Friday, February 9, 2007

Pelarian-Chapter 10

Nathan khawatir.

Sudah dua bulan lebih berlalu sejak Alviorita menghilang dari Castle Q`arde tetapi hingga saat ini jejak Alviorita masih belum ditemukan.


Kali ini Alviorita benar-benar menghilang seperti ditelan bumi. Tidak seorangpun yang tahu di mana gadis itu kini berada. Setiap orang di Castle Q`arde telah ditanyai namun tidak seroangpun dari mereka yang melihat kepergian Alviorita.

Nathan sama sekali tidak menduga setelah ia meninggalkan Alviorita di taman, gadis itu akan pergi. Sebelum meninggalkan gadis itu, Nathan telah memperingati gadis itu untuk tetap menunggunya karena ia akan membuktikan bahwa dirinya benar.

Nathan memang benar gadis itu adalah Alviorita.

Duchess tersenyum lega saat melihatnya. “Aku mencarimu ke mana-mana, Nathan.”

“Apa yang terjadi, Mama?” tanya Nathan khawatir.

“Tidak terjadi apa-apa,” kata Duchess menenangkan Nathan.

“Lalu mengapa Mama memanggilku?”

Duchess tersenyum lagi. “Jangan khawatir, Nathan. Tidak terjadi apa-apa. Sekarang engkau ikutlah aku menemui ayahmu. Ia menantimu.”

Walaupun Duchess telah mengatakan ia tidak perlu khawatir tetapi Nathan merasa khawatir melihat sikap ibunya yang misterius itu. Nathan mengikuti ibunya yang membawanya ke Ruang Duduk.

Nathan melihat wanita yang tadi memanggil Alviorita berada di sana.

Melihat istrinya muncul bersama Nathan, Duke segera berkata, “Kemarilah, Nathan.”

Nathan mendekati ayahnya tanpa melepaskan pandangannya dari wanita tua itu.

“Engkau tentu heran melihat wanita ini” kata Duke, “Ia adalah pengasuh tunanganmu, Maryam. Dan ia datang kemari atas perintah Raja Phyllips.”

“Paduka meminta Anda untuk datang ke Istana Urza, Tuan Muda,” kata Maryam memberitahu.

Nathan memang belum pernah bertemu Maryam sebelumnya tetapi saat melihat wibawa wanita itu, Nathan yakin wanita itu menjaga Alviorita dengan ketat. Wajah wanita tua itu benar-benar menunjukkan kedisiplinannya.

“Mengapa Paduka tiba-tiba meminta saya datang ke Istana Urza?” tanya Nathan.

“Saya tidak tahu, Tuan Muda. Paduka hanya meminta saya untuk membawa Anda ke Istana Urza.”

Trent yang juga berada di ruangan itu tiba-tiba bertanya, “Apakah Putri Alviorita telah ditemukan?”

Wajah tegas Maryam berubah menjadi murung. “Belum,” katanya sedih, “Tetapi tadi saya melihat Putri Alviorita di taman Castle Q`arde.”

Ucapan Maryam membuat Nathan benar-benar yakin gadis yang sering bertengkar dengannya itu adalah tunangannya, Putri Alviorita. Tetapi Nathan tetap pura-pura terkejut, “Tuan Puteri ada di sini ?”

“Tetapi itu tidak mungkin. Itu pasti hanya bayangan saya.”

“Mengapa demikian?” tanya Nathan keheranan.

Maryam tadi telah melihat Alviorita bahkan Maryam juga telah memanggil Alviorita tetapi wanita itu masih mengatakan itu semua hanya bayangannya saja.

“Karena Putri Alviorita selalu menghilang seperti ditelan bumi,” kata Maryam, “Tidak seorangpun dari kami yang berhasil menemukannya setiap kali Tuan Puteri menghilang. Seperti menghilangnya, Putri Alviorita juga muncul tiba-tiba seperti muncul dari dalam bumi.”

“Hebat sekali!” seru Trent kagum, “Aku jadi ingin tahu ke mana ia menghilang.”

“Hingga saat ini tidak seorangpun dari kami yang mengetahui ke mana Tuan Puteri pergi setiap kali ia menghilang.”

Melihat kelakukan Alviorita selama berada di Castle Q`arde, Nathan dapat menduga ke mana Alviorita pergi setiap kali ia menghilang.

“Aku ingin belajar bersembunyi darinya,” kata Trent.

“Kurasa sebaiknya engkau segera pergi ke Istana Urza, Nathan. Paduka Raja pasti telah menantimu,” kata Duke.

“Paduka juga mengharapkan kedatangan Anda berdua, Duke dan Duchess,” kata Maryam.

“Kami?” tanya Duchess terkejut, “Apa yang ingin dibicarakan Paduka kepada kami?”

“Saya tidak tahu. Tetapi saya rasa Paduka akan membicarakan masalah hilangnya Alviorita dengan Anda.”

“Sepertinya Raja Phyllips ingin membatalkan pertunanganmu dengan Putri Alviorita, Nathan. Atau mungkin ia memintamu terus menanti hingga sang Putri ditemukan,” kata Trent mengejek.

“Pertunangan?” tanya Maryam terkejut.

“Anda belum tahu kalau Putri Alviorita bertunangan dengan Nathan?” tanya Duchess terkejut.

“Tidak, saya belum tahu. Tidak seorangpun yang memberitahu saya,” kata Maryam, “Apakah itu benar?”

“Sejak kecil Putri Alviorita telah bertunangan dengan Nathan,” kata Duchess memberitahu.

“Mungkin itu sebabnya Tuan Puteri meninggalkan Istana Urza,” gumam Maryam.

“Sebaiknya kita tidak membuat Raja Phyllips menanti kita lebih lama lagi,” kata Duke.

“Anda benar, Duke,” kata Maryam.

Sambil menanti keluarga Kryntz bersiap-siap, Maryam melihat-lihat taman Castle Q`arde. Tadi ia melihat Putri Alviorita di sana tetapi sekarang tidak tampak siapapun di sana.

Maryam tidak perlu menanti terlalu lama. Keluarga Kryntz tidak ingin membuat Raja Phyllips menanti kedatangan mereka lebih lama.

Kereta Istana yang besar dapat membawa mereka berlima ke Istana Urza. Tetapi Nathan tetap bersikeras menunggang kudanya sendiri. Nathan tahu selama perjalanan ke Istana Urza, ibunya dan pengasuh tunangannya akan berbicara panjang lebar yang membuatnya merasa bosan. Nathan tidak pernah suka mendengarkan percakapan wanita yang menurutnya hanya berputar sekitar orang di sekitar mereka.

Ketika meninggalkan Castle Q`arde, Nathan tidak melihat Alviorita. Ia menduga gadis itu tengah bermain bersama Jeffreye di Ruang Kanak-Kanak.

Nathan berjanji kepada dirinya sendiri setelah menemui Raja Phyllips, ia akan membuat gadis itu mengakui segala kebenaran yang disembunyikannya.

Nathan tidak tahu apa yang akan dibicarakan Raja Phyllips kepada mereka. Ia hanya tahu ia tidak akan mengatakan apa-apa mengenai keberadaan Alviorita di Castle Q`arde. Nathan belum ingin mengatakan kepada orang lain keberadaan Alviorita sebelum ia mendengar penjelasan dari gadis itu.

Maryam segera mengantar mereka memasuki Istana.

Nathan memang bukan pertama kali ini memasuki bangunan yang indah seperti Istanan ini tetapi lukisan-lukisan yang terpasang di dinding sepanjang lorong yang mereka lalui membuatnya tertarik. Rupanya bukan hanya Nathan saja yang tertarik melihat lukisan itu. Duke dan Duchess serta Trent juga tertarik melihatnya.

Duchess berhenti dan memperhatikan sebuah lukisan yang besar. “Lukisan ini,” kata Duchess tak percaya.

“Itu adalah lukisan diri Putri Alviorita,” kata Maryam menjelaskan.

“Gadis ini,” kata Duchess sambil berpikir, “Aku merasa pernah melihatnya. Ia mirip seseorang.”

“Putri Alviorita memang mirip Paduka Ratu,” kata Maryam memberitahu.

“Bukan. Aku tahu Putri Alviorita mirip Ratu tetapi gadis ini mengingatkanku pada seseorang,” kata Duchess.

Sejak tadi Nathan memperhatikan lukisan itu. Sekali melihatnya saja, Nathan sudah tahu gadis dalam lukisan itu adalah Putri Alviorita yang sekarang ada di Castle Q`arde tetapi Nathan tidak mengatakannya.

Nathan terpana oleh sinar mata Alviorita dalam lukisan itu. Gadis itu tampak sedang melamun tetapi sinar matanya tajam dan berbahaya seperti yang selama ini dilihatnya. Sinar mata itu benar-benar berbeda dengan yang dilihatnya di surat kabar. Gambar alam di belakang Alviorita tampak seperti mendukung tatapan tajam gadis itu. Dengan latar belakang hutan yang masih alami, gadis itu tampak seperti gadis liar yang selama ini ditunjukkannya di Castle Q`arde.

Melihat lukisan itu semua kesangsian Nathan hilang. Ia benar-benar yakin gadis asing di Castle adalah tunangannya. Bersamaan dengan hilangnya kesangsian itu, Nathan tidak mengerti mengapa ketiga diri gadis itu berbeda.

Perbedaan antara Alviorita kecil dengan Alviorita yang sering dilihatnya di surat kabar serta bayangannya dapat dimengertinya. Namun ia tidak mengerti mengapa Alviorita yang sekarang berada di Castle bisa berbeda dari kedua gadis itu. Mereka adalah gadis yang sama tetapi semuanya memiliki perbedaan yang tidak dapat dimengerti Nathan. Putri Alviorita kecil berbeda dengan Putri Alviorita yang sering dibicarakan, Nathan dapat mengerti. Putri Alviorita kecil menjadi sombong sejak kematian Ratu. Tetapi perbedaan Alviorita yang ada di Castle dengan yang ada dalam bayangannya, hingga saat ini Nathan tidak mengerti.

Trent yang sejak tadi terus mengamati lukisan tiba-tiba berkata, “Rosa. Gadis ini mirip Rosa.”

Duke mengamati lukisan itu. “Ya, gadis ini mirip Rosa tetapi tidak mungkin Rosa adalah Putri Alviorita.”

“Rosa?” tanya Maryam tak mengerti.

“Ia gadis yang sekarang berada di Castle Q`arde. Gadis itu kehilangan ingatan,” kata Duchess.

“Bukankah Rosa muncul bersamaan dengan hilangnya Putri Alviorita,” kata Duke tiba-tiba, “Di mana engkau menabrak Rosa, Trent?”

“Waktu itu aku menabrak Rosa di jalan yang menghubungkan Castle Q`arde dengan Istana Urza,” jawab Trent.

“Pasti gadis itu adalah Putri Alviorita,” kata Duke yakin, “Aku tidak ragu lagi.”

“Sebaiknya kita segera memberitahu Raja Phyllips,” kata Duchess senang.

“Kalian tahu di mana Putri Alviorita?” tanya Maryam tak percaya.

“Kami kurang yakin,” kata Duchess, “Tetapi sebaiknya sekarang kita memberitahu Raja Phyllips.”

Maryam segera mengantar mereka ke Ruang Duduk di mana Raja Phyllips telah menanti kedatangan mereka.

“Selamat datang,” sambut Raja Phyllips, “Saya senang kalian semua dapat datang.”

“Ada keperluan apa sehingga Paduka memanggil kami semua?” tanya Nathan sebelum seorangpun dari keluarganya ada yang mengatakan penemuan baru mereka. Nathan ingin mengetahui apa yang akan dibicarakan Raja Phyllips.

“Ini mengenai putriku, Alviorita,” kata Raja Phyllips sedih, “Seperti yang kalian ketahui hingga saat ini tidak ada berita apapun tentang dia. Untuk itu aku meminta maaf. Aku harap kalian sudi menunggu pertunangan ini hingga Alviorita ditemukan.”

“Mungkin kami tahu di mana Putri Alviorita.”

“Benarkah itu?” tanya Raja tak percaya.

“Kami hanya menduganya, Paduka,” kata Duchess, “Tetapi kami yakin gadis itu adalah Putri Alviorita.”

“Pada hari yang sama dengan menghilangnya Putri Alviorita, Trent menabrak seorang gadis hingga gadis itu kehilangan ingatannya. Sekarang gadis itu ada di Castle .”

“Sudah lebih dari empat bulan sejak Alviorita menghilang tetapi aku tak mendengar beritanya. Hari ini aku mengetahui di mana ia berada,” kata Raja Phyllips lega, “Aku benar-benar mengkhawatirkan Alviorita. Sungguh tak kuduga aku sibuk mencarinya ke mana-mana tetapi ternyata ia bersembunyi di Castle tunangannya sendiri.”

“Rosa adalah Putri Alviorita?” tanya Trent tak percaya.

“Aku yakin gadis itu adalah Putri Alviorita,” kata Duchess, “Aku tidak mungkin salah. Sejak pertama kali melihat gadis itu, aku merasa pernah melihatnya dan hari ini aku tahu mengapa Mama mempunyai perasaan seperti itu.”

“Gadis itu adalah tunangan Nathan?” tanya Trent masih tak percaya.

“Ya, gadis itu tunangan kakakmu,” kata Duchess meyakinkan Trent.

“Tidak mungkin,” seru Trent, “Mengapa setiap gadis yang kusukai selalu akhirnya menjadi milik Nathan?”

Mendengar seruan marah itu, Duke cepat-cepat bertindak, “Trent. Jaga bicaramu saat ini engkau berada Istana Urza.”

Raja yang tidak mengerti apa-apa bertanya, “Sebenarnya apa yang telah terjadi selama Alviorita berada di Castle Q`arde?”

“Trent jatuh cinta kepada Putri Alviorita,” kata Duchess memberitahu, “Tetapi sejak awal gadis itu selalu menghindari Trent. Trent berjanji akan mendapatkan gadis itu dan sekarang ia tidak akan mendapatkannya karena gadis itu adalah tunangan kakaknya.”

“Sepertinya engkau harus merelakan putriku, Trent. Ia adalah tunangan kakakmu,” kata Raja.

“Pertunangan ini adalah keinginan Ratu. Tidak mungkin seorangpun dari kita tidak melakukan permintaan orang yang telah meninggal,” kata Duchess turur memberi pengertian kepada Trent.

“Sekarang sebaiknya kita segera menjemput Alviorita di Castle Q`arde,” kata Raja Phyllips, “Dan kita segera melanjutkan pertunangan yang terhambat oleh perginya Alviorita ini.”

Sejak tadi semua orang hanya membicarakan Alviorita dan melupakan keberadaan tunangan Alviorita di ruang itu. Tetapi Nathan tidak mempedulikan semua itu. Nathan tidak tahu apa yang dilakukan Alviorita bila ayahnya menjemputnya di Castle Q`arde. Nathan tahu gadis itu tidak pernah kehilangan ingatan.

Saat ini Nathan hanya tahu saat ini pertunangannya akan benar-benar berlangsung tanpa ia sempat terlebih dulu meluruskan kebingungannya.

Setelah mendengar kata-kata Maryam juga Raja Phyllips. Nathan menarik kesimpulan Alviorita melarikan diri dari pertunangan ini seperti dirinya. Tetapi ia tidak mengerti mengapa Alviorita justru bersembunyi di Castle tunangannya bila ia memang ingin melarikan diri dari pertunangan ini.

Hanya satu orang yang dapat menjelaskan ini semua dan orang itu adalah Alviorita sendiri!

Nathan berniat menarik gadis itu pergi dari Castle Q`arde sebelum semua orang membawanya kembali ke Istana Urza dan ia akan membuat gadis itu mengatakan segala sesuatunya.

Tetapi niat itu tidak pernah berjalan. Bahkan hingga saat ini Nathan belum bertemu dengan Alviorita sejak gadis itu menghilang lagi dari Castle Q`arde. Kepergian Alviorita yang kedua ini benar-benar di luar dugaan Nathan bahkan semua orang.

Saat itu Raja sangat senang dapat menemukan putrinya hingga ia terburu-buru berangkat ke Castle Q`arde bersama keluarga Kryntz. Karena kereta tidak mungkin menampung mereka semua maka Nathan dan Trent naik kuda Istana.

Sepanjang perjalanan ke Castle Q`arde, Nathan tahu semua orang di kereta sibuk membicarakan Alviorita dan pertunangan Alviorita dengannya. Nathan tidak tertarik mendengarnya. Ia hanya tertarik untuk segera menuntaskan masalahnya dengan Alviorita seperti janjinya kepada gadis itu sebelum ia pergi ke Istana Urza.

Trent yang berkuda di samping kakaknya hanya diam saja. Ia benar-benar marah kepada kakaknya yang untuk kedua kalinya merebut gadis yang dicintainya. Sejak pertama melihat Alviorita, Trent jatuh cinta pada kecantikkan dan semangat gadis itu dan ia berniat untuk menikahi gadis itu. Tetapi Takdir berkata lain. Gadis itu adalah tunangan kakaknya. Dan pertunangan itu tidak mungkin dibatalkan karena ini adalah keinginan Ratu yang telah meninggal dunia. Trent semakin membenci kakaknya. Dulu kakaknyalah yang merebut Elly darinya sekarang kakaknya juga yang merebut gadis yang dicintainya.

Tidak seorangpun yang tahu apa yang menanti mereka di Castle Q`arde.

Raja mengira ia akan bertemu putrinya dan ia akan segera melangsungkan pertunangan yang tertunda ini. Trent juga mengira pertunangan kakaknya akan segera berlangsung. Semua orang menduga demikian karena itu tidak heran bila mereka sangat terkejut ketika mereka tidak dapat menemukan gadis itu di Castle Q`arde. Tidak seorangpun yang tahu ke mana Alviorita pergi.

Gadis itu juga tidak ada di sisi Jeffreye seperti dugaan Nathan. Gadis itu menghilang lagi.

“Apakah engkau sudah menemukan gadis itu?” tanya Duke.

“Belum, Yang Mulia. Saya tidak menemukannya di mana-mana.”

“Carilah Putri Alviorita. Aku yakin ia masih ada di sekitar sini,” kata Duke.

Innane ragu-ragu “Saya tidak tahu harus berkata apa,” katanya ragu-ragu, “Gadis itu…”

“Apa yang terjadi padanya?” tanya Raja Phyllips cemas.

“Tampaknya gadis itu sudah pergi.”

Kalimat itu dijawab dengan seruan terkejut semua orang.

“Apa!!????”

Melihat semua orang terkejut hingga membelalakan matanya, Innane ragu-ragu. Tapi ia tahu ia harus mengatakannya, “Saya tadi memeriksa almari kamar gadis itu dan saya menduga gadis itu pergi.”

“Apa yang dibawa gadis itu?” tanya Raja Phyllips mulai marah.

“Ia tidak membawa apa-apa,” kata Innane.

“Lalu mengapa engkau mengatakan ia sudah pergi.” kemurkaan Raja Phyllips mulai tampak dan membuat semua orang takut.

“Saya hanya menduga ia sudah pergi karena saya tidak menemukan barang-barang yang dibawanya saat ia datang dulu,” kata Innane hati-hati.

Melihat Raja akan marah, Nathan segera bertindak, “Sebaiknya Anda tenang, Paduka. Mungkin saja saat ini ia sedang berada di sekitar Castle Q`arde.”

“Ia juga tidak ada di sisi Jeffreye,” kata Duchess mengingatkan.

“Kalau ia benar-benar telah pergi, aku yakin ia belum jauh dari sini,” kata Nathan.

“Kalau begitu sebaiknya kita segera mencarinya,” kata Duke.

Kepergian Alviorita yang pertama membuat seluruh Istana Urza terkejut dan kerepotan. Sekarang kepergian Alviorita yang kedua membuat seluruh Castle Q`arde terkejut dan kerepotan.

“Alviorita benar-benar membawa masalah,” kata Raja Phyllips geram.

Tidak seorangpun berani melawan kemarahan Raja kecuali Nathan. Pria itu tidak takut menghadapi kemarahan Raja Phyllips bahkan ia berkata tenang, “Daripada kita semua hanya membicarakan Alviorita lebih baik kita mencarinya.”

Nathan membuktikan kata-katanya sendiri. Ia segera meninggalkan mereka dan mulai mencari Alviorita di sekitar Castle Q`arde tetapi ia tidak menemukannya. Bahkan hingga hari ini Nathan tidak dapat menemukan Alviorita.

Kepergian Alviorita yang kedua kali ini bukan hanya membuat Istana Urza cemas tetapi juga Castle Q`arde.

Kepergian Alviorita yang kedua ini tidak diketahui orang di luar kedua keluarga tua itu. Penduduk Kerajaan Lyvion hanya tahu Putri mereka yang hilang belum ditemukan. Karena itu mereka berusaha mencari Alviorita sendiri.

Cinta Nathan kepada Alviorita telah bersih dari semua keragu-raguan dan segala kebencian serta dugaan buruk yang pernah ada. Nathan merasa bersalah telah memberikan dugaan yang buruk kepada Alviorita. Andaikata Duchess tidak menasehatinya mungkin hingga saat ini Nathan masih mempunyai pandangan buruk terhadap tunangannya itu. Mungkin saat ini Nathan tidak mau mencari Alviorita hingga ke perbatasan Kerajaan Lyvion.

Sejak beberapa minggu terakhir ini Nathan melakukan pencarian Alviorita di perbatasan Kerajaan Lyvion. Sejak kemarin pagi Nathan memulai pencariannya di Synghz, daerah perbatasan Kerajaan Lyvion yang paling subur.

Tidak seorangpun yang dapat menemukan Alviorita di dalam wilayah Kerajaan Lyvion bahkan tidak seorangpun yang melihatnya. Hingga saat ini masih dilakukan pencarian Alviorita di dalam wilayah Kerajaan Lyvion.

Nathan sendiri yang memutuskan untuk mencari Alviorita di sekitar perbatasan Kerajaan Lyvion. Ia yakin bila Alviorita tidak ada di dalam wilayah Kerajaan Lyvion maka kemungkinannya adalah ia ada di perbatasan kerajaan ini atau ia telah berada di luar kerajaan ini. Tetapi kemungkinan kedua itu tidak mungkin.

Walaupun gadis itu adalah Putri Mahkota tetapi ia tidak akan dapat meninggalkan Kerajaan Lyvion tanpa surat ijin. Dan saat ini tidak mungkin ada yang mempercayainya sebagai Putri Mahkota karena di sisi gadis itu tidak ada seorang pengawal pun.

Sekarang Nathan mengerti semua kebingungannya akan diri Alviorita itu adalah khayalannya sendiri. Semua itu karena bayangannya tentang diri gadis itu yang salah.

Pada hari kepergian Alviorita itulah Duchess menjelaskan semuanya kepada Nathan dan membuat semua pikiran buruk pria itu terhadap tunangannya runtuh.

“Mengapa engkau tidak berusaha mencari tunanganmu?” tanya Duchess melihat Nathan tidak tampak bingung, “Semua orang sejak tadi sibuk mencari Putri Alviorita tetapi engkau tetap duduk tenang di sini.”

“Aku sudah berusaha mencarinya,” kata Nathan tenang.

“Aku juga sudah melihatnya,” kata Duchess, “Tetapi engkau hanya mencari satu kali saja.”

“Lihatlah hingga sekarang semua orang masih sibuk mencari gadis itu sedangkan engkau tunangannya hanya duduk diam di sini,” kata Duke ikut memberi nasehat Nathan, “Apakah engkau tidak mengkhawatirkan tunanganmu?”

“Tidak,” kata Nathan mengakui.

Saat ini Nathan memang tidak merasa khawatir terhadap Alviorita. Sebaliknya ia semakin membenci Alviorita. Alviorita telah menghindarinya seperti ia menghindari pertunangannya dan hal ini sudah cukup membuktikan kalau gadis itu benar-benar angkuh seperti yang banyak orang katakan.

Tadi Nathan mencari gadis itu hanya karena ia ingin menuntaskan masalah di antara mereka yang masih belum berakhir. Ketika ia tidak berhasil menemukan gadis itu, ia tidak mau meneruskan pencariannya. Ia telah membuktikan bahwa gadis itu adalah Putri Alviorita yang angkuh.

“Mengapa engkau berkata seperti itu? Bukankah sejak kecil engkau mencintainya?” tanya Duchess terkejut.

Kebencian Nathan kepada Alviorita yang semakin bertambah membuat pria itu berkata, “Untuk apa aku mengkhawatirkan gadis angkuh seperti dia?”

“Apa katamu?” tanya Duchess terkejut.

“Gadis itu seorang gadis yang angkuh dan sombong, Mama,” kata Nathan tenang, “Ia tidak mungkin mau berada di dekat kita yang dianggapnya rendah ini.”

“Mengapa engkau berkata seperti itu?” tanya Duchess tajam.

“Buktinya setelah Ratu meninggal ia tidak pernah lagi bermain ke sini. Apalagi yang menyebabkan ia tidak pernah ke sini lagi selain ia terlalu bangga dengan kedudukan penting yang didapatnya setelah kematian Ratu,” kata Nathan tetap tenang menghadapi ibunya yang sabar itu marah.

“Itukah pikiranmu tentang dia?” tanya Duchess marah, “Itukah sebabnya engkau tidak menyukai gadis itu?”

“Mengapa Mama marah? Bukankah memang itu yang terjadi?” kata Nathan tenang.

“Ya, ampun, Nathan. Apa yang menyebabkanmu mempunyai pikiran setolol itu,” keluh Duke, “Gadis itu tidak seperti pikiranmu.”

“Tetapi….”

Kata-kata Nathan dipotong oleh suara tajam Duke dan Duchess, “Diam dan dengarkan baik-baik.”

Nathan tidak mengerti melihat kemarahan kedua orang tuanya yang jarang marah ini terutama kepada dirinya. Nathan ingin mengatakan segala yang diketahuinya tentang tunangannya tetapi melihat kemarahan orang tuanya yang hanya tertuju pada dirinya, Nathan memutuskan untuk menurut.

Duchess berdiri dan berjalan mondar-mandir di depan Nathan dengan gelisah bercampur marah. “Aku tidak tahu. Apakah engkau memang tidak tahu ataukah engkau sedemikian tololnya hingga mempunyai pikiran seperti itu.”

Nathan hanya diam melihat ibunya berjalan di depannya. Ia tidak ingin membuat kedua orang tuanya semakin marah atas kesalahan yang tidak dimengertinya.

“Putri Alviorita tidak pernah bermain lagi ke sini setelah kematian Ratu bukan karena ia terlalu bangga dengan kedudukan barunya,” kata Duke.

“Sebaliknya Putri Alviorita tidak pernah menyukai kedudukan barunya itu. Ia tidak pernah sedikitpun bangga karena telah menggantikan ibunya,” tambah Duchess.

Nathan bingung. Ia semakin tidak mengerti di mana letak kesalahannya.

“Setelah kematian Ratu, Putri Alviorita memang tidak pernah ke sini lagi. Tetapi itu bukan karena ia bangga akan kedudukannya sehingga ia menjadi sombong,” kata Duchess, “Seperti yang kauketahui Putri Alviorita sangat sedih atas kematian ibunya. Putri Alviorita lebih dekat dengan Ratu daripada Raja. Karena itu tidak heran bila Putri Alviorita terus menangis ketika ibunya meninggal.”

“Dapatkah engkau membayangkan bagaimana perasaan gadis yang baru berusia tiga tahun tetapi ia harus kehilangan ibu yang paling dicintainya?” tambah Duchess, “Putri Alviorita menyayangi Ratu lebih dari siapapun bahkan melebihi rasa cintanya pada ayahnya.”

“Dari Maryam aku mengetahui, Putri Alviorita sama sekali tidak menyukai ayahnya. Setiap kali bertemu dengan ayahnya, Putri Alviorita tidak pernah tampak senang,” kata Duke, “Engkau tahu mengapa bisa demikian?”

Duke dan Duchess tidak memberi kesempatan kepada Nathan untuk mengatakan apapun.

Duchess segera menyambung perkataan Duke. “Ratu selalu melindungi Putri Alviorita dari tugas-tugas kerajaan karena itulah Putri Alviorita lebih menyayangi Ratu daripada ayahnya. Karena itu juga tidak seorangpun yang dapat menghibur Putri ketika ibunya meninggal. Putri Alviorita sangat sedih, ia terus menangis sepanjang hari hingga ia jatuh sakit.”

“Kata Maryam, suhu tubuh Putri Alviorita sangat tinggi dan ia terus menerus memanggil Ratu. Keadaan Putri saat itu benar-benar mencemaskan. Bahkan Raja Phyllips yang biasanya hanya mempedulikan masalah kerajaan juga ikut cemas.”

Duke dan Duchess menghentikan nasehat mereka yang panjang. Mereka menatap sedih wajah Nathan yang dipenuhi kebingungan.

Nathan semakin tidak mengerti apa yang dikatakan orang tuanya dengan pikirannya tentang Alviorita.

“Mungkin karena demamnya yang tinggi itu, Putri Alviorita melupakan semua kenangan masa kecilnya bersama Ratu. Karena itu pula ia melupakan kita,” kata Duchess sedih, “Dan yang lebih menyedihkan lagi adalah tindakan Raja setelah Putri sembuh.”

Duchess tidak memberi kesempatan Nathan untuk mengatakan sesuatu.

“Setelah Putri sembuh, Raja Phyllips tidak mau menanti lebih lama lagi. Dulu sewaktu Ratu masih hidup, ia tidak dapat melakukan apa yang diinginkannya. Tetapi setelah Ratu meninggal, Putri Alviorita yang masih kecil tidak mempunyai pelindung lagi yang dapat melindunginya dari tugas-tugas kerajaan.”

“Apakah engkau dapat membayangkan bagaimana perasaan gadis yang baru berusia tiga tahun dan masih ingin bermain tetapi ia harus meninggalkan semua masa kecilnya hanya untuk belajar bagaimana menjadi Ratu yang baik?” tanya Duke tajam.

Nathan terkejut. Ia tidak pernah menduga semua yang dikatakan kedua orang tuanya ini bahkan ia tidak pernah memikirkannya. Nathan tahu orang tuanya tidak mungkin berbohong padanya.

“Sekarang engkau mengerti mengapa engkau tidak boleh mengatakan Putri Alviorita adalah Putri yang angkuh yang bangga dengan kedudukannya,” kata Duke sambil menatap tajam wajah Nathan.

“Putri Alviorita tidak pernah menyukai kedudukannya. Dengar baik-baik, Putri Alviorita tidak pernah merasa bangga dengan kedudukannya sebagai Putri Mahkota,” kata Duchess, “Mama yakin engkau pasti tidak pernah membayangkan bahwa sesungguhnya Putri Alviorita sangat membenci kedudukannya itu.”

“Dari apa yang dikatakan Maryam kepada kami juga bila melihat tingkah Putri Alviorita yang seperti burung selama ia berada di sini, maka itu benar. Putri Alviorita tidak pernah sedikitpun menyukai kedudukannya sebagai Putri Mahkota.”

Duke tersenyum geli, “Engkau pasti juga tidak pernah membayangkan Putri Alviorita selalu menghilang setiap kali ia harus belajar. Hanya pada saat Raja ada di Istana Urza saja Putri mau melakukan semua itu. Putri selalu membuat semua orang di Istana Urza sibuk mencarinya hanya karena ia tidak ingin melakukan semua kewajibannya.”

“Semua orang di Istana benar-benar dibuat bingung oleh Putri Alviorita. Mereka semakin bingung ketika tiga tahun kemudian Putri berubah. Putri yang biasanya selalu menghindari kegiatan rutinnya tiba-tiba menjadi seorang putri yang penurut. Tentu saja hal itu membuat semua orang di Istana lega tetapi juga membuat mereka bingung.”

“Putri Alviorita benar-benar putri yang unik,” kata Duke mengakhiri cerita panjangnya.

Duchess menatap tajam wajah Nathan. “Bila engkau menghubungkan kata-kata ayahmu itu dengan kelakukan Putri Alviorita yang seperti burung yang tidak mau terikat siapapun itu, engkau pasti juga percaya Putri Alviorita tidak pernah menyukai kedudukannya sebagai Putri Mahkota itu.”

“Tetapi mengapa ia tetap melakukannya?” Akhirnya Nathan berhasil mengutarakan kebingungannya. Mendengar semua cerita orang tuanya, Nathan semakin bingung. Semua yang dikatakan orang tuanya bertentangan dengan pikirannya sendiri.

“Tidak seorangpun yang tahu bahkan Maryam, tidak ada yang tahu kalau Putri Alviorita tidak menyukai kedudukannya itu,” kata Duke, “Hanya Putri Alviorita sendiri yang tahu. Tetapi kami menduga Putri mau melakukannya karena ia sadar ini adalah kewajibannya sebagapi satu-satunya penerus keluarga Raja.”

“Itulah sebabnya engkau tidak boleh mengatakan ia adalah Putri yang angkuh,” kata Duchess, “Ia adalah Putri yang hebat.”

“Tetapi semua orang mengatakan ia Putri yang angkuh,” kata Nathan membela pendapatnya sendiri.

“Ya, ampun, Nathan. Setelah kami bercerita panjang lebar seperti ini engkau masih juga tidak mengerti,” keluh Duke, “Semua itu hanya kata-kata orang yang tidak mengenal Putri.”

“Semua orang mengatakan ia adalah putri yang sangat angkuh bukan tanpa alasan,” kata Nathan.

“Ya, semua itu memang ada alasannya,” kata Duchess, “Banyak yang mengatakan Putri Alviorita angkuh hanya karena melihat sikap Putri Alviorita yang tidak mau terlibat dengan urusan di luar masalah politik.”

Entah untuk yang keberapa kalinya Duchess menatap tajam wajah Nathan.

“Kau tahu mengapa ia tidak mau terlibat segala masalah di luar kewajibannya?”

Nathan hanya menatap wajah ibunya yang menyalahkan dirinya. Nathan merasa seperti anak kecil yang tengah dimarahi kedua orang tuanya padahal tahun ini ia berusia dua puluh lima tahun.

“Karena sejak kecil ia telah dipaksa meninggalkan masa bermainnya hanya untuk belajar maka dalam pikiran Putri Alviorita tertanam satu keyakinan yang tidak pernah berubah hingga saat ini,” kata Duchess menjawab pertanyaannya sendiri.

“Putri Alviorita yakin semua kegiatan yang berhubungan dengan kerajaan membutuhkan waktu yang banyak. Karena itu ia tidak mau membuat dirinya semakin repot dengan segala macam kegiatan di luar wewenangnya.”

“Maryam sendiri yang mengatakannya kepada Mama. Jadi ini bukan hanya pendapat Mama. Ini semua bersumber dari pengasuh Putri Alviorita, Maryam,” kata Duchess meyakinkan Nathan.

“Tetapi…”

Kata-kata Nathan dipotong oleh keluhan Duke, “Ya, ampun, Nathan. Kami telah bercerita sepanjang ini tetapi engkau masih juga tidak mengerti. Sekarang dengarkan, Putri Alviorita tidak seangkuh yang orang-orang katakan. Kalau ia memang seangkuh yang mereka katakan, ia tidak mungkin melibatkan dirinya dalam masalahmu dengan Elly.”

“Masalahku dengan Elly yang dulu itu?” tanya Nathan tidak percaya.

“Ya, tidak ada seorangpun yang tahu masalahmu yang dulu itu berakhir karena campur tangan Putri Alviorita,” kata Duke, “Aku sendiri juga baru mengetahuinya dari Brethrynne tadi siang.”

“Brethrynne? Apa hubungan dia dengan skandal yang dibuat anaknya itu?” tanya Duchess tidak mengerti.

“Brethrynne sangat mengagumi Putri Alviorita. Ia selalu memuji Putri Alviorita sebagai seorang Putri yang hebat. Tanpa mengikutsertakan namanya, Putri Alviorita menyelesaikan masalah itu,” kata Duke memulai ceritanya.

“Putri yang menyelesaikan masalah itu?” kata Duchess tidak percaya, “Mulai munculnya masalah itu hingga masalah itu selesai tidak pernah disebut-sebut nama Putri di dalamnya.”

“Aku mulanya juga tidak percaya tetapi Brethrynne meyakinkan aku.”

“Mengapa ia tidak mengatakannya kepada siapapun? Dan mengapa pula ia mengatakannya kepadamu?”

Melihat kebingungan istrinya, Duke berkata, “Brethrynne tidak pernah mengatakan hal ini kepada siapapun karena Putri yang memintanya. Dan tadi siang ia memberitahuku saat kami berjumpa di Istana Urza. Ia tahu Putri akan menikah dengan Nathan dan ia mengucapkan selamat kepadaku sambil terus memuju Putri. Kemudian ia menceritakan masalah ini kepadaku.”

“Brethrynne mengatakan kepadaku bahwa perjamuan yang dulu diadakannya itu adalah permintaan Putri Alviorita. Bahkan Putri Alviorita mengatur setiap tamu yang hadir dalam perjamuan itu. Ia juga yang mengatur tempat duduk para tamu di Ruang Makan.”

“Itu artinya Putri Alviorita sengaja mempertemukan Nathan dengan Elly di pesta itu,” kata Duchess tidak percaya, “Dan ia membuat semua orang tahu kata-kata Elly adalah bohong.”

“Kata Brethrynne, Putri Alviorita juga yang membuat Elly mengatakan yang sebenarnya kepada semua orang keesokan harinya.”

“Kalau itu benar…”

“Ya, ampun Nathan. Kami tidak mungkin berbohong kepadamu,” sela Duke kesal.

“Jangan marah, Papa, aku hanya ingin bertanya mengapa aku tidak melihat Alviorita di perjamuan itu kalau ia yang merencanakan semua itu?” kata Nathan.

“Aku tidak tahu,” kata Duke, “Tetapi kurasa itu semua karena Putri Alviorita tidak mau orang lain tahu ia terlibat dalam masalahmu itu.”

“Putri Alviorita tidak mau terlibat segala macam kegiatan di luar wewenangnya. Karena itu ia tidak pernah menghadiri perjamuan apapun yang tidak ada hubungannya dengan kewajibannya. Bila ia terpaksa menghadirinya, ia hanya duduk di tepi dan mengabaikan semua orang. Bahkan Putri Alviorita selalu menghindar dari setiap pria yang ingin mendekatinya,” kata Duchess meyakinkan Nathan, “Itulah yang membuat semua orang mengatakan Putri Alviorita adalah putri yang angkuh.”

“Tindakan Raja yang memaksa Putri untuk meninggalkan masa bermainnya dan mulai memasuki dunia politik membuat dalam diri Putri Alviorita tertanam keyakinan ia tidak mempunyai waktu untuk bersenang-senang. Karena itulah tingkah lakunya di sini seperti burung yang baru lepas dari sangkar emasnya.”

“Saat berada di sini Putri Alviorita memang terlepas dari semua kegiatan rutinnya,” kata Duke menyejutui ucapan istrinya, “Aku setuju dengan Brethrynne. Putri Alviorita adalah putri yang hebat. Walaupun ia tidak menyukai kedudukannya tetapi ia tetap melakukan yang terbaik. Ia hanya memusatkan perhatian dan waktunya hanya untuk kerajaan ini. Walaupun caranya salah tetapi Raja Phyllips berhasil membuat Putri Alviorita menjadi seorang Putri Mahkota yang baik.”

“Aku juga setuju denganmu. Putri Alviorita memang seorang putri yang hebat. Walaupun banyak tuduhan bohong yang ditujukan kepadanya tetapi ia tetap bersikap tenang. Putri Alviorita memang tidak pernah secara terang-terangan membantah semua tuduhan kepadanya itu tetapi sikapnya telah membuat setiap tuduhan itu runtuh dengan sendirinya,” tambah Duchess.

“Putri Alviorita menjadi seorang Putri Mahkota yang baik seperti yang diinginkan ayahnya walaupun ia sendiri tidak menyukai semua itu,” kata Duke, “Aku mengagumi sikap tanggung jawabnya. Hanya karena tanggung jawabnya yang besar, ia mau melakukan apa yang sebenarnya tidak disukainya.”

“Kalau Alviorita tidak ditemukan, siapakah yang kelak akan menggantikan Raja Phyllips?” gumam Nathan.

Duke dan Duchess menatap tajam wajah Nathan. “Karena itu engkau sebagai tunangannya harus mencarinya,” kata mereka serempak.

Cerita panjang Duke dan Duchess of Kryntz berhasil membuat Nathan menghilangkan segala pikiran buruknya kepada Alviorita. Sekarang pria itu mengerti mengapa Alviorita tidak mengingat kenangan masa kecil bersama dirinya di Chymnt. Sekarang ia mengerti mengapa Alviorita yang dilihatnya berbeda dengan Alviorita yang ada dalam pikirannya juga Alviorita yang selalu dikenangnya.

Nathan merasa bersalah telah melampiaskan semua kebenciannya kepada gadis itu dalam setiap pertengkaran mereka.

Kadang bila memikirkan pertengkaran itu, Nathan merasa bingung mengapa ia yang biasanya selalu acuh itu selalu ingin mengajak Alviorita bertengkar. Nathan tahu ia tetap mencintai gadis itu walaupun ia mempunyai pandangan buruk tentang gadis itu. Mungkin karena itulah ia selalu mengajak gadis itu bertengkar.

Memang sejak kecil hanya Alviorita yang mampu membuatnya meninggalkan semua kegiatan belajarnya. Hanya Alviorita juga yang mampu membangkitkan kemarahannya. Nathan juga yakin hanya dia yang mampu membangkitkan kemarahan gadis itu.

Bila mengingat tuduhan kejam yang diberikannya pada Alviorita, Nathan semakin merasa bersalah. Ia tidak mengerti mengapa ia menuduh gadis itu senang mempermainkan pria.

Sekarang ia mengerti gadis itu tidak pernah dekat dengan pria manapun. Nathan yakin ia adalah pria pertama yang memeluk serta mencium gadis itu. Entah bagaimana perasaan Alviorita yang selama ini selalu menghindar dari setiap laki-laki setelah dicium olehnya. Mengingat kemarahan dan air mata gadis itu, Nathan hanya dapat menduga gadis itu sangat marah kepada dirinya.

Pria itu sekarang hanya tahu ia telah memberikan penilaian buruk yang salah kepada tunangan yang dicintainya, bahkan sangat dicintainya.

Nathan tidak tahu apakah Alviorita mencintainya atau tidak. Ia hanya tahu ia harus menemukan gadis itu dan meminta maaf kepadanya.

“Nona, turunlah. Nona apa yang harus saya katakan pada Tuan Besar kalau Anda jatuh.”

Seorang pelayan muda yang menengadahkan kepalanya ke atas sebatang pohon sambil berteriak cemas, menarik perhatian Nathan.

Gadis itu tampak cemas, ia terus berteriak-teriak, “Nona, turunlah.”

Nathan menghentikan kudanya. Ia tertarik mendengar seruan gadis itu.

Gadis itu berteriak memanggil majikannya yang sedang berada di atas pohon. Gadis itu terus berteriak membujuk majikannya agar segera turun.

Tertarik melihat gadis itu berusaha membuat majikannya turun, Nathan mendekatinya.

“Ada apa?” tanyanya kepada gadis itu.

“Nona memanjat pohon ini dan ia tidak mau turun,” jawab gadis itu.

Nathan tertarik. Ia tidak menduga ada gadis selain Alviorita yang pandai memanjat pohon. Nathan menengadahkan kepalanya ke atas pohon dan terkejut.

Seorang gadis berambut hitam duduk di sebatang pohon. Gadis itu memandang ke bawah.

Melihat mata hijau itu memandang terkejut dirinya, Nathan tidak meragukan lagi apa yang dilihatnya.

Gadis itu adalah Alviorita!



*****Lanjut ke chapter 11

No comments:

Post a Comment