Sunday, February 11, 2007

Pelarian-Chapter 12

Karena Nathan tidak membawa kuda lain dan ia hanya sendirian mencari Alviorita di Synghz, maka keluarga Rpiayh memutuskan untuk menaiki kereta kuda yang mereka miliki.

“Aku ingin berkuda seperti Nathan,” kata Alviorita ketika melihat suami istri Rpiayh ingin mengajaknya naik kereta.

“Anda tidak boleh melakukannya. Perjalanan ini membutuhkan waktu yang lama,” kata Golbert.

Alviorita terdiam mendengar kata-kata sopan Golbert. Sejak berada di Synghz, Alvioritalah yang bersikap sopan kepada mereka tetapi sejak kedatangan Nathan, kedua orang itulah yang kini bersikap sopan terhadapnya.

Alviorita tidak mengerti mengapa mereka berubah sedemikian cepatnya.

“Sebenarnya siapakah saya sehingga kalian bersikap sangat sopan kepadaku?” tanya Alviorita curiga, “Bukankah saya yang harus bersikap sopan kepada kalian? Mengapa kini yang terjadi justru sebaliknya?”

Golbert dan Hellebre kebingungan melihat kecurigaan Alviorita. Mereka telah berjanji kepada Nathan untuk tidak mengatakan apa-apa tentang kedudukan gadis itu.

Nathan segera bertindak. “Karena engkau adalah gadis yang patut dihormati,” kemudian Nathan menambahkan dengan nada menyesal, “Walaupun engkau sangat liar seperti kucing.”

“Apakah engkau sendiri tidak nakal, the Devil Dog?” tanya Alviorita dingin.

“Tidak, aku lebih penurut daripada engkau.”

Melihat Alviorita ingin mengatakan sesuatu, Nathan cepat-cepat berkata, “Sekarang kita tunda dulu pertengkaran kita karena aku harus membawamu pulang pada mereka yang mengkhawatirkanmu sesegera mungkin.”

Yoland yang tidak mengetahui diri Alviorita yang sebenarnya berkata, “Sebaiknya Anda lekas-lekas masuk ke kereta, Nona.”

“Aku ingin berkuda,” kata Alviorita bersikeras.

“Tidak, Alviorita. Perjalanan ini membutuhkan waktu kurang lebih dua hari dan aku tidak ingin engkau sakit selama perjalanan.”

Alviorita tidak mau menyerah. “Aku janji aku tidak akan jatuh sakit.”

Nathan yang telah mengenal sikap tidak mau menyerah Alviorita, berusaha membujuk gadis itu dengan lembut.

“Aku juga yakin engkau tidak akan sakit, Alviorita. Tetapi ada baiknya kita menghindari kemungkinan itu. Aku tidak ingin membawamu kembali ke keluargamu dalam keadaan sakit. Aku khawatir mereka akan menyalahkan aku.”

“Tidak akan. Aku tidak akan membiarkan mereka menyalahkanmu,” kata Alviorita bersikeras, “Aku ingin naik kuda sepertimu.”

Alviorita tidak mau menyerah. Ia benar-benar ingin berkuda sendiri hingga Vximour. Alviorita tidak ingin menikmati setiap daerah yang mereka lalui hanya dari jendela kereta. Ia ingin melihat semua daerah yang mereka lalui tanpa halangan.

Mengingat gadis itu hanya disibukkan oleh urusan kerajaan selama lima belas tahun dan tidak pernah bersantai, Nathan mengerti keinginan Alviorita. Nathan ingin membuat Alviorita bahagia.

“Baiklah, engkau boleh naik kuda.”

Alviorita senang sekali mendengarnya. “Bolehkan saya meminjam kuda kalian?” tanya Alviorita penuh harap pada Golbert dan Hellebre.

“Tentu saja, Anda boleh meminjamnya,” kata Golbert, “Tanpa Anda mintapun, kami bersedia memberikan kuda kami pada Anda.”

Alviorita buru-buru menyahut, “Tidak, saya tidak memintanya. Saya hanya ingin meminjamnya.”

“Tidak, Alviorita. Engkau tidak akan memintanya juga tidak akan meminjamnya. Engkau akan naik kudaku.”

“Lalu engkau?” tanya Alviorita curiga.

“Jangan mengkhawatirkan aku, aku juga akan berkuda sebab aku harus mengawasimu.”

“Engkau membawa kuda lain?”

“Aku tidak perlu membawa kuda lain untuk membiarkan engkau tidak naik kereta,” kata Nathan sambil mendekati Alviorita.

Alviorita tidak mengerti apa yang dikatakan Nathan. “Engkau akan naik kereta?”

Nathan tersenyum sambil mendekati Alviorita yang kebingungan. Tanpa memberi kesempatan kepada gadis itu untuk menghindar, ia segera mengangkat tubuh Alviorita.

“Apa yang kaulakukan?” Alviorita terkejut.

“Membantumu naik kuda,” jawan Nathan tenang.

“Berkuda dengan gaun ini? Engkau jangan bercanda, Nathan, dengan gaun ini aku terlalu sulit untuk duduk di atas kuda sambil mengendalikannya,” kata Alviorita.kata
“Dulu engkau tidak kesulitan, sekarangpun tidak akan. Lagipula bukan engkau yang akan mengendalikan kudanya.”

“Apa maksudmu?”

Kecurigaan Alviorita membuat Nathan tersenyum. Nathan membiarkan Alviorita terus kebingungan tanpa mencoba mengurangi kecurigaan gadis itu.

Melihat Nathan membopong Alviorita ke kudanya, Hellebre segera berkata, “Yoland, lekas ambilkan mantel tebal untuk gadis itu.”

“Mungkin sebaiknya ia juga ikut. Aku rasa Yoland akan dibutuhkan Tuan Puteri selama perjalanan nanti,” tambah Golbert.

Hellebre menatap suaminya. “Engkau yakin?” kemudian ia berkata kepada Yoland, “Lekaslah bersiap-siap, Yoland. Kita akan segera berangkat.”

Yoland segera berlari ke dalam.

Sementara itu Alviorita telah didudukkan Nathan di depan pelana kudanya.

Akhirnya Alviorita mengerti semua kata-kata Nathan. “Mengapa engkau mendudukanku di sini?”

“Karena engkau akan duduk di depanku selama kita berkuda,” kata Nathan sambil menaikkan tubuhnya ke atas pelana kudanya.

Alviorita memalingkan kepalanya kepada Nathan yang berada di belakangnya dan merujuk. “Penipu! Katamu aku boleh naik kuda.”

Nathan tersenyum mendengar suara kecewa bercampur marah itu, “Aku memang mengijinkanmu tetapi aku tidak berkata engkau bisa berkuda sendiri.”

“Aku bisa berkuda,” sahut Alviorita.

“Aku tahu, Little Pussycat, tetapi aku tidak akan mengambil resiko. Aku khawatir engkau mengarahkan kudamu ke arah lain.”

“Aku tidak akan melakukannya. Lagipula engkau ada di sampingku dan menjagaku.”

“Aku lebih yakin engkau aman dalam keadaan seperti ini,” kata Nathan sambil melingkarkan sebelah tangannya ke pinggang Alviorita.

Alviorita jengkel tetapi ia mempunyai cara sendiri. Walaupun Nathan tidak mengijinkan dia naik kuda sendiri bukan berarti dia tidak dapat mengendalikan kuda.

Nathan telah menduga apa yang akan dilakukan gadis itu. Ia segera meraih tali kendali kudanya sebelum gadis itu memegangnya.

“Engkau benar-benar menyebalkan! Aku membencimu,” kata Alviorita jengkel sambil melipat kedua tangannya di depan dadanya.

Nathan tersenyum. Nathan memang tidak tahu bagaimana perasaan Alviorita kepadanya tetapi ia tahu apa yang baru diucapkan Alviorita bukan perasaannya yang sesungguhnya. Gadis itu sedang marah kepadanya. Nathan menyadari itu. Tetapi ia tetap tidak melepaskan gadis itu. Nathan ingin menyenangkan Alviorita sekaligus menjaganya.

Untuk menjaga gadis liar seperti Alviorita, Nathan hanya punya satu keyakinan yaitu ia tidak boleh jauh dari Alviorita. Ia harus selalu berada di sisi Alviorita.

Alviorita semakin jengkel melihat senyum itu. Alviorita memalingkan kepalanya ke jalan dengan jengkel.

Saat memalingkan kepala, Alviorita melihat Yoland datang dengan tergesa-gesa.
“Nyonya Besar menyuruh saya memberikan mantel ini kepada Anda, Nona. Nyonya Besar ingin Anda mengenakannya untuk menghindari angin.”

Nathan mengulurkan tangannya, “Terima kasih.”

Alviorita melihat gadis itu membawa tas kecil. “Engkau ikut?”

“Tuan Besar dan Nyonya Besar menyuruh saya ikut, Nona. Kata mereka Anda akan membutuhkan saya selama perjalanan nanti.”

“Aku senang engkau ikut, Yoland. Aku akan mempunyai teman selama perjalanan nanti,” kata Alviorita senang.

“Saya juga senang dapat menemani Anda, Nona.”

“Sebaiknya engkau segera naik ke kereta, Yoland. Kita akan segera berangkat,” kata Nathan, “Aku khawatir kita akan kemalaman di tengah jalan nanti. Hari sudah semakin siang.”

“Saya permisi dulu, Nona.”

Alviorita mengawasi kepergian Yoland. Alviorita terus mengawasi pelayannya itu hingga gadis itu naik kereta.

Nathan mengenakan mantel itu di pundak Alviorita.

“Mengapa aku harus mengenakannya? Matahari semakin tinggi dan hari semakin panas.”

“Untuk menghindari engkau jatuh sakit, sebaiknya engkau menurut,” Nathan menangkap tangan Alviorita yang ingin melepaskan mantel itu, “Engkau harus mengenakannya, Alviorita.”

“Aku heran mengapa engkau senang sekali memberi banyak aturan kepadaku. Aku tidak menyukai semua itu.”

“Selama lima belas tahun engkau terpaksa mengikuti semua aturan yang mengikatmu. Sekarang saat engkau terbebas dari aturan-aturan itu, engkau tidak mau diatur lagi. Aku mengerti itu. Tetapi aku harus melakukannya untuk kebaikanmu sendiri.”

Alviorita memandang lekat-lekat wajah Nathan. “Mengapa engkau sangat memperhatikan aku? Aku yakin engkau bukan saudaraku.”

Nathan tersenyum. Ia tidak tahu bagaimana reaksi Alviorita bila ia mengatakan kelak mau tidak mau mereka akan mengikat hubungan yang lebih dekat daripada hubungan saudara.

“Sebagai teman masa kecil yang menyayangimu, aku ingin membuatmu senang sekaligus melindungimu.”

“Sejauh apakah perjalanan kita ini sehingga engkau tidak mengijinkan aku berkuda sendiri?”

“Sangat jauh, Alviorita. Dengan berkuda, kita membutuhkan waktu lebih dari satu hari bahkan bisa mencapai satu minggu kalau kita berkuda sangat lambat.”

“Kita akan berjalan lambat?” tanya Alviorita penuh harap.

“Tidak, Alviorita.”

Melihat muka kecewa Alviorita, Nathan segera berkata, “Aku mengerti engkau ingin kita berjalan lambat tetapi aku ingin segera membawamu kembali ke keluargamu. Aku berjanji akan membawamu berjalan-jalan setelah kita sampai di rumahmu. Aku berharap engkau mau mempercayaiku dan menuruti segala kata-kataku.”

Alviorita kesal Nathan tidak menuruti permintaannya tetapi Nathan meminta ia selalu menuruti segala perintahnya. “Mengapa engkau bersikeras menyuruhku menurutimu?”

Melihat Alviorita ingin memulai pertengkaran lagi, Nathan segera bertindak.

Nathan telah berjanji kepada dirinya sendiri untuk tidak bertengkar lagi dengan Alviorita. Tetapi setiap kali mereka bertemu selalu ada di antara mereka yang memulai pertengkaran.

Walaupun demikian, Nathan merasa pertengkaran mereka semakin berkurang. Alviorita sudah tidak selalu berkata tajam kepadanya. Saat ini gadis itu mulai sering berkata sangat manis bahkan terkesan manja hingga membuat Nathan ingin menciumnya. Tetapi Nathan tidak pernah melakukannya. Bukan karena ia takut Alviorita akan menamparnya lagi tetapi karena ia tidak ingin membuat Alviorita semakin curiga kepadanya. Untuk saat ini Nathan merasa cukup memberi pengertian kepada Alviorita bahwa ia adalah teman masa kecilnya.

Saat ini Nathan tidak mau memikirkan yang lain. Nathan hanya tahu satu-satunya cara untuk membuat Alviorita terdiam adalah dengan menciumnya.

Alviorita sangat terkejut ketika Nathan menundukkan kepalanya dan menciumnya, hingga ia tidak dapat berbuat apa-apa. Alviorita merasa pria itu pernah menciumnya tetapi ia tidak ingat kapan.

Nathan tersenyum lembut melihat wajah Alviorita yang memerah.

Jantung Alviorita berdebar semakin kencang ketika tangan kanan Nathan semakin erat memeluk pinggangnya. Alviorita mengerti apa yang diharapkan Nathan darinya. Alviorita segera menyandarkan punggungnya di dada Nathan dan memegang lengan Nathan yang melingkar tubuhnya.

Melihat Alviorita telah menuruti segala perkataannya, Nathan segera memimpin rombongan kecil itu ke Vximour.

Mulanya Nathan memang senang Alviorita menurutinya tetapi lama kelamaan Nathan merasa kecewa. Sejak awal mereka berjalan hingga mereka telah meninggalkan Synghz, Alviorita hanya diam saja.

Nathan mengerti Alviorita marah kepadanya tetapi ia tidak ingin gadis itu terus diam saja seperti patung. Gadis itu sama sekali tidak mau berbicara walaupun ia telah berusaha mengajaknya berbicara.

Akhirnya Nathan menyerah pada Alviorita yang keras kepala, “Baiklah kalau engkau tidak mau berbicara, aku juga tidak akan berbicara.”

Alviorita tetap diam. Ia terus memperhatikan setiap tempat yang mereka lewati sambil berusaha mengacuhkan Nathan.

Nathan berharap Alviorita akan merasa bosan karena tidak ada yang mengajaknya berbicara tetapi ia salah. Alviorita terus diam walaupun tidak seorangpun yang mengajaknya berbicara. Nathan kecewa karenanya.

“Engkau marah kepadaku?” bisik Nathan.

Tidak ada jawaban.

“Aku mengerti mengapa engkau marah kepadaku. Aku ingin kita berjalan lambat tetapi mengertilah, Alviorita, keluargamu mengkhawatirkanmu. Kalau engkau benar-benar ingin melihat-lihat tempat ini, aku janji akan membawamu ke sini lagi bahkan ke semua tempat yang ingin kaudatangi. Tetapi setelah engkau pulang kepada keluargamu.”

“Aku merasa bila aku pulang, aku tidak akan ke mana-mana lagi bahkan untuk memintamu mengantarkan aku ke setiap tempat yang kuinginkan.”

Akhirnya Alviorita berbicara dan membuat Nathan senang. Nathan menahan perasaan senangnya mendengar kata-kata sedih itu.

Walaupun tidak dapat mengingat masa lalunya, Alviorita tetap ingat ia tidak dapat berbuat bebas bila ia telah berada di sisi keluarganya. Nathan dapat merasakan kesedihan gadis itu.

“Aku tidak akan membiarkan mereka mengurungmu,” kata Nathan berjanji, “Aku tetap akan membawamu berjalan-jalan walaupun mereka melarangmu. Kalau perlu aku akan menculikmu.”

Alviorita tersenyum geli. “Engkau menculikku? Apakah engkau yakin engkau dapat menculikku dari keluargaku?”

“Aku pasti akan melakukan apa saja untuk membahagiakanmu, Tuan Puteri.”

Alviorita memalingkan kepalanya mendengar kesungguhan Nathan. “Engkau berjanji?”

“Aku janji, Alviorita. Aku sangat ingin membuatmu yang selama ini tidak pernah membahagiakan diri sendiri, menjadi gadis yang paling bahagia di dunia ini.”

“Tidak pernah membahagiakan diri? Menjadi gadis yang paling bahagia di dunia?”

Nathan tersenyum mendengar kebingungan Alviorita. “Aku akan melakukannya untukmu dan hanya untukmu seorang, Alviorita,” katanya kemudian ia menundukkan kepalanya.

Wajah Alviorita kembali memerah ketika Nathan menciumnya. Alviorita melihat Nathan tersenyum padanya.

“Engkau menciumku lagi.”

“Aku akan menciummu lagi kalau engkau tidak segera memalingkan kepalamu ke jalan,” kata Nathan bergurau.

Wajah Alviorita semakin merah. Gadis itu segera memalingkan kepalanya dan kembali memperhatikan sekitarnya. Tetapi perhatian Alviorita tidak dapat kembali lagi ke sana. Jantung Alviorita yang kembali berdetak kencang membuat pikiran gadis itu tidak dapat terlepas dari pria yang kini memeluknya.

Seperti pikiran dan perasaannya, Alvioritapun tidak pernah jauh dari sisi Nathan. Walaupun setiap kali mereka berhenti, Alviorita selalu mendekati suami istri Rpiayh tetapi Nathan tetap berada di sisi gadis itu. Baik Nathan maupun Alviorita tampaknya tidak ingin jauh walaupun pertengkaran tetap ada di antara mereka.

Setiap hari bahkan setiap saat Alviorita memiliki kesempatan untuk naik kereta tetapi gadis itu tidak pernah melakukannya. Alviorita tetap memilih Nathan daripada keluarga Rpiayh.

Suami istri Rpiayh serta Yoland juga kusir kuda mereka sering merasa geli melihat hubungan Nathan dengan Alviorita. Mereka sering bertengkar tetapi mereka tetap selalu bersama.

Pernah dalam perjalanan mereka berhenti di suatu penginapan dan Nathan serta Alviorita kembali bertengkar. Alviorita tidak ingin tidur sedangkan Nathan ingin gadis itu beristirahat agar dapat meneruskan perjalanan tanpa kelelahan.

“Mereka bertengkar lagi,” kata Yoland.

Hellebre memperhatikan Nathan dan Alviorita yang sama-sama tidak mau mengalah. “Aku heran. Walaupun mereka selalu bertengkar tetapi aku tetap merasa mereka tampak akrab.”

“Mereka tampak semakin akrab dengan pertengkaran mereka itu,” kata Golbert.

“Aku ingin tahu bagaimana reaksi Tuan Puteri bila ia menyadari Tuan Muda Nathan adalah tunangan yang dihindarinya.”

“Aku tidak tahu, Hellebre. Saat ini Tuan Puteri tidak ingat masa lalunya.”

Walaupun telah beberapa hari melakukan perjalanan dengan kereta yang sama dengan keluarga Rpiayh tetapi Yoland tetap tidak mengetahui Alviorita yang sebenarnya dan hubungannya dengan Nathan. Percakapan yang baru saja terjadi juga tidak memberitahu banyak kepadanya. Kini Yoland mengerti Alviorita dan Nathan adalah tunangan dan Alviorita tidak menyukai pertunangan mereka.

Bukan hanya Yoland yang tidak tahu siapa Alviorita. Alviorita sendiri juga tidak tahu siapa dirinya. Walaupun ia telah mengetahui nama aslinya dari Nathan tetapi Alviorita tetap merasa pria itu tetap tidak mengatakan seluruhnya. Masih ada yang disembunyikan Nathan.

Melihat sikap suami istri Rpiayh yang sangat sopan bahkan seperti menyanjungnya, Alviorita semakin yakin ada yang disembunyikan Nathan darinya.

Alviorita pernah mengatakan kecurigaannya itu kepada Nathan tetapi pria itu tetap tidak berusaha mengurangi kecurigaannya. Alviorita tahu keluarga Rpiayh telah mengetahui segala sesuatu tentang dirinya di masa lalu tetapi keluarga itu juga tidak akan memberi tahu apa-apa kepadanya. Alviorita yakin Nathan meminta suami istri Rpiayh untuk tidak mengatakan apa-apa kepada dirinya.

Kecurigaan Alviorita semakin besar ketika mereka semakin menjauhi Synghz.

Sejak meninggalkan Synghz, Alviorita tidak tahu ke mana mereka akan pergi. Tidak seorangpun yang memberi tahunya. Alviorita juga tidak dapat menebak ke mana mereka pergi.

Walaupun Alviorita merasa ia mengenal setiap seluk beluk Kerajaan Lyvion tetapi ia tetap tidak dapat mengetahui jalan yang mereka lalui akan membawa dirinya ke mana.

Nathan telah menduga perasaan tajam Alviorita sebagai Putri Mahkota tidak dapat ditipu. Alviorita akan merasa curiga kepadanya yang seperti berusaha menyembunyikan asal usul gadis itu. Nathan tidak ingin menipu Alviorita karena itu ia tidak berusaha mengurangi kecurigaan Alviorita.

Kecurigaan Alviorita benar. Dan kecurigaan itu dibiarkan Nathan tetap ada di hati gadis itu hingga hari terakhir perjalanan mereka.

Ketika mereka semakin mendekati Vximour, Nathan semakin gelisah.

Alviorita menyadarinya. “Akhir-akhir ini engkau terlihat gelisah dan semakin hari semakin gelisah. Apa yang terjadi, Nathan?”

Nathan tidak dapat memberi tahu Alviorita kegelisahannya. Walaupun Alviorita tidak dapat mengingat masa lalunya tetapi perasaan terkurung gadis itu masih ada. Selama perjalanan, Nathan dapat merasakan perasaan terkurung Alviorita. Lima belas tahun hidup dalam dunia yang tidak disukainya, membuat perasaan terkurung Alviorita melekat di dasar hati gadis itu.

Sambil berusaha memulihkan ingatan Alviorita, Nathan ingin menghilangkan perasaan terkurung itu. Nathan ingin Alviorita tahu walaupun ia seorang Putri Mahkota, ia tetap dapat merasakan kebahagiaan. Tidak seluruh waktunya dibutuhkan oleh urusan kerajaan. Masih ada waktu terluang baginya untuk bermain.

Duchess benar. Karena Alviorita dipaksa untuk meninggalkan semua masa kanak-kanaknya sejak gadis itu masih tiga tahun, dalam diri gadis itu tumbuh satu keyakinan yang sangat kuat.

Ia adalah Putri Mahkota dan sebagai Putri Mahkota ia tidak boleh menghabiskan waktunya untuk bersenang-senang. Seorang Putri Mahkota tidak mempunyai waktu untuk bersenang-senang, semua waktunya hanya untuk kerajaannya.

Nathan tidak ingin Alviorita merasakan perasaan itu lagi bahkan ketika ia kehilangan ingatannya. Nathan tahu bila ia membawa Alviorita ke Istana Urza, ingatan gadis itu akan semakin cepat pulih. Tetapi pulih dalam keadaan terkurung. Dan Nathan tidak ingin itu terjadi.

Yang diinginkan Nathan adalah ingatan Alviorita pulih dalam keadaan bebas. Ingatan gadis itu harus pulih saat ia tidak merasakan tugas-tugas kerajaan yang berat yang membebaninya. Tetapi itu berarti Nathan tidak boleh membawa Alviorita ke Istana Urza.

Satu-satunya jalan yang terbaik adalah tidak membawa Alviorita kembali ke Istana Urza melainkan ke Castle Q`arde dan Raja Phyllips harus menerima keputusan Nathan ini. Nathan tidak peduli apakah Raja Phyllips mau menerima keputusannya ini. Nathan hanya menginginkan kebahagian Alviorita.

“Tidak ada apa-apa, Alviorita,” kata Nathan meyakinkan Alviorita.

“Aku tahu engkau gelisah, Nathan. Katakanlah kepadaku,” kata Alviorita memohon.

“Mungkin karena kita semakin dekat dengan tempat keluargamu, aku tampak gelisah seperti ini.”

Alviorita memandang lekat-lekat wajah Nathan. Melihat kesungguhan di wajah itu, Alviorita tahu ia tidak dapat membuat Nathan mengatakan yang sebenarnya. Alviorita kembali memperhatikan jalan.

Semakin mendekati Vximour, Alviorita semakin merasa ia mengenal tempat ini. Melihat puncak menara Istana Urza yang tampak menjulang di tengah-tengah kota Vximour, Alviorita merasa ia pernah tinggal di tempat ini.

Perasaannya yang mengatakan bahwa ia telah pulang ke rumahnya membuat gadis itu yakin ia pernah tinggal di Vximour.

Semula Alviorita menduga Nathan akan membawanya ke Vximour tetapi ternyata pria itu membawa rombongan mereka menjauhi Vximour.

Walaupun tidak mengerti mengapa Nathan tiba-tiba mengubah arah mereka, Golbert tetap tidak memerintahkan kusir kudanya ke Vximour. Golbert tetap membiarkan kusir kudanya mengikuti Nathan. Golbert yakin Nathan mempunyai tujuan tertentu sedangkan Hellebre tampak gelisah.

“Bukankah kita akan ke Vximour? Mengapa Tuan Muda Nathan mengubah arah? Apakah pria itu tidak membohongi kita?”

“Tenanglah, Hellebre,” kata Golbert, “Aku percaya Tuan Muda Nathan mempunyai tujuan tertentu. Lihatlah kita berjalan ke utara Vximour, mungkin kita akan menuju ke Chymnt.”

“Bukankah kita telah melalui Chymnt?” tanya Hellebre tidak mengerti.

“Belum. Tuan Muda Nathan membawa kita melalui Quadra. Nathan tidak melalui Chymnt,” kata Golbert tenang.

Yoland tidak mengerti apa yang dibicarakan kedua majikannya itu.

Melihat mereka semakin menjauhi Vximour, Alviorita semakin khawatir. “Kita akan ke mana?”

“Jangan khawatir, Alviorita. Aku akan membawamu ke tempat yang ada dalam mimpimu,” kata Nathan lembut.

Alviorita memalingkan kepala. “Tempat itu benar-benar ada?”

“Ya, dan sekarang kita menuju ke sana.”

“Kita akan berjalan-jalan di hutan itu?”

“Hutan?” tanya Nathan tak mengerti.

“Aku selalu melihat pemuda itu di hutan. Kami selalu bermain di hutan yang hijau dan lapangan rumput yang luas.”

Nathan tahu ia tidak salah membawa Alviorita ke Castle Q`arde. Gadis itu masih ingat hutan tempat mereka bermain di Chymnt dan tempat itu mungkin dapat membantu Alviorita mengingat semua masa lalunya.

“Aku akan membawamu ke sana nanti.”

“Nanti? Bukankah kita akan ke sana sekarang?” tanya Alviorita curiga, “Apakah engkau ingin aku beristirahat lagi? Aku yakin engkau akan menyuruhku tidur sebelum membawaku ke sana.”

“Tepat sekali,” kata Nathan, “Engkau semakin pandai menebak.”

“Aku tidak menebak. Setelah mengenalmu sekian lama, aku semakin tahu apa yang ada di pikiranmu.”

“Apa yang sekarang ada di pikiranku?” tantang Nathan.

“Yang pasti adalah aku harus tidur sebelum engkau membawaku ke hutan itu,” kata Alviorita kesal.

“Walaupun engkau adalah kucing liar, engkau tetaplah seorang gadis. Engkau pasti merasa lelah setelah beberapa hari berkuda bersamaku, Alviorita.”

“Aku tidak lelah,” bantah Alviorita.

“Aku meragukannya, Alviorita. Tidak mungkin engkau tidak lelah terus duduk sepanjang hari selama tiga hari. Aku sendiri lelah terus menerus memelukmu seperti ini.”

“Mengapa engkau melakukannya?”

“Karena aku ingin membuatmu senang sekaligus menjagamu,” kata Nathan, “Tetapi engkau harus beristirahat dulu sebelum aku membawamu ke sana.”

Alviorita terdiam. “Engkau benar, Nathan. Kalau hari ini aku ke hutan itu, aku tidak dapat bermain sepuas hatiku. Hari semakin siang dan sebentar lagi gelap. Aku takut gelap. Kalau kita pergi besok pagi-pagi, aku dapat bermain di sana sepanjang hari.”

“Setiap hari aku akan membawamu ke sana.”

“Engkau akan melakukannya?” tanya Alviorita senang.

Nathan tersenyum. “Aku telah berjanji kepadamu juga kepada diriku sendiri untuk membahagiakanmu. Sekarang aku ingin sekarang engkau memalingkan kepalamu ke jalan lagi. Engkau membuatku sulit mengendalikan kuda ini.”

Alviorita tersenyum manis kepada Nathan sebelum melakukan apa yang diinginkan pria itu. Alviorita tahu Nathan tidak bersungguh-sungguh dengan kalimat terakhirnya itu. Selama perjalanan menuju Vximour, Alviorita yang duduk di depan Nathan sering memalingkan kepalanya bahkan bergerak karena mantelnya tertiup angin tetapi pria itu tetap dapat mengendalikan kudanya dengan baik.

Alviorita sama sekali tidak takut walaupun Nathan tetap melarikan kudanya dengan kencang. Alviorita tahu Nathan akan berhati-hati sehingga ia tidak jatuh.

Diam-diam Alviorita mengagumi Nathan. Pria itu tidak lelah sepanjang hari duduk di atas kudanya sambil memeluknya. Pria itu tidak pernah mengeluh bahkan terlihat senang melakukannya. Alviorita yakin tidak ada pria lain yang sanggup melakukan hal ini selain Nathan.

Alviorita kembali memperhatikan jalan. Alviorita mengenal daerah yang sekarang mereka lewati ini. Dalam mimpinya ia melihat tempat ini di dekat hutan.

“Tempat ini…”

Suara lirih itu membuat Nathan cemas. “Ada apa, Alviorita?”

“Aku ingat tempat ini. Dalam mimpiku aku sering melihat tempat ini di dekat hutan tempatku bermain. Pemuda itu selalu membawaku ke hutan melewati tempat ini.”

Nathan tersenyum senang. Dalam mimpinya Alviorita teringat tempat ini yang berarti kemungkinan kembalinya ingatan Alviorita lebih besar bila ia berada di Castle Q`arde daripada di Istana Urza.

“Hanya tempat ini satu-satunya jalan menuju hutan itu dari Castle Q`arde,” kata Nathan memberitahu.

“Kita akan ke Castle Q`arde? Castle itu milik keluargamu?”

“Engkau akan tinggal di sana sampai ingatanmu pulih.”

Alviorita menatap Nathan lagi. “Baru kali ini aku menyukai keputusanmu. Aku sangat senang, Nathan. Kalau tinggal di Castle Q`arde yang dekat Chymnt, aku dapat dengan mudah mencapai hutan itu daripada Vximour.”

Nathan merasa ia belum mengatakan apa-apa tentang Vximour kepada Alviorita. “Vximour? Mengapa engkau berpikir akan tinggal di sana?”

“Karena ketika melewati tempat itu, aku merasa aku pernah tinggal di sana terutama setelah melihat menara Istana Urza yang tinggi.”

Nathan terkejut. Ini suatu kemajuan Alviorita dapat merasa ia pernah tinggal di Vximour apalagi setelah melihat menara istananya sendiri. Nathan percaya ingatan Alviorita cepat pulih.

“Engkau tidak akan tinggal di sana, Alviorita. Engkau akan tinggal di Castle Q`arde,” ulang Nathan.

“Aku mempercayaimu, Nathan. Walaupun kadang engkau menyebalkan tetapi aku tetap mempercayaimu,” kata Alviorita sebelum kembali memperhatikan jalan.

Nathan tersenyum senang dan mempererat tangannya yang melingkari pinggang Alviorita sebelum memacu kudanya lebih kencang.

Setelah banyak mendengar mimpi Alviorita dari gadis itu sendiri, Nathan ingin segera membuat ingatan Alviorita pulih. Nathan yakin saat ingatan Alviorita pulih nanti, gadis itu juga akan ingat kenangan masa kecilnya yang terlupakan karena demam tingginya saat Ratu meninggal. Gadis itu akan mengingat setiap kenangan masa kecilnya bersama Ratu di Castle Q`arde dan segala yang berhubungan dengan Nathan.

Nathan sangat senang hingga ia melupakan kereta yang mengikutinya. Selama perjalanan mereka, walaupun Nathan tidak pernah melepaskan perhatiannya dari Alviorita tetapi pria itu masih berusaha menjaga agar kereta itu tetap di belakangnya.

Kali ini Nathan benar-benar melupakan kereta itu. Nathan hampir meninggalkan kereta itu bila Alviorita tidak berkata, “Nathan, engkau terlalu bersemangat. Lihatlah kereta keluarga Rpiayh telah tertinggal di belakang.”

“Aku terlalu senang dapat membawamu kembali, Alviorita.”

“Berhentilah sebentar, Nathan. Kita tunggu sampai mereka semakin dekat baru kita melanjutkan perjalanan,” perintah Alviorita.

Nathan tersenyum, “Baik, Tuan Puteri.”

Alviorita mencari kereta kuda keluarga Rpiayh dari balik tubuh Nathan.

Melihat Alviorita membalikkan badannya, Nathan segera memeluk erat-erat gadis itu, “Hati-hati, Alviorita. Aku tidak ingin engkau jatuh.”

Alviorita kembali ke posisinya semula. “Aku mencari mereka, Nathan. Aku khawatir mereka tersesat.”

“Mereka tidak akan tersesat, Alviorita. Golbert pernah ke tempat ini. Dia menabrakmu di sini,” kata Nathan.

“Menabrakku?” tanya Alviorita tak mengerti.

“Mungkin sekarang saatnya aku memberitahumu, Alviorita. Sambil menanti mereka aku akan mengatakan yang sebenarnya.”

“Kebenaran yang selama ini kausembunyikan dariku?”

“Seperti yang telah engkau ketahui suami istri Rpiayh bukan orang tuamu. Ibumu telah meninggal saat engkau berusia tiga tahun dan leontin perakmu itu adalah milik ibumu. Selama lima belas tahun engkau lebih banyak bersama pengasuhmu daripada ayahmu. Ayahmu terlalu sibuk sehingga ia jarang bersamamu,” kata Nathan, “Golbert menabrakmu dengan kereta kudanya di sekitar tempat ini hingga engkau pingsan. Kemudian ia membawamu ke Synghz.”

“Dan di sana aku tinggal selama dua bulan sebagai gadis yang hilang ingatan,” kata Alviorita mengakhiri cerita Nathan.

“Engkau marah kepada keluarga Rpiayh?” selidik Nathan.

“Tidak, aku menyayangi mereka. Tanpa mereka aku tidak tahu bagaimanakah aku saat ini. Mereka telah menganggapku sebagai putri mereka walaupun mereka tidak tahu siapakah aku.”

“Kata-kata yang bijaksana,” puji Nathan, “Mereka pasti senang bila mendengar kata-katamu ini.”

Alviorita malu mendengar pujian itu. “Dapatkah kita berjalan lagi, Nathan? Aku sudah melihat kereta mereka.”

Nathan memalingkan kepala ke jalanan di belakang mereka. Melihat sebuah kereta semakin mendekati mereka, Nathan mulai memacu kudanya. Kali ini Nathan berusaha menjaga jarak dengan kereta itu. Nathan berusaha agar kereta itu tetap di belakangnya selama mereka semakin mendekati Castle Q`arde.

Melihat menara Castle Q`arde yang tampak di sela-sela pepohonan yang tinggi, Alviorita merasa senang. Castle yang terbuat dari batu abu-abu itu tampak kokoh dan semakin lama tampak semakin besar.

Semakin mereka mendekati Castle itu, bentuk Castle yang megah itu tampak semakin jelas. Menara-menaranya yang berujung runcing tampak seperti menyanggah langit di atasnya. Pintu gerbang yang juga berwarna abu-abu mengelilingi Castle itu. Di ujung pintu gerbang yang semakin meruncing di tengah itu, tampak tombak-tombak kecil yang menakutkan. Tetapi halaman yang dilindungi pintu gerbang itu tampak indah. Bunga-bunga musim panas masih bermekaran dengan indahnya walau saat ini telah memasuki musim gugur. Warnanya yang berwarna-warni menghiasi taman itu membuat suasana di sekitar Castle Q`arde tidak tampak menakutkan sebaliknya tampak indah.

Alviorita masih memperhatikan taman itu ketika mereka memasuki pintu gerbang yang terbuka.

Nathan ingin tahu bagaimanakan perasaan Alviorita. Gadis itu telah tinggal di Castle Q`arde selama kurang lebih empat bulan sebelum ia menghilang lagi.

Nathan menghentikan kudanya tepat di depan pintu masuk Castle Q`arde. Dengan hati-hati ia turun dari kudanya kemudian membantu Alviorita.

Dari kereta yang mengikuti mereka, muncul keluarga Rpiayh serta Yoland.

Golbert terpesona melihat Castle Q`arde yang megah sedangkan istrinya tampak jengkel. Hellebre segera mendekati Nathan dan Alviorita. Tetapi sebelum Hellebre mendekati mereka, Nathan telah membuka pintu dan membawa Alviorita masuk.

Alviorita melepas tudung kepalanya dan melepaskan ikatan mantelnya.

Seorang pelayan yang muncul dari dalam, segera mengambil mantel itu.

“Di mana orang tuaku?” tanya Nathan.

“Mereka…”

Pelayan itu belum sempat menyelesaikan kalimatnya ketika dari dalam muncul Duchess of Kryntz.

Duchess terkejut melihat Alviorita berdiri di samping Nathan. “Nathan, engkau berhasil menemukannya. Aku percaya engkau akan menemukannya,” seru Duchess senang.

Alviorita tidak mengerti apa yang dikatakan wanita asing itu.

Nathan segera mendekati Duchess. “Mama, kuminta sekarang kita biarkan mereka beristirahat dulu sebelum aku menceritakan segalanya.”

“Engkau benar, Nathan. Aku yakin kalian telah menempuh perjalanan yang panjang,” kemudian Duchess berkata kepada pelayan yang masih berdiri di sana, “Siapkan kamar untuk mereka.”

Pelayan itu segera pergi mengerjakan perintah Duchess.

“Sambil menanti pelayan mempersiapkan kamar untuk Anda, lebih baik kita duduk di Ruang Duduk sambil bercakap-cakap,” ajak Duchess.

“Aku akan membawa Alviorita ke kamarnya, Mama. Alviorita tampak lelah dan ia harus segera beristirahat.”

“Aku tidak lelah,” bantah Alviorita.

“Engkau lelah, Alviorita, tetapi engkau tidak mau mengakuinya,” kata Nathan, “Engkau jalan sendiri atau aku harus membopongmu?”

“Aku jalan sendiri,” sahut Alviorita, “Lewat mana?”

Duchess terkejut mendengar pertanyaan Alviorita. Duchess tidak tahu mengapa Alviorita yang pernah tinggal di Castle Q`arde tidak tahu jalan ke kamar yang dulu pernah ditempatinya.

“Aku akan memberitahumu.”

“Saya permisi dulu,” kata Alviorita sopan.

Duchess semakin bingung melihat gadis itu tidak mengenali dirinya.

Nathan segera membawa Alviorita ke kamarnya. Pelayan gadis itu, Yoland tanpa menanti perintah segera mengikuti mereka.

“Apa yang terjadi pada gadis itu?” tanya Duchess pada tamu-tamunya.

“Lebih baik Tuan Muda Nathan saja yang menceritakan kepada Anda, Duchess. Tuan Muda lebih tahu daripada kami,” kata Golbert.

“Kalian benar, saya tidak dapat menahan kalian di sini untuk menceritakan hal itu. Sebaiknya saya mengantar Anda ke kamar Anda sekarang agar Anda dapat segera beristirahat.”

Duchess segera mengantar tamu-tamunya ke kamar tamu yang berada di bawah lantai kamar Alviorita.

Mulanya kamar Alviorita juga berada di lantai dua yang terdiri dari deretan kamar tamu. Tetapi karena Jeffreye dan Alviorita selalu bermain hingga larut malam, Duchess menyuruh gadis itu pindah ke kamar yang terletak dekat dengan Ruang Kanak-Kanak. Yang berarti dekat dengan kamar anggota keluarga Kryntz.

Walaupun Alviorita meninggalkan Castle Q`arde, kamar itu masih dibiarkan apa adanya. Almari yang berisi gaun Alviorita yang dibelikan Duchess masih dibiarkan di tempatnya. Tidak ada yang berubah di kamar itu tetapi Alviorita tetap merasa asing di dalam ruangan itu.

Setelah membawa Alviorita ke kamarnya, Nathan segera meninggalkan gadis itu bersama pelayannya. Sebelumnya, Nathan telah berpesan kepada Yoland untuk menjaga Alviorita hingga gadis itu benar-benar tidur.

Nathan tidak mempunyai waktu untuk menjaga Alviorita hinggga gadis itu benar-benar tertidur. Ada suatu urusan penting yang harus diselesaikan Nathan.

Mula-mula Nathan harus memberitahu orang tuanya mengenai keadaan gadis itu kemudian ia harus ke Istana Urza untuk memberitahu Raja Phyllips serta memintanya membiarkan Alviorita tinggal di Castle Q`arde hingga ia sadar kembali.

Untuk menyelesaikan tugas pertamanya, Nathan segera menuju Ruang Keluarga tempat orang tuanya biasa duduk di siang hari menjelang tengah hari seperti saat ini.

Seperti yang diharapkan Nathan, kedua orang tuanya juga adiknya, Trent berada di sana.

Duchess segera menyambut kedatangannya dengan sejumlah pertanyaan, “Apa yang terjadi pada gadis itu? Mengapa ia tampaknya tidak mengenali tempat ini lagi bahkan tidak mengenali aku?”

“Ia memang tidak mengenali kita lagi, Mama,” jawab Nathan, “Kali ini ia benar-benar hilang ingatan.”

Duchess terpekik terkejut.

Duke menangkap keganjilan dalam kalimat Nathan. “Apa maksudmu? Bukankah sejak awal ia memang kehilangan ingatannya?”

“Tidak, Papa. Aku yakin gadis itu hanya pura-pura hilang ingatan ketika ia berada di sini tetapi kali ini ia benar-benar tidak dapat mengingat masa lalunya.”

“Kalau gadis itu tidak kehilangan ingatannya, mengapa ia berada di sini? Bukankah ia melarikan diri dari Istana Urza karena ingin menghindari pertunangannya denganmu?”

“Aku sendiri juga tidak mengerti, Papa. Hanya Alviorita yang dapat menjelaskannya tetapi saat ini ia tidak dapat melakukannya.”

“Apa yang membuat Putri kehilangan ingatannya? Siapakah orang yang kubawa itu? Di mana engkau bertemu Putri?” tanya Trent ingin tahu.

“Sebelum aku menceritakannya, aku ingin meminta sesuatu dari kalian,” kata Nathan tegas, “Aku tidak ingin seorangpun dari kita mengatakan kepada Alviorita kalau ia adalah seorang Putri. Aku ingin Alviorita tetap mengira dirinya adalah gadis biasa sampai ingatannya pulih.”

“Mengapa engkau melakukan itu, Nathan? Bukankah ingatan Putri akan lebih cepat pulih bila ia mengetahui semua itu?” tanya Trent.

“Alviorita tidak menyukai kedudukannya itu dan aku khawatir gadis itu akan kabur lagi bila mengetahui kedudukannya yang penting itu.”

“Engkau benar, Nathan. Putri Alviorita akan merasa terbebani bila ia mengetahuinya sedangkan saat ini ia tidak boleh merasa terbebani apapun agar ingatannya cepat pulih,” kata Duchess, “Tetapi apa yang harus kita katakan kepada Raja Phyllips? Kita tidak dapat menyembunyikan Putri dari mereka.”

“Aku yang akan menanganinya. Setelah aku menceritakan segalanya kepada kalian, aku akan segera ke Istana Urza.”

“Engkau yakin dapat melakukannya?” tanya Duchess cemas, “Raja Phyllips memang seorang Raja yang bijaksana tetapi ia juga sukar dibujuk terutama yang menyangkut Putri Alviorita.”

“Mama tidak mempercayaiku?”

“Bukan seperti itu maksudku. Aku tahu engkau pandai berunding. Hanya saja kali ini aku khawatir engkau tidak dapat membujuk Raja Phyllips,” kata Duchess cemas.

“Dulu sewaktu Raja Phyllips memaksa Putri Alviorita memasuki dunia politik, tidak seorangpun yang dapat membujuknya untuk menunda keinginannya itu. Banyak orang mengatakan Putri Alviorita masih terlalu kecil untuk memasuki dunia politik tetapi Raja tetap melaksanakan keinginannya yang terhalang ketika Ratu masih hidup,” Duchess cepat-cepat menambahkan, “Aku tidak berniat menakutimu, Nathan. Mama hanya ingin engkau memikirkannya sekali lagi.”

“Aku telah berulang kali memikirkannya, Mama. Dan aku tetap memutuskan untuk membujuk Raja Phyllips.”

“Aku percaya kepadamu, Nathan,” kata Duke, “Engkau adalah tunangan Putri Alviorita. Engkau juga mencintai gadis itu. Aku yakin engkau akan melakukan yang terbaik untuknya. Seperti aku yang selalu berusaha melakukan yang terbaik untuk ibumu walaupun banyak orang yang mengatakan kami adalah pasangan yang aneh.”

“Jangan kaudengarkan Papamu, Nathan,” kata Duchess, “Yang paling penting adalah perasaan cinta kalian bukan apa yang dikatakan orang lain tentang kalian.”

“Tetapi kalian memang pasangan yang serasi,” kemudian Duke menambahkan dengan tersenyum, “Walaupun kadang-kadang bertengkar.”

“Walaupun begitu kalian tetap terlihat serasi. Menurutku, kalian tampak lebih serasi kalau sedang bertengkar. Kalian sama-sama keras kepala dan sulit diatur,” kata Duchess sambil tersenyum.

Nathan diam saja mendengar kedua orang tuanya menggodanya.

Trent yang tidak menyukai pertunangan kakaknya dengan gadis yang dicintainya, merasa jengkel mendengar orang tuanya memuji kakaknya dengan Alviorita. “Sudahlah. Bukankah kita berada di sini untuk mendengarkan cerita Nathan?”

Duchess merasa bersalah mendengar kata-kata jengkel itu. Baik Duke maupun Duchess telah melupakan perasaan putranya yang untuk kedua kalinya patah hati.

“Maafkan aku, Trent.”

Trent diam saja.

Melihat suasana buruk yang mulai timbul di antara mereka, Nathan segera bertindak. “Aku akan menceritakan mulai dari aku bertemu Alviorita di Synghz.”

“Synghz?” tanya Duke tak percaya, “Bagaimana Putri Alviorita bisa sampai di sana?”

Karena ingin segera menemui Raja Phyllips, Nathan tidak menceritakan semuanya kepada keluarganya, “Aku bertemu Alviorita di Synghz. Ketika melihat gadis itu tidak mengenaliku bahkan tidak mengenali namanya sendiri, aku memutuskan untuk ke tempat gadis itu tinggal. Di sanalah aku bertemu keluarga Rpiayh.”

“Keluarga itu mengatakan kepadaku mereka telah menabrak Alviorita dan membuat gadis itu kehilangan ingatan. Suami istri itu tidak mempunyai anak karena itu mereka menganggap Alviorita sebagai putri mereka. Karena sangat menyayangi Alviorita, mereka tidak dengan mudah membiarkan aku membawa pulang gadis itu. Aku menceritakan semua tentang Alviorita kepada mereka. Melihat mereka masih tidak mempercayaiku setelah aku menceritakan semuanya, aku meminta mereka mengikutiku sampai ke sini.”

“Jadi mereka yang datang denganmu itu adalah suami istri Rpiayh,” kata Duchess.

Nathan mengangguk. “Dan pelayan muda yang tadi mengikuti aku dan Alviorita adalah pelayan Alviorita sewaktu ia tinggal di Synghz.”

“Di mana gadis itu?” tanya Duke, “Dari tadi aku tidak melihatnya.”

“Aku menyuruhnya beristirahat, Papa. Aku yakin saat ini gadis itu telah tidur. Kalian tidak perlu mengkhawatirkannya, aku telah menyuruh pelayan itu menjaganya.”

Melihat matahari semakin tinggi, Duchess berkata, “Sebaiknya engkau pergi ke Istana Urza sekarang, Nathan. Hari semakin siang dan aku khawatir Raja Phyllips sedang beristirahat saat engkau tiba di sana.”

“Aku juga ingin segera menemui Raja Phyllips, Mama

“Engkau yakin dapat membujuk Raja Phyllips?” tanya Trent.

“Aku tidak hanya yakin, Trent, tetapi aku sangat yakin.”

“Sebaiknya engkau segera berangkat, Nathan. Hari semakin siang,” kata Duke.

“Sebelum aku berangkat, aku ingin kalian berjanji tidak mengatakan kepada Alviorita kalau dirinya seorang Putri apalagi Putri Mahkota Kerajaan Lyvion. Kalian juga tidak boleh memanggilnya Putri Alviorita. Kalian harus memanggilnya Alviorita.”

Duke dan Duchess tersenyum mendengar perintah putra sulung mereka.

“Kami berjanji padamu, Nathan. Kami juga akan memberitahu semua orang di Castle ini yang mengetahui asal usul Alviorita, untuk tidak menyebut gadis itu Putri Alviorita,” kata Duke.

“Lekaslah pergi, Nathan,” kata Duchess.

“Aku pergi dulu, Mama Papa.”

“Kudoakan engkau berhasil, Nathan,” kata Duchess sebelum Nathan berlalu dari ruangan itu.

Trent jengkel dengan semua ini. Ia juga akan senang bila Alviorita boleh tinggal di Castle Q`arde tetapi ia juga akan semakin merasa patah hati. Trent tahu kakaknya pasti tidak akan pernah jauh dari sisi Alviorita walaupun Jeffreye telah kembali ke Druqent. Trent jengkel membayangkan itu.

“Aku yakin Nathan tidak akan pernah beranjak dari sisi Putri Alviorita,” katanya jengkel.

“Tentu saja, Trent. Sejak kecil kakakmu hanya mencintai Putri Alviorita,” kata Duchess.

“Aku heran mengapa pria yang suka merebut kekasih adiknya seperti Nathan banyak disukai wanita.”

“Kakakmu tidak pernah merebut siapapun darimu, Nathan. Juga Putri Alviorita. Sejak awal mereka telah bertunangan. Engkau tidak mengetahuinya ketika engkau jatuh cinta pada Putri karena itu Mama tidak menyalahkanmu bila engkau menuduh kakakmu telah merebut Putri Alviorita.”

“Tetapi ia telah merebut Elly dariku, Mama,” bantah Trent.

Duke mulai bosan mendengar keluhan Trent. “Dengarkan, Trent. Kakakmu tidak merebut Elly darimu. Wanita itu berbohong ketika ia mengatakan ia adalah kekasih kakakmu. Kalau engkau tidak percaya, tanyailah Putri Alviorita.”

“Putri Alviorita?” tanya Trent tidak mengerti.

“Ya, Putri Alvioritalah yang meminta Elly mengatakan semua kebenaran tentang hubungannya dengan kakakmu, kepada semua orang.”

“Saat ini engkau tidak dapat melakukannya, Trent. Putri Alviorita kehilangan ingatannya tetapi Mama yakin bila ingatan Putri Alviorita telah pulih, ia tidak keberatan mengatakan segalanya kepadamu,” tambah Duchess.

Walaupun orang tuanya telah meyakinkannya tetapi Trent tetap tidak percaya. Trent tetap merasa jengkel kepada kakaknya. Dan Trent semakin membenci kakaknya bila membayangkan kakaknya berhasil membujuk Raja Phyllips. Trent yakin kakaknya tidak berhasil membujuk Raja Phyllips.

Tetapi siapa yang tahu apa yang telah direncanakan Takdir?



*****Lanjut ke chapter 13

No comments:

Post a Comment