Thursday, June 11, 2009

Kisah Cinta-Chapter 20

Sarita memandang keluar kereta dengan pandangan menerawang.

Walaupun Sarita memutuskan kepergiannya secara mendadak, waktu itu sudah lebih dari cukup bagi Zielle untuk mempersiapkan semuanya. Kepergian yang rencananya hanya terdiri dari Duke of Vinchard, Duke of Cookelt dan sang Lady Sarita Yvonne Elwood, sekarang menjadi sebuah rombongan kecil.

Sarita duduk di dalam kereta terdepan bersama kedua Duke. Di belakang mereka mengekor kereta berisi pelayan-pelayan yang menyertai kepergian mereka termasuk Zielle. Dan di urutan paling belakang, kereta barang mereka atau tepatnya barang-barang Sarita.

Sarita tidak mengerti mengapa ia harus membawa berkoper-koper pakaian dan perhiasan ke Trottanilla. Ia pergi ke Trottanilla bukan untuk bersenang-senang. Kepergiannya murni karena tugas sebagai wali Duke of Cookelt. Terima kasih pada Zielle, sekarang ia lebih terlihat seperti hendak pindah ke Helsnivia.

Entah apa kata orang. Kemarin ia menolak sang Pangeran dan pagi ini ia meninggalkan Helsnivia seperti ini.

Halbert mungkin marah. Halbert mungkin berpikir ia tengah melarikan diri. Namun Sarita tetap berpendapat ia telah membuat keputusan yang tepat. Ia tidak akan pernah menyesali keputusannya ini.

Andai Halbert bersungguh-sungguh. Andai itu adalah cinta sejati… Sarita mendesah.

“Kau baik-baik saja, Sarita?” Duke Vinchard bertanya cemas.

“Sarita pasti tidak ingin ke Trottanilla,” komentar Chris, “Bukankah Sarita datang ke Helsnivia karena ia melarikan diri dari Trottanilla.”

“Benarkah itu, Sarita?” Duke Vinchard prihatin, “Kau tidak perlu ke Trottanilla. Aku bisa mewakilimu.”

“Tidak, Kakek,” Sarita menolak, “Aku tahu aku bisa mempercayai Kakek. Namun aku tetap ingin ke Trottanilla. Aku ingin mengunjungi Papa dan Norbert.”

“Ithnan?” wajah Duke Vinchard langsung berubah.

Sarita sadar sampai kapanpun nama itu tetaplah merupakan topik yang paling sensitif bagi Duke Vinchard.

Di luar dugaan Sarita, Duke bertanya, “Apakah aku boleh menemanimu mengunjungi makam mereka, Sarita?”

“Tentu saja, Kakek. Mereka pasti akan senang dapat bertemu dengan Kakek,” dan Sarita menambahkan dengan suara lirih, “Terutama Papa.”

Duke of Vinchard tersenyum. Telah banyak yang ia lewatkan dalam bertahun-tahun ini dan telah banyak kesalahan yang ia lakukan. Ketika memutuskan menjemput Sarita pulang, Duke Vinchard juga memutuskan untuk menambal semua kekurangan itu.

Sarita kembali mengalihkan pandangannya ke luar jendela.

Kepergiannya ke Trottanilla ini bukanlah suatu kesalahan. Ia membutuhkan waktu untuk mengusir Halbert dari pikirannya. Ia membutuhkan waktu untuk melupakan Halbert. Ia hanya bisa melakukannya ketika Halbert tidak ada di sisinya.

Mungkin… selama itu pula Halbert akan sadar semua perasaannya hanyalah khayalannya semata. Semua itu hanya perasaan sesaat seperti yang selalu ia rasakan pada wanita mana pun.

Karena itu Sarita tidak pernah membuang waktunya untuk bersenang-senang di Trottanilla.

Kedatangan Duke of Vinchard beserta sang cucu yang baru ditemukannya telah menyebar luas sebelum mereka tiba. Mereka juga telah tahu Duke Vinchard akan tinggal di Sternberg selama mereka berada di Trottanilla. Berkat berita burung itu, surat undangan sudah menumpuk di Sternberg sebelum mereka tiba.

Saat melihat surat-surat itulah Sarita mengerti mengapa Zielle bersikeras mempersiapkan gaun-gaun pesta untuknya dan berbagai macam perhiasan.

“Sekarang pandangan semua orang padamu sudah berubah,” komentar Duke Vinchard di suatu pagi.

Benar, pandangan mereka sudah berubah. Pertama, karena ia adalah cucu seorang Duke yang berpengaruh di Helsnivia. Kedua, karena ia adalah wali Duke of Cookelt yang masih muda. Hanya satu hal tidak berubah. Sikap para pria kepadanya sama sekali tidak berubah!

“Sayangnya,” ujar Zielle beberapa saat mereka tiba di Sternberg, “Duchess Belle tidak ada.”

Menurut para pelayan Sternberg, Duchess Belle sudah menghilang sejak berita kedatangan mereka tersebar.

“Ia pasti malu bertemu Anda,” komentar Zielle pula.

Tentu saja Sarita tidak mempercayainya. Ia tahu Duchess Belle terbelit hutang besar sedangkan almarhum suaminya memaklumatkan penerusnya tidak boleh memberikan sepeserpun harta keluarga Riddick padanya. Duchess tentu tidak akan membuang harga diri hanya untuk memohon pada putranya dan sang gadis yang dipercayainya sebagai anak haram almarhum Duke Norbert. Satu-satunya yang bisa melepaskannya dari belitan hutang ini adalah menghilang dari muka bumi.

Dorothy masih ada di Sternberg ketika mereka tiba. Walaupun Dorothy tidak mengakui, sikapnya kepada Sarita telah berubah. Walaupun tidak menyukainya, Dorothy tidak membentak ketika Sarita memanggil namanya. Walaupun wajah kesal tidak hilang dari wajah cantiknya, Dorothy tidak memprotes ketika Sarita memberikan sarannya.

Perubahan sikap yang paling menyolok adalah para pelayan Sternberg. Mereka yang dulu tidak menyukai Sarita sekarang menghormati Sarita bahkan menyanjungnya.

Sikap mereka membuat Sarita semakin sadar betapa pentingnya kedudukan, garis keturunan, dan kekayaan di mata banyak orang. Tentu saja hal itu tidak berarti bagi Zielle.

Seperti yang dilakukannya pada Chris, Zielle memberikan pelajaran tata krama pada Dorothy. Tidak satu kesalahanpun ditolerirnya. Ia juga tidak mengijinkan Dorothy bersenang-senang. Tanpa peduli protes Dorothy, ia mengatur jadwal harian sang Lady. Sikapnya yang tegas dan tanpa takut itu membuatnya menjadi sang pemimpin pelayan di Sternberg hanya dalam dua hari.

Sikap Zielle itu tentu saja tidak membuat Dorothy senang. Semakin ia memberontak, semakin keras sikap Zielle. Jika Dorothy berani menggunakan kekerasan, Zielle tidak ragu untuk melawan balik. Ketika Dorothy mengeluarkan umpatannya, Zielle tidak takut untuk menampar gadis itu.

Sayangnya bagi Dorothy, ia tidak dapat melakukan apa-apa. Zielle adalah pelayan Duke of Vinchard dan Zielle bukan penduduk Trottanilla.

Dorothy tidak menyukai Zielle namun ia tidak akan meninggalkan Sternberg karena hanya inilah satu-satunya tempat ia bermalam. Selain berharga diri tinggi seperti Duchess Belle, Dorothy juga takut hidup susah.

Dari sekian banyak tanggapan atas kedatangan Sarita ini, hanya satu orang yang benar-benar gembira melihatnya.

Graham tidak henti-hentinya mengucapkan puji syukurnya. “Saya turut bergembira untuk Anda, Tuan Puteri. Duke Norbert dan Tuan Ithnan pasti turut berbahagia untuk Anda. Mereka menginginkan ini sejak lama.”

Sarita terkejut. Saat itulah ia baru tahu ternyata Graham juga telah mengetahui asal usulnya. Graham juga tahu mengapa Duke Norbert bersikeras memulangkannya ke Trottanilla.

Sarita merasakan kehangatan dalam hatinya. Ia tidak sebatang kara. Selalu ada orang yang memperhatikannya, mencintainya dan melindunginya.

Marcia adalah orang yang paling terkejut dengan kedatangannya.

Berita tentangnya belum terdengar di Hauppauge sehingga pemuda itu sempat mengira ia menikah dengan Chris yang saat itu menyertai kepergiannya dan Duke of Vinchard. Tahu ia adalah cucu seorang Duke, sikap pemuda itu langsung berubah. Dari tindak-tanduknya, Sarita sadar pemuda itu kikuk padanya. Marcia tidak tahu lagi bagaimana harus bersikap kepadanya. Marcia yang telah menjadi kawan baiknya bahkan sempat melamarnya itu tidak tahu bagaimana ia harus memperlakukan seorang gadis miskin yang tiba-tiba menjadi cucu seorang Duke. Juga tidak sedikit penduduk Hauppauge yang menjadi kikuk padanya.

Demi sopan santun, Duke of Vinchard menyempatkan diri memenuhi undangan yang telah tiba di Sternberg sebelum kedatangan mereka. Duke Vinchard selalu membawa Sarita besertanya. Mereka tahu tujuan undangan itu bukan hanya untuk sang Duke Vinchard namun juga untuk melihat sang cucu yang pernah menjadi anak haram almarhum Duke Norbert.

Pria-pria berebutan untuk menjadi pasangan Sarita namun gadis itu tidak rela meninggalkan sisi Duke Vinchard. “Maaf, saya saya tidak dapat meninggalkan sisi kakek,” katanya setiap saat.

Sikap Sarita itu membuat Duke Vinchard berkeluh kesah, “Jangan terus menempel padaku. Pergilah bersama pria-pria itu. Pasti ada seseorang yang menarik perhatianmu.” Dan Sarita akan menjawab, “Aku hanya ingin berada di sisi Kakek. Apakah Kakek tidak suka?” Itu adalah sebuah jawaban yang tidak bisa ditolak Duke Vinchard.

Rencana awal mereka, setelah menyelesaikan segala yang perlu diurus, Chris akan ditinggalkan di Trottanilla. Namun rencana itu tidak hanya berubah melainkan juga diperpanjang demi beberapa urusan mendadak.

Pertama, atas saran Duke Vinchard, Sarita atas nama Duke Cookelt membereskan hutang-hutang Duchess Belle. Kedua, walaupun Sarita tidak menginginkannya, mengeluarkan peraturan yang harus dipatuhi Dorothy untuk dapat terus menerima kucuran dana. Ketiga, atas keinginan Chris, mengumumkan kepada setiap bawahan Duke Cookelt bahwa sang Duke akan tinggal di Helsnivia untuk waktu yang tak terbatas. Akibat keinginan Chris itu pula, Sarita harus mengatur tugas setiap orang di bawah pimpinan Duke of Cookelt. Selain itu, atas keinginan Sarita, mencari jejak Duchess Belle.

Pekerjaan terakhir inilah yang paling merepotkan dan juga memakan waktu. Walaupun Chris menentang keinginannya ini, Sarita tetap bersikeras menemukan Duchess Belle. Walaupun Duchess tidak pernah berbuat baik kepadanya, Sarita tetap tidak bisa berdiam diri memikirkan Duchess yang selalu hidup mewah itu mungkin sedang hidup sengsara. Selain Chris, Zielle juga tidak menyukai keputusannya ini. “Untuk apa Anda mengkhawatirkan wanita itu!? Dia sudah menghina Anda!” omelnya setiap saat. Namun Sarita tetap bersikeras pada keputusannya ini. Sejak kecil ia tidak pernah melihat ibunya. Ia tidak pernah merasakan kasih sayang seorang ibu. Ia tidak bisa membiarkan orang lain menyia-nyiakan ibunya. Walaupun Duchess Belle tidak pernah melakukan tugasnya sebaga sebagai seorang ibu, Duchess Belle tetaplah ibu Dorothy dan Chris.

Hanya Duke of Vinchard seorang yang mendukung keputusan Sarita. Bahkan Duke Vinchard bersedia menggunakan kekuasaannya untuk membantu Sarita dengan syarat Sarita atau siapa pun tidak boleh memaksa Duchess kembali ke Sternberg. Apabila Duchess bersedia kembali, maka ia harus menuruti peraturan main untuk tetap bisa tinggal di Sternberg, peraturan sama yang harus dituruti Dorothy.

Menurut Duke Vinchard, hanya ancaman yang bisa mencegah kedua wanita itu menghancurkan keluarga Riddick. Sebagai wali Duke Cookelt, Sarita tidak hanya bertugas membimbing sang Duke namun juga menjaga keutuhan dan kehormatan keluarga Riddick. Sependapat dengan kakeknya, Sarita menerima syarat itu.

Sebulan setelah pencarian dimulai, jejak Duchess Belle ditemukan di pinggiran Trottanilla.

Seperti dugaan Sarita, Duchess tetap bergaya hidup mewah walaupun ia tidak lagi mempunyai uang. Ia memanfaatkan kecantikannya serta gelar sebagai seorang Duchess untuk mendapatkan yang terbaik. Sikapnya ini membuat Sarita harus menyelesaikan persoalan baru yang ditimbulkannya selama pengembaraannya ini. Yang tidak Sarita duga adalah kesediaan Duchess untuk pulang dengan syarat memenuhi semua peraturan yang telah ditetapkan Sarita atas nasehat Duke Vinchard! Tanpa komentar maupun bantahan, Duchess Belle bersedia ditempatkan di peristirahatan keluarga Riddick yang jauh dari keramaian bahkan dapat dibilang cukup terpencil.

Sarita menduga sebulan tanpa kemewahan yang selalu dinikmatinya membuat Duchess pasrah. Mungkin bagi Duchess lebih baik hidup terkekang namun tetap dilayani puluhan pelayan daripada hidup bebas namun tanpa sedikit kemewahan pun.

Dengan ditemukannya Duchess, berakhir pulalah masa tinggal mereka di Sternberg.

Baik Duke Vinchard maupun pelayan-pelayan Quadville yang menyertai bersemangat menanti hari kepulangan mereka. Mereka tidak pernah meninggalkan Helsnivia untuk waktu selama ini dan mereka sudah sangat merindukan tanah air mereka serta sanak keluarga mereka.

“Akhirnya kita akan pulang,” ujar Zielle sambil melipat gaun-gaun Sarita. “Malam ini Anda harus segera tidur. Besok pagi-pagi kita akan meninggalkan Sternberg,” Zielle memberi peringatan keras kepada Sarita lalu setengah melamun ia berkata, “Rasanya sudah lama sekali saya meninggalkan Quadville. Saya tidak sabar ingin segera memeluk cucu-cucu saya.”

Sarita hanya mengangguk.

“Mengapa jawaban Anda hanya itu?” protes Zielle, “Apakah Anda tidak ingin pulang ke Helsnivia?” tanyanya menuntut jawaban, “Yang Mulia Duke tidak akan setuju meninggalkan Anda di sini.”

Sarita pun tidak tahu jawaban pertanyaan itu.

“Apalagi yang Anda khawatirkan? Semua masalah di sini sudah beres. Pembangunan gudang yang Anda rancang sudah selesai. Masalah keuangan Cookelt sudah Anda luruskan. Wania hina itu juga sudah ditemukan? Anda sudah tidak diperlukan lagi di sini.”

Benar. Sekarang ia bisa kembali ke Helsnivia. Hatinya terasa berat untuk kembali ke Helsnivia.

“KAU!” Zielle tiba-tiba berseru, “Jangan masukkan gaun itu kesana! Berapa kali harus kukatakan kalian harus memisah-misahkan gaun Tuan Puteri. Apa yang akan kalian lakukan kalau Tuan Puteri tiba-tiba harus berganti baju di perjalanan!? Apa kalian mau membuat Tuan Puteri menunggu kalian membongkar muatan!?”

Sarita memalingkan kepala dari para pelayan yang sibuk meringkas barang-barangnya di bawah pimpinan Zielle. Pikirannya kembali melayang jauh ke atas langit biru.

Pulang ke Helsnivia…. Itu artinya ia akan bertemu dengan bertemu Halbert lagi. Sebulan ini ia hampir tidak dapat melupakan Halbert. Beberapa hari lagi ia akan semakin kesulitan menyingkirkan pria itu dari kepalanya.

Sarita mendesah. Ia sudah mengatur waktunya sedemikian rupa sehingga ia tidak mempunyai waktu luang namun tetap saja kepalanya tidak dapat berhenti memikirkan Halbert. Dalam setiap pesta. Setiap menghadiri pesta, Sarita selalu berharap Halbert juga ada di sana sehingga ia tidak perlu bersusah payah menghindari pria yang ingin mendekatinya. Setiap ada pria yang mencoba mendekatinya, Sarita selalu teringat wajah cemburu Halbert.

Sebagian dirinya berseru merindukan Halbert. Sebagian dirinya yang lain tidak ingin kembali ke Helsnivia. Sarita tidak siap. Ia tidak siap kembali ke Helsnivia. Ia tidak siap melihat Halbert bersama wanita lain. Ia tidak sanggup mendengar berita tentang Halbert dan wanita lain.

Halbert adalah seorang pria yang tidak bisa hidup tanpa wanita. Tidak mungkin Halbert tidak menemukan wanita baru dalam waktu sepanjang ini. Halbert tidak mungkin masih mengatakan hal yang sama padanya.

Sebagian dari diri Sarita bergembira. Sebagian lagi bersedih.

Ketika ia kembali ke Helsnivia, wanita Halbert yang dibicarakan tiap penduduk Helsnivia bukan lagi dirinya. Namun betapa pun ia ingin kabur dari Helsnivia, hari itu akhirnya tiba juga.

“Selamat datang, Yang Mulia Duke, Tuan Puteri, dan Tuan Muda Chris,” sambut Brudce bersama pelayan-pelayan Quadville yang lain.

Sarita melihat orang-orang yang berbaris rapi sambil membungkukkan badan ke arah mereka. Ia merasa setiap orang melihatnya dengan simpati. Ia berani bersumpah mereka sedang bersimpati pada Tuan Puteri mereka yang kini bukan lagi wanita Halbert.

Begitu tiba di Quadville, Duke of Vinchard segera memanggil Gunter untuk mengetahui perkembangan yang terjadi selama ia tidak ada. Chris langsung memanfaatkan waktu untuk bermain-main di sekitar Quadville seperti kesukaannya selama berada di Helsnivia. Para pelayan langsung berbaur dengan pelayan yang lain untuk melepaskan rindu mereka. Dan Sarita…

Sarita bermuram diri. Ia tidak ingin menemui seorang pun. Ia tidak ingin sanggup mereka berbicara tentang Halbert dan wanita barunya. Ia tidak ingin mengikuti perkembangan Helsnivia Yang diinginkan Sarita saat ini hanyalah mengurung diri dan mempersiapkan batin untuk mendengar berita petualangan Halbert.

“Apakah kau baik-baik saja, Sarita?” Duke Vinchard bertanya khawatir saat mereka berkumpul di Ruang Makan, “Apakah kau sakit?” Duke merujuk pada makanan yang hampir tidak disentuh Sarita.

“Aku baik-baik saja, Kakek,” Sarita tersenyum, “Aku hanya lelah.”

“Kau sudah seperti ini sejak kita memutuskan pulang,” komentar Chris.

Sarita tidak menanggapi.

Duke berdiri dan berpaling pada Sarita, “Ikutlah aku.”

Sarita mengikuti Duke tanpa suara.

Duke Vinchard membawa Sarita ke sebuah ruangan di mana hanya ada mereka berdua dan jauh dari pendengaran Chris yang masih duduk di Ruang Makan.

Sarita hanya memperhatikan Duke ketika Duke menutup pintu dengan perlahan.

Duke duduk di depan Sarita dan memandang lembut cucu satu-satunya itu. “Sekarang kau bisa mengatakan semuanya padaku.”

Sarita hanya melihat Duke dengan tidak mengerti.

“Apakah aku tidak bisa kaupercayai?” Duke bertanya, lalu Duke mendesah. “Kasihannya aku. Cucuku tidak mau berbagi denganku.”

Sarita terperanjat. Tanpa disadarinya ia telah melukai orang yang dicintainya. “Tidak, Kakek. Aku percaya padamu. Aku senang berbagi denganmu.”

“Kau memikirkan Pangeran Halbert?” Duke bertanya langsung.

Sarita terperanjat. Lidahnya mengeras dalam mulutnya yang menutup rapat.

“Aku benar, bukan? Kau memikirkan Pangeran Halbert.”

“Ti… tidak,” Sarita menyangkal panik, “Aku tidak memikirkannya. Aku tidak pernah memikirkannya.”

“Kau tentu sangat mencintainya.”

Lagi-lagi Sarita terperanjat. Duke Vinchard telah menebak isi hatinya. “Maafkan aku, Kakek,” Sarita tidak berani menatap wajah kakeknya.

Duke Vinchard menglurkan tangan memegang dagu Sarita. “Aku tidak menyalahkanmu, Sarita,” Duke tersenyum lembut sambil menatap Sarita.

Sarita terperangah.

“Apakah kau tahu mengapa aku tidak suka Chris mendekatimu? Apakah kau tahu mengapa aku merestui hubunganmu dengan Pangeran?”

Keduanya adalah seorang pria yang selalu mempermainkan wanita. Satu-satunya yang membuat mereka berbeda adalah…

“Aku tidak pernah mempersoalkan masalah usia,” sambung Duke.

Maka satu-satunya jawaban adalah. “Karena Pangeran Halbert adalah seorang Pangeran dan Chris hanya seorang Duke.”

Lagi-lagi Duke Vinchard tersenyum sambil menatap lembut Sarita. “Tidak, Sarita. Sharon sudah memberiku pelajaran. Aku tidak mempedulikan lagi kedudukan seseorang.”

Sarita tertegun.

“Karena aku tahu Chris bukan pria yang pantas untukmu. Ia hanya tertarik padamu. Marcia mencintaimu dengan setulus hati namun aku juga tidak akan menyetujui hubungan kalian,” Duke membuat Sarita bertanya-tanya, “Mereka tidak dapat memberimu kebahagiaan.” Lalu ia menggenggam erat tangan Sarita. “Aku pernah menentang keras Sharon. Aku yang sekarang menentang keras cucuku membuat kesalahan bodoh. Ketika Sharon meninggalkanku, aku merasa begitu kesepian. Aku masih ingat perkataan terakhirnya sebelum meninggalkanku. Apakah kau tahu apa itu, Sarita?”

Sarita menggeleng.

“Katanya, uang tidak dapat membeli kebahagiaan.”

Sarita hanya membisu.

“Ketika melihatmu, aku menyadari kebenaran kata-katanya. Aku memiliki banyak uang, namun aku tidak pernah merasa bahagia. Kebahagiaanku yang sesungguhnya tiba setelah engkau berada di sisiku.”

“Pangeran Halbert mencintaimu. Aku dapat melihat ia tidak bermain-main.”

“Itu tidak mungkin. Pangeran pernah berkata ia tidak mungkin jatuh cinta padaku. Aku bukan gadis cantik yang menarik perhatiannya.”

“Kapankah ia mengatakan itu?”

“Ketika…,” Sarita terdiam. Ia tidak ingin mengungkit detik-detik terakhirnya bersama Duke Norbert.

“Dia mengatakannya karena ia belum mengenalmu,” hibur Duke, “Percayalah padaku, Sarita. Aku tidak pernah melihat Pangeran seperti ini. Aku tidak pernah melihat seorang pria yang begitu mencintai seorang wanita.”

“Tidak. Itu tidak mungkin,” Sarita menggeleng. Sedikit pun ia tidak dapat membiarkan harapan muncul dalam hatinya.

“Ini semua salahku,” Duke Vinchard bergumam sedih. “Andai aku menemukanmu lebih awal, kau tidak akan seperti ini.”

Sarita terkejut. “Tidak, Kakek. Kau tidak bersalah.”

Namun Duke Vinchard meneruskan. “Norbert adalah seorang playboy. Chris juga tidak lebih baik. Belle juga membuat keadaan lebih buruk. Halbert juga tidak pernah serius mencintai seorang wanita,” Duke membeberkan lingkungan Sarita tumbuh dewasa yang ia ketahui lalu membuat kesimpulan, “Karena itulah ketika Halbert serius, kau takut.”

Takut… Sarita merenung. Mungkin Duke Vinchard benar. Ia tidak mau harapan tumbuh dalam hatinya karena ia tahu itu hanya akan menyakitinya.

“Bagaimana kau tahu kau akan terluka kalau kau tidak mencoba?” Duke bertanya lebih lanjut, “Bagaimana kau tahu Halbert hanya bermain-main denganmu kalau kau tidak memberinya kesempatan?”

“Aku bukan wanita yang pantas untuknya,” Sarita memberitahukan kenyataan pahit itu, “Ia adalah seorang pria terhormat sedangkan aku hanyalah anak seorang petualang.”

“Lalu mengapa?” tanya Duke.

“Jelas itu tidak mungkin. Aku tidak pantas bersanding di sisi Halbert.”

“Siapa yang mengatakannya?”

“Semua…,” Sarita terdiam. Tidak ada yang mengatakannya secara langsung.

Duke tersenyum lembut. “Tampaknya kau benar-benar kelelahan. Segeralah beristirahat, Sarita. Jangan berpikir terlalu banyak.” Duke Vinchard mencium pipi Sarita.

Sarita terperangah. Tangannya memegang pipi yang baru saja dicium Duke Vinchard.

“Selamat malam, Sarita.”

Sarita mengangguk dan berjalan ke kamarnya. Ciuman kasih sayang Duke telah membiusnya.


-----0-----


“Sarita! Sarita!”

Sarita merasa mendengar seseorang memanggil namanya.

“Bangun Sarita, atau aku menciummu.”

“Aku masih ingin tidur, Papa,” gumam Sarita sambil membalikkan badan.

Sarita merasa tubuhnya terangkat. Detik selanjutnya sesuatu menyentuh bibirnya.

Mata Sarita membelalak lebar.

“Akhirnya kau bangun,” Halbert tersenyum gembira. “Bagaimana ciuman selamat pagiku?”

Tanpa sadar Sarita menyentuh bibir yang baru saja bersentuhan dengan bibir Halbert.

“Baiklah,” Halbert menyerah. Ia menyingkirkan tangan Sarita dari bibirnya. Halbert menunduk mencium Sarita lalu tersenyum, “Sekarang segeralah bersiap-siap. Aku akan menantimu di bawah.”

Sarita hanya menatap kepergian Halbert.

Baru saja Halbert menutup pintu ketika Zielle menerjang masuk. “Ya ampun, Tuan Puteri. Apa yang sedang Anda lamunkan. Segeralah bersiap-siap.” Zielle tanpa belas kasihan menarik Sarita dari tempat tidur.

Ketika pikiran Sarita kembali berjalan, ia sudah berdiri di hadapan Zielle yang dengan gembira mengantar kepergiannya.

“Kau lebih cepat dari dugaanku,” Halbert tersenyum menatap Sarita dari atas kudanya.

Tiba-tiba Sarita sadar. Saat ini matahari belum terbit. Saat ini adalah waktu Halbert biasa pergi berkuda pagi. Tentu Halbert telah memanfaatkan kekosongan pikirannya sesaat setelah bangun tidur. Namun Sarita tidak mengerti mengapa Zielle tidak membantunya mengenakan baju berkuda.

“Saya akan segera berganti baju,” Sarita membalikkan badan.

“Tidak perlu,” Halbert membungkuk. Dalam satu gerakan, ia sudah mengangkat Sarita ke depannya.


Sarita terperangah. Sebelum ia benar-benar menyadari apa yang telah terjadi, ia mendengar Zielle berkata gembira, “Selamat bersenang-senang, Tuan Puteri.” Dan mereka melaju meninggalkan Quadville.

“Ke mana kita akan pergi, Pangeran?” akhirnya Sarita mampu menguasai dirinya.

“Ke tempat rahasia kita,” Halbert menjawab singkat.

Tempat rahasia? Apakah mereka mempunyai tempat itu?

“Tidurlah. Aku akan membangunkanmu kalau kita sudah sampai.”

Tidur? Bagaimana mungkin ia bisa tidur dalam posisi seperti ini? Ia hanya duduk menyamping di depan Halbert. Satu-satunya hal yang dapat mencegahnya jatuh adalah sepasang tangan yang mengendalikan kuda itu.

Mata Sarita terpaku pada tangan yang mengendalikan kuda dengan mantap itu. Sebuah perasaan rindu merayapi hatinya. Pagi ini Halbert telah membangkitkan kembali kenangan masa kecilnya. Halbert membangunkannya dengan cara khas ayahnya ketika ia malas bangun. Walaupun mengucapkan kata-kata yang sama, ayahnya tidak mencium bibirnya seperti Halbert melainkan menggelitiknya. Itulah yang selalu dimaksud ayahnya dengan mencium. Lebih dari sepuluh tahun lamanya ia tidak dibangunkan dengan cara itu. Sepuluh tahun lebih lamanya ia tidak berada dalam posisi seperti ini. Sepuluh tahun telah lewat sejak saat terakhir ayahnya memberinya tumpangan.

Sarita bersandar pada orang yang memberinya tumpangan.

Sudah lama ia tidak merasakan perasaan seperti ini. Ia rindu pada kehangatan di punggungnya dan angin semilir yang membelai wajahnya. Sarita memejamkan mata. Ia ingin seluruh inderanya terpusat pada indera sentuhan. Ia ingin merekam kenangan ini di dadanya.

Ketika Sarita membuka matanya kembali, ia berada di antara kaki Halbert yang terbuka. Tangan Halbert yang memeluknya, merapatkan jubah hangat yang menyelimutinya. Kakinya yang terbuka memanjang sepanjang rerumputan hijau. Kepala Halbert bersandar di atas kepalanya yang menunduk. Hembusan nafasnya meniup rambut Sarita.

Sarita memperhatikan langit yang sudah terang. Awan-awan putih menghiasi langit. Matahari yang sudah hampir mencapai tahta tertingginya menyinari bumi yang dingin.

“Kau sudah bangun?” Halbert menatap wajahnya.

Sarita memperhatikan senyuman Halbert.

“Zielle benar. Kau menjadi lamban sesaat setelah bangun tidur,” ia tersenyum geli.

Rupanya hembusan angin membuatnya tertidur. Kemarin malam ia tidak dapat tidur. Semalam ia terus memikirkan kata-kata kakeknya dan Halbert. Walau tidak ingin, ia tidak dapat berhenti memikirkan Halbert.

“Bagaimana? Apakah engkau merasa lebih segar?”

Sarita tidak melepaskan mata dari Halbert.

“Sekarang kau tampak lebih segar,” ia tersenyum gembira.

Ringkikan kuda mengagetkan Sarita.

Sekarang pikirannya sudah benar-benar bangun. Terakhir ia membuka mata, ia masih berada di atas kuda Halbert. Sekarang ia sudah berada di tempat yang tidak ia ketahui. Sarita melihat sekeliling. Ia merasa ia pernah datang ke tempat ini.

“Apa kau lapar?” Halbert bertanya, “Zielle sudah membawakan bekal untuk kita.”

Baru saat itulah Sarita melihat kantung yang menggantung di punggung kuda. Punggung kuda…

Mata Sarita membelalak lebar. “Pangeran, bagaimana Anda?” Sarita tidak dapat melanjutkan kata-katanya. Ia melihat kuda yang berdiri tegap itu lalu pada Halbert yang masih memeluknya.

Halbert hanya melayangkan senyum misteri. Halbert lebih suka membiarkan Sarita bertanya-tanya. Ia tidak akan memberitahu Sarita bahwa kudanya juga terlatih untuk duduk dengan satu perintah.

“Pangeran!” Sarita menuntut jawaban.

Halbert tidak tahan lagi. Ia merengkuh Sarita ke dalam pelukannya dan memeluknya erat-erat.

“Aku merindukanmu, Sarita. Aku sangat merindukanmu,” bisiknya.

Sebulan ini ia benar-benar menderita. Ketika mendengar Sarita meninggalkan Helsnivia, ia panik. Ia pikir Sarita kabur karenanya. Kemudian ketika berita kepergian Duke of Vinchard menyebar, Halbert mulai merasa lega. Sarita masih akan kembali ke Helsnivia! Baru ketika berita kepergian Chris bersama mereka tiba di telinganya, ia menyadari tujuan kepergian mereka.

Sebulan ini ia benar-benar menderita. Tiada detik yang dilaluinya tanpa memikirkan Sarita. Tiada saat ia tidak merindukan gadis yang dicintainya ini.

Kemarin ia langsung melesat ke Quadville ketika kabar kepulangan mereka tiba di telinganya. Namun Duke of Vinchard melarangnya menemui Sarita. Waktu tidak tepat, alasannya. Mereka baru saja tiba dan Sarita membutuhkan istirahat. Kemudian Zielle memberinya ide ini. Hanya ketika Sarita baru bangun tidur gadis itu menjadi luar biasa penurut.

“Jangan tinggalkan aku lagi,” pinta Halbert, “Aku tidak sanggup hidup tanpamu. Aku benar-benar mencintaimu, Sarita. Aku tidak bercanda.”

Sarita terperangah. Halbert masih mengatakan kalimat terakhir yang didengarnya.

“Aku tidak pernah mencintai seorang wanita seperti ini, Sarita. Aku mencintaimu dengan seluruh jiwa ragaku. Aku sangat mencintaimu.”

Air mata Sarita menetes. Sarita memeluk Halbert dan membenamkan wajahnya dalam-dalam di kehangatan dada pria itu. Ia tidak dapat lagi membohongi dirinya sendiri. Biarlah ia terluka. Biarlah Halbert membohonginya. Saat ini ia hanya ingin berada di sisi Halbert. Ia ingin berada di pelukan pemuda ini.

Halbert memegang pundak Sarita dan menjauhkan gadis itu dari dadanya. “Menikahlah denganku, Sarita,” ia menatap mata gadis itu dengan serius.

Sarita membuka mulut.

“Tidak,” Halbert mencegah. “Jangan memberi jawaban apapun. Jangan berkata apapun sebelum aku selesai.” Lalu Halbert berdiri.

Hawa dingin langsung menusuk tubuh Sarita. Matanya mengikuti Halbert menuju kuda yang menanti mereka.

Halbert mengeluarkan sesuatu dari dalam kantung di punggung kuda dan kembali ke sisi Sarita. “Terimalah ini,” ia mengulurkan segulung kertas.

Sarita menerimanya dengan bingung. Melalui mata Halbert, ia tahu pemuda ini ingin ia membaca isi kertas itu. Sarita melihat gulungan kertas di tangannya lalu kembali pada Halbert.

Halbert duduk di depan Sarita.

Sarita membuka tali yang mengikat gulungan kertas itu dengan ragu-ragu.

Halbert menanti dengan sabar hingga Sarita membuka gulungan kertas itu.

“Ini…,” suara Sarita tercekat. Matanya kembali membasah.

“Sebulan ini aku mengikuti jejak masa lalu,” Halbert menjelaskan, “Aku menelusuri jejak ibu dan ayahmu. Aku menemukan surat nikah mereka di sebuah gereja terpencil tempat mereka menikah.”

Ketika Sarita menolak lamarannya, Halbert telah bersumpah untuk mendapatkan gadis itu. Sebulan terakhir ini ia tidak membuang waktu untuk menemukan segala macam senjata yang membuat Sarita tunduk. Kekeraskepalaan Duke Vinchard yang terkenal itu menurun pada Sarita. Untuk menundukkan kekeraskepalaan itu cara biasa tidak cukup. Halbert tidak kesulitan menemukan segala hal yang menyangkut Sharon Elwood dan Ithnan Lloyd. Kali ini ia tahu ia bisa bertanya pada banyak orang. Bahkan Duke of Vinchardpun memberinya saran.

Sarita memperhatikan Halbert melalui matanya yang berkaca-kaca.

“Aku juga telah menelusuri garis keturunan ayahmu. Ayahmu dan almarhum Duke Norbert bukan hanya teman tetapi juga sepupu. Kakek ayahmu adalah adik kakek buyut Chris.”

Garis keturunan Sharon Elwood tidak perlu diragukan namun Ithnan Lloyd? Dalam sebulan ini Halbert terus bertanya-tanya mengapa Duke of Sternberg bisa bersahabat dengan seorang pengelana miskin. Menurut Sarita, mereka telah bersahabat sejak kecil. Dari lingkungan tempat ia dibesarkan, Norbert Riddick tidak mempunyai kesempatan untuk berkenal dengan seorang gelandangan.

Sarita terperangah.

“Sekarang kau tidak ragu lagi, bukan?”

Sarita mengangguk. Bagaimana mungkin ia meragukan surat pernikahan asli orang tuanya? Bagaimana mungkin ia meragukan kerja keras sang Putra Mahkota?

“Sekarang kau tidak punya alasan untuk menolakku.”

Sarita tertegun.

“Jangan menolakku lagi, Sarita,” pinta Halbert, “Kau tahu bagaimana sakitnya penolakan. Jangan biarkan aku merasakannya,” Halbert sudah tidak kuat untuk tidak memeluk Sarita, “Aku benar-benar takut akan penolakanmu. Kau tidak punya ide bagaimana tiap hari aku hidup dalam bayang-bayang ketakutan seseorang akan merebutmu. Setiap detik aku berharap berada di sisimu.”

“Anda melakukan ini untuk gosip-gosip itu?” tanya Sarita.

“Gadis bodoh,” Halbert menatap Sarita penuh cinta, “Aku melakukannya untukmu. Demi menundukkan kekeraskepalaanmu itu, aku rela melakukan apa saja.”

“Oh… Halbert…,” Sarita terharu, “Aku mencintaimu.”

“Akhirnya kau mengatakannya,” gumam Halbert.

Sarita mengangkat tangannya merangkul leher Halbert.

Halbert menunduk melumat bibir Sarita.

“Aku sudah tidak sabar mengikatmu selamanya di sisiku. Aku tidak mau menanti sampai kau berubah pikiran.”

Sarita tertawa. “Saya lebih takut Anda berpaling hati.”

“Aku sudah berlabuh, Sarita. Kurasa aku sudah berlabuh semenjak aku bertunangan denganmu di hadapan almarhum Duke of Cookelt.” Dan Halbert melumat bibir Sarita lagi. Ia bersumpah ia tidak akan melepaskan lagi gadis dalam pelukannya ini walaupun Sarita sendiri yang menginginkannya.

Sarita menyandarkan badan di dada Halbert. “Pangeran,” katanya, “Bisakah hari ini kita tetap seperti ini?”

“Tidak hanya hari ini. Esok, lusa, dan seterusnya kita akan bersama,” janji Halbert, “Aku tidak akan memberimu kesempatan untuk meninggalkanku.”

“Saya tidak akan meninggalkan Anda,” Sarita berjanji pula.

“Aku sudah tidak sabar ingin segera membawamu pulang,” Halbert meraih tangan Sarita, “Aku tidak sabar ingin segera memasang cincin perkawinan kita di jarimu,” ia memainkan jari manis Sarita. “Duke telah menyetujui perkawinan kita. Aku dan dia telah memutuskan untuk segera melangsungkan pernikahan kita.”

Sarita terperanjat.

“Jangan mengatakan padaku kau tidak ingin menikah denganku,” Halbert memperingatkan.

Sarita tersenyum. “Bagaimana mungkin?” tanyanya, “Kalau saya terus ingin seperti ini,” ia kembali menempelkan tubuhnya di dada Halbert.

“Oh, Sarita,” Halbert memeluk Sarita, “Andai kau tahu betapa aku takut kehilanganmu.”

“Saya pun takut Anda akan berpaling pada wanita lain.”

“Aku rasa tak lama lagi aku akan mematahkan hati mereka. Tapi aku tak peduli. Aku hanya peduli pada dirimu seorang.”

Sarita tersenyum. Walaupun pernikahan mereka akan membuat banyak wanita menangis, ia tetap akan melangsungkannya karena ia tahu pernikahan ini juga akan membawa kebahagiaan bagi banyak orang.

Ratu Kathleen adalah orang yang paling bersuka cita atas pernikahan mereka. Senyum bahagia terus menghiasi wajah cantiknya hingga setelah mereka menikah. “Sharon juga pasti bergembira di alam sana,” bisiknya terharu ketika keduanya saling bertukar janji perkawinan.

Raja mengangguk – mengamini pernyataan itu. Ia tidak pernah membayangkan hari ini akan datang tapi hari ini akhirnya terwujud juga. Sang petualang cinta itu akhirnya melabuhkan diri pada pujaannya.

17 comments:

  1. Novel yang bagus, always happy ending. minta novel yang baru lagi dong, semuanya yg ada udah dibaca.
    saya suka sekali pengarangnya.

    ReplyDelete
  2. astrella....
    suka banget ama karya2 bikinanmu >.<
    knapa g pernah bkin lagi
    T.T

    ReplyDelete
  3. Terima kasih atas dukungannya. Maaf akhir2 ini saya sibuk dengan studi. Setelah akhir minggu ini, saya akan mempunyai waktu luang untuk memposting cerita-cerita yang telah saya tulis.

    ReplyDelete
    Replies
    1. ditunggu posting an nya lg.. bagus banget..

      Delete
  4. Simply want to say your article is as astonishing. The clarity
    in your post is simply cool and i could assume you are an expert on this subject.
    Fine with your permission let me to grab your
    feed to keep up to date with forthcoming post.

    Thanks a million and please keep up the gratifying work.


    Review my web-site ... book of ra app f�sung

    ReplyDelete
  5. ka astrella aku selalu menunggu karyamu kak , i love your story very much^^
    aku akan menunggumu posting kak :) putri

    ReplyDelete
  6. Post writing is also a fun, if you be familiar with then
    you can write otherwise it is difficult to write.


    Also visit my web page ... full tilt ice cream fan club

    ReplyDelete
  7. Does your blog have a contact page? I'm having trouble locating it but, I'd like to send
    you an email. I've got some recommendations for your blog you might be interested in hearing. Either way, great website and I look forward to seeing it expand over time.

    my website - novoline book of ra :: http://unityforachange.org/cooperativemedia/groups/real-facts-about-web-design-london/ ::

    ReplyDelete
  8. maaf kisah cinta pengarangnya siapa ya? mohon di jawab terima kasih :)

    ReplyDelete
  9. Seneng deh baca kisahnya....

    Makasih ya mba' estrella udh posting..

    ^-^

    ReplyDelete
  10. Bagus deh ceritanya...

    mkish mbk postingannya


    ^^

    ReplyDelete
  11. Keren, semuannya memuaskan (y)...
    Masih menunggu karya Anda selanjutnya...

    ReplyDelete
  12. Boleh minta smua judulnya nggak? Aku pngen baca semuanya. .

    ReplyDelete
  13. Maaf sebelumnya, saya menemukan sesorang mengcopi paste ceritamu dan di aplot ulang di situs wattpad.com
    yang kisah cinta dan anugrah bidadari http://www.wattpad.com/38297771-kisah-cinta-love-story

    ReplyDelete
  14. @aydhie: Terima kasih atas pemberitahuannya. Saya telah mencoba membuka link yang Anda berikan dan alamat tersebut sudah tidak tersedia. Terima kasih.

    ReplyDelete
  15. @aydhie: Terima kasih atas pemberitahuannya. Saya telah mencoba membuka link yang Anda berikan dan alamat tersebut sudah tidak tersedia. Terima kasih.

    ReplyDelete
  16. Aku suka banget bca karya2 ka astrella,,,di tunggu karya2nya yg lain ka :)

    ReplyDelete