Monday, February 12, 2007

Pelarian-Chapter 13

Beberapa minggu telah berlalu sejak Alviorita tinggal di Castle Q`arde, tetapi Nathan tidak dapat berhasil mengembalikan ingatan gadis itu. Alviorita tetap tidak dapat mengingat apapun walaupun hanya sedikit.

Keberhasilan Nathan hanya satu yaitu membujuk Raja Phyllips. Usahanya untuk membujuk Raja Phyllips ternyata tidak sesulit yang diduganya.

Seperti halnya keluarga Kryntz, Raja Phyllips juga sangat senang mendengar kabar baik dari Nathan.

“Aku percaya engkau akan menemukannya, Nathan,” kata Raja Phyllips senang, “Di mana ia sekarang? Aku ingin menemuinya.”

“Saat ini Alviorita berada di Castle Q`arde. Saya rasa saat ini ia tertidur.”

“Ya, Alviorita pasti lelah setelah perjalanan jauh dari Synghz. Aku akan menemuinya nanti bila ia sudah bangun.”

“Saya mempunyai permintaan, Paduka.”

“Katakan saja.”

“Saat ini Alviorita kehilangan ingatannya.”

“Apa katamu?” potong Raja.

“Alviorita tidak dapat mengingat segala masa lalunya. Dan saya ingin Alviorita tinggal di Castle Q`arde sampai ingatannya pulih. Dan sampai saat itu tiba, saya tidak ingin seorangpun mengatakan kepada Alviorita kalau ia adalah Putri Mahkota.”

“Apa?” tanya Raja Phyllips terkejut.

“Saya rasa permintaan saya sudah jelas, Paduka.”

“Bagaimana mungkin engkau memutuskan hal itu?” tanya Raja Phyllips, “Aku tidak menyetujuinya.”

“Bila Anda ingin ingatan Alviorita lekas pulih, Anda harus melakukannya, Paduka,” kata Nathan tenang.

“Tidak, Nathan. Aku tidak akan menyutujuinya. Alviorita harus kembali ke sini tidak peduli apakah ia hilang ingatan atau tidak. Aku ingin Alviorita kembali melaksanakan tugasnya.”

“Itulah yang ingin saya hindari, Paduka.”

“Apa maksudmu?” potong Raja Phyllips.

“Menurut saya, ingatan Alviorita akan semakin cepat pulih tidak ada beban lain di hati maupun pikirannya.”

“Apakah itu berarti engkau ingin mengatakan tugas kerajaan adalah beban bagi Alviorita?”

Kemurkaan Raja Phyllips yang mulai muncul, tidak membuat Nathan takut. “Seperti itulah yang saya maksudkan.”

“Engkau mengatakan tugas kerajaan adalah beban bagi Alviorita. Bagaimana mungkin engkau mengatakan itu? Alviorita adalah Putri Mahkota dan tugas-tugas itu adalah kewajibannya bukan beban baginya.”

“Tidak, Paduka. Tugas-tugas kerajaan yang setiap hari terus menumpuk itu menjadi beban bagi Alviorita. Sedangkan saat ini Alviorita tidak boleh terbebani apapun walaupun itu adalah kewajiban dari kedudukannya.”

“Beraninya engkau mengatakan semua itu adalah beban bagi Alviorita,” kata Raja Phyllips geram.

“Maafkan saya, Paduka. Tetapi dari yang saya lihat selama ini, Alviorita tampak terbebani oleh tugas-tugasnya itu.”

“Apa yang membuatmu berkata seperti itu?” selidik Raja Phyllips.

“Tingkah laku Alviorita selama ia tinggal di Castle Q`arde juga di Synghz,” kata Nathan tetap tenang, “Alviorita tampak lebih bebas dan lebih ceria saat ia berada di luar Istana dengan segala kesibukannya.”

“Apakah itu berarti engkau mengatakan Alviorita tidak senang tinggal di sini?”

“Saya tidak mengatakan seperti itu, Paduka. Saya hanya melihat Alviorita tampak lebih ceria saat ia berada di Castle Q`arde juga di Synghz. Bila Anda tidak mempercayainya, Anda dapat melihat Alviorita di Castle Q`arde.”

“Aku tidak akan menyetujui usulmu itu, Nathan. Aku ingin Alviorita tinggal di sini dan menyelesaikan apa yang telah ditelantarkannya selama ia pergi dari Istana,” kata Raja tegas.

Kesabaran Nathan benar-benar hilang. Ia telah mencoba menahan amarahnya dan terus memberikan pengertian kepada Raja Phyllips tetapi Raja tetap tidak mengabulkan permintaannya.

“Bila Anda memang ingin Alviorita segera menyelesaikan apa yang telah ditelantarkannya, Paduka, Anda harus membiarkan Alviorita tinggal di Castle Q`arde,” kata Nathan dingin.

“Alviorita tetap harus kembali ke sini. Aku yakin ingatan Alviorita lebih cepat pulih bila ia berada di sini.”

“Saya meragukannya, Paduka. Alviorita tidak teringat apapun yang ada di Istana ini. Alviorita hanya mengingat Chymnt.”

“Walaupun Alviorita tidak dapat mengingat Istana ini, aku yakin ia akan teringat semuanya bila ia melihat segala sesuatu di Istana ini. Alviorita lebih lama tinggal di sini daripada di Castle Q`arde,” kata Raja Phyllips tegas, “Aku tidak akan pernah mengijinkannya, Nathan.”

“Walaupun Anda tidak mengijinkannya, saya tetap akan menahan Alviorita tinggal di Castle Q`arde sampai gadis itu pulih,” kata Nathan dingin.

“Apa hakmu melakukan itu, Nathan?” tanya Raja Phyllips marah, “Aku adalah ayah Alviorita.”

“Dan saya tunangan Alviorita,” kata Nathan tajam.

Raja terdiam. Ia memandang lekat-lekat wajah Nathan.

Semula Nathan mengira Raja akan marah tetapi ternyata Raja tertawa terbahak-bahak hingga membuat Nathan kebingungan.

“Engkau benar, Valensia. Mereka benar-benar serasi.”

Nathan kebingungan mendengar Raja menyebut nama Ratu sambil menatap geli kepadanya.

“Engkau benar-benar mirip Alviorita, Nathan.”

“Maksud Anda, Paduka?” tanya Nathan tidak mengerti melihat perubahan sikap Raja.

“Engkau dan Alviorita sama-sama keras kepala dan tidak takut melihat kemarahanku. Engkau benar-benar seperti dia yang selalu membantah setiap kata-kataku,” kata Raja Phyllips sambil tersenyum geli.

Nathan tidak menduga Alviorita yang terlihat penurut sebagai Putri Mahkota itu ternyata selalu membantah Raja. Nathan mengerti satu hal. Bagi semua orang, Alviorita adalah Putri yang penurut tetapi tidak bagi ayahnya.

Raja tetap tersenyum geli ketika ia berkata, “Karena Valensia sangat mempercayaimu hingga ia menyerahkan Alviorita kepadamu sejak kalian masih kecil, maka aku juga menyerahkan Alviorita kepadamu.”

Nathan senang mendengar keputusan itu. “Terima kasih, Paduka.”

“Sudahlah, Nathan. Istriku sangat mempercayaimu karena itu aku yakin engkau dapat menjaga Alviorita dengan baik,” kata Raja, “Aku juga mempunyai permintaan, Nathan.”

“Apakah itu, Paduka?”
“Aku ingin engkau membawa serta wanita tua yang selalu mengganggu kerjaku itu.”

Nathan tidak mengerti. Di dalam Istana banyak orang baik tua maupun muda. “Wanita tua yang mana, Paduka?”

“Siapa lagi selain pengasuh Alviorita, Nathan? Hampir setiap saat wanita tua itu menggangguku hanya untuk menayakan hal yang sama kepadaku, ‘Apakah Tuan Puteri sudah ditemukan?’. Maryam akan sangat senang mendengar kabar ini.”

“Baik, Paduka. Saya akan membawa serta wanita itu ke Castle Q`arde sehingga ia tidak perlu mengkhawatirkan Alviorita lagi.”

“Jangan jauhkan wanita itu dari Alviorita, Nathan,” pesan Raja, “Atau ia akan selalu mengganggu pekerjaanmu seperti ia menggangguku.”

“Saya mengerti, Paduka.”

“Aku akan memanggil wanita itu,” kata Raja sambil menarik tali yang berwarna keemasan yang berada tepat di dinding belakang kursinya.

Tak lama setelah itu muncul seorang pelayan yang datang tergesa-gesa.

“Panggil Maryam ke sini,” kata Raja.

Raja menatap dalam-dalam wajah Nathan seperti sedang mencari sesuatu. “Katakan kepadaku, Nathan, mengapa engkau tadi berani mengatakan kepadaku, ‘Aku adalah tunangan Alviorita’.”

“Karena pada kenyataannya saya memang tunangan Alviorita.”

“Engkau tidak khawatir aku membatalkan pertunanganmu itu dengan Alviorita?”

“Kalau Anda memang berniat membatalkannya, Anda tentu sudah melakukannya saat Alviorita kabur dari Istana. Saya tahu seperti orang tua saya, Anda ingin mewujudkan keinginan Ratu.”

“Ya, aku memang tidak akan pernah membatalkan pertunangan ini. Aku tidak tahu apa yang akan dilakukan Valensia bila ia melihat Alviorita menolak pertunangan ini.”

Sampai saat ini Nathan tidak pernah memikirkan apa yang akan dilakukan Ratu bila melihat mereka yang ditunangkan olehnya, selalu bertengkar. Apa yang akan dilakukan Ratu melihat Alviorita kabur dari Istana Urza hanya untuk menghindari pertunangannya ini? Nathan dapat memastikan Ratu akan sangat sedih.

Nathan masih ingat Ratu selalu tersenyum senang melihat ia dan Alviorita bermain bersama. Melihat Nathan mendekati Alviorita, Ratu segera menyerahkan Alviorita kepada Nathan. Ratu tidak pernah melarang Alviorita bermain dengan Nathan walaupun mereka bermain di Chymnt. Ratu sangat mempercayai Nathan.

“Aku sedang berpikir, Nathan. Engkau tahu Alviorita tidak menyukai pertunangan ini lalu mengapa engkau berusaha melakukan apa saja demi Alviorita?”

“Saya merasa sebagai orang yang dipercayai baik oleh Ratu maupun Anda, saya harus memberikan yang terbaik bagi Alviorita,” kata Nathan tanpa mengatakan perasaannya yang sesungguhnya.

Tiba-tiba terdengar suaru ketukan di pintu.

“Masuk,” sahut Raja.

Seperti yang pernah dilihat Nathan, Maryam tampak penuh wibawa. Wanita itu membungkuk hormat sebelum berkata, “Anda memanggil saya, Paduka?”

“Aku mempunyai kabar gembira untukmu, Maryam. Sekarang Alviorita berada di Castle Q`arde.”

Maryam terkejut. “Tuan Puteri telah ditemukan,” ulangnya senang.

Melihat air mata membasahi mata Maryam, Nathan tahu Maryam sangat menyayangi Alviorita.

“Tetapi Alviorita kehilangan ingatannya,” Raja melanjutkan.

Sekali lagi Maryam terkejut. “Saya ingin menemui Tuan Puteri,” katanya.

“Jangan khawatir, Maryam. Engkau tidak akan hanya bertemu dengan Alviorita tetapi engkau juga akan tinggal bersama Alviorita di Castle Q`arde.”

“Tuan Puteri tidak tinggal di sini?” tanya Maryam tidak mengerti.

“Tidak, Maryam. Tunangan Alviorita telah memaksaku untuk membiarkan Alviorita tinggal di Castle Q`arde sampai ingatannya pulih,” kata Raja sambil menatap Nathan.

“Saya ingin Anda melakukan sesuatu selama ingatan Alviorita belum pulih,” kata Nathan, “Saya tidak ingin Anda atau siapapun mengatakan kepada Alviorita tentang kedudukannya. Saya ingin sampai ingatannya pulih, Alviorita tetap menduga ia adalah gadis biasa.”

“Mengapa Anda melakukan itu, Tuan Muda?” tanya Maryam tak mengerti.

“Sebaiknya engkau menurutinya, Maryam. Aku telah memberikan wewenang kepadanya untuk menentukan segala yang terbaik bagi Alviorita dan siapapun harus menurutinya,” kata Raja.

“Baik, Paduka. Saya akan melakukannya bila ini memang untuk kebaikan Tuan Puteri.”

“Ini semua memang untuk kebaikan Alviorita, Maryam. Juga demi pulihnya ingatan Alviorita,” kata Nathan.

Raja merasa Maryam akan memberikan banyak pertanyaan dan ia sudah bosan mendengar segala kekhawatiran wanita itu. “Kurasa sebaiknya aku tidak menahanmu terlalu lama di sini, Nathan. Engkau harus segera membawa Maryam ke sisi Alviorita.”

“Baik, Paduka.”

“Nathan, engkau mengijinkan aku menemui putriku, bukan?”

Nathan tersenyum, “Tentu saja, Paduka. Anda adalah ayah Alviorita. Tetapi saya ingin Anda tidak mengenakan mahkota Anda bila Anda menemui Alviorita juga tidak mengatakan apapun kepada Alviorita tentang kedudukannya.”

Raja Phyllips tersenyum. “Tentu, Nathan. Aku telah menyerahkan putriku kepadamu dan itu berarti setiap orang harus menuruti segala keputusanmu yang menyangkut Alviorita tidak terkecuali aku.”

Dengan ijin yang diberikan Raja Phyllips, keluarga Kryntz tidak perlu mengkhawatirkan keberadaan Alviorita di Castle . Nathan memang berniat mempertahankan Alviorita di Castle Q`arde walaupun Raja tidak memberi ijin. Tetapi keluarganya mencemaskan yang akan dilakukan Raja bila ia mengetahui Nathan menculik sang Putri Mahkota yang merupakan tunangan Nathan sendiri.

Kini Nathan dapat membawa Alviorita ke manapun gadis itu inginkan, seperti janjinya, tanpa perlu mengkhawatirkan pasukan Istana yang mungkin mengejar mereka.

Satu-satunya yang perlu dikhawatirkan Nathan adalah Maryam. Walaupun Nathan percaya Maryam tidak akan melanggar janjinya, Nathan tetap tidak ingin Maryam terlalu lama bersama Alviorita. Pengasuh Alviorita sejak Ratu meninggal itu tidak ingin jauh dari Alviorita. Akibatnya, Nathan bukan hanya kesulitan mengajak Alviorita berjalan-jalan tetapi juga khawatir. Nathan khawatir pengasuh Istana yang berwibawa dan tampak ketat itu memberikan peraturan Istana yang berat yang justru dijauhkan Nathan dari Alviorita, kepada gadis itu.

Karena ketika kecil Alviorita sering menghindari pengasuhnya termasuk penghuni Istana lainnya bila ia melarikan diri dari kegiatan rutinnya, Nathan tidak terlalu mengalami kesulitan membawa gadis itu kabur dari sisi Maryam.

Maryam tidak pernah marah bahkan tidak mengatakan apa-apa bila mereka berdua pergi diam-diam tanpa sepengetahuannya. Maryam hanya tersenyum bila keduanya kembali bersama-sama.

Semua orang di Castle Q`arde kecuali Trent tidak ada yang melarang Nathan selalu bersama Alviorita. Mereka juga membiarkan Nathan dan Alviorita pergi ke manapun walau mereka hanya berdua.

Keluarga Kryntz juga Raja telah mempercayakan keselamatan gadis terpenting di Kerajaan Lyvion itu kepada Nathan. Dan Nathan tidak mau membuat semua orang kecewa. Nathan selalu berusaha melakukan yang terbaik bagi gadis itu.

Apapun yang terjadi Nathan selalu menepati janjinya kepada Alviorita juga kepada semua orang. Seperti hari ini, pagi-pagi sekali Alviorita mengajak Nathan ke lapangan rumput. Walaupun masih lelah karena kemarin malam mengantar Alviorita berkeliling Chymnt, Nathan mengantar gadis itu juga.

Nathan heran melihat Alviorita yang tetap tampak riang. Gadis itu sama sekali tidak tampak lelah walaupun sepanjang hari kemarin mereka berjalan-jalan mulai dari pagi sampai sore.

Melihat Alviorita kembali mempermainkan rerumputan, Nathan berbaring di dekat gadis itu sambil terus mengawasinya.

Alviorita membiarkan Nathan. Ia terus memperhatikan sekitarnya. Walaupun setiap hari ia ke lapangan ini, Alviorita tidak pernah merasa bosan. Ada sesuatu di lapangan ini yang membuat Alviorita ingin terus datang ke tempat ini.

Walaupun sampai sekarang tidak ada sedikitpun kemajuan mengenai ingatannya, Alviorita tidak merasa sedih. Alviorita juga tidak merasa tinggal di tempat yang bukan tempat asalnya. Di sini, di Chymnt, Alviorita merasa berada di rumahnya sendiri. Alviorita tidak pernah menduga kalau ia saat ini tidak berada di rumahnya sendiri melainkan di Castle tunangannya.

Keluarga Rpiayh yang telah mengetahui segalanya dari Nathan, merasa curiga ketika sehari setelah kedatangan mereka, Alviorita tetap berada di Castle Q`arde.

Kecurigaan mereka berubah menjadi keheranan melihat ketika Raja datang ke Castle Q`arde bukan Putri Alviorita yang kembali ke Istana Urza. Yang semakin mengherankan adalah Raja datang tanpa banyak pengawal hanya ada dua orang pengawal yang besertanya.

Sebelum menemui Alviorita, Raja berbicara dulu dengan keluarga Chymnt. Dari perbincangan itulah Golbert mengetahui Raja telah memutuskan Putri Alviorita tinggal di Castle Q`arde sampai ingatannya pulih.

Hellebre yang sejak awal mencurigai Nathan, akhirnya mempercayai pria itu. Tidak seorangpun yang menyalahkan kecurigaan itu. Karena semuanya untuk menjaga keselamatan Alviorita.

Melihat Alviorita telah kembali ke keluarganya dan benar-benar dalam keadaan aman, Golbert dan Hellebre memutuskan untuk kembali ke Synghz.

Alviorita sedih mendengar keputusan itu, tetapi ia tahu ia tidak boleh menahan mereka di Chymnt terlalu lama. Masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan Golbert di Synghz. Masih banyak urusan yang harus mereka selesaikan.

Menjelang kepulangan suami-istri Rpiayh, timbul suatu masalah, yaitu Yoland. Mulanya keluarga Rpiayh ingin membiarkan Yoland yang akrab dengan Alviorita selama mereka berada di Synghz, tetap tinggal di Castle Q`arde untuk melayani Alviorita.

“Biarlah Yoland tinggal di sini, Tuan Puteri,” kata Hellebre.

“Tidak, aku tidak dapat berbuat seperti itu. Aku tahu Yoland telah lama bekerja kepada kalian dan aku tidak dapat dengan seenaknya mengambil Yoland dari kalian.”

“Tidak apa-apa, Tuan Puteri. Selama berada di Synghz, Anda dan Yoland tampak akrab, tentunya Anda merasa sedih bila berpisah dengannya.”

“Aku juga merasa sedih berpisah dengan kalian. Selama ini kalian telah menyayangiku,” kata Alviorita.

“Maafkan kami, Tuan Puteri tetapi kami tidak dapat tinggal lebih lama di sini seperti keinginan Anda,” kata Golbert.

“Aku mengerti. Kalian masih mempunyai banyak urusan di Synghz,” kata Alviorita, “Lalu mengenai Yoland. Biarlah ia ikut dengan kalian.”

“Tidak, Tuan Puteri. Biarkan Yoland tetap di sini dan melayani Anda,” sahut Hellebre.

Alviorita memperhatikan Yoland yang tengah mendekat dengan membawa barangnya. “Sebaiknya Yoland sendiri yang memutuskannya.”

Yoland yang tidak tahu apa-apa, kebingungan mendengar kalimat itu.

“Yoland, engkau akan kembali ke Synghz atau tetap tinggal di sini?”

Sesaat Yoland kebingunan. “Saya juga ingin tinggal di sini dan terus melayani Anda, Nona. Tetapi keluarga saya masih ada di Synghz.”

“Aku mengerti, Yoland. Chymnt memang jauh dari Synghz.”

“Sebaiknya kalian segera berangkat sekarang sebelum hari semakin siang,” kata Nathan.

“Aku tidak akan menahan kalian lebih lama lagi. Perjalanan dari sini ke Synghz memang jauh. Bila kalian tidak segera berangkat, aku khawatir kalian kemalaman di jalan nanti.”

“Selamat tinggal, Tuan Puteri.”

“Aku pasti akan mengunjungi kalian,” janji Alviorita sebelum keluarga Rpiayh dan Yoland berangkat.

Namun sampai sekarang janji itu belum terpenuhi. Alviorita masih tidak ingin meninggalkan lapangan rumput di Chymnt. Setiap hari yang diinginkan gadis itu adalah berada di sana.

Walaupun Nathan juga senang dapat menemani Alviorita di hutan tempat mereka bermain dulu, tetapi ia merasa heran mengapa Alviorita tidak bosan setiap hari berada di hutan itu.

Nathan mengakui hutan itu memang indah.

Dedaunannya yang rimbun seperti atap. Sinar matahari yang terus berusaha menembus kerimbunan dedaunan tampak berkilau seperti permata putih kekuning-kuningan. Di antara hijaunya semak-semak muncul bunga yang berwarna-warni. Belum lagi keindahan lapangan rumput kesukaan Alviorita ini. Dari rerumputan yang tinggi tampak dandelion yang bulat putih. Dandelion yang berterbangan tertiup angin tampak terus naik ke atas seperti hendak mencapai langit biru yang indah.

Udara yang sejuk itu membuat hati terasa damai. Segala masalah menjadi terlupakan dan kadang membuat Nathan mengantuk.

Alviorita tersenyum nakal melihat Nathan tertidur di sampingnya. Alviorita mengerti Nathan lelah setelah seharian mengantarnya pergi. Namun ide nakal yang muncul tiba-tiba itu, membuat Alviorita tidak dapat menahan dirinya untuk tidak menggoda Nathan.

Mula-mula Alviorita mencoba membangunkan Nathan dengan rumput panjang. Ujung rumput yang seperti bulu itu diputar-putar Alviorita di wajah Nathan. Melihat Nathan terus tertidur, Alviorita tersenyum senang. Alviorita kembali melakukan kebiasaannya semasa kecil.

Nathan terkejut ketika ia merasa sesuatu disiramkan ke wajahnya seperti air yang mengalir. Nathan membuka matanya dan melihat Alviorita tersenyum nakal sambil terus menyiramkan rumput ke wajahnya.

Alviorita tidak berhenti walaupun Nathan telah bangun.

Kesal karena Alviorita telah menganggu tidurnya, Nathan segera menangkap lengan gadis itu sebelum gadis itu menjauhinya.

“Engkau nakal sekali,” kata Nathan pura-pura marah.

“Engkau yang nakal. Engkau tidur sementara aku duduk di sisimu,” kata Alviorita sambil tersenyum nakal, “Bahkan sekarang engkau tetap tidak mau bangkit.”

“Justru karena aku tahu engkau ada di sisiku, aku merasa tenang dan dapat tidur dengan tenang pula.”

Alviorita terkejut ketika Nathan tiba-tiba menarik tangannya hingga ia terjatuh di sisi pria itu. “Apa yang kaulakukan?”

Nathan tersenyum nakal melihat keterkejutan Alviorita. “Daripada engkau marah hanya karena aku tidak mau bangkit, lebih baik engkau yang ikut berbaring di sini.”

“Engkau beruntung aku tidak meninggalkanmu sendirian di sini,” kata Alviorita cemberut.

“Kalau engkau berani melakukannya, aku akan menghukummu,” kata Nathan memperingati.

“Hukuman apa?” tantang Alviorita.

Nathan tersenyum penuh misteri seperti sinar matanya. “Hukuman yang paling manis.”

“Hukuman yang paling manis?” kata Alviorita tidak mengerti, “Apakah ada hukuman yang manis?”

“Alviorita, walaupun bagi semua orang engkau adalah gadis dewasa yang anggun tetapi bagiku engkau tetap gadis kecil yang lugu dan polos.”

Alviorita semakin kebingungan melihat senyum geli Nathan yang bertentangan dengan sinar matanya.

Nathan menatap dalam-dalam kebingungan di mata Alviorita. Setelah bertemu kembali dengan Alviorita yang telah menjadi Putri Mahkota, Nathan hanya mempunyai satu pandangan terhadap gadis itu.

Alviorita adalah Putri Mahkota yang anggun, angkuh dan dewasa dalam segala hal.

Setelah mendengarkan cerita orang tuanya tentang Alviorita, pandangan Nathan runtuh dalam satu waktu. Dan setelah lebih dekat lagi dengan Alviorita walaupun pertengkaran mereka masih ada, Nathan semakin mengenal gadis itu.

Walaupun Alviorita tampak anggun di mata semua orang dan tampak dewasa, tetapi gadis itu tetaplah seorang gadis bukan wanita dewasa. Kepolosan serta keluguan masa kanak-kanak masih ada pada diri gadis itu walaupun selama lima belas tahun dikubur dengan paksa.

Walaupun sampai sekarang tidak ada kemajuan dengan ingatan Alviorita, Nathan tahu ia tidak salah membiarkan Alviorita tinggal di Castle Q`arde. Seperti yang dikatakan Nathan kepada Raja, Alviorita tampak lebih bebas dan lebih ceria dibandingkan saat ia berada di Istana.

Maryam yang biasanya selalu disiplin akhirnya menyerah juga ketika ia melihat Alviorita yang tampak ceria itu. Walaupun selama ini Maryam yang mendukung keinginan Raja agar Alviorita menjadi Putri Mahkota yang baik, tetapi wanita tua itu tetap bahagia melihat keceriaan Alviorita hingga tidak berani merusaknya.

Hanya Nathan saja yang mengetahui dalam diri Putri Alviorita yang anggun tersembunyi sosok masa kecilnya yang terkubur bersamaan dengan kesibukannya. Nathan tahu sosok yang tersembunyi selama lima belas tahun itu hanya tampak saat gadis itu bersamanya.

Nathan terus menatap Alviorita yang kebingungan. Melihat mata hijau yang tajam itu kebingungan, Nathan ingin sekali mengutarakan segala perasaannya kepada gadis itu.

Setiap kali melihat wajah cantik yang penuh tantangan itu, Nathan ingin sekali mengungkapkan cintanya tetapi Nathan tidak pernah melakukannya. Nathan khawatir Alviorita terlalu terkejut dengan pernyataannya hingga ia kabur lagi. Nathan tidak ingin itu terjadi.

Selama ini Nathan memang berhasil menahan dirinya untuk tidak mengatakannya tetapi ia tidak tahu hingga kapankah ia akan bertahan.

Alviorita menatap langit biru. “Engkau benar, Nathan.”

Nathan mengubah posisinya. Ia berbaring ke arah Alviorita. Telapak tangannya menopang kepalanya yang terus mengarah ke wajah Alviorita. “Benar?” tanyanya.

Alviorita tahu Nathan tengah menatapnya tetapi ia tidak mengalihkan perhatiannya dari langit biru yang menjadi halaman bermain awan-awan putih.

“Aku merasa aku sangat polos dan lugu bila aku bersamamu. Aku juga merasa aku menjadi semakin kekanak-kanakan dan manja. Aku tahu itu tidak boleh tetapi aku tidak dapat menahannya.”

Mata Nathan menyipit. “Siapa yang mengatakannya?”

Alviorita mengalihkan perhatiannya dari langit biru. “Entahlah, Nathan. Seseorang dalam diriku mengatakan semua orang tidak ingin aku kekanak-kanakan seperti itu. Mereka ingin aku menjadi gadis yang anggun.”

Nathan tersenyum lembut hingga membuat jantung Alviorita berdebar-debar.

“Semua itu salah, Alviorita. Engkau memang gadis yang anggun tetapi tidak seorangpun yang memaksamu bersikap seperti itu. Bagiku dan bagi semua orang di Castle Q`arde, engkau adalah gadis yang anggun.”

“Engkau yang salah, Nathan,” kata Alviorita sedih, “Walaupun aku tidak dapat mengingat masa laluku, aku tetap mengetahui satu hal. Aku harus menjadi gadis yang anggun.”

“Percayalah kepadaku, Alviorita. Hingga kapanpun engkau adalah gadis yang anggun.”

“Dalam ingatanku, aku mendengar seseorang mengatakan aku harus bersikap dewasa agar dapat menjadi gadis yang anggun.”

Nathan turut sedih mendengarnya. Walaupun Nathan telah berusaha membuat Alviorita melupakan semua perasaannya selama berada di Istana Urza, tetapi perasaan itu telah melekat erat dalam diri gadis itu.

Nathan tidak ingin melihat Putri Mahkota yang angkuh dalam diri Alviorita. Yang ingin dilihatnya adalah Alviorita yang sesungguhnya, Alviorita yang anggun tetapi liar dan suka menantang dengan kata-katanya yang tajam seperti matanya.

Hingga ingatannya pulih, Nathan ingin Alviorita merasa bebas seperti yang diinginkan gadis itu sejak Ratu meninggal. Tetapi perasaan terkurung yang melekat dalam diri Alviorita terlalu erat. Perasaan itu tetap ada walaupun Alviorita tidak dapat mengingat dirinya sebagai Putri Mahkota.

“Aku tidak melarangmu bersikap manja dan kekanak-kanakan kepadaku. Justru aku akan merasa marah sekali kepadamu bila engkau berusaha menutupinya di depanku,” kata Nathan memperingati, “Aku senang melihat engkau bersikap manja kepadaku dan aku ingin engkau tetap melakukannya.”

Alviorita tersenyum manis. “Aku mengerti, Nathan. Aku juga senang dapat bermanja-manja padamu.”

Wajah cantik Alviorita yang tampak semakin cantik dengan senyum manisnya, membuat Nathan tidak dapat menahan diri lagi. Nathan menundukkan kepalanya dan mencium perlahan bibir Alviorita yang masih membentuk senyum manis itu.

Senyum manis Alviorita menghilang ketika bibir mereka bertemu. Rona merah menggantikan senyum manis di wajah Alviorita.

Nathan berbaring kembali di tepat sisi Alviorita. Nathan merasa bersalah melihat pipi Alviorita yang memerah. “Maafkan aku, Alviorita. Engkau selalu membuatku melupakan segalanya kecuali satu yaitu menciummu. Engkau membuat aku melupakan pekerjaanku.”

Suara bersalah itu membuat Alviorita merasa sedih. “Jangan berkata seperti itu, Nathan. Aku tidak marah karena engkau menciumku. Aku… aku…,” wajah Alviorita semakin memerah, “Aku hanya merasa malu karenanya.”

Nathan tersenyum, “Itu berarti engkau tidak biasa dicium laki-laki.”

Alviorita membalas senyuman Nathan, “Mungkin engkau benar, Nathan.”

Nathan tahu ia benar. Ia telah menjadi pria pertama yang mencium Alviorita hingga gadis itu menangis sedih.

Melihat kesedihan dan perasaan bersalah di wajah Nathan, Alviorita berkata, “Jangan sedih, Nathan.”

Alviorita meletakkan tangannya di wajah Nathan. “Mungkin ini akan membuatmu merasa senang. Engkau juga selalu membuatku bersikap manja. Hanya engkau, Nathan.”

“Aku tahu itu, Alviorita. Bahkan sebelum engkau mengatakannya aku sudah tahu,” kata Nathan, “Sekarang apa yang akan kita lakukan?”

“Memandang langit,” jawab Alviorita singkat.

“Kalau engkau bersikap seperti ini, engkau seperti Jeffreye.”

Alviorita mengalihkan perhatiannya dari langit. “Jeffreye?”

“Ia adalah kemenakanku. Engkau sangat menyayanginya dan iapun juga menyayangimu. Ia senang memandang langit sepertimu saat ini. Setiap kali aku menemaninya bermain di sini, ia selalu berbaring sambil memandang langit bahkan hingga tertidur.”

“Di mana dia?” tanya Alviorita ingin tahu.

“Ia telah kembali ke Druqent. Ketika engkau tinggal di sini, ia membujuk setiap orang di keluarganya untuk menunda kepulangannya dan ketika engkau menghilang, ia terpaksa pulang.”

“Kasihan dia,” kata Alviorita, “Bisakah kita menjemputnya?”

Nathan bangkit. “Mengapa tidak? Itu adalah ide yang bagus.”

Alviorita terkejut melihat Nathan cepat-cepat bangkit dan mengulurkan tangannya untuk membantunya bangkit.

“Kita akan pergi ke Druqent siang ini juga, Alviorita. Kita akan menjemput Jeffreye.”

Alviorita tersenyum senang, “Jeffreye pasti senang sekali.”

“Tentu saja, ia sangat menyayangimu,” kata Nathan, “Mari kita kembali ke Castle Q`arde.”

Alviorita menurut ketika Nathan menarik tangannya ke Castle Q`arde. Melihat Nathan tidak seperti biasanya, Alviorita mengerti pria itu benar-benar ingin ke Druqent siang ini juga.

Nathan yang biasanya berjalan lambat di sisi Alviorita kini berjalan sangat cepat sambil menarik tangan Alviorita.

Walaupun ia harus berusaha keras menyesuaikan langkah kakinya dengan langkah kaki Nathan, Alviorita tidak merasa khawatir akan jatuh. Alviorita tahu Nathan selalu menjaganya dengan hati-hati.

Rupanya Nathan menyadari kesulitan Alviorita karena pria itu tiba-tiba berhenti.

“Ada apa, Nathan?” tanya Alviorita khawatir.

“Seperti kataku, bersamamu membuatku melupakan segalanya,” jawab Nathan, “Aku lupa engkau akan kesulitan menyamakan langkahmu denganku.”

“Tidak apa-apa, Nathan.”

“Gaunmu dapat membuatmu terjatuh kalau engkau berjalan cepat sepertiku,” kata Nathan memperingati.

“Aku tidak khawatir akan jatuh. Aku tahu engkau akan menjagaku,” kata Alviorita sambil tersenyum.

“Aku memang akan selalu menjagamu, Alviorita. Karena itu sekarang aku tidak akan berjalan cepat lagi,” kata Nathan sambil menarik Alviorita mendekat, “Kita akan berjalan pelan-pelan ke Castle Q`arde, hari masih pagi. Aku tidak perlu khawatir kita kesiangan.”

Alviorita tertawa. “Engkau lucu, Nathan. Bagaimana mungkin kita akan kesiangan kalau Castle Q`arde telah berada di dekat kita. Di depan kita saja sudah tampak menara Castle yang menjulang.”

“Engkau benar, Alviorita. Aku terlalu bersemangat hingga aku melupakannya.”

“Kadang-kadang aku merasa engkau kekanak-kanakan juga, Nathan.”

“Kita akan menjadi pasangan yang paling kekanak-kanakan, Alviorita. Aku yakin itu apalagi bila mengingat semua pertengkaran kita yang seperti anak kecil yang sama-sama tidak mau mengalah.”

Nathan sadar ia telah melakukan kesalahan. Nathan tidak ingin Alviorita memulai pertengkaran lagi setelah sekian lama mereka tidak bertengkar.

Alviorita tersenyum, “Aku juga merasa demikian. Aku senang akhir-akhir ini kita jarang bertengkar.”

Kata-kata Alviorita yang berlawanan dengan yang diduga Nathan itu sempat membuat Nathan terkejut. Rupanya tidak hanya Nathan yang tidak ingin bertengkar, Alviorita juga tidak ingin.

Suasana akrab yang ada di antara mereka sejak mereka tiba di Castle Q`arde, membuat Alviorita merasa senang. Alviorita senang tinggal di antara keluarga Kryntz yang ramah kepadanya walaupun ada Trent yang tidak disukainya.

Tidak seperti dulu, kini Alviorita benar-benar tidak menghiraukan Trent. Setiap kali melihat pria itu mendekatinya, Alviorita segera mencari perlindungan dari Nathan. Alviorita benar-benar tidak suka melihat Trent yang selalu mengikutinya hanya karena ingin menunjukkan kepandaian memujinya.

Nathan benar-benar menjaga dan melidungi Alviorita dari apapun bahkan dari adiknya sendiri. Nathan tahu sejak kecil Alviorita tidak menyukai Trent dan ia selalu berusaha menjauhkan gadis itu dari Trent. Sering mereka memanjat pohon hanya untuk menghindari Trent.

Walaupun Maryam juga tinggal di Castle Q`arde, wanita tua itu tetap tidak mengetahui apa saja yang dilakukan Alviorita bersama Nathan.

Tetapi Maryam yang biasanya selalu mengetahui tindakan Alviorita itu tidak pernah merasa kecewa. Ia sudah cukup senang bertemu kembali dengan Alviorita yang telah menghilang darinya selama setengah tahun lebih. Dan wanita itu akan menjadi lebih senang lagi bila ingatan Alviorita pulih.

Melihat waktu terus mengalir seperti sungai tetapi ingatan Alviorita tidak pulih, Maryam merasa cemas. Maryam tidak dapat membiarkan keadaan seperti ini terus berlangsung. Alviorita adalah Putri Mahkota, banyak tugas yang harus dilakukannya.

Maryam semakin tidak sabar melihat usaha Nathan untuk mengembalikan ingatan Alviorita. Sampai saat ini Nathan tidak pernah mengatakan apa-apa tentang usahanya bahkan kemajuan ingatan Alviorita.

Tidak seorangpun di Castle Q`arde yang mengetahui apakah ingatan Alviorita telah pulih bahkan Maryam yang biasanya selalu berada di sisi Alviorita juga tidak mengetahuinya. Sejak berada di Castle Q`arde, Maryam jarang berada di sisi Alviorita. Maryam juga tidak sedekat dulu lagi dengan Alviorita.

Seluruh waktu dan perhatian Alviorita telah direbut Nathan dari Maryam. Setiap hari Nathan ‘menculik’ Alviorita dari pengasuhnya itu. Maryam tidak menganggapnya sebagai masalah besar.

Yang menjadi masalah besar baginya adalah ingatan Alviorita. Alviorita adalah satu-satunya penerus Raja Phyllips. Bagaimana gadis itu dapat menjadi Ratu yang diinginkan setiap orang bila ingatannya tidak pulih. Maryam telah berjanji untuk tidak mengatakan apa-apa tentang kedudukan Alviorita yang penting itu dan Maryam tidak ingin mengingkarinya.

Tetapi Maryam tidak dapat membiarkan keadaan ini terus berlangsung. Maryam merasa ingatan harus segera pulih demi masa depan Kerajaan Lyvion yang berada di tangan Alviorita. Maryam telah membuat rencana untuk Alviorita dan Maryam yakin Nathan akan menyetujuinya.

Maryam tahu bila Alviorita telah pergi bersama Nathan, gadis itu tidak akan kembali sebelum petang. Maryam memang tidak tahu apa yang dilakukan mereka hingga petang tetapi ia mempercayai mereka terutama Nathan.

Mulanya Maryam khawatir ia harus menanti hingga petang sebelum ia menyampaikan rencananya kepada Nathan tetapi ketika ia melihat mereka berdua mendekati Castle Q`arde, ia merasa lega karena tidak perlu menanti lebih lama dari dugaannya semula.

Maryam segera menyambut kedatangan mereka.

Nathan terkejut ketika pintu terbuka tepat pada saat ia akan membukanya. “Engkau membuatku terkejut, Maryam.”

“Apa yang terjadi, Maryam? Engkau seperti dikejar hantu saja,” kata Alviorita sambil tersenyum geli melihat pengasuhnya terengah-engah.

“Tidak ada apa-apa, Tuan Puteri. Saya hanya ingin berbicara dengan Tuan Muda.”

“Kita akan membicarakannya di dalam, Maryam. Sekarang biarkanlah kami masuk.”

“Tentu, Tuan Muda.” Maryam segera membuka pintu lebar-lebar dan membiarkan mereka masuk.

Alviorita mengawasi wajah Maryam. “Katakanlah kepadaku apa yang terjadi, Maryam. Engkau tampak tegang seperti telah terjadi sesuatu yang serius.”

“Tidak ada apa-apa, Tuan Puteri,” kata Maryam meyakinkan Alviorita, “Sungguh, tidak terjadi apa-apa. Saya ingin berbicara hanya dengan Tuan Muda.”

Melihat kecemasan Alviorita, Nathan berkata, “Kalau memang tidak ada masalah yang serius, kurasa engkau dapat mengatakannya sekarang.”

Maryam menatap cemas wajah Alviorita.

Melihat kecemasan Maryam, Nathan mengerti apa yang akan dibicarakan Maryam. Maryam benar Alviorita tidak boleh tahu pembicaraan mereka ini.

“Lebih baik engkau bersiap-siap sekarang, Alviorita. Engkau dapat bersiap-siap sendiri, bukan? Atau engkau membutuhkan bantuan Maryam?”

Alviorita mengerti Nathan tidak ingin ia mengetahui pembicaraan mereka. “Jangan khawatir, Nathan. Aku bisa melakukannya. Kalau nanti aku membutuhkan bantuan, aku akan memanggil pelayan yang lain.”

“Bagus, sekarang pergilah. Nanti kalau engkau belum selesai, aku akan menantimu di sini,” kata Nathan.

Alviorita segera menuju ke kamarnya.

Begitu Alviorita menghilang di tangga, Maryam berkata, “Anda dan Tuan Puteri akan pergi?”

“Benar, Maryam. Aku dan Alviorita berencana ke Druqent siang ini.” Nathan mengawasi sekelilingnya, “Lebih baik kita tidak berbicara di sini, Maryam. Di sini pembicaraan kita terlalu mudah didengar orang.”

“Tentu, Tuan Muda. Seperti saya, keluarga Anda juga telah menanti Anda sejak tadi.”

“Apakah urusan yang akan kaubicarakan ini sangat penting, Maryam, hingga keluargaku ikut campur tangan juga.”

Nathan membiarkan Maryam membawanya ke Ruang Duduk.

Seperti yang dikatakan Maryam, orang tua Nathan juga berada di sana.

“Aku senang engkau sudah ada di sini, Nathan. Aku khawatir engkau akan pergi hingga sore.”

“Tidak, Papa. Aku dan Alviorita ingin menjemput Jeffreye siang ini.”

“Tidak dapatkah Anda menundanya, Tuan Muda?”

“Aku dapat menundanya, Maryam, tetapi hal itu akan membuat Alviorita sedih,” kata Nathan, “Katakan saja apa yang terjadi, Maryam. Aku yakin Alviorita akan mengerti bila ia tahu ia terpaksa menunda perjalanan ini.”

“Tidak terjadi apa-apa, Tuan Muda. Saya hanya ingin membawa Tuan Puteri ke Istana Urza.”

“Istana Urza? Untuk apa, Maryam? Raja telah membiarkan Alviorita tinggal di sini sampai ingatannya pulih.”

“Itulah sebabnya, Tuan Muda. Sampai saat ini saya belum melihat ingatan Tuan Puteri telah mengalami kemajuan. Sejak tiba di sini hingga saat ini, saya merasa Tuan Puteri tetap tidak mengingat apapun.”

“Engkau salah, Maryam. Walaupun ingatan Alviorita belum pulih tetapi ada beberapa hal yang mulai diingatnya.”

“Saya merasa ingatan Tuan Puteri akan cepat pulih bila ia pergi ke Istana Urza. Tuan Puteri tinggal di sana lebih lama dibandingkan di sini. Maafkan saya, Tuan Muda, tetapi itulah kenyataannya.”

“Aku mengerti, Maryam. Alviorita memang lebih lama tinggal di Istana Urza daripada di sini tetapi yang diingat Alviorita adalah kenangan masa kecilnya di sini. Alviorita tidak dapat mengingat apapun tentang Istana.”

“Kita harus mencobanya, Nathan. Kita harus membawa Tuan Puteri ke Istana,” bujuk Duchess.

Nathan menatap wajah Maryam. “Apakah kalian mengerti, mengapa aku berusaha agar Alviorita tinggal di sini bukannya di Istana?”

“Saya mengerti, Tuan Muda. Anda tidak ingin Tuan Puteri terbebani apapun selama masa penyembuhannya ini,” kata Maryam, “Tetapi, Tuan Muda. Bagaimana dengan nasib Kerajaan ini? Tuan Puteri adalah satu-satunya penerus Raja Phyllips. Bagaimana bila ingatannya tidak segera pulih?”

“Kekhawatiran Maryam beralasan, Nathan. Engkau harus mengikuti sarannya,” kata Duke.

“Aku telah memikirkannya. Walaupun lama tetapi aku yakin ingatan Alviorita akan pulih.”

“Kita harus mencobanya, Tuan Muda. Kita harus membawa Tuan Puteri ke Istana,” kata Maryam bersikeras.

Nathan menatap wajah keriput Maryam sambil berpikir. Nathan tahu Maryam benar, ingatan Alviorita mungkin akan pulih bila ia berada di Istana tetapi Nathan juga tahu itu tidak mungkin. Alviorita tidak menyukai kedudukannya yang dapat berarti pula bahwa ia tidak senang tinggal di Istana dan kemungkinan Alviorita melupakan Istana sangat besar.

Nathan yang terbiasa memanfaatkan kesempatan sekecil apapun, akhirnya memutuskan menuruti keinginan Maryam.

Mengenai rencana yang dibuatnya bersama Alviorita, Nathan tidak akan membatalkannya tetapi akan mengubahnya. Tidak harus mereka yang pergi ke Druqent untuk menjemput Jeffreye.

Baru saja Nathan akan mengatakan keputusannya ketika Duke berkata, “Tidak harus engkau yang menjemput Jeffreye.”

“Benar, engkau dapat menyuruh orang lain menjemput Jeffreye sementara kita pergi ke Istana Urza,” sahut Duchess.

“Aku baru saja memikirkan hal itu. Aku memutuskan menyuruh Trent menjemput Jeffreye sementara kita membawa Alviorita ke Istana Urza.”

“Benar, Nathan. Lebih baik kita menyuruh Trent menjemput Jeffreye daripada orang lain,” kata Duchess.

“Selama kita dan Alviorita berada di Istana Urza nanti, aku minta kita semua tidak mengatakan apa-apa.”

“Tentu saja, Nathan. Takkan ada seorangpun dari kita yang mengatakan tentang gelar Alviorita kepada Alviorita.”

“Bukan hanya itu maksudku, Papa. Aku tidak ingin seorangpun mengatakan tempat yang kita datangi itu adalah Istana.”

“Lalu apa yang harus kita katakan kalau gadis itu bertanya mengapa tempat yang kita datangi itu ramai. Engkau tahu bukan Istana selalu ramai,” kata Duke.

“Apa pula yang harus kita katakan kalau gadis itu melihat lukisan dirinya di sana?” tambah Duchess.

“Saya tidak ingin Tuan Puteri tidak melihat lukisan-lukisan dirinya. Saya ingin Tuan Puteri melihat segala sesuatu yang ada di dalam Istana yang berhubungan dengan dirinya,” kata Maryam.

Ketiga orang yang terus memberikan pertanyaan dan pernyataan kepada Nathan, tidak membuat pria yang sedang itu terganggu. “Kita akan mengatakan tempat itu adalah rumahnya dan tempat itu ramai karena orang-orang yang berada di sana memiliki urusan dagang dengan Raja.”

“Saat ini Raja tidak berada di Istana, Nathan. Saat ini Raja berada di luar Kerajaan,” kata Duke mengingatkan.

“Aku tahu, Papa. Bila melihat sikap acuh Alviorita setiap kali Raja datang ke sini, aku yakin gadis itu tidak akan mencari Raja. Lagipula saat ini Istana pasti tidak seramai saat Raja ada di Istana.”

“Anda benar, Tuan Muda. Tuan Puteri tidak pernah akrab dengan Paduka. Walaupun telah lama mereka tidak bertemu, Tuan Puteri tidak pernah tampak rindu pada Paduka.”

“Maksudmu, selain di sini, di Istanapun Tuan Puteri selalu tidak mempedulikan keberadaan Raja,” kata Duchess heran.

Sejak kedatangan Raja yang pertama yaitu sehari setelah ia tiba di Chymnt, Raja memang jarang datang ke Castle Q`arde tetapi Alviorita tidak pernah tampak khawatir ataupun rindu.

Bahkan pertemuan pada pertama mereka setelah Alviorita kabur dari Istana Urza, Alviorita bersikap sangat dingin kepada ayahnya. Walaupun tahu pria itu adalah ayahnya dan ayahnya senang dapat bertemu lagi dengannya, Alviorita tidak berusaha bersikap ramah kepada Raja Phyllips.

Hal itu sangat mengherankan semua orang di Castle Q`arde kecuali Maryam yang telah terbiasa dengan keadaan seperti ini dan Nathan. Semua orang semakin heran ketika melihat Alviorita segera pergi setelah melihat ayahnya.

Nathan tahu mengapa Alviorita bersikap seperti itu. Bahkan sebelum mereka bertemu, Nathan telah mengetahui keadaan inilah yang akan terjadi, Alviorita akan segera menghindari ayahnya begitu melihat ayahnya datang.

Dulu Alviorita kabur dari Istana Urza karena ayahnya dan karena ayahnya pula ia terpaksa meninggalkan masa kecilnya. Walaupun tahu Raja mencemaskannya, Alviorita tetap tidak mau kembali ke Istana Urza hingga ia kabur lagi dari Castle Q`arde dan akhirnya sekarang ia kehilangan ingatannya.

“Tuan Puteri memang selalu begitu.”

“Aku heran, mengapa Tuan Puteri bersikap seperti itu. Bukankah seharusnya ia lebih akrab dengan ayahnya setelah kematian ibunya,” gumam Duchess.

“Kurasa saat ini bukan saatnya kita membicarakan itu, Mama. Aku akan memanggil Alviorita,” kata Nathan, “Lalu mengenai Trent, tolong Mama yang mengatakannya. Aku yakin ia akan semakin membenciku bila aku yang mengatakan hal ini.”

Duchess tersenyum pengertian, “Mama mengerti, Nathan. Mama akan mengatakannya kepada Trent tanpa menyebut namamu ataupun Tuan Puteri.”

Sebelum membuka pintu, Nathan membalikkan badannya dan berkata, “Maryam, kurasa engkau tidak perlu membantu Alviorita. Aku yakin saat ini gadis itu telah siap.”

“Baik, Tuan Muda. Saya akan mengurus kereta yang akan membawa kita ke Istana Urza,” kata Maryam.

“Terima kasih, Maryam” kata Nathan sambil membuka pintu.

Nathan tahu Alviorita akan sedih dengan rencana baru ini tetapi gadis itu pasti mengerti setelah mendengar penjelasannya.

Baru saja Nathan memikirkan apa yang harus dikatakanya kepada Alviorita ketika ia melihat gadis itu berada di ujung tangga pertama yang harus ia lalui.

Alviorita yang berdiri di dekat jendela yang terbuka lebar, tampak sangat cantik. Sinar matahari yang memasuki lorong membuat gadis itu bermandikan sinar matahari dan membuatnya tampak seperti bidadari dengan gaunnya yang putih itu.

Seulas senyum manis yang menghias wajahnya membuat Nathan ingin segera mendekati gadis itu dan memeluknya erat-erat sebelum gadis itu menghilang.

Alviorita tersenyum senang ketika melihat Nathan. Alviorita diam menanti Nathan tiba di sisinya.

“Kita akan berangkat sekarang?” tanyanya.

Nathan meraih tangan Alviorita dan menciumnya, “Tentu, Tuan Puteri. Kalau kita tidak berangkat sekarang, aku khawatir kecantikanmu akan pudar.”

Wajah Alviorita memerah mendengar pujian itu. Alviorita tahu ia tidak pernah menyukai pujian setiap pria yang ditujukan pada dirinya tetapi ia selalu menyukai pujian Nathan. Bagi Alviorita, pujian Nathan benar-benar tulus bukan karena memiliki tujuan lain.

“Walaupun engkau adalah seorang gadis liar, tetapi engkau sangat manis, Alviorita. Apalagi pipimu yang memerah seperti mawar merah ini,” katanya kemudian Nathan mencium pipi Alviorita. “Dan membuatku ingin menciumnya,” tambah Nathan sambil tersenyum.

“Engkau tidak mengganti bajumu?”

“Tidak, Alviorita.”

“Kita tidak jadi pergi?”

Nathan menatap lekat-lekat wajah Alviorita dan membuat gadis itu kebingungan melihat wajahnya yang serius. “Kita tetap akan pergi, Alviorita, tetapi kita tidak ke Druqent. Aku tahu engkau sedih, tetapi dengarkanlah penjelasanku ini dulu.”

“Aku akan mendengarkannya, Nathan.”

“Kita akan ke rumahmu untuk mencoba mengembalikan ingatanmu. Kita tidak dapat menunda kepulanganmu ini, Alviorita.”

“Apakah aku akan meninggalkan tempat ini?” tanya Alviorita cemas.

“Tidak, Alviorita. Aku tidak akan membiarkanmu meninggalkan Castle ini sebelum ingatanmu pulih.”

“Bagaimana setelah ingatanku pulih?”

Nathan terdiam. Hingga saat ini Nathan belum tahu apa yang akan terjadi setelah ingatan Alviorita pulih. Selama gadis itu kehilangan ingatannya, mereka semakin dekat. Nathan tidak pernah memikirkan apa yang terjadi bila ingatan gadis itu pulih bahkan tidak dapat menebaknya.

Andaikata Nathan tahu bagaimana perasaan Alviorita kepadanya, mungkin ia dapat menebaknya. Tetapi Nathan tidak tahu dan ia tidak pernah menanyakannya kepada Alviorita walaupun ia selalu ingin bertanya.

Hingga ingatan Alviorita pulih, Nathan tidak ingin membuat Alviorita curiga kepada dirinya.

“Aku belum memikirkannya, Alviorita,” kata Nathan jujur, “Lupakan saja masalah itu. Aku janji akan memikirkan hal ini. Saat ini yang penting adalah memulihkan ingatanmu.”

“Nathan, bila kita tidak jadi ke Druqent hari ini, apakah kita akan ke sana besok?”

“Tidak, Alviorita. Aku telah meminta Trent menjemput Jeffreye hari ini juga. Aku tahu engkau ingin menjemput sendiri Jeffreye, Alviorita, tetapi engkau pasti lelah setelah seharian berkeliling untuk memulihkan ingatanmu.”

“Jangan kaulakukan itu, Nathan. Aku tidak akan lelah,” kata Alviorita membujuk.

“Aku mengerti engkau kecewa, Alviorita, tetapi jangan membujukku. Aku tahu apa yang terbaik bagimu,” kata Nathan, “Saat ini yang terbaik bagimu adalah ikut aku ke rumahmu.”

“Nathan, aku ingin menjemput Jeffreye. Kalau engkau tidak mengijinkan aku pergi ke Druqent besok, kita dapat pergi lusa atau esoknya lagi,” kata Alviorita manja.

“Alviorita, biarkan Trent yang menjemput Jeffreye. Kita akan melakukan banyak hal yang penting sambil menanti mereka seperti menyiapkan pesta penyambutan kedatangan Jeffreye.”

“Aku tidak suka pesta, Nathan.”

“Mengapa?”

“Karena itu hanya menghabiskan waktuku sedangkan aku tidak mempunyai banyak waktu.”

“Engkau mempunyai waktu yang banyak, Alviorita. Tetapi saat ini engkau tidak mempunyai waktu lagi. Kita harus segera ke rumahmu sebelum hari semakin siang. Aku tidak ingin engkau terbakar sinar matahari.”

“Nathan…”

Sebelum Alviorita membujuknya, Nathan segera menyela, “Kalau engkau tidak mau mengikutiku, Alviorita, aku akan membopongmu”

Nathan diam memandang Alviorita. Gadis itu tampak masih tidak mau meninggalkan tempat itu. Tangan gadis itu masih memainkan topi putih yang dibawanya.

“Kurasa lebih baik aku membopongmu,” gumam Nathan sambil mengangkat tubuh Alviorita.

“Nathan, turunkan aku.”

“Setiap kali aku membopongmu, engkau selalu minta diturunkan. Engkau tidak senang kubopong?” kata Nathan merujuk.

“Bukan begitu. Hanya saja apa yang akan dikatakan orang tuamu bila melihat kita?”

Nathan tersenyum. “Mereka tidak akan mengatakan apa-apa. Mereka akan tersenyum senang. Kalau engkau tidak mempercayaiku, lihat saja mereka yang sekarang berdiri di pintu.”

Alviorita melihat pintu depan Castle Q`arde. Di sana Duke dan Duchess berdiri sambil tersenyum menatap mereka.

Melihat Duke dan Duchess yang tampak menanti seseorang, Alviorita berkata, “Mereka akan ikut juga?”

“Tidak hanya mereka. Maryam juga akan ikut.”

“Engkau juga,” tambah Alviorita.

“Tanpa perlu dikatakanpun semua orang tahu aku akan ikut.”

“Engkau selalu berada di sisiku sejak kita bertemu di Synghz. Walaupun engkau lelah, engkau tetap mau menemaniku ke manapun.”

“Aku telah berjanji kepadamu, Alviorita. Dan aku selalu berusaha menepatinya. Apapun yang terjadi, aku akan selalu mengantarmu ke setiap tempat yang ingin kaudatangi. Tetapi untuk saat ini engkau harus menuruti aku.”

Melihat kereta kuda keluarga mereka telah tiba di depan Castle, Duke dan Duchess segera keluar.

Maryam yang muncul dari pintu setelah Duke dan Duchess keluar, segera mendekati Nathan yang masih berjalan sambil membopong Alviorita.

“Kereta kuda telah siap, Tuan Muda,” kata Maryam melaporkan.

“Terima kasih, Maryam.”

“Topi Anda, Tuan Puteri,” kata Maryam sambil mengulurkan tangannya.

Alviorita segera menyerahkan topi itu kepada Maryam yang segera menepi setelah menerimanya.

Nathan masih tidak menurunkan Alviorita walau mereka telah berada di halaman Castle Q`arde. Nathan baru menurunkan gadis itu ketika mereka tiba di pintu kereta yang terbuka. Pria itu membantu Alviorita dan Maryam sebelum ia naik.

Setelah semua orang naik, kusir kereta mulai menjalankan keretanya ke Vximour.
Tidak seorangpun yang berbicara selama perjalanan itu dan itu memberi kebebasan bagi Alviorita untuk mengamati setiap tempat yang mereka lalui.

Alviorita terkejut ketika ia menyadari ia mengenal Vximour walaupun ini pertama kalinya ia memasuki Vximour setelah tiba dari Synghz.

Melihat setiap tempat di Vximour yang mereka lalui, Alviorita merasa ia mengenal baik tempat-tempat itu. Bahkan Alviorita yakin mengetahui setiap sudut Vximour. Tidak ada suatu tempatpun di Vximour yang tidak diketahui Alviorita.

Tetapi Alviorita tidak tahu tempat yang mereka tuju saat ini adalah Istana Urza. Bahkan ketika mereka telah memasuki halaman Istana yang luas, Alviorita tidak menyadarinya. Tidak juga saat ia berada di depan pintu masuk Istana.

Sepasang prajurit membukakan pintu depan Istana untuk mereka ketika melihat kedatangan mereka. Kedua prajurit itu tampak terkejut sekaligus heran melihat kedatangan mereka yang mendadak ini.

Sebelum Alviorita curiga, Nathan segera mendekati kedua prajurit itu dan mengatakan sesuatu. Setelah itu ia mendekati Alviorita.

“Benarkah ini rumahku, Nathan?” tanya Alviorita lirih, “Rumah ini besar sekali.”

Nathan tidak menjawab pertanyaan itu. Ia hanya tersenyum sambil membawa Alviorita memasuki Istana.

Begitu mereka menginjakkan kaki di dalam Istana, Maryam segera mengambil alih tugas Nathan.

Seperti janjinya, Maryam tidak akan mengatakan apa-apa tentang gelar Alviorita. Dan untuk itu Maryam tahu ia tidak boleh membawa Alviorita berkeliling tingkat pertama dan kedua Istana yang menjadi pusat kegiatan Istana.

Maryam menggandeng Alviorita ke kamarnya yang juga berada di tingkat dua tetapi wanita itu tidak mengatakan apa-apa tentang setiap ruangan yang mereka lalui.

Alviorita heran. Bila benar tempat ini adalah rumahnya, tentunya ia masih dapat mengingat setiap sudutnya walaupun hanya sedikit. Tetapi Alviorita tidak dapat mengingat apapun. Setiap jalan yang dilaluinya bersama Maryam, terasa asing baginya. Dan itu membuat Alviorita semakin heran. Tidak mungkin Nathan membohonginya. Tidak mungkin pula Maryam yang selalu setia kepadanya, membohonginya.

Alviorita tidak dapat menjawab kebingungannya. Ia hanya membiarkan Maryam membawanya ke tempat yang diinginkan wanita itu.

Maryam berhenti di depan pintu kayu jati yang berukiran aneka binatang hutan yang bersembunyi di balik rimbunnya semak-semak.

Alviorita terlalu bingung untuk memperhatikan ukiran indah yang berbingkai perak itu.

“Ini adalah kamar Anda, Tuan Puteri,” kata Maryam sambil membuka pintu.

Walaupun Maryam mengatakan ruangan itu adalah kamarnya, Alviorita tetap tidak mengenali ruangan itu.

Ruangan luas yang berpermadani merah cerah itu tampak indah. Meja rias, almari, kursi yang berada di ruangan itu terbuat dari kayu jati yang berukiran binatang. Tempat tidurnya yang besar juga berukiran binatang.

Tirai kuning cerah pintu kaca yang menuju serambi, melambai-lambai seakan-akan ingin menyambut kedatangan Alviorita.

Alviorita menatap wajah Nathan.

Melihat pandangan yang penu kebingungan itu, Nathan berkata, “Ini adalah kamarmu, kalau engkau tidak percaya, lihatlah lukisan itu.”

Nathan mengantar Alviorita ke tempat yang dimaksudkannya.

Alviorita mengamati sebuah lukisan tergantung di atas perapian. Melihat wajahnya yang ada di dalam lukisan itu, Alviorita percaya tempat ini adalah rumahnya.

Tetapi mengapa ia tidak dapat mengingatnya, Alviorita tidak tahu.

“Aku tidak ingat aku pernah di sini,” kata Alviorita lirih, “Bahkan aku merasa asing berada di sini.”

“Tidak apa-apa, Alviorita. Kami tidak memaksamu mengingat semuanya hari ini. Kami hanya ingin menunjukkan padamu tempat ini.”

“Mengapa aku tidak dapat mengingat rumahku ini?”

“Karena engkau hilang ingatan, Alviorita.”

“Kalau aku pernah tinggal di sini, seharusnya aku dapat mengingatnya.”

Nathan sudah tahu harus mengatakan apa tetapi ia tidak dapat mengatakannya. Mengatakannya berarti membuat Alviorita curiga. Dan itulah yang paling tidak diinginkan Nathan.

Nathan meletakkan tangannya di pundak Alviorita dan berkata, “Jangan sedih, Alviorita. Kalau kita kehilangan ingatan kita, kita dapat melupakan segalanya bahkan tempat tinggal kita dan orang-orang yang kita sayangi.”

Duke dan Duchess yang juga berada di ruangan itu, telah menduga hal ini. Setelah mengetahui keinginan Alviorita untuk melepaskan diri dari kedudukannya juga pertunangannya, mereka yakin ingatan gadis itu tidak akan pulih secepat yang mereka inginkan.

Berlainan dengan Maryam. Maryam tetap tidak mau menyerah. Wanita itu membawa mereka ke Ruang Kanak-Kanak.

Segala yang ada di Ruang Kanak-Kanak tidak membuat Alviorita mengingat apapun. Gadis itu hanya senang melihat mainan-mainan yang tertata rapi di ruangan itu.

“Jeffreye pasti senang bila ia melihat mainan-mainan ini,” kata Alviorita.

“Aku setuju denganmu, Alviorita.”

Melihat Alviorita yang tampak seperti memasuki ruangan yang belum pernah dimasukinya, Maryam tetap tidak mau menyerah.

Duke dan Duchess hanya tersenyum melihat semangat wanita itu untuk mengembalikan ingatan Alviorita dengan segala sesuatu yang ada di dalam Istana.

Usaha Maryam tidak berhasil.

Setiap ruangan yang tidak berhubungan dengan kegiatan Kerajaan, telah ditunjukkan Maryam kepada Alviorita tetapi gadis itu tetap tidak dapat mengingat apapun. Seluruh bagian Istana yang luas ini tidak ada yang terlewatkan, tetapi Alviorita tetap tidak dapat mengingat apapun.

Di antara mereka, Maryamlah yang yang paling bersemangat mengelilingi Istana yang luas untuk berusaha mengembalikan ingatan Alviorita. Mereka sampai dibuat lelah oleh semangat Maryam. Semangat wanita itu pula yang membuat mereka sepanjang hari itu berada di Istana untuk mengelilingi Istana.

Mengelilingi Istana yang luas dengan cepat saja membutuhkan waktu yang cukup lama, apalagi bila pelan-pelan.

Selelah apapun mereka, tidak seorangpun dari mereka yang berhenti berusaha. Mereka tetap mengikuti Maryam ke manapun wanita itu membawa mereka.



*****Lanjut ke chapter 14

No comments:

Post a Comment