Tuesday, February 13, 2007

Pelarian-Chapter 14

Kemarin hingga malam, mereka berada di Istana tetapi Alviorita tetap tidak dapat merasa apalagi mengingat kalau ia pernah tinggal di sana.

Maryam menyarankan mereka menginap di Istana Urza tetapi Nathan menolaknya. Pria itu tetap berniat membawa kembali Alviorita ke Castle Q`arde walaupun hari telah larut malam dan mereka semua lelah.


Mendengarnya, Maryam hanya dapat menurut. Wanita itu tidak mengatakan apa-apa lagi karena ia sendiri sudah lelah sekaligus kecewa karena usahanya tidak membawa hasil.

Malam itu juga mereka semua kembali ke Castle Q`arde.

Kelelahan yang mereka rasakan, tidak membuat mereka kecuali Alviorita tidak merundingkan hasil usaha mereka.

Alviorita langsung tertidur setelah menyentuh bantal sehingga pagi ini ia dapat bangun pagi seperti biasanya. Dari antara mereka yang pergi ke Istana Urza, hanya gadis itulah yang sanggup bangun seperti biasanya pada pagi ini.

Kemarin malam setelah mengantarkan Alviorita ke kamarnya, Nathan segera menemui orang tuanya yang ingin merundingkan kegiatan mereka sepanjang hari tadi. Dan mereka berunding sampai larut malam. Akibatnya, Nathan tidak dapat bangun pagi seperti biasanya dan ia tidak dapat pula mengantar Alviorita ke lapangan rumput di Chymnt seperti biasanya.

Alviorita mengerti kelelahan Nathan juga Duke dan Duchess serta pengasuhnya, maka ia tidak mencoba membangungkan mereka.

Karena telah berjanji pada Nathan untuk tidak meninggalkan Castle Q`arde sendirian, Alviorita tetap diam di Castle walaupun ia merasa bosan.

Untuk menghabiskan waktunya sambil menanti Nathan bangun, Alviorita pergi ke Ruang Perpustakaan dan memilih beberapa buku.

Gadis itu membaca buku-buku itu di tempat kesukaannya, di dahan pohon.

Langit biru yang cerah dan rumah-rumah penduduk yang menyembul di antara rimbunnya dedaunan, membuat Alviorita merasa senang.

Alviorita kembali teringat saat Maryam membawanya ke Ruang Belajar di rumahnya.

Di antara semua ruangan yang kemarin mereka datangi, hanya ruang itu saja yang menimbulkan perasaan di hati Alviorita.

Begitu melihat meja belajar dan buku-buku yang bertumpukan di atasnya, Alviorita merasa bosan. Entah apa yang memaksa Alviorita tetap berada di sana, Alviorita tidak dapat mengetahuinya. Alviorita hanya tahu ia ingin meninggalkan ruangan itu tetapi ia tidak pernah dapat melakukannya.

Pucuk pohon yang dekat dengan serambi Ruang Belajar yang melambai-lambai tertiup angin, membuat Alviorita merasa pohon itu memanggilnya. Memanggilnya untuk menghibur diri, untuk pergi dan menghilang dari semua orang.

Alviorita merasa ia akrab dengan pohon itu. Tetapi ia tidak tetap dapat mengingat apapun. Semuanya masih terasa pekat bagi Alviorita.

Ketika berada di Istana Urza Alviorita sama sekali tidak tertarik melihat setiap ruangan yang mewah dan indah, tidak juga kepada perabotannya yang unik. Semua yang ada di Istana Urza terasa biasa bagi Alviorita tetapi tidak bagi keluarga Kryntz yang bersertanya.

Setiap sudut Istana Urza yang lembut dan indah tampak kuat dengan ukiran-ukiran binatang hutan. Ukiran yang saling melengkapi dengan ukiran yang ada di Castle Q`arde.

Binatang hutan di Istana dan tumbuhan lebat di Castle.

Kedua ukiran itu seperti melukiskan hubungan di antara kedua keluarga yang telah lama terjalin. Dan untuk menggabungkan kedua ‘ukiran’ itu diperlukan ‘korban’.

Membandingkan kedua ukiran itu, membuat Alviorita merasa ada sesuatu yang sangat penting yang terlupakan olehnya.

Sekeras apapun Alviorita mencoba, ia tidak dapat mengingatnya. Suatu keinginan yang sangat besar menghalangi usahanya. Keinginan itu seakan-akan mengatakan bila Alviorita mengingat semuanya, ia akan hancur.

Alviorita menekuni buku yang dibawanya dari Ruang Perpustakaan.

Judul pada buku bersampul merah itu ditulis dengan indah dengan warna keemasan. Alviorita tertarik melihat judul itu ketika ia melihatnya dan tanpa berpikir panjang, Alviorita segera mengambilnya dari rak.

Setelah membaca beberapa lembar, Alviorita tertarik pada buku itu. Alviorita senang membaca buku itu dan melupakan sekitarnya.

“Sudah kuduga engkau ada di sini.”

Nathan segera memeluk Alviorita dan menangkap buku Alviorita sebelum buku itu jatuh.

“Lagi-lagi aku membuatmu terkejut hingga engkau dan bukumu hampir jatuh,” kata Nathan menyesal.

Alviorita curiga. “Sebelum ini pernahkah kejadian ini terjadi?”

“Sebelum ini?”

“Benar, sebelum aku ada di sini. Sebelum aku datang dari Synghz,” ulang Alviorita.

Nathan bingung. Ia tidak tahu harus menjawab apa. Sebenarnya dengan mudah ia dapat mengatakan segalanya tetapi Nathan tidak ingin Alviorita tahu sebelum ini yaitu ketika ia kabur untuk pertama kalinya, ia pernah tinggal di Castle Q`arde.

Alviorita masih menanti jawaban.

“Ketika kita masih kecil, kita sering bermain bersama, bukan?” kata Nathan.

“Ya, aku ingat itu tetapi aku yakin yang kau katakan ini bukan saat aku masih kecil. Selain itu aku baru saja merasa kejadian ini pernah terjadi. Bukan saat aku masih kecil tetapi ketika aku sudah dewasa.”

“Sudahlah, Alviorita. Jangan kaupikirkan itu. Hari ini kita akan ke mana?”

Alviorita memperhatikan wajah Nathan.

“Ada apa, Alviorita?” tanya Nathan was-was melihat sikap menyelidik itu.

Alviorita masih diam tanpa melepaskan matanya dari wajah Nathan.

“Aku heran, Nathan. Semua orang terutama Maryam mengharapkan ingatanku cepat pulih tetapi engkau sama sekali tidak kelihatan ingin ingatanku cepat pulih,” kata Alviorita pada akhirnya, “Sepertinya engkau menyembunyikan sesuatu dariku. Sesuatu yang sangat penting.”

Nathan mengagumi kecurigaan Alviorita. Bila ia menyembunyikan sesuatu, tidak seorangpun yang mengetahuinya bahkan keluarganya sendiri. Tetapi tunangannya, si Putri Mahkota ini memang sulit ditipu.

Walaupun sang tunangan kelihatan tenang bahkan kadang-kadang terasa dingin namun ternyata memiliki kepekaan yang tinggi juga terutama bila mengenai dirinya sendiri.

Bila Alviorita tidak mempunyai perasaan yang tajam, dulu Alviorita tentu tidak akan segera campur tangan dalam masalah yang dibuat Elly. Alviorita tidak akan menyelamatkan Nathan dari masalah itu. Karena ketajaman perasaannya itu juga, Alviorita dengan cepat menangkap suasana penuh kebohongan di sekitarnya yang sengaja dibuat oleh Nathan.

“Aku bukannya tidak ingin ingatanmu segera pulih. Hanya saja aku percaya ingatanmu akan pulih suatu hari nanti.”

“Kata-katamu seperti tidak menginginkan ingatanku segera pulih,” kata Alviorita curiga.

Nathan terdiam. Mungkin Alviorita benar. Nathan tidak ingin ingatan gadis itu segera pulih. Nathan khawatir keakraban ini akan hilang bila Alviorita mengingat kembali semuanya yang berarti mengetahui juga kebohongannya. Kebencian Alviorita yang bertumpuk hanya akan membuat Nathan yang mencintai gadis itu menjadi menderita.

Di atas semua kebohongannya Nathan memang berkeyakinan kesibukan seorang Putri Mahkota tidak sesibuk yang Alviorita bayangkan. Dan Nathan berjanji pada dirinya sendiri untuk mempertahankan kebebasan Alviorita ini bila gadis itu telah mengingat kembali semuanya.

Walaupun tahu usahanya itu akan mengalami kesulitan terutama dari Raja Phyllips, Nathan akan mencobanya. Nathan yakin Raja Phyllips akan mengerti seperti ia mengerti permintaannya dulu.

Dulu Raja Phyllips mengijinkan Alviorita tinggal di Castle Q`arde selama ingatan gadis itu belum pulih dan meninggalkan semua tugas kerajaannya, mengapa kali ini tidak?

“Sudahlah, Alviorita. Lupakan saja masalah itu. Sekarang kita akan ke lapangan lagi atau tidak?”

“Tentu saja kita akan ke sana,” sahut Alviorita.

“Walaupun hari telah siang?”

“Walaupun hari telah malam.”

“Sepertinya engkau benar-benar senang pergi ke lapangan itu.”

“Ya, tempat itulah satu-satunya yang kuingat. Semakin kulihat, tempat itu semakin mengingatkanku pada masa laluku.”

“Engkau ingin ingatanmu segera pulih?” selidik Nathan.

“Entahlah, Nathan. Aku merasa ingatanku harus segera pulih demi sesuatu yang sangat penting tetapi ada sesuatu dalam diriku yang sangat besar yang menghalangi pulihnya ingatanku itu.”

Nathan tahu apa yang membuat Alviorita merasa seperti itu. Sebagai Putri Mahkota, Alviorita selalu mengerjakan tugasnya dengan baik tetapi sebagai gadis biasa, Alviorita selalu mencari kebebasan.

Kebebasan yang dipendam selama lima belas tahun terus menumpuk dan akhirnya menghalangi gadis itu mengingat kembali masa lalunya.

Nathan tidak ingin Alviorita mengingat juga merasakan kembali perasaannya selama ia tinggal di Istana Urza. Saat ini Alviorita tinggal di Castle Q`arde bukan di Istana Urza dan ia bukan seorang Putri Mahkota melainkan seorang gadis yang bebas.

“Kalau engkau benar-benar senang ke lapangan rumput itu, mengapa engkau tidak membangunkanku?”

“Karena aku tahu engkau lelah.”

“Engkau sendiri tidak lelah setelah seharian kita dibawa Maryam berkeliling rumahmu?”

“Aku juga lelah. Tetapi aku tahu engkau tidak segera tidur setelah kita tiba dan aku tidak ingin menganggu tidurmu. Aku yakin engkau masih membicarakan hal yang kausembunyikan dariku itu dengan orang tuamu mungkin juga dengan Maryam sebelum engkau tidur. Entah apa yang kalian bicarakan, aku tidak tahu, tetapi aku tahu kalian tidak segera tidur setelah kita tiba.”

Nathan terkejut mendengar kecurigaan Alviorita yang tepat itu. Tetapi Nathan tidak dapat mengakuinya. Mengakuinya berarti membongkar sendiri kebohongannya.

“Aku benar, bukan?” kata Alviorita senang.

Nathan tersenyum nakal. “Siapa yang mengatakannya?”

“Wajahmu yang terkejut itu.”

“Aku terkejut karena engkau mencurigaiku seperti itu.”

“Engkau benar-benar nakal, the Devil Dog. Engkau tahu aku benar tetapi tidak mau mengakuinya,” kata Alviorita jengkel.

Nathan tersenyum melihat sikap Alviorita yang kekanak-kanakkan itu. “Ayolah, Alviorita, jangan marah. Aku khawatir kita tidak jadi ke lapangan rumput. Sepanjang hari ini kita akan duduk di sini sambil bercakap-cakap.”

“Tidak apa-apa. Aku senang duduk di sini. Aku juga senang berbicara denganmu.”

“Aku tahu, Alviorita. Apakah engkau tidak bosan setiap kali duduk di pohon ini?”

“Setiap kali? Bukankah ini pertama kalinya aku duduk di atas pohon sejak aku datang dari Synghz? Selama ini kita hanya pergi ke lapangan rumput atau sekitar Chymnt saja.”

Nathan terkejut menyadari ia telah melakukan kesalahan lagi. Nathan telah mengungkit saat Alviorita yang tidak diundang tinggal Castle Q`arde. Nathan tidak ingin kecurigaan Alviorita bertambah besar karena itu ia berkata, “Maksudku engkau tidak bosan duduk di pohon ini sepanjang hari?”

“Tidak.”

“Engkau tidak lelah terus duduk di sini?”

“Tidak, aku senang duduk di sini sambil melihat pemandangan.”

“Kalau engkau ingin melihat pemandangan, engkau tidak perlu memanjat seperti ini. Engkau dapat melihatnya melalui menara. Engkau tahu bukan sangat berbahaya bagimu memanjat pohon dengan gaunmu itu?”

“Aku tahu, Nathan. Tetapi aku lebih senang duduk di sini sambil melihat pemandangan alam. Dari sini aku dapat melihat seluruh keindahan alam yang tanpa batas. Sedangkan dari puncak menara, aku hanya dapat melihat melalui jendela. Aku tidak dapat melihat pemandangan yang ada di sampingku juga di belakangku.”

“Benar, dari sini kita memang dapat melihat seluruh pemandangan baik yang ada di depan, samping maupun di belakang kita. Dari menara kita hanya dapat melihat apa yang ada di hadapan kita. Aku yakin tadi engkau bangun pagi seperti biasanya dan aku tidak ingin engkau lelah lalu tertidur di sini.”

“Aku tidak akan tertidur, Nathan. Aku membawa buku,” bujuk Alviorita.

“Justru itulah yang kukhawatirkan, Alviorita. Aku khawatir buku ini akan membuatmu semakin mengantuk,” kata Nathan sambil melambai-lambaikan buku di tangannya itu.

“Tidak akan, Nathan. Buku itu sangat menarik.”

Nathan memperhatikan buku itu. “Sejak kapan engkau menyukai Mesir Kuno?”

“Tadi aku hanya tertarik melihat judulnya dan setelah membacanya, aku tahu buku itu sangat menarik.”

“Mesir Kuno memang sama menarik. Sama menariknya dengan Yunani Kuno.”

“Kalau Yunani Kuno, aku sedikit tahu tetapi tentang Mesir, aku sama sekali tidak tahu.”

“Setelah membaca buku ini, engkau tentunya mengetahui segala tentang Mesir Kuno.”

“Ya, aku senang membaca cerita Firaun-Firaun itu. Di sini ditulis ada tujuh Ratu yang pernah memerintah Mesir Kuno. Di antara mereka, aku paling tidak menyukai Cleopatra VII.”

“Mengapa? Kukira semua Ratu Mesir itu menarik untuk diketahui.”

“Engkau benar, Nathan. Sebenarnya aku juga menyukai Cleopatra VII itu. Ia dapat memerintah Mesir karena dukungan dari pendukung saudara laki-lakinya. Dan karena bantuan Kaisar Romawi yang jatuh cinta padanya, Julius Caesar pula ia dapat menjadi Ratu.”

“Bukankah itu pertanda tidak hanya kerajaan kita saja yang tidak membedakan wanita dan pria. Wanita maupun pria dapat menjadi Putra Mahkota. Yang penting adalah anak sulung Raja adalah Putra Mahkota.”

“Ya, aku setuju denganmu. Aku tidak menyukai seluruh kisah Cleopatra VII ini karena ia merebut suami orang lain. Entah mengapa ia merebut suami adik Octavian hanya dalam tiga tahun setelah suaminya, Julius Caesar, mati dibunuh.”

Nathan tersenyum melihat kejengkelan di wajah Alviorita saat gadis itu bercerita. “Tampaknya engkau tidak menyukai Cleopatra.”

“Aku menyukai kemampuannya memerintah Mesir Kuno dan aku tidak menyukai sikapnya yang merebut suami adik Octavian.”

Walaupun telah mengetahui jawabannya, Nathan bertanya, “Engkau ingin menjadi Ratu?”

“Tidak,” jawab Alviorita tegas.

“Lalu mengapa engkau bersemangat sekali menceritakan Cleopatra itu?”

“Karena aku tidak menyukai sikapnya yang merusak kebahagiaan orang lain itu. Dari semua sikap buruk manusia, aku paling tidak menyukai sikap satu itu. Aku juga tidak menyukai Mark Antony yang meninggalkan istrinya hanya untuk hidup dengan Cleopatra.”

Nathan pernah membaca buku itu.

Cleopatra VII memang terkenal cantik. Karena itu tidaklah mengherankan bila Kaisar Romawi yang terkenal akan perubahan yang ia lakukan pada Romawi dari Republik menjadi kekaisaran dengan dia sebagai pemimpinnya, Julius Caesar, jatuh cinta padanya dan akhirnya membawanya ke Roma setelah membantu Cleopatra menjadi Ratu.

Cleopatra dan Julius Caesar merupakan sepasang orang yang terkenal dari jaman kerajaan kuno. Namun sayang kematian keduanya tidak sebagus keberhasilan mereka.

Julius Caesar mampu memperluas Romawi hingga Prancis bahkan pada tahun 55 SM, ia berhasil menyeberangi Selat Channel dan menguasai Inggris. Walaupun demikian, masih banyak orang yang tidak menyukai tindakannya pada Romawi yaitu mengubah Republik menjadi Kekaisaran dengan dia sebagai Kaisar pertamanya.

Tahun 44 SM, sekelompok orang membunuh Julius Caesar pada ‘Ides of March’, tanggal lima belas bulan itu, di Roman Forum.

Kematian Julius Caesar, membuat Cleopatra yang masih muda kembali ke Mesir. Dan tiga tahun kemudian ia bertemu dengan Mark Antony.

Cleopatra masih berusia tujuh belas tahun saat ia menjadi Ratu dan ikut Julius Caesar ke Romawi, karena itu tidak mengherankan bila Antony jatuh cinta juga pada Cleopatra yang cantik.

Antony meninggalkan istrinya, saudara Octavian, untuk hidup bersama Cleopatra.

Octavian dan Antony semula memerintah Kekaisaran Romawi bersama-sama dengan Agustinus, namun dengan adanya peristiwa itu, Octavian menjadi marah.

Octavian memulai peperangan dengan Cleopatra dan Antony. Akhirnya pada tahun 32 SM, mereka kalah yaitu dalam peperangan di Actium, Yunani.

Kemudian Cleopatra dan Antony dibawa ke Alexandria. Saat itulah Cleopatra mulai menyadari ia tidak akan pernah dapat mengalahkan Romawi. Cleopatra dan Antony memutuskan untuk bunuh diri bersama.

Mula-mula Antony menghunuskan pedang pada dirinya sendiri dan meninggal di lengan Cleopatra. Kemudian Cleopatra menyusul dengan menggigitkan ular beracun pada dirinya sendiri.

“Mungkin karena Cleopatra lebih cantik dari istrinya, Antony meninggalkan istrinya.”

“Walaupun Cleopatra cantik, Antony tidak boleh meninggalkan istrinya.”

“Jangan kaupermasalahkan hal ini lagi, Alviorita. Bagi orang jaman dulu terutama sebelum Masehi, wajar bila seorang pria mempunyai lebih dari satu istri.”

“Sejak tadi engkau hanya membela Antony, apakah engkau juga akan seperti Antony yang meninggalkan istrinya hanya untuk wanita lain?” tanya Alviorita menyelidik.

Nathan tahu ia tidak akan bersikap seperti Antony. Sejak kecil hati Nathan telah terpikat oleh Alviorita dan ia selalu mencintai gadis itu. Kapanpun dan di manapun, hanya Alviorita yang dicintainya.

“Tidak,” kata Nathan, “Aku tidak akan bersikap seperti itu. Bagiku cukup satu gadis yang kucintai.”

Alviorita tak percaya akan apa yang didengarnya terutama setelah mendengar kata-kata Nathan yang membela Antony.

Nathan mengerti apa yang dipikirkan Alviorita. “Aku sungguh-sungguh, Alviorita. Yang kukatakan tadi bukan untuk diriku tetapi untukmu. Aku tidak ingin engkau memikirkan yang lain selain ingatanmu. Apalagi mengenai Ratu yang telah meninggal lebih dari seribu lima ratus tahun yang lalu.”

“Aku tidak senang pada orang yang mengkhianati cintanya sendiri.”

“Andaikata saat ini masih wajar bagi seorang pria untuk memiliki lebih dari satu istri, aku tetap tidak merubah pendirianku,” kata Nathan meyakinkan Alviorita.

“Aku masih kurang mempercayainya, Nathan. Tetapi melihat kesungguhanmu, aku tahu engkau tidak akan seperti Antony.”

Nathan menatap lekat-lekat wajah Alviorita dan ia tersenyum geli ketika menyadari sesuatu. “Setiap kali kita bertemu, selalu saja ada yang kita bicarakan sampai kadang-kadang kita bertengkar karenanya.”

“Pembicaraan kita selalu panjang seperti tidak ada habisnya,” kata Alviorita menyetujui.

“Karena itulah aku khawatir kalau kita tidak segera turun, hari ini kita tidak akan ke lapangan,” kata Nathan.

“Bagaimana kalau aku tidak ingin ke lapangan?”

“Engkau tahu aku tidak setuju engkau duduk di sini dalam keadaan lelah seperti ini. Walaupun engkau menyangkalnya, aku tahu engkau lelah setelah kemarin dibawa Maryam berjalan lama di rumahmu. Besok kalau engkau tidak lelah, aku akan menemanimu duduk di sini.”

“Baiklah, Nathan. Aku setuju lagipula sejak tadi pagi aku menanti saat engkau tersadar dari mimpimu dan sesegera mungkin pergi ke lapangan.”

“Sebenarnya aku tidak ingin segera tersadar dari mimpiku tetapi aku ingat ada engkau di sini, maka aku segera bangun,” goda Nathan.

“Engkau bermimpi apa, Nathan, sehingga engkau ingin tidur terus? Memimpikan kekasihmu?” selidik Alviorita.

Nathan tersenyum mendengar suara Alviorita. Entah gadis itu sadar atau tidak kalau ia telah berbicara dengan suara seperti orang yang cemburu.

“Rahasia.”

“Ayolah, Nathan, beritahu aku.”

“Aku akan memberitahumu kalau engkau menjadi gadis yang manis. Untuk itu pertama-tama engkau harus segera turun dari pohon ini dan kita akan segera pergi ke lapangan rumput. Di sana engkau boleh membaca sepuasmu sampai tertidur.”

“Baiklah, the Devil Dog.”

“Aku akan turun dulu untuk berjaga-jaga kalau engkau jatuh.”

Nathan telah menuruni pohon sebelum Alviorita sempat berkata apa-apa. Tanpa banyak berbicara gadis itu mengikuti Nathan.

Melihat dirinya telah dekat dengan tanah, Alviorita ingin melompat tetapi Nathan berkata lain. Sebelum Alviorita sempat berbuat apa-apa, pria itu telah memegang pinggang Alviorita dan menurunkan gadis itu tepat di hadapannya.

“Sebelum kita pergi, kita harus berpamitan dulu. Aku tidak ingin mereka mengkhawatirkan kita.”

“Tentu,” kata Alviorita.

Nathan menyelipkan tangan Alviorita di lengannya dan mengajaknya masuk.

Melihat senyum di wajah Alviorita, Nathan merasa curiga, “Ada apa?”

“Tidak ada apa-apa, aku hanya merasa lucu. Kita sering bertengkar tetapi kita tidak pernah jauh. Kita selalu berdua bahkan kadang-kadang aku merasa kita tampak seperti sepasang kekasih padahal bukan. Aku dan engkau adalah sahabat sejak kecil.”

“Tidak hanya engkau yang merasakannya. Semua orang juga berkata seperti itu,” kata Nathan.

“Sekarang orang tuamu berada di mana?”

“Aku tidak tahu. Saat aku bangun tadi, mereka masih belum bangun.”

“Aku merasa bersalah kepada mereka juga kepadamu. Karena menemaniku, kalian terlalu lelah.”

“Jangan berkata seperti itu, Alviorita. Engkau sama sekali tidak bersalah. Mereka sendiri yang ingin ikut demikian pula aku.”

“Andaikata ingatanku sudah pulih, Maryam tidak akan membawaku pulang ke rumah dan tidak akan membuat kalian lelah.”

“Sudahlah, Alviorita, jangan berkata seperti itu. Lihatlah Maryam berada di dekat kita. Kalau ia mendengar kata-katamu itu, ia akan sangat sedih. Ia sangat mencintaimu.”

“Tampaknya ia sedang mencari kita,” kata Alviorita.

“Lebih baik kita segera mendekatinya.”

Nathan mengajak Alviorita segera mendekati Maryam yang kebingungan mencari mereka di halaman Castle Q`arde.

“Engkau mencari kami, Maryam?” tanya Alviorita.

Maryam terkejut. Ia membalikkan badannya. “Anda membuat saya terkejut, Tuan Puteri.”

“Engkau tidak perlu mencari kami lagi karena kami sudah ada di sini,” kata Alviorita sambil tersenyum.

“Kau tahu di mana orang tuaku?”

“Mereka ada di Ruang Tamu, Tuan Muda.”

“Kita tidak dapat mengganggu mereka, Nathan. Aku yakin mereka mendapat tamu.”

“Jangan khawatir, Alviorita. Kita akan mengatakannya kepada Maryam.”

“Anda akan pergi lagi?”

“Ya, Maryam. Kami ingin pergi ke hutan lagi.”

“Saya khawatir, Anda tidak dapat melakukannya.”

“Mengapa, Maryam? Apakah Duke dan Duchess tidak mengijinkan kami pergi?” tanya Alviorita cemas.

“Jangan khawatir, Tuan Puteri. Mereka tidak akan berbuat seperti itu. Mereka telah mempercayakan keselamatan Anda pada Tuan Muda dan mereka tidak pernah melarang setiap keputusan yang Tuan Muda buat untuk Anda.”

“Lalu apakah yang membuat kami harus menunda kepergian kami?”

“Ada tamu untuk Tuan Puteri, Tuan Muda.”

“Tamu? Siapakah dia?”

“Saya belum berjumpa dengannya, Tuan Puteri. Saya baru saja hendak mencari Anda ketika Duchess meminta saya memanggil Anda.”

“Kami akan segera menemui mereka, Maryam,” kata Nathan, “Ayo, Alviorita, kita lihat siapa yang menjadi tamumu setelah sekian lama engkau tinggal di sini tidak ada orang yang mencarimu.”

“Maryam, tolong kaukembalikan buku ini ke Ruang Perpustakaan,” kata Alviorita.

Maryam menerima buku itu sambil berkata, “Baik, Tuan Puteri.”

Alviorita memperhatikan Maryam yang membungkuk ketika mereka melaluinya. Alviorita heran menyadari dirinya terbiasa dengan sikap Maryam yang sangat sopan kepadanya itu walaupun ia jauh lebih muda dari wanita itu.

“Sejak tinggal di sini, aku merasa menjadi orang penting,” kata Alviorita sambil tersenyum, “Sikap semua orang di sini sangat berbeda dengan sikap orang-orang di Synghz.

“Apa yang berbeda? Kurasa tidak ada yang berbeda.”

“Tidak, Nathan. Semua orang di sini bersikap lebih sopan kepadaku daripada mereka yang di Synghz. Aku tidak tahu apa yang kausembunyikan dariku tetapi aku yakin itu mengenai diriku yang sangat penting.”

“Engkau memang patut dihormati, Alviorita, karena itu semua orang bersikap sopan kepadamu.”

“Aku tidak tahu siapa aku tetapi mungkin saja aku adalah putri bangsawan sehingga Raja Phyllips juga Golbert bersikap lebih sopan kepadaku sejak kedatanganmu. Tetapi rasanya itu tidak mungkin, ayahku jarang mengunjungiku di sini, ia terlalu sering ke luar kota seperti pedagang.”

Tiba-tiba Nathan berhenti.

“Alviorita,” kata Nathan lembut.

“Ada apa, Nathan?”

Nathan memegang pundak Alviorita dan menatap wajah gadis itu lekat-lekat sambil berkata,

“Kalau engkau tidak berhenti menduga-duga seperti ini, aku akan menghukummu. Sudah berulang kali kukatakan jangan memikirkan itu. Semakin sering engkau memikirkannya, engkau akan semakin sulit memulihkan ingatanmu. Untuk memulihkan ingatanmu, engkau tidak boleh memiliki beban apapun baik perasaan maupun pikiran.”

Suara lembut namun tajam itu membuat Alviorita tersenyum, “Aku mengerti, Nathan. Aku janji tidak akan melakukannya lagi.”

“Bagus. Sekarang kita akan menemui mereka.”

Seperti yang dijanjikan Alviorita, gadis itu tidak lagi membicarakan hal itu lagi. Gadis itu mengalihkan pembicaraan mereka pada buku yang baru saja dibacanya.

Alviorita senang berbicara dengan Nathan. Pria itu selalu dapat memahami setiap hal yang Alviorita bicarakan. Seperti yang mereka katakan, pembicaraan mereka tidak pernah berakhir.

Berakhirnya pembicaraan kali ini adalah karena mereka telah tiba di depan Ruang Tamu.

“Sepertinya kita telah sampai di Ruang Tamu,” kata Nathan sambil membuka pintu, “Dan kita akan segera mengetahui siapa tamumu itu.”

Alviorita tidak terkejut ketika ia melihat Duke dan Duchess of Kryntz berada di Ruang Tamu bersama seorang gadis yang sebaya dengannya.

Berlainan dengan Nathan yang terpana melihat gadis itu di antara kedua orang tuanya.

Walaupun Nathan dapat dikatakan hampir tidak pernah bertemu Elly, tetapi dengan sekali melihat saja, Nathan tahu gadis itu adalah Elly.

Wajah Elly yang kekanak-kanakan memudahkan Nathan untuk mengenalinya.

Nathan tidak mengerti mengapa Elly tiba-tiba datang ke Castle Q`arde. Ini adalah pertama kalinya wanita itu ke Castle Q`arde setelah hubungannya dengan Trent putus.

Melihat Elly memeluk Alviorita, Nathan baru mengerti.

Elly datang untuk Alviorita bukan yang lain. Elly adalah kawan yang dikatakan semua orang, paling dekat dengan Alviorita.

Alviorita terkejut ketika gadis itu tiba-tiba mendekatinya dan memeluknya erat-erat sambil berkata,

“Aku senang sekali dapat bertemu denganmu lagi, Putri.”

Alviorita kebingungan. Ia tidak mengerti mengapa gadis yang baginya asing itu memanggilnya Putri sedangkan orang lain tidak ada yang memanggilnya seperti itu.

Nathan terkejut mendengar gadis itu memanggil Alviorita dengan gelarnya.

Sebelumnya Nathan memang tidak memperhitungkan kalau tamu Alviorita adalah gadis yang terkenal akrab dengan Alviorita, tetapi Nathan yakin orang tuanya telah melarang gadis itu untuk menyebut gelar Alviorita kepada gadis itu.

Mengerti Alviorita yang kebingungan menatapnya, Nathan berkata, “Ia adalah Elly, teman baikmu. Dan ia biasa memanggilmu Putri.”

“Elly?” tanya Alviorita tak mengerti.

“Engkau tidak mengenaliku, Putri?” tanya Elly, “Ini aku, Elly. Engkau selalu mengatakan aku seperti anak kecil karena itu engkau memanggilku Lily.”

Alviorita menatap lekat-lekat wajah Elly sambil berusaha mengenali wajah itu sebelum berkata, “Maaf saya tidak mengenali Anda.”

Sebelum Elly mengatakan sesuatu mengenai apa yang selama ini disembunyikan Nathan dari Alviorita, Nathan segera berkata, “Saya kira orang tua saya telah memberitahu Anda kalau Alviorita lupa ingatan. Ia tidak lagi mengenali apapun di masa lalunya.”

Elly terkejut melihat mendengar suara Nathan seakan-akan baru menyadari keberadaan Nathan di ruangan itu.

“Maaf saya lupa,” kata Elly.

Alviorita tersenyum geli melihat sikap Elly tampak malu-malu seperti anak kecil.

Melihat cara Elly menatap Nathan, Alviorita tahu wanita itu menyukai Nathan tetapi anehnya, ia sama sekali tidak terkejut. Alviorita malah merasa Elly merasa sangat senang dapat bertemu Nathan.

Alviorita mulai menduga kedatangan Elly ini bukan karena untuk menemui dirinya tetapi untuk bertemu Nathan.

Sepertinya bukan hanya Alviorita yang tahu apa yang dirasakan Elly. Semua yang ada di ruangan itu juga tahu bagaimana perasaan Elly setelah sekian lama tidak berjumpa dengan pria yang dicintainya.

Nathan tidak memperhatikan Elly yang terus menatap lekat-lekat dirinya. Nathan ingin menayakan sesuatu yang penting kepada orang tuanya.

“Sebaiknya kami pergi. Aku yakin kalian ingin berbicara berdua setelah sekian lama tidak berjumpa.”

Duke dan Duchess mengerti apa yang diinginkan putra sulung mereka.

“Kami tidak akan menganggu kalian. Silakan kalian berbicara berdua,” kata Duke.

Alviorita mengangguk sambil tersenyum.

Nathan salah bila ia menduga Alviorita tidak tahu apa yang diinginkannya. Alviorita tahu pria itu ingin membicarakan sesuatu yang penting dengan orang tuanya dan itu menyangkut masa lalunya yang disembunyikan dari Alviorita.

Kecurigaan Alviorita semakin bertambah besar tetapi sesuatu yang menahannya membuat ia sama sekali tidak berusaha bahkan tidak ingin mengetahui rahasia apa yang disembunyikan Nathan darinya.

Sesuatu yang sangat kuat melarang Alviorita untuk mengetahuinya bahkan untuk memikirkan masa lalunya yang diselimuti kegelapan.

Setelah mereka meninggalkan ruangan itu, Elly berkata, “Aku merindukanmu, Putri.”

“Putri?”

Elly terlalu sibuk dengan perasaannya sendiri hingga mengabaikan pertanyaan itu, “Sejak engkau pergi dulu hingga saat ini, aku selalu mencemaskanmu. Hanya engkau satu-satunya temanku yang paling baik. Aku sangat sedih ketika engkau pergi diam-diam. Mengapa engkau tidak mau menceritakan masalahmu kepadaku dan pergi diam-diam?”

Alviorita sama sekali tidak mengerti apa yang dikatakan Elly. Alviorita hanya dapat menatap wajah Elly dengan sorot kebingungan.

“Aku selalu menceritakan segala masalahku kepadamu tetapi mengapa engkau tidak mau menceritakan masalahmu kepadaku dan memilih kabur hingga membuatku sangat cemas?” ulang Elly.

Suara Elly yang merujuk seperti anak kecil membuat Alviorita tersenyum geli. Alviorita merasa sering mendengar rujukan seperti ini bahkan terlalu sering, namun Alviorita selalu tersenyum geli mendengarnya.

Elly cemberut seperti anak kecil melihat senyum geli Alviorita. “Engkau menertawakan aku lagi padahal aku sangat mencemaskanmu.”

Elly duduk di sofa sambil menyilangkan tangan di depan dadanya. Wajahnya masih menampakkan kejengkelannya.

Sikap Elly yang semakin mirip anak kecil yang sedang marah itu, membuat Alviorita semakin tersenyum geli.

Alviorita yang sering menghadapi sikap Elly yang kekanak-kanakan, tahu harus berbuat apa.

Alviorita mendekati Elly dan berlutut tepat di hadapan wanita itu. Alviorita meletakkan tangannya di wajah Elly dan berkata lembut, “Sudah, jangan marah lagi. Aku tidak menertawakanmu.”

“Engkau selalu seperti ini. Selalu menertawakanku lalu berkata seperti ini.”

“Kalau engkau marah terus, aku tidak dapat mendengar keluhan-keluhanmu. Kalau engkau tidak mengatakan keluhanmu itu, engkau sendiri yang akan rugi bukan aku,” kata Alviorita lembut.

“Engkau selalu saja seperti ini. Selalu menganggapku seperti anak kecil padahal aku empat tahun lebih tua darimu,” kata Elly jengkel.

Lelah mendengar rujukan ‘gadis kecil’ itu, Alviorita berdiri. “Baiklah, aku tidak akan mengatakan apa-apa lagi. Kalau engkau memang tidak mau mengatakan apa-apa, aku tidak akan memaksa.”

“Maafkan aku. Aku tidak bermaksud seperti itu.”

Penyesalan yang tulus itu membuat Alviorita tersenyum.

“Katakan kepadaku mengapa engkau baru menemuiku hari ini kalau engkau memang merindukanku?”

“Sebenarnya aku juga ingin segera menemuimu setelah berita kembalinya dirimu tersebar di seluruh penjuru Kerajaan, tetapi engkau terus bersembunyi walaupun telah kembali. Karenanya aku tidak dapat menemuimu,” kata Elly jengkel.

Kalimat pertama Elly membuat Alviorita kebingungan.

Cara berbicara Elly kepadanya memang santai seperti seseorang dengan sahabatnya tetapi wanita itu tetap berusaha bersikap sopan kepadanya. Dan itu membuat Alviorita semakin merasa dirinya adalah orang yang penting.

Kata ‘berita kembalinya dirimu tersebar di seluruh penjuru Kerajaan’ yang diucapkan Elly membuat Alviorita semakin bertanya-tanya tentang masa lalunya.

Hanya ada satu orang yang dapat menjelaskan semua ini tetapi Alviorita sama sekali tidak ingin membuat orang itu mengatakan segalanya. Sesuatu dalam diri Alviorita hanya mengijinkan gadis itu mencurigai pria itu tanpa berusaha menyingkap rahasia itu. Lagipula seandainya Alviorita ingin mengetahui semuanya, belum tentu Nathan akan mengatakannya.

“Kedatanganmu ke Istana kemarin setelah sekian lama engkau bersembunyi di sini, membuat setiap orang di Istana termasuk ayahku yang semula tidak mengetahui keberadaanmu menjadi tahu. Dari ayahlah aku mengetahui keberadaanmu dan hari ini aku datang untuk menemuimu.”

“Berhenti,” perintah Alviorita sebelum Elly melanjutkan kata-katanya.

“Ada apa?” tanya Elly, “Apa aku mengucapkan sesuatu yang salah?”

“Terangkan kepadaku apa maksudnya semua ini. Kemarin Nathan mengajakku ke rumahku bukan ke Istana dan mengapa engkau memanggilku ‘Putri’?”

Alviorita ingin mengetahui siapakah yang berbohong kepadanya. Nathan atau Elly. Saat mengajaknya pergi, Nathan mengatakan mereka pergi ke rumah Alviorita tetapi Elly mengatakan ia pergi ke Istana.

“Karena engkau memang seorang Putri,” jawab Elly, “Dan rumahmu adalah Istana.”

Alviorita memandang tajam wajah Elly seakan-akan ingin mencari kesalahan di wajah yang kekanak-kanakkan itu.

“Apakah engkau melupakan kata-kataku, Alviorita? Elly selalu memanggilmu ‘Putri’ dan rumah seorang Putri adalah Istana.”

Alviorita terkejut melihat Nathan telah berdiri di belakangnya. “Kapan engkau datang? Mengapa aku tidak mendengarmu?”

“Kalian terlalu asyik berbicara hingga tidak menyadari kedatanganku.”

Kedua wanita itu sibuk berbicara ketika Nathan datang. Melihat kesibukan mereka, Nathan memutuskan untuk tidak segera menganggu mereka. Tetapi kata-kata Elly yang semakin memasuki ‘wilayah berbahaya’, membuat Nathan cepat bertindak.

Dari orang tuanya, Nathan tahu wanita itu telah diminta untuk tidak mengatakan apa-apa tentang gelar gadis itu tetapi wanita itu melanggarnya.

Sebelum Alviorita mengetahui lebih banyak lagi, Nathan berkata, “Alviorita, Mama ingin berbicara denganmu. Ia menantimu di Ruang Perpustakaan.”

Alviorita mengawasi Nathan dengan curiga kemudian beralih ke Elly.

Tatapan tajam Nathan yang bertemu dengan tatapan girang Elly, membuat Alviorita tahu ia harus mengundurkan diri dari ruangan itu sesegera mungkin. Ada yang harus diselesaikan di antara mereka berdua dan keberadaannya hanya menganggu.

Walaupun curiga serta jengkel membayangkan masalah yang akan dibicarakan Nathan dengan Elly, Alviorita tetap berkata, “Aku mengerti. Aku akan segera menemui Duchess.”

Alviorita tidak ingin meninggalkan mereka berdua. Alviorita tidak ingin Nathan berduaan bersama Elly apalagi melihat cara Elly menatap Nathan.

Merasa yakin Alviorita telah jauh dari Ruang Tamu, Nathan berkata, “Aku ingin meminta sekali lagi kepadamu untuk tidak mengatakan apa-apa kepada Alviorita.”

“Apa maksudmu?”

“Kurasa orang tuaku telah mengatakan engkau tidak boleh mengatakan apapun kepada Alviorita tentang masa lalunya apalagi yang berhubungan dengan Istana bahkan tidak boleh memanggilnya Putri.”

“Mengapa aku tidak boleh melakukannya?”

“Karena aku yang memintanya dan aku melarang engkau melakukannya,” kata Nathan tegas.

“Aku mengerti,” kata Elly, “Aku ingin tahu mengapa engkau bersikeras menyembunyikan segalanya dari Putri?”

Nathan menatap tajam wajah Elly, “Engkau tidak perlu tahu. Yang perlu kauketahui saat ini adalah engkau harus dapat menjaga kata-katamu. Jangan sampai engkau melakukan kesalahan lagi. Apa yang telah kaukatakan biarlah demikian agar tidak membuat Alviorita curiga.”

“Seharusnya Putri mengetahui segalanya agar ingatannya lekas pulih,” kata Elly.

“Dengar, Elly, aku memperingatimu untuk tidak melakukannya. Engkau harus ingat engkau tidak boleh lagi menyinggung Istana.”

“Sepertinya engkau sangat memperhatikan Putri. Apakah engkau sedikitpun tidak pernah memperhatikan diriku?”

“Aku tidak ingin membicarakan itu. Saat ini yang ada di pikiranku hanya Alviorita.”

“Putri berhasil membuatmu berubah.”

“Terserah engkau akan mengatakan apa tetapi memang itulah kenyataannya. Aku mengingatkanmu, Elly, jangan mengulangi juga membuat kesalahan lagi.”

Nathan tidak ingin berlama-lama dengan Elly. Sikap Elly yang kekanak-kanakan dan cara Elly memandang dirinya membuatnya semakin ingin segera pergi dari sisi wanita itu.

Saat ini bukan saatnya bagi Elly untuk membuat masalah baru. Nathan sendiri memang tidak khawatir bila Elly kembali membuat kebohongan dengan mengatakan ia dan dirinya mempunyai hubungan. Yang lebih dikhawatirkan Nathan adalah sikap Alviorita.

Andaikan Nathan tahu bagaimana perasaan Alviorita kepada dirinya, mungkin ia tahu harus berbuat apabila Elly kembali menimbulkan masalah bagi dirinya. Tetapi Nathan sama sekali tidak tahu bagaimana perasaan gadis itu kepadanya. Tidak dapat diduga bahkan dibayangkan bagaimana sikap Alviorita bila semua itu terjadi.

Dengan sikap Alviorita yang liar, mungkin saja gadis itu marah. Tetapi sikap anggun Alviorita yang dingin, mungkin akan membuat Alviorita menjadi dingin kepadanya.

Melihat Nathan membuka pintu, Elly berkata, “Engkau akan ke mana?”

“Memanggil Alviorita,” jawab Nathan singkat.

Elly cemberut.

“Engkau datang ke sini untuk menemui Alviorita bukan?” kata Nathan jengkel melihat sikap kekanak-kanakan itu.

Nathan sudah berlalu dari ruangan itu sebelum Elly sempat mengatakan apapun. Tanpa menanti apapun, Nathan segera menuju Ruang Perpustakaan.

Alviorita yang baru saja meninggalkan Ruang Perpustakaan, berhenti dan menanti Nathan mendekat.

“Apakah benar dulu Trent dan Elly adalah sepasang kekasih?” tanya Alviorita.

“Dari siapa engkau mengetahuinya?”

“Dari Duchess. Ia memintaku untuk menjauhkan Elly dari Trent. Ia khawatir melihat Elly, Trent akan semakin terluka.”

“Memang itu hal terbaik yang harus kaulakukan,” kata Nathan.

“Tetapi bukankah Trent saat ini masih belum kembali?”

Nathan tersenyum, “Mama berpesan kepadamu bukan hanya untuk hari ini, Alviorita, tetapi juga untuk kedatangan Elly yang berikutnya.”

“Nathan, apakah Elly benar teman baikku?”

“Benar,” jawab Nathan, “Ada masalah apa, Alviorita?”

“Tidak ada masalah apa-apa. Aku hanya merasa jenuh terus bersama wanita yang kekanak-kanakkan itu. Andaikata ia masih kecil, aku akan senang sekali tetapi ia bukan anak kecil. Ia mengatakan kepadaku kalau ia lebih tua empat tahun dariku.”

“Aku sendiri juga jenuh terus berada di dekatnya. Sikapnya sama sekali tidak berbeda dengan sikap Jeffreye ketika anak itu marah.”

Teringat Jeffreye, Alviorita bertanya, “Kapan Jeffreye tiba?”

“Kalau tidak ada halangan, besok mereka tiba,” jawab Nathan.

“Aku ingin segera berjumpa dengan Jeffreye.”

“Ia pasti juga ingin segera bertemu denganmu, Alviorita. Jeffreye sangat menyayangimu melebihi rasa sayangnya kepadaku.”

“Aku telah merebut Jeffreye darimu?” tanya Alviorita cemas.

Nathan tersenyum. “Tidak. Sama sekali tidak. Aku malah senang ia jauh lebih menyayangimu daripada aku.”

“Mengapa?” tanya Alviorita ingin tahu.

“Karena dibandingkan aku, engkau lebih mengerti dia. Ketika Jeffreye berada di sini, engkau selalu menentang segala keputusan yang kubuat untuknya. Engkau membuat anak itu bahagia tinggal di sini hingga ia tidak mau pulang ketika tiba baginya saat untuk pulang. Kepergianmu yang tiba-tiba membuat Jeffreye terpaksa pulang, ia sangat sedih waktu itu.”

“Kalau semua itu memang benar, berarti aku telah bersalah kepadanya?” gumam Alviorita.

“Semua yang kukatakan memang benar. Engkau tidak hanya bersalah kepadanya tetapi juga kepadaku.”

“Kepadamu?”

“Sebelum engkau pergi, engkau telah berjanji untuk menantiku tetapi ternyata engkau menghilang.”

“Nathan, aku tidak mengerti apa yang kaukatakan. Aku bahkan tidak dapat mengingat kejadian itu.”

“Tidak apa-apa, Alviorita. Perlahan-lahan ingatanmu akan pulih. Sekarang lebih baik engkau menemui Elly sebelum wanita itu menangis sedih.”

“Nathan, temani aku. Aku tidak ingin terus mendengarkan cerita wanita itu yang panjang lebar seperti tidak ada habisnya. Sikap kekanak-kanakkannya benar-benar membuatku jenuh.”

“Engkau sendiri juga kekanak-kanakkan,” kata Nathan sambil melingkarkan tangannya di pundak Alviorita.

“Katamu, engkau lebih suka melihat aku yang kekanak-kanakan seperti ini,” kata Alviorita cemberut.

“Benar. Aku lebih senang melihatmu yang kekanak-kanakan daripada Elly. Engkau tampak semakin manis kalau engkau bersikap seperti anak kecil.”

“Daripada liar seperti kucing,” tambah Alviorita.

Nathan tersenyum. “Tepat sekali.”

“Dan untuk menjaga si kucing liar, diperlukan the Devil Dog.”

“Engkau semakin pandai, Alviorita. Engkau sudah mengerti.”

“Tentu saja. Rasanya hampir setiap hari aku mendengarmu mengatakan itu, bagaimana mungkin aku tidak ingat?”

Nathan tertawa.

“Jangan tertawa. Kalau Elly mendengarnya, ia akan menduga kita menertawakannya,” tegur Alviorita.

Giliran Nathan yang cemberut. “Engkau membuatku kesulitan, Alviorita. Aku ingin tertawa tetapi engkau melarangku.”

“Kalau ingin tertawa nanti saja. Sekarang kita harus menemui Elly. Aku yakin wanita itu tidak akan lama berada di sini.”

Dugaan Alviorita meleset jauh.

Elly tidak segera pulang seperti yang diharapkan Alviorita juga Nathan. Wanita itu bahkan tampak enggan pulang. Elly selalu berusaha berada di dekat Alviorita bahkan ia telah melupakan tujuan kedatangannya. Ke manapun Nathan pergi, Elly selalu mengikutinya. Elly benar-benar melupakan Alviorita.

Alviorita menyesal mengajak Nathan menemaninya menemui Elly. Bukan karena ia diacuhkan Elly tetapi karena Elly yang terus berada di dekat Nathan.

Duchess memang tidak mengatakan sebab Trent berpisah dengan Elly tetapi Alviorita dapat menebaknya apalagi setelah melihat Elly yang tidak mau jauh dari Nathan.

Elly tidak dapat disalahkan bila pada akhirnya cintanya beralih kepada Nathan. Dibandingkan Trent, Nathan memang jauh lebih tampan. Dan tidak dapat disalahkan pula bila saat ini Elly selalu berada di sisi Nathan.

Tidak ada yang dapat dilakukan Alviorita selain diam. Alviorita tidak dapat meninggalkan Nathan. Alviorita lebih tidak ingin Nathan berduaan dengan Elly daripada melanggar janjinya.

Alviorita dan Nathan telah bersepakat untuk bersama-sama menghadapi Elly yang kekanak-kanakan itu.

Bila hingga saat kepulangan Elly, Alviorita terus berada di antara mereka, itu bukan karena janji itu. Tetapi dikarenakan perasaan Alviorita yang menyuruh gadis itu tidak jauh dari Nathan.



*****Lanjut ke chapter 15

No comments:

Post a Comment