

Gadis itu hanya tertawa sambil berusaha membersihkan rambutnya dari rumput. Alviorita masih mengibaskan rambutnya ketika ia melihat Jeffreye duduk kelelahan di sampingnya.

“Engkau lelah?” tanya Alviorita sambil menatap wajah lelah anak itu.

“Ya,” jawab Jeffreye.

Ide nakal lain muncul dalam benak Alviorita ketika jemarinya menyentuh bunga dandelion. “Sungguh?” tanya Alviorita sambil.

“Iya, aku lelah mengejarmu. Engkau berlari sangat cepat.”

“Tentu saja,” jawab Alviorita sambil meniupkan bunga dandelion yang baru saja dipetiknya itu. Kelopak bunga dandelion yang berterbangan ke wajahnya membuat Jeffreye memejamkan matanya. Alviorita tertawa melihat wajah anak itu. Alviorita berdiri dan berlari menjauh dari Jeffreye yang juga segera berdiri.

Sekali lagi Jeffreye berusaha mengejar Alviorita yang terus tertawa.

Alviorita memalingkan kepalanya tanpa berhenti berlari. “Ayo, Jeffreye, kejar aku,” katanya di sela-sela tawanya.

“Aku akan mengejarmu,” kata Jeffreye berjanji.

Alviorita terkejut ketika tiba-tiba Nathan berdiri di depannya. Ia segera berhenti untuk mencegah dirinya bertubrukan dengan pria itu.

Jeffreye terus berlari dan ketika melihat gadis itu berhenti, ia segera melompat untuk menangkap gadis itu.

Alviorita terkejut. Ia belum dapat mengendalikan keseimbangannya akibat tiba-tiba berhenti ketika Jeffreye menabrak dirinya dari belakang dan memeluk pinggangnya erat-erat. Alviorita hampir saja jatuh bersama Jeffreye bila Nathan tidak segera menangkapnya.

“Terima kasih,” kata Alviorita sambil melepaskan diri dari lengan-lengan kekar yang melingkari pundaknya untuk menahan jatuhnya.

Alviorita merasa jantungnya berdebar-debar karena pria itu tiba-tiba mengulurkan lengannya dan menangkap jatuhnya dengan pelukannya. Aneh sekali Alviorita tidak merasa jengkel karena pria yang paling dibencinya itu telah menjadi pria pertama yang memeluknya. Sebaliknya Alviorita merasa malu.

Begitu terlepas dari pelukan Nathan, Alviorita segera membalikkan badannya. “Engkau hampir saja membuat kita jatuh,” katanya kepada Jeffreye yang tersenyum nakal.

“Aku berhasil menangkapmu,” kata Jeffreye senang.

“Engkau hanya beruntung, anak nakal,” kata Alviorita.

Melihat Alviorita siap berlari menjauh lagi, Nathan segera berkata, “Jangan bermain lagi.”

“Mengapa?” tanya Jeffreye tidak mengerti.

“Lihatlah awan hitam itu. Aku yakin tak lama lagi akan turun hujan. Sekarang juga kita harus kembali bila tidak ingin kehujanan,” kata Nathan.

Alviorita memandang awan hitam di langit. Awan hitam itu tampak siap menurunkan hujan setiap saat.

“Tetapi…”

“Tidak ada bantahan. Sekarang juga kita harus kembali. Aku tidak ingin seorangpun dari kalian sakit apalagi sakit gara-gara aku,” kata Nathan memotong kata-kata kemenakannya.

“Pamanmu kali ini benar, Jeffreye,” kata Alviorita membujuk Jeffreye, “Kita harus kembali sekarang. Jangan sampai engkau sakit. Kalau engkau sakit, engkau tidak akan dapat bermain denganku lagi.”

“Sekarang kita kembali,” kata Nathan.

Alviorita tersenyum geli melihat wajah Nathan. Ia tahu ia berhasil membuat Nathan merasa jengkel walaupun pria itu tidak mengatakannya. Dengan sengaja ia telah menggunakan kata ‘kali ini’ dan kata itu telah membuat Nathan merasa marah. Kata itu berkesan selama ini Nathan tidak pernah mengatakan sesuatu yang benar dan hanya saat ini saja apa yang dikatakannya benar.

“Keranjangnya?” tanya Alviorita.

“Aku sudah membawanya,” kata Nathan, “Lebih baik kita segera kembali.”

Nathan berjalan mendahului mereka.

Alviorita yang telah mengingat jalan masuk ke lapangan itu merasa heran melihat Nathan berjalan ke arah yang berlawanan dengan jalan yang tadi mereka lalui.

“Engkau tidak salah jalan?” tanya Alviorita.

“Aku lebih tahu tempat ini daripada engkau,” jawab Nathan tajam.

“Aku tidak mengatakan aku lebih tahu daripada engkau. Aku hanya heran melihat engkau berjalan bukan ke arah dari mana kita datang tadi,” balas Alviorita.

“Kita akan melewati jalan yang lebih singkat agar dapat terhidar dari hujan,” kata Nathan.

Alviorita kesal melihat sikap Nathan yang dingin. Ia tidak menyalahkan pria itu bila ia masih marah karena kata-katanya yang tadi tetapi ia tidak suka melihat pria itu terus bersikap dingin dan bermusuhan. Bagi Alviorita, bukan masalah besar bila ia harus bermusuhan dengan Nathan. Ia tidak akan mengalami kerugian apapun malah sebaliknya ia mendapatkan keuntungan. Karena dengan demikian ia mempunyai satu ‘perisai’ lagi untuk menghindari pertunangan konyolnya. Yang menjadi masalah adalah saat ini mereka bertengkar di hadapan Jeffreye padahal Alviorita selama ini selalu berusaha untuk tidak bertengkar dengan Nathan di depan Jeffreye.



*****Lanjut ke chapter 6

No comments:

Post a Comment